UTS Pengantar Waris - Nasihatul Fadillah - 2320400034
UTS Pengantar Waris - Nasihatul Fadillah - 2320400034
UTS Pengantar Waris - Nasihatul Fadillah - 2320400034
Nim : 2320400034
B. Asas Kewarisan
Asas kewarisan hukum Islam terdiri dari:
1. Asas Ijbari, berarti bahwa peralihan harta dari seseorang yang meninggal dunia
kepada ahli warisnya berlaku dengan sendirinya menurut ketetapan Allah tanpa
digantungkan kepada kehendak pewaris dan ahli warisnya.
2. Asas Bilateral, berarti seseorang menerima haka tau bagian warisan dari kedua
belah pihak, dari kerabat keturunan laki-laki dan dari kerabat keturunan
Perempuan.
3. Asas Individual, berarti harta warisan dapat dibagi kepada ahli waris untuk
dimiliki secara perorangan.
4. Asas Keadilan Berimbang, berarti keseimbangan antara hak yang diperoleh
dengan keperluan dan kegunaan dalam melaksanakan kewajiban.
5. Asas Akibat Kematian, berarti kewarisan ada karena adanya orang yang
meninggal dunia.
C. Sistem Kewarisan
Di dalam hukum Islam dikenal sistem kewarisan secara individual bilateral.
Sistem kewarisan yang bersifat individual yakni harta warisan dapat dibagi-bagi untuk
dimiliki secara perorangan. Sedangkan bersistem bilateral yang berarti berbicara
kearah mana peralihan harta itu di kalangan ahli waris. System bilateral ini
mengandung arti bahwa harta warisan beralih kepada atau melalui dua (2) arah. Hal
ini berarti bahwa setiap orang menerima hak kewarisan dari kedua belah pihak garis
kerabat, yaitu pihak kerabat garis keturunan laki-laki dan pihak kerabat garis
keturunan perempuan.
Meskipun demikian, keluarga yang lebih dekat hubungannya dengan pewaris
lebih diutamakan daripada keluarga yang jauh, yang lebih kuat hubungannya dengan
pewaris lebih diutamakan daripada yang lebih lemah.
1
D. Sumber-Sumber Hukum Kewarisan Islam
1. Al-Qur’an
ِ ََصيبٌ مِ َّما ت ََركَ ْال َوا ِلد
ان َو ْاْل َ ْق َربُونَ مِ َّما قَ َّل ِ ساءِ ن ِ ََصيبًا َم ْف ُر َركَ ْال َوا ِلد
َ ِِّان َو ْاْل َ ْق َربُونَ َولِلن ِ َصيبٌ مِ َّما تَن
ِ ِلر َجا ِل ن ِّ ِ ل
مِ ْنهُ أَ ْو َكث ُ َر وضًا
“Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan kedua orang tua dan
kerabatnya, dan bagi perempuan ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan
kedua orang tua dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bagian yang
telah ditetapkan”. (QS. An Nisaa’: 7)
Pada ayat ini ada penetapan hak bagi laki-laki maupun perempuan dari harta
peninggalan kedua orang tua dan karib kerabat yang telah wafat, baik harta
tersebut sedikit atau banyak, sebagai ketentuan yang telah pasti dari Allah Ta’ala.
2
manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan Allah. Sungguh, Allah Maha
Mengetahui, Maha Bijaksana”. (QS. An Nisaa’: 11)
3
(saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan
saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia
tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi
keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris
itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang
saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah
menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha
Mengetahui segala sesuatu.” (QS. An Nisaa’: 176)
2. Al-Sunnah
َ أَ ْلحِ قُ ْوا ْالف ََرائ
َ ِض ِبأ َ ْه ِل َها فَ َما بَق
ِي فَ ُه َو ِْل َ ْولَى َر ُج ٍل ذَك ٍَر
“Berilah orang-orang yang mempunyai bagian tetap sesuai dengan bagiannya
masing-masing. Sedangkan kelebihannya diberikan kepada ‘ashobah yang lebih
dekat, yaitu orang laki-laki yang lebih utama.” (H.R. Bukhari Muslim)
اقسمواالمال بين اهل الفرائض على كتاب للا
3. Ijma’ dan Ijtihad sahabat, imam madzhab dan para mujtahid dapat digunakan
dalam permasalahan waris yang belum dijelaskan oleh nash yang sharih.
