808-Article Text-4024-1-10-20210330
808-Article Text-4024-1-10-20210330
808-Article Text-4024-1-10-20210330
1 March 2021
Seminar Nasional & Call Paper Fakultas Sains dan Teknologi (SENASAINS 1st)
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Abstract. Stainless Steel 316 is a steel metal with its main alloys namely Chromium (Cr) and Nickel (Ni). These two
alloys make stainless steel resistant to corrosion (rust). Because Stainless Steel 316 is corrosion resistant, this metal
is widely used in the aviation industry, the chemical industry and the food industry. Welding is the process of joining
two metals by melting the filler metal and the protective metal to the object being welded. The purpose of this final
project is the author who will perform welding on 316 Stainless Steel material. The background for selecting 316
Stainless Steel material is to get the latest data about the level of hardness and tensile strength of the welding
results. Welding uses SMAW welding with Nikko Steel NSN 316 L electrodes with a diameter of 3.2 mm, variations
in the current used are 75A, 95A, and 115A. Single taper welding seam used, the welding method is Vertical Up and
Vertical Down. The plate thickness used is 8mm. Tests carried out on the results of welding are hardness testing and
tensile testing. The results of the hardness test show that the Base Metal area is the hardest point to determine the
HAZ and Weld Metal points. The highest test results were found in the current 115A Vertical Up specimen III of
3323 Kgf.
Keywords - Stainless Steel 316, SMAW Welding, Vertical UP, Vertical Down, Tensile Testing, Rockwell Hardness
Testing.
Abstrak. Stainless Steel 316 merupakan logam baja dengan paduan utamanya yaitu Chromium (Cr) dan Nickel
(Ni). Kedua paduan inilah yang membuat Stainless Steel tahan korosi (karat). Karena Stainless Steel 316 tahan
korosi maka logam ini banyak digunakan pada industri penerbangan, industri kimia dan industri makanan.
Pengelasan merupakan proses penyambungan dua logam dengan cara mencairkan logam pengisi dan logam
pelindung ke benda yang dilakukan proses pengelasan. Tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah penulis akan
melakukan pengelasan pada material Stainless Steel 316. Latar belakang pemilihan material Stainless Steel 316 ini
adalah untuk mendapatkan data terbaru tentang tingkat kekerasan dan kekuatan tarik pada hasil pengelasan.
Pengelasan menggunakan las SMAW dengan elektroda Nikko Steel NSN 316 L diameter 3,2 mm, variasi arus yang
digunakan 75A, 95A, dan 115A. Kampuh las tirus tunggal yang digunakan, posisi pengelasan yang dilakukan
adalah posisi Vertical Up dan Vertical Down. Tebal pelat yang digunakan adalah 8mm. Pengujian yang dilakukan
pada hasil pengelasan adalah pengujian kekerasan dan pengujian tarik. Hasil pengujian kekerasan mendapatkan
daerah Base Metal menjadi titik terkeras daripada titik HAZ dan Weld Metal. Hasil pengujian tarik tertinggi
terdapat pada arus 115A Vertical Up spesimen III sebesar 3323 Kgf.
Kata Kunci - Stainless Steel 316, Pengelasan SMAW, Vertical UP, Vertical Down, Pengujian Tarik, Pengujian
Kekerasan Rockwell.
I. PENDAHULUAN
Dalam perkembangan industri saat ini teknologi pengelasan sangat berkembang pesat seiring dengan kebutuhan
dunia industri untuk memenuhi kebutuhan prodak yang cukup baik dalam persaingan pasaran masa kini. Pelat baja
merupakan komponen yang sangat sering digunakan dalam industri terutama dalam industri otomotif, industri
perkapalan, alat transportasi, keperluan alat rumah tangga bahkan keperluan bangunan. Pada proses penyambungan
baja ringan gerakan elektroda dan posisi pengelasan sangat mempengaruhi hasil pengelasan terutama pada nilai
kekerasan pada daerah pengaruh panas.
Afrian, menjelaskan bahwa posisi pengelasan yaitu pengaturan posisi atau letak gerakan elektroda las. Ada 4
(empat) posisi pengelasan pada las busur listrik yaitu posisi pengelasan dibawah tangan (Down Han Position), posisi
pengelasan mendatar (Horizontal Position), posisi pengelasan tegak (Vertical Position), dan posisi pengelasan di
atas kepala (Over Head Position). Jika gerakan tangan pada saat melakukan pengelasan tidak stabil maka akan
menyebabkan cacat las pada hasil pengelasan tersebut.
Procedia of Engineering and Life Science Vol. 1 No.1 March 2021
Seminar Nasional & Call Paper Fakultas Sains dan Teknologi (SENASAINS 1st)
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Irzal dkk menyatakan bahwa bukan hanya posisi atau sikap pengelasan yang berpengaruh terhadap hasil
pengelasan, tetapi kuat arus dan jenis elektroda yang digunakan juga sangat berpengaruh terhadap kekuatan tarik
dan tingkat kekerasan hasil pengelasan. Irzal dkk juga melakukan penelitian pengelasan baja karbon rendah TRS
Muhammadiyah Sidoarjo
400 dengan menggunakan elektroda E 7016 dan posisi pengelasan yang digunakan adalah posisi Vertical, posisi
bawah tangan (Down Hand Position) dan posisi Horizontal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengelasan baja
karbon rendah TRS 400 dengan posisi pengelasan Vertical memiliki hasil lebih baik daripada posisi pengelasan
Down Hand Position dan posisi pengelasan Horizontal.
Pada sebuah penelitian tentang pengelasan baja karbon rendah S355JO dengan menggunakan elektroda E7018-1
dengan kuat arus pengelasan 70 Ampere mendapatkan hasil lebih tinggi pada pengujian kekerasan daripada kuat arus
pengelasan 75 Ampere dan 80 Ampere. Nilai pengujian kekerasan tersebut didapatkan dari persamaan interpolasi
yang sudah di konversikan ke Tensile Strength.
Pada penelitian pengelasan baja JIS G 3131 dengan Stainless Steel 201 dengan menggunakan elektroda
Stainless Steel NSN-308 AWS A5.4 E308-16 diameter 2.6 mm. Mendapatkan hasil pengujian tarik tertinggi terdapat
pada posisi pengelasan Vertical daripada posisi pengelasan Horizontal dan Down Hand Position. Pada pengujian
kekerasan posisi pengelasan Vertical mendapatkan hasil yang paling tinggi.
Tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah untuk mendapatkan data terbaru dari pengelasan Stainless Steel
316 terhadap kekuatan tarik dan tingkat kekerasan. Pengelasan menggunakan las SMAW dan posisi pengelasan
yang digunakan adalah posisi pengelasan Vertical Down. Elektroda yang digunakan adalah Nikko Steel NSN-316 L
diameter 3,2 mm dan arus pengelasan yang digunakan 75 Ampere, 95 Ampere, dan 115 Ampere.
II. METODE
Langkah pertama dalam penelitian ini adalah pemotongan material Stainless Steel 316 dengan ukuran panjang
100 mm x lebar 100 mm. Ketebalan material Stainless Steel 316 yang digunakan adalah 8 mm. Setelah material di
potong sesuai dengan ukuran yang telah ditentukan, langkah selanjutnya adalah proses pembuatan kampuh las tirus
tunggal. Pembuatan kampuh las tirus tunggal ini dilakukan dengan menggunakan mesin frais konvensional. Bentuk
dari kampuh las tirus tunggal mirip dengan kampuh V yang membedakan hanyalah pada kampuh las tirus tunggal
hanya satu bagian yang dilakukan penirusan bagian yang lain dibiarkan tegak lurus. Tingkat kemiringan sudut yang
digunakan pada penirusan kampuh las tirus tunggal dalam penelitian ini sebesar 35 o. kampuh las tirus tunggal dapat
dilihat pada gambar 1 dibawah ini.
Jika pembentukan kampuh las tirus tunggal telah selesai dilakukan, langkah selanjutnya adalah proses
pengelasan dilakukan. Pengelasan dilakukan sebanyak enam kali percobaan. Dengan memperhatikan cacat las yang
terjadi terutama cacat las Undercut dan cacat las porositas. Proses pendinginan pada hasil pengelasan dilakukan
dengan menggunakan udara sekitar (Normalizing). Enam kali percobaan pengelasan dan cacat las yang terjadi tersaji
dalam tabel 1 di bawah ini.
Setelah semua proses pengelasan dilakukan langkah selanjutnya adalah pemotongan benda kerja menjadi ukuran
panjang 200 mm x lebar 30 mm. Tujuan dari pemotongan ini adalah untuk proses pembuatan spesimen uji tarik.
Garis pemotongan kali ini berlawanan dengan garis pengelasan. Pemotongan dilakukan dengan mesin gerinda
Cutting besar karena panjang material setelah di las bertambah panjang 2 kali lipat. Jika pemotongan telah selesai
dilakukan langkah selanjutnya adalah proses pembuatan spesimen uji tarik. Proses pembuatan spesimen uji tarik ini
menggunakan mesin frais konvensional dengan ukuran yang telah ditetapkan oleh standart ASTM E8. Hasil dari
pembuatan spesimen uji tarik standart ASTM E8 dapat dilihat pada gambar 2 dibawah ini.
Jika pembuatan spesimen uji tarik telah selesai, langkah selanjutnya adalah proses pengujian kekerasan
dilakukan. Uji kekerasan dilakukan terlebih dahulu karena hasil indentasi yang terjadi tidak sampai merusak
spesimen uji. Metode uji kekerasan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Rockwell. Langkah pertama
dalam uji kekerasan dengan menggunakan metode Rockwell ini operator memasang indentor uji terlebih dahulu. Jika
indentor telah terpasang dengan baik langkah selanjutnya adalah proses pengujian dilakukan. Pengujian dilakukan
dalam waktu 12 detik dan beban yang diberikan adalah 1471 N. Alat uji kekerasan yang digunakan adalah CV
Instruments seri 700 Universal Hardness Tester. Proses pengambilan data uji kekerasan dilakukan di Laboraorium
Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Sidoarjo. Proses uji kekerasan dapat dilihat pada gambar 3 dibawah ini.
Procedia of Engineering and Life Science Vol. 1 No.1 March 2021
Seminar Nasional & Call Paper Fakultas Sains dan Teknologi (SENASAINS 1st)
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Muhammadiyah Sidoarjo
Jika data uji kekerasan telah didapatkan, langkah selanjutnya adalah pengujian tarik dilakukan. Uji tarik
dilakukan setelah uji kekerasan dikarenakan hasil uji tarik yang bersifat merusak material uji. Langkah awal dalam
pengujian tarik ini adalah operator uji menyiapkan alat – alat yang dibutuhkan pada saat uji tarik. Alat uji tarik yang
digunakan dalam penelitian ini adalah GOTECH seri GT-7001-LCU Universal Testing Machine. Proses
pengambilan data pengujian tarik dilakukan di Balai Laihan Kerja (BLK) Surabaya. Proses Uji tarik dapat dilihat
pada gambar 4 dibawah ini.
Dari tabel diatas dapat ditarik menjadi diagram agar lebih spesifik pembacaannya. Gambar 5 dibawah ini
merupakan diagram yang menjelaskan pada titik Weld Meal. Gambar 6 dibawah ini merupakan diagram yang
menjelaskan pada titik HAZ. Gambar 7 dibawah ini merupakan diagram yang menjelaskan pada titik Base Metal.
Daerah Weld Metal terkeras terdapat pada spesimen I arus 95 Ampere dengan hasil sebesar 19 HRC. Daerah
Weld Metal terlunak terdapa pada spesimen III arus 95 Ampere dengan hasil sebesar 26,5 HRC.
Procedia of Engineering and Life Science Vol. 1 No.1 March 2021
Seminar Nasional & Call Paper Fakultas Sains dan Teknologi (SENASAINS 1st)
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Muhammadiyah Sidoarjo
Daerah HAZ terkeras terdapat pada spesimen I arus 115 Ampere dengan hasil sebesar 13,5 HRC. Daerah HAZ
terlunak terdapat pada spesimen III arus 95 Ampere dengan hasil sebesar 21,5 HRC
Daerah Base Metal terkeras terdapat pada spesimen I arus 115 Ampere dengan hasil sebesar 6 HRC. Daerah Base
Meal terlunak terdapat pada spesimen III arus 95 Ampere dengan hasil sebesar 14,5 HRC.
Kekuatan tarik tertinggi terdapat pada spesimen III arus 115 Ampere yaitu sebesar 3305,49 Kgf. Kekuatan tarik
terendah terdapat pada spesimen II arus 75 Ampere yaitu sebesar 2770,2 Kgf. Arus pengelasan 115 Ampere
memiliki hasil yang konstan dari spesimen I sampai III, yaitu sebesar 3210,76 Kgf, 3287,34 Kgf, dan 3305,49 Kgf.
Tegangan tarik tertinggi terdapat pada spesimen III arus 115 Ampere yaitu sebesar 43,49 Kgf/mm2. Tegangan
tarik terendah terdapat pada spesimen II arus 75 Ampere yaitu sebesar 36,45 Kgf/mm2. Arus pengelasan 115 Ampere
memiliki hasil yang konstan dari spesimen I sampai III, yaitu sebesar 42,25 Kgf/mm2, 43,25 Kgf/mm2, 36,45
Kgf/mm2.
Procedia of Engineering and Life Science Vol. 1 No.1 March 2021
Seminar Nasional & Call Paper Fakultas Sains dan Teknologi (SENASAINS 1st)
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Muhammadiyah Sidoarjo
Regangan tarik tertinggi terdapat pada spesimen III arus 75 Ampere yaitu sebesar 587,59 %. Regangan tarik
terendah terdapat pada spesimen II arus 95 Ampere yaitu sebesar 18,22 %. Regangan tarik terkonstan terdapat pada
arus 115 Ampere dimana pada spesimen I sampai III memiliki hasil sebesar 51,13 %, 58,01 %, dan 58,83 %.
Untuk menentukan pertambahan panjang dibutuhkan rumus untuk mengetahuinya. Gambar 11 dibawah ini
merupakan diagram yang menjelaskan tentang pertambahan panjang.
Pertambahan panjang tertinggi terdapat pada spesimen III arus 75 Ampere yaitu sebesar 793,2 mm. Pertambahan
panjang terendah terdapat pada spesimen II arus 95 Ampere yaitu sebesar 24,5 mm. Regangan tarik terkonstan
terdapat pada arus 115 Ampere dimana pada spesimen I sampai III memiliki hasil sebesar 69,02 mm, 78,3 mm, dan
79,4 mm.
Persamaan yang digunakan untuk menentukan pertambahan panjang adalah sebagai berikut
.................................................................................................................................................. (1)
Dimana: = Regangan Yang Terjadi
= Panjang Awal
C. Pembahasan
Pada hasil pengujian kekerasan yang ditampilkan pada tabel 2 dapat diketahui bahwa titik pengujian dari yang
terkeras sampai dengan yang terlunak jika diurutkan adalah Base Metal, HAZ, Weld Metal. Daerah Base Metal
menjadi daerah yang memiliki nilai kekerasan paling rendah karena hanya sedikit terdampak panas yang terjadi pada
saat proses pengelasan berlangsung. Karena daerah Base Metal hanya sedikit terdampak panas dari pengelasan
menyebabkan struktur mikro logam induk yang didominasi oleh austenit yang besar dan rapat tidak banyak
mengalami perubahan.
Daerah HAZ memiliki nilai kekerasan yang lebih tinggi dari Base Metal namun tidak signifikan. Daerah HAZ
menjadi daerah yang paling terdampak dari panas proses pengelasan. Karena daerah HAZ menjadi titik terdekat dari
Procedia of Engineering and Life Science Vol. 1 No.1 March 2021
Seminar Nasional & Call Paper Fakultas Sains dan Teknologi (SENASAINS 1st)
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
pusat las. Hal ini mengakibatkan perubahan ukuran butir austenit yang lebih kecil dan banyak. Selain itu, perbedaan
nilai kekerasan yang lebih tinggi juga disebabkan oleh pengambilan titik indentasi yang dilakukan pada daerah HAZ
terletak dekat dengan daerah Weld Metal.
Muhammadiyah Sidoarjo
Daerah Weld Metal menjadi daerah yang memiliki nilai kekerasan yang paling tinggi daripada daerah HAZ dan
Base Metal. Hal ini terjadi karena struktur mikro yang terbentuk pada sebagian besar Weld Metal adalah Ferrit
Vermicular atau Skeletal dan Lathy atau kombinasi keduanya (Fajri, 2013). Pada daerah Weld Metal ini austenit
juga terbentuk dalam ukuran yang kecil dan banyak. Kandungan struktur mikro pada daerah Weld Metal juga sangat
mempengaruhi tingkat kekuatan tarik pada hasil pengelasan. Jika kandungan ferrit semakin banyak maka tingkat
kekuatan tarik akan semakin kecil.
IV. KESIMPULAN
Nilai kekerasan pada posisi pengelasan Vertical Up mulai dari yang tertinggi sampai yang terendah adalah Weld
Metal, Heat Affected Zone (HAZ), dan Base Metal. Nilai kekerasan paling tinggi pada daerah Weld Metal
didapatkan pada arus pengelasan 75 Ampere spesimen nomor III yaitu sebesar 26,5 HRC. Nilai kekerasan paling
tinggi pada daerah HAZ didapatkan pada arus pengelasan 95 Ampere spesimen nomor II yaitu sebesar 18 HRC.
Nilai kekerasan paling tinggi pada daerah Base Metal didapatkan pada arus pengelasan 75 Ampere spesimen nomor
III dan 115 Ampere spesimen nomor III yaitu sebesar 13,5 HRC.
Nilai kekerasan pada posisi pengelasan Vertical Down mulai dari yang tertinggi sampai yang terendah adalah
Weld Metal, Heat Affected Zone (HAZ), dan Base Metal. Nilai kekerasan paling tinggi pada daerah Weld Metal
didapatkan pada arus pengelasan 95 Ampere spesimen nomor III yaitu sebesar 26,5 HRC. Nilai kekerasan paling
tinggi pada daerah HAZ didapatkan pada arus pengelasan 95 Ampere spesimen nomor III yaitu sebesar 21,5 HRC.
Nilai kekerasan paling tinggi pada daerah Base Metal didapatkan pada arus pengelasan 75 Ampere spesimen nomor
I dan 95 Ampere spesimen nomor III yaitu sebesar 14,5 HRC.
Nilai kekuatan tarik paling tinggi pada posisi pengelasan Vertical Up didapatkan pada arus pengelasan 115
Ampere spesimen nomor III yaitu sebesar 3323 Kgf.
Nilai kekuatan tarik paling tinggi pada posisi pengelasan Vertical Down didapatkan pada arus pengelasan 115
Ampere spesimen nomor III yaitu sebesar 3305,49 Kgf.
REFERENSI
[1] Abdillah Aulia Fakhri. 2017. Pengaruh Variasi Arus Dan Kecepatan Pengelasan TIG Terhadap Struktur Mikro
Dan Kekerasan Baja Tahan Karat SS 316 L. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh November.
[2] Duniawan, Agus. 2015. Pengaruh Gerak Elektroda Dan Posisi Pengelasan Terhadap Uji Kekerasan Dari Hasil
Las Baja SSC 41. Yogyakarta: AKPRIND
[3] Fajri, Muhammad H.A. dkk. 2013. Studi Pengaruh Masukan Panas Pengelasan GTAW Terhadap Bentuk Hasil
Lasan Dan Struktur Mikro SS 316L. Jakarta: Universitas Indonesia.
[4] Hamid, Abdul. 2016. Analisa Pengaruh Pengelasan SMAW Pada Material Baja Karbon Rendah Terhadap
Kekuatan Material Hasil Sambungan. Batam: Universitas Batam.
[5] Irzal, Fadhil Muhammad, Syahrul. 2017. Pengaruh Posisi Pengelasan dan Jenis Elektroda E 7016 dan E 7018
Terhadap Kekuatan Tarik Hasil Las Baja Karbon Rendah TRS 400. Padang: Universitas Negeri Padang.
[6] Moslemi, Navid. dkk. 2015. Effect Of Current On Characeristic For 316 Stainless Steel Welded Joint Including
Microstructure and Mechanical Properties. Johor: Universiti Teknologi Malaysia.
[7] Sugiharto Afrian, Subagia Ary DG I, Budiarsa Nyoman I. 2017. Kekerasan Dan Tegangan Tarik Lasan Baja
ST-37 Pada Posisi Vertikal Dan Horizontal. Bali: Universitas Udayana.
Procedia of Engineering and Life Science Vol. 1 No.1 March 2021
Seminar Nasional & Call Paper Fakultas Sains dan Teknologi (SENASAINS 1st)
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
[8] Sugestian M Rizaldy. 2019. Analisa Kekuatan Sambungan Las SMAW Vertical Horizontal Down Hand Pada
Plate Baja JIS 3131 SPHC dan Stainless Steel 201 Dengan Aplikasi Piles Transfer di Mesin Thermoforming
(Stacking Unit). Malang: Institut Teknologi Malang.
Muhammadiyah Sidoarjo
[9] Wiryosumarto, Harsono dan Okumura, T. 1979. Teknologi Pengelasan Logam, Jakarta: Pradnya Paramita.