1605-Article Text-2448-1-10-20230529

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 8

Gunung Djati Conference Series, Volume 19 (2023)

CISS 4th: Islamic Studies Across Different Perspective:


Trends, Challenges and Innovation
ISSN: 2774-6585
Website: https://conferences.uinsgd.ac.id/gdcs

Konsep Jati Diri Manusia Perspektif Arthur Schopenhauer

Hani Nurfajrina¹, Radea Yuli A. Hambali2


1,2 Jurusan
Aqidah dan Filsafat Islam, Fakultas Ushuluddin
UIN Sunan Gunung Djati Bandung
haninurfajrina14@gmail.com, radeahambali@uinsgd.ac.id

Abstract
This study aims to discuss the concept of human identity
according to Arthur Schopenhauer's view. The method used is a
qualitative type with a literature study. The results and
discussion of this research is that identity is a manifestation of
one's life that can appear from childhood and is influenced by
factors such as environmental factors and social factors.
According to Arthur Schopenhauer, human identity is the result
of self-reflection and helps humans recognize the meaning of life
in the midst of development. This identity is not static but
dynamic. Where this self-meaning involves self-understanding
from time to time. This study concludes that the concept of
human identity according to Arthur Schopenhauer must
suppress ego ambitions and individual interests. Humans who
obey the ego actually makes his life suffer. An uncontrolled
human ego can also harm other people. Schopenhauer's concept
of human identity is explained in a unified whole and balanced
from a human being which includes three important aspects
personality, self-identity and uniqueness.

Keywords: Human; Identity

Abstrak
Penelitian ini bertujuan membahas konsep jati diri manusia
menurut pandangan Arthur Schopenhauer. Metode yang
digunakan adalah jenis kualitatif dengan studi pustaka Hasil
dan pembahasan dari penelitian ini adalah jati diri adalah
manifestasi dari hidup seseorang yang dapat muncul sejak kecil
dan dipengaruhi oleh faktor seperti faktor lingkungan dan faktor
sosial. Menurut Arthur Schopenhauer jati diri manusia sebagai
hasil dari refleksi diri dan membantu manusia dalam mengenali
makna hidup di tengah perkembangan. Jati diri ini bukan statis
tapi dinamis. Dimana makna diri ini melibatkan pemahaman
diri dari waktu ke waktu. Penelitian ini menyimpulkan bahwa

Copyright © 2023 The Authors. Published by Gunung Djati Conference Series


This is an open access article distributed under the CC BY 4.0 license -
https://creativecommons.org/licenses/by/4.0/
853
Gunung Djati Conference Series, Volume 19 (2022)
CISS 4th: Islamic Studies Across Different Perspective:
Trends, Challenges and Innovation
ISSN: 2774-6585
Website: https://conferences.uinsgd.ac.id/gdcs

konsep jati diri manusia menurut Arthur Schopenhauer harus


menekan ambisi ego dan kepentingan individunya. Manusia
yang menuruti ego justru membuat hidupnya menderita. Ego
manusia yang tidak terkontrol dapat juga membahayakan orang
lain. Konsep jati diri manusia Schopenhauer dijelaskan dalam
satu kesatuan utuh dan seimbang dari seorang manusia yang
meliputi tiga aspek penting kepribadian, identitas diri dan
keunikan.

Kata Kunci: Jati Diri; Manusia

Pendahuluan
Indonesia sebagai negara dengan keragaman yang beragam dari
Sabang hingga Merauke. Kebudayaan Indonesia sebagai keragaman yang
sangat kaya meliputi suku, ras, agama, bahasa, budaya, adat dan
sebagainya. Keragaman yang budaya ini tentunya tidak terlepas dari
konflik dan memicu perselisihan secara internal. Dalam masyarakat
multikultur, misalnya sifat egoisme tidak jarang hal tersebut dapat
mengganggu integritas Indonesia. Di tengah arus globalisasi saat ini,
sebaiknya bangsa Indonesia harus berhati-hati dengan situasi keterbukaan
yang meningkatkan sensitivitas dan ketegangan. Bangsa Indonesia
membutuhkan konsepsi yang filosof mengenai hakikat jati diri manusia
yang sesuai kemajemukan saat ini. Konsepsi manusia semakin mendesak
karena adanya dua alasan yang mendasar, alasan pertama, bersifat
konseptual dimana kesadaran bangsa plural serta multikultur ini tidak bisa
diraih secara instan, yang harus ditanamkan dari kesadaran masing-masing
individu. Kesatuan bangsa terjadi dari jalinan individu. Gagasan negara
ideal menurut Abu Nashr Al-Farabi (872-950) pada Ara Ahl al-Madînah aal-
Fadhilah tentang opini penduduk ideal, moralitas negara ditentukan dari
moralitas warganya. Perwujudan negara ideal Al-Farabi dicapai apabila
individu warganya ideal. Dengan demikian, moralitas daro suatu negara
ditentukan dari moralitas individu warganya (Al-Jabiri,2006).
Beberapa penelitian yang dilakukan terdahulu membahas mengenai
konsep jati diri manusia dari berbagai pandangan. Di antaranya adalah
Skripsi yang ditulis Agustji (1986) “Schopenhauer: Dunia sebagai Ide dan
Kehendak” yang diterbitkan oleh Universitas Gadjah Mada. Skripsi
bertujuan untuk mengeksplorasi konsep jati diri manusia Arthur
Schopenhauer dengan menggunakan metode library research. Hasil dan
pembahasan penelitian ini adalah tentang deskripsi umum filsafat dari
Arthur Schopenhauer, terdapat kesamaan dalam objek material penelitian
yaitu Schopenhauer dan perbedaan terletak pada penggunaan objek formal
Copyright © 2023 The Authors. Published by Gunung Djati Conference Series
This is an open access article distributed under the CC BY 4.0 license -
https://creativecommons.org/licenses/by/4.0/
854
Gunung Djati Conference Series, Volume 19 (2022)
CISS 4th: Islamic Studies Across Different Perspective:
Trends, Challenges and Innovation
ISSN: 2774-6585
Website: https://conferences.uinsgd.ac.id/gdcs

serta relevansi pemikiran. Kesimpulan dari penelitian ini adalah filsafat


Arthur Schopenhauer, hanya melihat sesuatu itu sebagai suatu kehendak
(Agustji, 1986).
Tesis yang ditulis Imam Wahyuddin (2013) “Konsep Jati Diri Manusia
Arthur Schopenhauer: Relevansinya dengan Kehidupan Berbangsa di
Indonesia”. Penelitian bertujuan mengeksplorasi konsep jati diri manusia
Arthur Schopenhauer dengan menggunakan metode literatur. Hasil dan
pembahasan penelitian ini adalah membahas jati diri manusia sehingga
dapat ditemukan relevansi pemikiran Schopenhuaer tentang jati diri
manusia dengan kehidupan berbangsa di Indonesia. Penelitian ini lebih
menekankan kepada konsep jati diri manusia menggunakan metode
kepustakaan. Arthur Schopenhauer yang dalam kehidupan berbangsa di
Indonesia, bahwa keragaman bangsa Indonesia akan terjaga dengan baik
jika masing-masing individu bangsa dapat menekan egonya. Kesimpulan
dari penelitian ini adalah manusia menurut Schopenhauer harus menekan
ambisi ego dan kepentingan individunya. Manusia yang menuruti ego
justru membuat hidupnya menderita. Ego manusia yang tidak terkontrol
dapat juga membahayakan orang lain. Konsep jati diri manusia
Schopenhauer dijelaskan dalam satu kesatuan utuh dan seimbang dari
seorang manusia yang meliputi tiga aspek penting: kepribadian, identitas
diri dan keunikan (Imam Wahyuddin, 2013).
Pesimisme Arthur Schopenhauer dalam novel “Keluarga Pascual
Duarte” Karya Camilo Jose Cela". Skripsi bertujuan untuk mengeksplorasi
konsep jati diri manusia Arthur Schopenhauer dengan menggunakan
metode literatur terhadap novel keluarga Pascual Duarte. Hasil dan
pembahasan penelitian ini menjelaskan dimensi pemikiran pesimistis
Schopenhauer dalam novel keluarga Pascual Duarte, dalam filsafat
Schopenhauer dijadikan landasan ontologis untuk menjelaskan konsep jati
diri manusia namun tidak spesifik dalam membahas filsafat Schopenhauer.
Penelitian terdahulu tentunya sangat penting untuk menyusun
kerangka penelitian. Jati diri manusia adalah suatu hal yang berada di
dalam diri kita meliputi karakter, sifat, kepribadian dan watak. Konsepsi
jati diri dapat membantu manusia mengerti tentang makna keberadaannya
Hardono Hadi dalam pendahuluan buku “Jati Diri Manusia” Berdasar
filsafat organisme Whitehead mengatakan, manusia perlu rumusan jati diri
yang jelas agar dapat mengerti harkat dan martabatnya, kodrat dan
dayanya di dalam struktur kenyataan di mana manusia itu berada.
Pemahaman jati diri dapat menentukan hidup manusia. Menurut Huijbers,
kesadaran manusia tentang jati dirinya merupakan titik tolak pengertian
manusia tentang wujudnya. Berbeda dengan binatang, hidupnya berjalan
menurut proses-proses vital psikis belaka. Pada manusia proses-proses itu

Copyright © 2023 The Authors. Published by Gunung Djati Conference Series


This is an open access article distributed under the CC BY 4.0 license -
https://creativecommons.org/licenses/by/4.0/
855
Gunung Djati Conference Series, Volume 19 (2022)
CISS 4th: Islamic Studies Across Different Perspective:
Trends, Challenges and Innovation
ISSN: 2774-6585
Website: https://conferences.uinsgd.ac.id/gdcs

dicampuri dengan kesadaran pribadi. Kata jati diri dalam penelitian ini
mengikuti konsepsi Hardono Hadi yaitu jati diri mencakup tiga aspek:
kepribadian, individua atau keunikan, dan identitas diri (Hadi, 1996). Tesis
utama pada sistem filsafat Schopenhauer adalah The World as Will and
Representation, atau dunia sebagai kehendak dan representasi. Tesis
tersebut merupakan kelanjutan dan pengembangan buku yang ditulis
sebelumnya, On the Fourfold Root of the Principle of Sufficient Reason
(Higgins, 2004). Dunia sebagai representasi atau gambaran bagi
Schopenhauer itu valid. Bagi Schopenhauer, semua isi dunia termasuk
manusia adalah representasi atau gambaran sejauh itu menjadi objek
“kesadaran” (Higgins, 2004). Lalu Schopenhauer mengatakan dasar dunia
representasi adalah kehendak, the inner reality is Will.
Berdasarkan paparan di atas, penelitian ini sebagai penyusunan
formulasi penelitian, yaitu rumusan masalah, pertanyaan serta tujuan
penelitian. Rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu terdapat konsep
jati diri manusia menurut pandangan Arthur Schopenhauer. Pertanyaan
utama penelitian ini apa yang dimaksud jati diri manusia, bagaimana
konsep jati diri manusia menurut pandangan Arthur Schopenhauer, dan
bagaimana relevansi jati diri manusia Arthur Schopenhauer dengan
kehidupan berbangsa. Adapun penelitian ini bertujuan untuk membahas
konsep jati diri manusia menurut pandangan Arthur Schopenhauer.

Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan (library
research), jenis kualitatif deskriptif analisis kritis. Seluruh data yang
disajikan bersumber dari data-data kepustakaan berupa buku, artikel
jurnal, dan lain-lain. Data-data tersebut sepenuhnya berkaitan dengan tema
yang diangkat dalam penelitian ini: Materi primer, karya-karya utama
Schopenhauer yaitu: Schopenhauer, Arthur, 1969, The World as Will and
Representation Volume I, transleted from the German by E. F. J. Payne.,
Dover Publication, Inc., New York, Schopenhauer, Arthur, 1969, The World
as Will and Representation Volume II, transleted from the German by E. F.
J. Payne., Dover Publication, Inc., New York. Materi sekunder, berbagai
tulisan penunjang dalam pembahasan peneliti, antara lain: Imam
Wahyudin, Manusia Pesimis, Filsafat Manusia Arthur Schopenhauer.

Hasil dan Pembahasan


Hasil dan Pembahasan penelitian dibawah ini:
1. Pengertian Jati Diri Manusia
Konsep jati diri dapat membantu manusia untuk mengerti makna dari
keberadaannya. Dalam pendahuluan jati diri manusia berdasar filsafat

Copyright © 2023 The Authors. Published by Gunung Djati Conference Series


This is an open access article distributed under the CC BY 4.0 license -
https://creativecommons.org/licenses/by/4.0/
856
Gunung Djati Conference Series, Volume 19 (2022)
CISS 4th: Islamic Studies Across Different Perspective:
Trends, Challenges and Innovation
ISSN: 2774-6585
Website: https://conferences.uinsgd.ac.id/gdcs

organisme whitehead mengatakan bahwa manusia membutuhkan rumusan


jati diri yang jelas supaya dapat mengerti tentang harkat dan martabatnya
serta kodrat dan dayanya dalam struktur kenyataan di dunia ini. Makna
keberadaan di dunia sebagai tugas inhern. Heidegger sebagai seorang filsuf
eksistensialis Jerman memahami keberadaan manusia sebagai pemenuhan
untuk "mengada". Dalam hal ini, memahami dalam filsafat Heidegger
dihubungkan menyingkap "ada" dalam konteks manusia yang "mengada"
di dunia (McLean, 2003). Hidup manusia tidak direduksi rutinitas
sebagaimana lazimnya hewan, tetapi lebih dalam lagi bahwa manusia perlu
memahami ontologi keberadaannya di dunia.
Sejalan dengan pendapat dari Heidegger, P.A. van der Weij dalam
filsuf-flilsuf besar tentang manusia yang menegaskan manusia sebagai
suatu makhluk bertanya. Saat dilahirkan di dunia ini, manusia berbakat
menjadi seorang filosofis sebagaimana yang tampak dengan jelas pada
anak-anak, bahkan manusia selalu mempertanyakan dirinya sendiri,
keberadaan di dunia, dan seluruh kehidupan dunia. Pendapat Weij
kemudian mempertegas kembali dasar dari ontologi rasio dalam
kebijaksanaan Yunani klasik yang disampaikan Aristoteles dalam
Metaphysics yang mengatakan bahwa manusia itu memiliki sifat dasar ingin
mengetahui, all men by nature desire to know (Copleston, Vol. I, 1994).
Pemahaman jati diri manusia secara tidak langsung sebagai penentu
hidup manusia sebab jati diri ini mengandaikan suatu frame dasar manusia
dalam hidupnya. Huijabers memberi pandangan bahwa kesadaran
manusia tentang jati dirinya sebagai titik tolak dari pengertian tentang
keberadaannya. Berbeda dengan binatang yang hidup menurut proses vital
psikis, proses itu dicampuri dengan kesadaran (Huijbers, 1986). Rumusan
jati diri manusia ini mengikuti konsep dari Hardono Hadi bahwa jati diri
manusia mencakup pada tiga aspek, pertama yaitu kepribadian dari
manusia, kedua yaitu individu manusia, dan yang ketiga yaitu identitas diri
manusia (Hadi, 1996).
2. Jati Diri Manusia Arthur Schopenhauer
Jati diri sebagai hasil dari refleksi diri. Rumusan jati diri ini membantu
manusia dalam mengenali makna hidup di tengah perkembangan. Jati diri
ini bukan statis tapi dinamis. Dimana makna diri ini melibatkan aktivitas
pemahaman diri dari waktu ke waktu. Individu selalu merenungkan diri
hingga batas dari pemenuhan hidupnya. Jati diri ini berbeda dari pribadi
atau kepribadian. Hardono Hadi menjelaskan bahwa jati diri bukanlah
sesuatu yang ditetapkan dan bukan juga rumusan yang mengarah kepada
kehidupan “buku pegangan". Jati diri manusia sebagai hasil dari
kehidupan, dimana manusia masih hidup. Jati diri manusia ini masih
berproses dengan kepribadian yang dirumuskan pada waktu yang sama

Copyright © 2023 The Authors. Published by Gunung Djati Conference Series


This is an open access article distributed under the CC BY 4.0 license -
https://creativecommons.org/licenses/by/4.0/
857
Gunung Djati Conference Series, Volume 19 (2022)
CISS 4th: Islamic Studies Across Different Perspective:
Trends, Challenges and Innovation
ISSN: 2774-6585
Website: https://conferences.uinsgd.ac.id/gdcs

dengan kepribadian dirumuskan di waktu yang lain. Hadi menjelaskan


"Selama masih hidup jati diri kita masih berkembang dan
diperkembangkan pula. Selama kita masih hidup, yang dapat kita katakan
adalah kepribadian pada waktu tertentu, yang berbeda dari waktu lain, dan
jati diri sampai saat ini" (Hadi, 2010).
Jati diri manusia Schopenhauer yang dibahas pada penelitian ini
merupakan upaya yang mendorong manusia untuk memahami makna dan
tujuan hidupnya. dalam “The Concept of Man: A Study in Comparative
Philosophy” menyinggung bahwa pemahaman manusia atas dirinya
menjadi kebenaran untuk segala aktivitasnya di dunia. Filsafat menjadi
penerang jalan hidup. Konsep jati diri yang dipilih manusia ini
menunjukan pada kesatuan yang seimbang, dimana kesatuan ini
merangkum tiga aspek yaitu:
a) Kepribadian Manusia: Kesatuan Kehendak dan Tubuh
Tesis dari filsafat Arthur Schopenhauer ialah kehendak metafisis yang
dideskripsikan buta, tidak adanya kesadaran, jahat, dan memperbudak
hakikat dari realitas yang sebenarnya. Kehendak ini sebagai penguasaan
hidup manusia (Schopenhauer, Vol. I, 1958). Dimana kehendak buta
sebagai manusia, tidak tersentuh tetapi manusia mengetahui adanya
reason. Dan adanya perenungan mendalam atau dengan kata laun inner
consciousness atau objek di dunia yang fenomena dengan dasar principle of
sufficient, manusia menyadari tentang keberadaan butanya (Copleston, Vol.
VII, 1994). Kehendak ini ada pada tubuh sebagai rumusan dari kepribadian
manusia Arthur Schopenhauer. Diperjelas dengan pernyataan suatu
kehendak yang buta itu dilihat dari dua sudut pandang. Pertama, apabila
dilihat dari batin bahwa kehendak itu sebagai tubuh. Kemudian yang
kedua dilihat secara “dhahir" tubuh sebagai kehendak (Tawfeq, 1983). Pada
kedudukan subjek filsafat Schopenhauer yang menjadi titik tolak yang
menentukan bahwa tubuh memerlukan subjek kesadaran dalam
mempersepsi objek itu sendiri. Arthur melihat adanya kehendak metafisis
sebagai inti manusia.
b) Identitas Diri Manusia: Terbebas dari Perbudakan Kehendak
Kehendak metafisis sebagai penentu aktivitas dari manusia itu
sendiri. Apabila tidak adanya suatu kehendak manusia tidak pernah ada.
Keberadaan manusia sebagai hasil dari objektivitasi kehendak buta,
dimana kedudukannya sebagai a priori dan tubuh manusia itu sebagai
aposteriori. Kebebasan dari kehendak buta ini sangat sulit karena manusia
harus melawan hasrat dari kehendak. Pertarungan menurut Arthur terus
berlanjut sampai manusia menjadi pemenang yang sejati.

Copyright © 2023 The Authors. Published by Gunung Djati Conference Series


This is an open access article distributed under the CC BY 4.0 license -
https://creativecommons.org/licenses/by/4.0/
858
Gunung Djati Conference Series, Volume 19 (2022)
CISS 4th: Islamic Studies Across Different Perspective:
Trends, Challenges and Innovation
ISSN: 2774-6585
Website: https://conferences.uinsgd.ac.id/gdcs

c) Keunikan Manusia: Kehendak Membentuk Sejarah


Kehendak sebagai dasar kepribadian manusia serta pembebasan dari
kehendak yang menentukan identitas manusia dalam filsafat Arthur
Schopenhauer. Manusia pada filsafat Arthur Schopenhauer ini sebagai
penjelmaan kehendak metafisis dimana hal ini kembali pada karakter
kehendaknya, manusia tidak memiliki tubuhnya, tingkah laku manusia
sebagai dorongan kehendak metafisis. Manusia menurut pandangan
Arthur Schopenhauer sebagai individu yang tidak memiliki kehendak yang
bebas (free will). Dapat dikatakan keunikan manusia pada filsafat Arthur
Schopenhauer tidak berlaku adanya kinsep superjek, dimana hubungan
manusia dengan masyarakat tidak adanya timbal balik. Kehendaklah yang
banyak berperan dalam mengatur kehidupan manusia karena dari awal
manusia tidak memiliki free will, peristiwa yang dialami manusia itu berasal
dari kehendak yang buta.
3. Relevansi Jati Diri Manusia Arthur Schopenhauer dengan Kehidupan
Berbangsa Indonesia
Indonesia dengan kekayaan budaya menajdi salah satu negara yang
unik, sebagai masyarakat multikultur bangsa Indonesia perlunya hati-hati
karena dibalik itu semua dapat terjadi konflik dan perselisihan internal.
Relevansi konsep jati diri manusia pandangan Arthur Schopenhauer
meluaskan pandangan bahwa dalam mencegah perselisihan internal di
Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak ditempuh dengan fisik ataupun
militer. Keragaman multikultur ditempuh dengan pemikiran yang reflektif.
Kekayaan budaya dapat dimanfaatkan pada konteks filsafat manusia.
filsafat Arthur Schopenhauer dapat membangkitkan mutu dan
pemberdayaan bangsa di sektor kekayaan. Konsep jati diri manusia perlu
membuka diri terhadap pandangan yang ditawarkan oleh perkembangan
sejarah manusia di masa depan.

Kesimpulan
Pemahaman jati diri manuia secara tidak langsung sebagai penentu
hidup manusia sebab jati diri ini mengandaikan suatu frame dasar manusia
dalam hidupnya. Huijabers memberi pandangan bahwa kesadaran
manusia tentang jati dirinya sebagai titik tolak dari pengertian tentang
keberadaannya. Menurut Arthur Schopenhauer jati diri sebagai hasil dari
refleksi diri. Rumusan jati diri ini membantu manusia dalam mengenali
makna hidup di tengah perkembangan. Jati diri ini bukan statis tapi
dinamis. Dimana makna diri ini melibatkan aktivitas pemahaman diri dari
waktu ke waktu. Individu selalu merenungkan diri hingga batas dari
pemenuhan hidupnya. Jati diri ini berbeda dari pribadi atau kepribadian.

Copyright © 2023 The Authors. Published by Gunung Djati Conference Series


This is an open access article distributed under the CC BY 4.0 license -
https://creativecommons.org/licenses/by/4.0/
859
Gunung Djati Conference Series, Volume 19 (2022)
CISS 4th: Islamic Studies Across Different Perspective:
Trends, Challenges and Innovation
ISSN: 2774-6585
Website: https://conferences.uinsgd.ac.id/gdcs

Kemudian konsep jati diri manusia menurut Arthur Schopenhauer


harus menekan ambisi ego dan kepentingan individunya. Manusia yang
menuruti ego justru membuat hidupnya menderita. Ego manusia yang
tidak terkontrol dapat juga membahayakan orang lain. Konsep jati diri
manusia Schopenhauer dijelaskan dalam satu kesatuan utuh dan seimbang
dari seorang manusia yang meliputi tiga aspek penting: kepribadian,
identitas diri dan keunikan. Relevansi konsep jati diri manusia pandangan
Arthur Schopenhauer meluaskan pandangan bahwa dalam mencegah
perselisihan internal di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tidak
ditempuh dengan fisik ataupun militer. Kedepannyya konsep jati diri
manusia lebih berkembang lebih dalam.

Daftar Pustaka
Al-Jabri, Abid. 2006. Nahwu wa al-Turats. Beirut: Markaz Diraasat Wihdah
Arabiyyah.
Copleston, Frederick. 1994. A History of Philosophy Volume I. New York:
Image Book Doubleday.
Hadi, Hardono. 1994. Hakikat dan Muatan Filsafat Manusia. Yogyakarta:
Higgins dan Kathleen. 2004. “Arthur Schopenhauer”. dalam Routledge
History of Philosophy Volume VI: The Age of German Idealism.
London: Routledge.
Huijbers, Theo.1986. Manusia Merenungkan Makna Hidupnya. Yogyakarta:
Kanisius.
Mclean, George F. 2003. Hermenutics for a Global Age. Washington: The
Council for Research in Values and Philosophy.
Schopenhauer, Arthur. 1969. The world as Will and Representation Volume I.
Terj. E. F. J. Payne. New York: Dover Publication, Inc.
Tawfeq, Saed Mohammad. 1983. Metafisika al-fann Inda Schopenhauer.
Lebanon: Daarul Tanwir Lithibaah wa Nashr.
Wahyuddin, Imam. Konsep Jati Diri Manusia Arthur Schopenhauer:
Relevansinya dengan Kehidupan Berbangsa di Indonesia", 2013,
Weiji. 1988. Filsuf-Filsuf Besar tentang Manusia. Terj. K. Bertens. Jakarta:
PT. Gramedia.

Copyright © 2023 The Authors. Published by Gunung Djati Conference Series


This is an open access article distributed under the CC BY 4.0 license -
https://creativecommons.org/licenses/by/4.0/
860

You might also like