E. Sebab-Sebab Kewarisan
1. Karena hubungan kekerabatan atau hubungan nasab.
Kekerabatan artinya, adanya hubungan nasab antara orang yang mewarisi
dengan orang yang diwarisi disebabkan oleh kelahiran.
Ditinjau dari garis yang menghubungkan nasab antara yang diwarisi dengan yang
mewarisi, kerabat dapat digolongkan menjadi 3, yaitu:
a. Furu’, yaitu anak turun (cabang) dari si pewaris.
b. Ushul, yaitu leluhur (pokok) yang menyebabkan adanya si pewaris.
c. Hawasyi, yaitu keluarga yang dihubungkan dengan si pewaris melalui garis
menyamping, seperti saudara, bibi, paman, dan anak turunnya tanpa
membeda-bedakan antara laki-laki dan perempuan.
4
2. Karena hubungan pernikahan.
Perkawinan yang menyebabkan dapat mewarisi memerlukan 2 syarat, yaitu:
a. Akad nikah yang sah menurut syariat Islam, baik keduanya telah berkumpul
atau belum.
b. Ikatan perkawinan antara suami istri itu masih utuh atau masih dianggap utuh.
3. Karena wala’, yakni pewarisan dikarenakan jasa seseorang yang telah
memerdekakan seorang hamba sahaya, kemudian hamba sahaya (budak) itu
menjadi kaya. Warisan dapat diperoleh jika budak yang telah dimerdekakan itu
tidak mempunyai ahli, dzawil arham ataupun suami-istri.
F. Rukun-Rukun Kewarisan
1. Ahli waris, yaitu orang yang dihubungkan kepada si mati dengan salah satu sebab-
sebab pewarisan.
2. Pewaris, yaitu si mati, baik secara hakiki maupun secara hukum.
3. Warisan, atau tirkah atau mirats, yaitu harta atau hak yang berpindah dari si
pewaris kepada ahli waris.
G. Syarat-Syarat Kewarisan
1. Meninggalnya pewaris dengan sebenarnya maupun secara hukum
2. Hidupnya ahli waris setelah kematian si pewaris, walaupun secara hukum, seperti
anak dalam kandungan.
3. Tidak adanya salah satu penghalang dari penghalang-penghalang pewarisan.
H. Penghalang-Penghalang Kewarisan
Yang dimaksud dengan penghalang kewarisan adalah hal-hal, keadaan atau
pekerjaan yang menyebabkan seseorang yang seharusnya mendapat warisan menjadi
tidak mendapatkannya.
Hal-hal yang dapat menggugurkan atau menghilangkan hak seseorang tersebut
ada 3, yaitu:
1. Pembunuhan
2. Berlainan agama
3. Perbudakan
5
Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) Bab II Pasal 173, dijelaskan tentang
terhalangnya ahli waris mewarisi harta benda keluarganya bisa karena ditetapkan oleh
seorang hakim yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap, yaitu apabila dia
dihukum karena:
6
Dari semua ahli waris yang ada hanya 6 ahli waris yang tidak bs mahjub
dengan hijab hirman. Keenam ahli waris itu adalah bapak, ibu, anak laki-laki, anak
Perempuan, suami dan istri.
Sedangkan ahli waris selain keenam tersebut dapat menjadi mahjub secara
mutlak. Mereka adalah sebagaimana yg disebutkan oleh Imam Muhammad bin Ali Al-
Rahabi yakni: