1672-Article Text-7804-1-10-20220428

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 11

Lisan Al-Hal doi: 10.35316/lisanalhal.v16i1.16-26.

xx-xx

Lisan Al-Hal : Jurnal Pengembangan Pemikiran dan Kebudayaan


Volume 16, Issue 1, June 2022
e-ISSN : 2502-3667, p-ISSN : 1693-3230
https://journal.ibrahimy.ac.id/index.php/lisanalhal

TAUHID DAN DALIL WUJUD TUHAN PENDEKATAN DALIL NAQLI & AQLI

Muhammad Tahir Alibe


Institut Agama Islam Negeri Manado
muhammad.tahir@iain-manado.ac.id

Abstract:
This article discusses the concept of monotheism and the proposition of God's existence with the naqli &
aqli propositional approach. The arguments in the rules of ushul consist of naqli arguments (al-Qur'an and
Hadith) and aqli arguments (reason). The article shows that the concept of divinity is not built without a
foundation, but is based on propositions. This type of research is qualitative with theological and
philosophical approaches. Theological approach is used to complete a discussion based on the text. The
results of this study indicate that the concept of monotheism and the proposition of the existence of God is
obtained from the arguments, both from the naqli argument and the aqli argument. Therefore, belief in the
existence of God is argumentative and rejects atheism, which denies the existence of God in the creation of
the universe. Tawhid means the essence, nature and af'al of Allah is a unity that is not separate. The
concept of monotheism is different from the view of monotheism which is generally understood.

Keywords: Tawhid, God, Form, Evidence.

Copyright (c) 2022 Muhammad Tahir Alibe.


* Corresponding author : Muhammad Tahir Alibe
Email Address : muhammad.tahir@iain-manado.ac.id (Manado, Institut Agama Islam Negeri Manado)
Received : January 25, 2022; Revised : March 23, 2022; Accepted : April 28, 2022; Published : April 30,
2022

PENDAHULUAN
Filosof Keith Ward melakukan kajian mendetail tentang pertarungan antara
keniscayaan Tuhan dan kontingensi Dunia, dia berkata: Pertama-tama, jika tuhan betul-
betul berdiri sendiri, sebagai aksioma inteligibilitas yang menuntut Dia harus demikian,
bagaimana dapat terjadi bahwa Dia juga menciptakan sebuah dunia? Ini tampaknya
sebagai pekerjaan sembarangan dan tak berarti. Jika tuhan betul-betul merupaka wujud
abadi dan niscaya, bagaimana Tuhan dapat memiliki pilihan bebas; tentu saja segala
yang Tuhan lakukan harus dilakukan karena keharusan dan tanpa kemungkinan
perubahan apa pun? Bagaimana wujud yang harus dan senantiasa dapat melakukan
segala hal? Dengan keadaan tersebut, Ia (Tuhan) kurang mampu berbuat apa pun
kecuali yang Tuhan lakukan. Dengan keadaan tetap, Ia tidak dapat melakukan sesuatu
yang baru atau asli.1
Pengenalan terhadap Tuhan dan manusia serta alam semesta alam adalah prinsip
pertama yang diajarkan oleh Islam.2 Penemuan historis manusia beserta jejak-jejak

1 Paul Davies, Membaca Pikiran Tuhan Dasar-Dasar Ilmiah Dalam Dunia Yang Rasional (Cet.II: Pustaka
Pelajar: Yogyakarta, 2002), hlm.294.
2 Muhammad Quraish Shihab, Islam Yang Saya Pahami Keragaman Itu Rahmat (Cet.I Lentera Hati:

Tanggerang, 2018), hlm.31.

Lisan Al-Hal: Jurnal Pengembangan Pemikiran dan Kebudayaan, 16(1), 16-26, Juni 2022 | 16
Muhammad Tahir Alibe
doi: 10.35316/lisanalhal.v16i1.16-26
peninggalan manusia sebelumnya, menunjukkan bahwa manusia senantiasa ingin
mengetahui dan mencari asal mula keberadaan dirinya. Secara ontologi, manusia akan
bertanya dari mana asal mula keberadaan dirinya?3 Ini termasuk pertanyaan manusia
yang penuh misteri dan sering kali manusia tidak mampu memahami dan meyakini
tentang eksistensi Tuhan.
Manusia selalu ingin mengetahui kekuatan dibalik alam semesta, maka jawaban
yang didapatkan adalah keberhasilan terakhir rasio manusia, sebab ditemukan jawaban
tentang rahasia Tuhan4. Pandangan Dunia lahir dari penafsiran, pengamatan terhadap
alam semesta. Manusia ketika melihat alam semesta punya tafsiran tersendiri,
pandangan dunia Islam meyakini bahwa alam semesta lahir dengan sebuah tujuan yang
agung, didasarkan pada sebuah desain yang penuh bijaksana, serta penuh kepastian.
Paradigma yang demikian disebut sebagai “Paradigma Dunia Ilahiyah”.
Alam tercipta dengan sendirinya, tanpa rancangan, tanpa arah, tanpa perencanaan,
disebut sebagai “paradigma dunia materialisme”. Pandangan ini sampai sekarang
memiliki pengaruh yang kuat sehingga banyak tokoh-tokoh barat-eropa menjadi ateis
akibat kegagalan menangkap manifestasi Tuhan di alam ini. Denmark dan Swedia
menjadi contoh manusia yang tidak bertuhan. Masyarakat eropa-barat tidak begitu
peduli dengan tuhan termasuk soal kehidupan setelah kematian5. Pencarian Tuhan
sebagai kencenderungan internal manusia adalah bukti tentang eksistensi Tuhan.
Manusia diciptakan dengan begitu sempurna sehingga menjadi makhluk pencari Tuhan.
Pencarian Tuhan bisa jadi meredup disebabkan oleh pengajaran yang keliru atau
pengaruh lingkungan, namun keinginan untuk mengetahui Tuhan tidak akan sirna.6
Banyak yang melakukan kajian tentang konsep tauhid antara lain Amiruddin
menulis disertasi Argumentasi Wujud Tuhan: Studi Pemikiran Ibnu Rusyd dan Mulla
Sadra7 Ria Nafi’ah menulis Skripsi tentang Konsep Tauhid Menurut Hassan Hanafi8.
Kamarul Azmi Jasmi menulis artikel tentang siapa Allah? Dan Dongeng Para Atheism: al-
Baqarah (2: 21-22). Youpi Rahmat Taher menulis Konsep Tauhid menurut Syaikh
Nawawi al-Bantani.9
Fadli Rahman meneliti tentang Memahami Paham Wahdat al-Wujud Ibn ‘Arabi.10
Abd. Muqit dan Eko Zulfikar menulis artikel Tuhan dalam Fitrah Manusia dan Faktor-
Faktor yang Merubahnya: Kajian Tematik Ayat-Ayat dan Hadis Ketauhidan11. Lalu Heri
Afrizal menulis konsep Rububiyah dan Uluhiyah sebagai Konsep Tauhid (Tinjauan

3 Muhammad Nur Jabir, Dalil-Dalil Pembuktian Tuhan (Cet.I; Chamran Press: Makassar, 2018), hlm.71.
4 Paul Davies.
5 Phil Zuckerman, Masyarakat Tanpa Tuhan (Cet.I: Nur al-Huda: Yogyakarta, 2018), hlm.16.
6 Ja’far Subhani, Panorama Pemikiran Islam: Wawasan Tentang Ketuhanan, Kemanusian & Hari Akhir (Cet.I:

Nur al-Huda: Jakarta, 2013), hlm.81.


7 Amiruddin, Argumentasi Wujud Tuhan: Studi Pemikiran Ibnu Rusyd Dan Mulla Sadra, 2017.
8 Ria Nafi’ah, Konsep Tauhid Menurut Hassan Hanafi.
9 Youpi Rahmat Taher, ‘Konsep Tauhid Menurut Syaikh Nawawi Al-Bantani’, 105, 2017.
10 Fadli Rahman, ‘Lbn’Arobi’, HImmah, VIII.24 (2007), 19–30.
11 Abd. Muqit and Eko Zulfikar, ‘Tuhan Dalam Fitrah Manusia Dan Faktor-Faktor Yang Merubahnya: Kajian

Tematik Ayat-Ayat Dan Hadis Ketauhidan’, JURNAL YAQZHAN: Analisis Filsafat, Agama Dan Kemanusiaan,
7.2 (2021), 152 <https://doi.org/10.24235/jy.v7i2.8019>.

Lisan Al-Hal: Jurnal Pengembangan Pemikiran dan Kebudayaan, 16(1), 16-26, Juni 2022 | 17
Tauhid dan Dalil Wujud Tuhan dengan Pendekatan Dalil....
doi: 10.35316/lisanalhal.v16i1.16-26
Tafsir, Hadits dan Bahasa12 Roni Ismail mengurai tentang Hakikat Monoteisme Islam
(Kajian Atas Konsep Tauhid “Laa Ilaaha Illallah)13
Ichsan Wibowo Saputro menulis artikel mengenai Konsep Tauhid Menurut Abdul
Karim Amrullah dan Implikasinya terhadap Tujuan Pendidikan Islam14. Keesaan Allah
Prespektif al-Qur’an (Penafsiran Surah al-An’am ayat: 1-8315 Saidul Amin menulis
artikel tentang Eksistensi Kajian Tauhid dalam Keilmuan Ushuluddin16. Skripsi, Disertasi
serta artikel yang membahas tentang konsep Tauhid serta Wujud Tuhan, sebagian
melakukan kajian terhadap tokoh seperti Ibn ‘Arabi, Mulla Shadra, Abdul Karim
Amrullah, Imam Nawawi al-Bantani, selain itu ada yang meneliti dengan menafsirkan
surah ayat tertentu, serta lafaz Tauhid. Oleh karena itu, kajian terhadap artikel ini
menjadi berbeda dengan penelitian sebelumnya karena memadukan dalil naqli serta
dalil aqli, serta memberi kesimpulan tauhid yang berbeda dari peneliti sebelumnya.

METODE PENELITIAN
Artikel ini membahas tentang tauhid dan dalil wujud tuhan dengan pendekatan
dalil naqli & aqli. Penelitian ini termasuk penelitian kualitatif dengan pendekatan teologi
serta filosofis. Pendekatan teologi digunakan karena menggunakan dalil naqli yaitu al-
Qur’an dan Hadis, untuk melengkapi maka menggunakan pendekatan filosofis karena
selain menggunakan dalil naqli juga menggunakan dalil aqli. Pendekatan teologi serta
filosofis komplementer sehingga akan menajamkan hasil penelitian tentang konsep
tauhid dan dalil wujud Tuhan.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Muhsin Qiraati menjelaskan arti tauhid dengan beberapa makna. Pertama, tauhid
artinya mengakui Allah ‘penguasa manusia’, beriman atas ke esaan-Nya, menafikan
nafsu syetannya. Memuja nafsu berarti keluar dari lingkaran tauhid. sebagaimana
firman Allah Qs. al-Jatsiyah: 23
‫يو ِم ْن َب ْع ِد المَّ ِو‬
ِ ‫ت م ِن اتَّ َخ َذ إِلَيو َىواه وأَضمَّو المَّو عمَى ِع ْمٍم و َختَم عمَى سم ِع ِو وَق ْمبِ ِو وجع َل عمَى بص ِرِه ِغ َشاوةً فَم ْن يي ِد‬
َْ َ َ َ َ َ َََ َ َْ َ َ َ َ ُ ُ َ َ ُ َ َُ َ َ ‫أَفَ َأرَْي‬
)23( ‫ون‬ َ ‫أَفَ ََل تَ َذ َّك ُر‬
Terjemahnya: Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya
sebagai Tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah
mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya?

12 Lalu Heri Afrizal, ‘Rubūbiyah Dan Ulūhiyyah Sebagai Konsep Tauhid (Tinjauan Tafsir, Hadits Dan
Bahasa)’, Tasfiyah, 2.1 (2018), 41 <https://doi.org/10.21111/tasfiyah.v2i1.2482>.
13 Roni Ismail, ‘Hakikat Monoteisme Islam (Kajian Atas Konsep Tauhid “Laa Ilaaha Illallah”)’, Religi Jurnal

Studi Agama-Agama, 10.2 (2016), 172 <https://doi.org/10.14421/rejusta.2014.1002-03>.


14 Ichsan Saputro, ‘Konsep Tauhid Menurut Abdul Karim Amrullah Dan Implikasinya Terhadap Tujuan

Pendidikan Islam’, At Ta’Dib, 11.2 (2016) <https://doi.org/10.21111/at-tadib.v11i2.779>.


15 khotimah suryani, ‘Keesaan Allah’, Jurnal Keesaan Allah Prespektif Al-Quranl-Quran, 53.9 (2013), 1689–

99.
16 Saidul Amin, ‘Eksistensi Kajian Tauhid’, Eksistensi Kajian Tauhid Dalam Keilmuan Ushuluddin, 22 (2019),

71–83.

18 | Lisan Al-Hal: Jurnal Pengembangan Pemikiran dan Kebudayaan, 16(1), 16-26, Juni 2022
Muhammad Tahir Alibe
doi: 10.35316/lisanalhal.v16i1.16-26
Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat).
Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?17

Kedua, tauhid juga bermakna perlawanan terhadap pemimpin zhalim. Para Nabi
memiliki prinsip sesuai prinsip Qs. al-Nahl:36
..‫وت‬ ُ َّ‫اجتَنُِبوا الط‬
َ ‫اغ‬ ْ ‫اعُب ُدوا المَّوَ َو‬ ِ ‫ُم ٍة َر ُسوًًل أ‬
ْ ‫َن‬ َّ ‫َولَقَ ْد َب َعثَْنا ِفي ُك ِّل أ‬
Terjemahnya: Dan sungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk
menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu", 18

Ketiga, menentang setiap sistem yang didasarkan pada keserakahan; Keempat, arti
tauhid juga adalah menerima pemimpin yang ditunjuk oleh Allah SWT19. Tiga makna
tauhid yang disebutkan, dapat disimpulkan bahwa tauhid adalah tidak ada ikatan dan
hubungan dengan kebatilan. Hubungan hanya terjadi bila mengarahkan manusia kepada
Allah20.

Pembuktian Wujud Tuhan


Muhammad Nur Jabir dalam bukunya mengatakan bahwa Plato berkata bahwa
menemukan pencipta alam adalah pekerjaan sulit, walaupun ditemukan akan sulit
menjelaskan karakteristiknya. Platinus berkata manusia tak memiliki konsep mengenai
Tuhan dan tidak memiliki pengetahuan mengenai Tuhan. Immanuel Kant berkata,
Tuhan tidak dapat dibuktikan dan juga tidak dapat ditolak melalui akal. Toshihiko Izutsu
berkata, kita hanya daoat memahami Tuhan diluar maqam Zat yaitu pada maqam nama-
nama dan sifat-sifat ilahi.21 Bukti wujud tuhan menurut Rumi adalah Kehadiran Tuhan
sebagai Fitrah, tuhan bagi Rumi adalah yg ditemukan di hati, bukan yang dipersepsikan.
Sebab konsep berada di dalam pikiran, pikiran adalah ciptaan, sementara Tuhan bukan
hal yang dipikirkan, tapi tuhan mesti ditemukan dan dirasakan. Membuktikan wujud
Tuhan dapat ditempuh dengan sejuta dalil. Jelasnya, sebanyak makhluk yang ada ini.
Sebab satu persatu dari mereka adalah tanda dari eksistensi Tuhan.22
Pembuktian secara aqliah wujud Tuhan tidak diperlukan pembuktian, sebab, Pertama,
manusia bila melihat dirinya akan sadar tentang kelemahan dirinya. pengetahuan tentang
Tuhan adalah pengetahuan adalah fitrawi; kedua, burha>n shiddiqi>, dilakukan dengan
analisa akal kepada mumkin wujud dan wa>jib wujud.23Perbedaan mendasar pandangan
dunia ilahiah (ketauhidan) dengan pandangan dunia materialisme adalah pada cara
menafsirkan alam semesta. Alam semesta adalah cermin keberadaan pencipta,
sementara bagi materialisme alam semesta tidak mampu membuktikan keberadaan
Tuhan, mereka menafikan tentang adanya Tuhan, sehingga mereka disebut sebagai
kaum ateis.

17 Lajnah Pentashih Mushaf al-Qur’an Kementerian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an Dan
Terjemahnya (t.tp: CV. Penerbit J-ART, 2005), hlm.502.
18 Lajnah Pentashih, al-Qur'an dan Terjemahnya, hlm.272.
19 Muhsin Qiraati, Lesson From Al-Qur’an Terj. Ushuluddin, II (Jakarta: Cahaya, 2007), hlm.43.
20 Muhsin Qiraati, Lesson From Al-Qur’an diterj. M.J. Bafaqih dengan judul Ushuluddin (Cet.II; Cahaya:

Jakarta, 2007), hlm.43.


21 Muhammad Nur Jabir, Road to Return (Cet.I; Rumi Press: t.tp: 2018), hlm.146.
22 Hasan Abu Ammar, Akidah Syi’ah Seri Tauhid Rasionalisme Dan Alam Pemikiran Filsafat Dalam Islam,

(Cet.II; Yayasan Mulla Shadra: Jakarta, 2002), hlm. 69.


23 Abbas Nikzad, Akan Dan Agama Dalam Perspektif Mulla Shadra Dan Filosof Sadrian Kontemporer (Cet.I;

Diandra Kreatif: Yogyakarta, 2019), hlm.133.

Lisan Al-Hal: Jurnal Pengembangan Pemikiran dan Kebudayaan, 16(1), 16-26, Juni 2022 | 19
Tauhid dan Dalil Wujud Tuhan dengan Pendekatan Dalil....
doi: 10.35316/lisanalhal.v16i1.16-26
Alam semesta tidak dipandang sebagai sesuatu yang mandiri menurut ilmuwan
muslim, tetapi dianggap sebagai medan kreativitas Tuhan menurut Iqbal. Tuhan
memperlihatkan desainnya yang luar biasa, pengetahuan-Nya yang sempurna serta
kebijaksanaan-Nya yang tiada tandingannya. Sayyid Hossein Nasr pernah berkata,
“Islam tidak hanya menekankan menuntut Ilmu untuk memuaskan rasa penasaran,
tetapi diburu dalam rangka mempelajari ayat-ayat Tuhan. Iqbal pernah berkata bahwa
mempelajari alam semesta tidak lain daripada mempelajari perilaku Tuhan
(sunnatullah). Alih-alih untuk menentang dan menafikan Tuhan, ilmu pengetahuan
justru bisa menambah keimanan kita kepada-Nya. Jadi ilmuwan barat “membuang”
peran tuhan pada alam semesta, sementara Ilmuwan Muslim mengadakan peran Tuhan
pada alam semesta. Pandangan barat yang menafikan eksistensi Tuhan dipengaruhi oleh
pemikiran matrealisme.24
Mulyadhi Kartanegara berpendapat bahwa ada dua aliran ekstrim yang sedang
berkembang saat ini. Pertama, positivisme sekuler. Kedua, spiritualisme panteistik. Yang
pertama meniadakan peran Tuhan di alam semesta. Yang kedua, mengadakan Tuhan
dengan menganggap bahwa alam semesta adalah cermin Tuhan yang tidak sempurna25.
Berbicara tentang ketauhidan maka terlebih dahulu kita harus membuktikan eksistensi
Tuhan sebagai sesuatu real, sebab sabagian ilmuwan menolak tentang wujud Tuhan,
karena tidak manemukan bukti keberadaan-Nya. Umat Islam yang meyakini
keberadaan Tuhan sekaligus memberi kritikan terhadap argumentasi kaum ateis. Ada
beberapa argumentasi tentang keberadaan Tuhan antara lain:

1. Dalil Fitrah
Quraish Shihab memberi tiga makna tentan fitrah, pertama, fitrah adalah pertama
kali, mencipta, membelah, terbuka, kecenderungan hati, butir-butir buah pada awal
masa tumbuhnya; kedua, fitrah adalah kesucian karena manusia diciptakan pertama kali
dalam keadaan suci, tidak membawa dosa; ketiga, fitrah adalah awal ciptaan dalam arti
kembali ke jati diri sebagai manusia yakni makhluk sosial yang memiliki naluri dan
kecenderungan sesuai ciptaan Allah sejak awal penciptaan.26
Fitrah sinonim dengan khilqah yang berarti“ciptaan”; hal tersebut tidak
dibutuhkan pengajaran ataupun latihan dari seorang guru, perasaan tersebut selalu ada
dalam hati setiap manusia di berbagai tempat dan masa. Itulah yang disebut fitrah dan
biasa juga disebut dengan gharizah (insting)27. Ciri khas fitrah senantiana memotivasi
manusia untuk mencari setiap yang dianggap sebagai sempurna-dan menolak segala
yang serba kekurangan. Para ilmuwan muslim percaya bahwa hukum fitrah sama
abadinya dengan hukum alam. Karena itu, Stephen Hawking berkata: perubahan secara
total tidak mungkin, sekalipun mungkin musnah total.
Fitrah yang dimaksud disini adalah ruh yang bekerja dengan perantaaan hati, yang
juga biasa disebut orang dengan ‘perasaan’. Tanpa pilih kasih Allah membekali setiap
manusia yang ia ciptakan dengan perasaan adanya Pencipta. (Qs. Az-Zhukhruf: 9-13).
Perasaan ini dapat diketahui hanya dengan sedikit renungan dan tanpa menggunakan

24 Muhammad Nur Jabir, Dalil-Dalil Pembuktian Tuhan, h.97.


25 Mulyadi Kartanegara, Nalar Religius Menyelami Hakikat Tuhan, Alam, Dan Manusia (Cet.IX; Erlangga:
Tanggerang, 2007), hlm.39.
26 Muhammad Quraish Shihab, Kosakata Keagamaan (Cet.I; Lentera Hati: Tanggerang Selatan, 2020),

hlm.352.
27 Muhsin Qiraati, Lesson From Al-Qur’an Terj. Ushuluddin (Cet.II; Cahaya: Jakarta, 2007), hlm.14.

20 | Lisan Al-Hal: Jurnal Pengembangan Pemikiran dan Kebudayaan, 16(1), 16-26, Juni 2022
Muhammad Tahir Alibe
doi: 10.35316/lisanalhal.v16i1.16-26
pikiran sedikitpun28. Quraish Shihab berpendapat bahwa salah satu fitrah manusia
adalah kesadaran tentang wujud dan keesaan-Nya, sesuai isyarat al-Qur’an qs. al-
Rum/30:30 bahwa iman tentang wujud Allah adalah fitrah manusia.29
Gambaran al-Qur’an, tentang orang yang sedang mendapat musibah di tengah
laut, yang tidak memiliki kemampuan sedikitpun untuk menyelamatkan dirinya maka
manusia menghadap, memohon kepada yang maha kuasa.

ْ ‫ون إِ ًَّل إِيَّاهُ َفمَ َّما َن َّجا ُك ْم ِإلَى ا ْلَبِّر أ‬ ِ ُّ ‫وِا َذا م َّس ُكم‬
)67( ‫ور‬
‫ان َكفُ ًا‬ ِْ ‫ان‬
ُ ‫اْل ْن َس‬ َ ‫ضتُ ْم َو َك‬
ْ ‫َع َر‬ َ ‫ض َّل َم ْن تَ ْد ُع‬
َ ‫الضُّر في ا ْلَب ْح ِر‬ ُ َ َ
Terjemahnya: Dan apabila kamu ditimpa bahaya di lautan, niscaya hilanglah siapa yang
kamu seru kecuali Dia, Maka tatkala Dia menyelamatkan kamu ke daratan, kamu
berpaling. dan manusia itu adalah selalu tidak berterima kasih Qs. Al-Isra: 67).30

Berdasar pada dalil-dalil tersebut, maka manusia pada hakikatnya secara fitrawi
mengakui keberadaan Tuhan. Sebagian besar tokoh-tokoh barat ada yang menjadi ateis
atau berpaham ateisme sebenarnya secarra fitrawi saja sudah cukup membuktikan
keberadaan Tuhan. Kata fitrah berasal dari kata fathara yang memiliki makna memulai
dan mengawali. Sehingga fitrah dimaknai dengan keadaan khusus dari permulaan.
Dalam konteks ini, ia memiliki tiga makna khusus. Pertama, perkara fitrah ada pada
setiap orang apapun agama, ras, dan sukunya; kedua, senantiasa tetap. Ia akan selalu ada
dan tidak bisa dihilangkan dari diri setiap orang lihat qs. ar-Rum/30:30; Ketiga, karena
bersifat fitrah dan menjadi tuntutan dalam penciptaan, maka ia tidak membutuhkan
pengajaran dan pembelajaran.31 Sebagaimana bayi menangis ketika ia lahir, tangisan
bayi tersebut tidak didapatkan melalui pengajaran ataupun pembelajaran.
Fitrah adalah DNA jiwa manusia yang tak mungkin berubah. Berapa miliar tahun
pun hidup didunia ini, fitrah atau DNA jiwa tidak akan mungkin berubah.32 Murtadha
Muthahhari berkata bahwa fitrah artinya kondisi saat manusia diciptakan. Allah swt
telah menciptakan manusia dengan kondisi tertentu, yang memiliki keistimewaan-
keistimewaan yang diletakkan Allah dalam dirinya saat diciptakan, itulah fitrahnya.33
Immanuel Kant (1724-1804) mengajukan argumen tentang wujud Tuhan yaitu tentang
argument moral perasaan manusia ingin berbuat baik yg tertanam di dalam hati
sanubarinya. Perasaan inilah yang dapat membuktikan dengan jelas bahwa Tuhan itu
mesti ada. Hati nurani mendorong untuk percaya Tuhan ada.34

2. Sebab-Akibat
Tuhan adalah sebab primer, sebab dari segala sebab bagi semua entitas yang ada.
Tuhan menciptakan alam akal, alam akal menciptakan alam mitsal, dan alam mitsal
menciptakan alam materi atau tabiat. Setiap fenomena di dunia ini termasuk sebab dari
sebab khusus.35Dalil sebab-akibat adalah konsepsi akal yang meyakini bahwa sesuatu

28 Hasan Abu Ammar, Akidah Syi'ah Seri Tauhid Rasionalisme, hlm.70.


29 Muhammad Quraish Shihab, Islam Yang Saya Anut Dasar-Dasar Ajaran Islam, hlm.139.
30 Lajnah Pentashih, al-Qur'an dan Terjemahnya, hlm.290.
31 Ja'far Subhani, Panorama Pemikiran Islam, hlm.77.
32 Muza Kazhim, The Secret of Your Spiritual DNA (Cet.I; Hikmah: Bandung, 2008), hlm.XIII.
33 Murtadha Muthahhari, Bedah Tuntas Fitrah Mengenal Jati Diri, Hakikat Dan Potensi Kita (Cet.I; Citra:

t.tp: t.th), hlm.7.


34 Harun Nasution, Filsafat Agama (Cet.VIII; Bulan Bintang: Jakarta, 1991), hlm.67.
35 Abbas Nikzad, Akal dan Agama dalam Perspektif Mulla Shadra, hlm.27.

Lisan Al-Hal: Jurnal Pengembangan Pemikiran dan Kebudayaan, 16(1), 16-26, Juni 2022 | 21
Tauhid dan Dalil Wujud Tuhan dengan Pendekatan Dalil....
doi: 10.35316/lisanalhal.v16i1.16-26
terjadi karena adanya sebab, setiap akibat pasti ada sebabnya. Kaidah ini tidak
memerlukan perenungan yang mendalam sebab yang demikian itu termasuk sesuatu
yang mudah. Jika dari kejauhan dilihat ada asap maka konsepsi akal kita akan
mengatakan disitu ada api. Prinsip sebab-akibat menyatakan bahwa segala sesuatu yang
ada, pasti ada sebabnya.36 Tidak mungkin sesuatu ada tanpa ada yang mengadakannya.
Ini termasuk ilmu mudah yang dipahami oleh setiap manusia

3. Dalil Keteraturan
Keteraturan adalah sebuah sistem harmonis dan memiliki kesesuaian antara
bagian-bagian sebuah rangkaian yang tersusun dengan bagian lainnya sehingga dapat
mencapai satu tujuan tertentu sebagaimana yang diinginkan37. Jalaluddin Rumi
membahasakan takkan ada lukisan bila tanpa pelukis. Artinya alam tidak mungkin ada
bila tanpa ada yang mengadakan. Alam takkan bisa teratur dengan indah tanpa ada yang
mengaturnya.38 Rumi pun mengatakan bahwa alam adalah tajalli al-Haq. Artinya
eksistensi Tuhan adalah jelas, nyata tanpa harus pembuktian sebab manusia pun
menyadarinya.39 Haidar Bagir mengutip ungkapan Rumi di mana Tuhan? Mencari dari
segala arah tidak ditemukan, sebab Tuhan ada dalam hati setiap manusia.40
Mulyadhi Kartanegara menggunakan tiga teori untuk membuktikan akan
keberadaan Tuhan, yaitu dalil al-huduts, dalil al-imkan dan dalil al-inayah
(keteraturan).41 Pada bukunya yang lain ia menyebutnya argumen kosmologi, argumen
ontologis, dan argumen teleologis42. Argumen kosmologis adalah argumen tentang alam
sebagai bukti adanya Tuhan. Dengan teori sebab akibat. Argumen Kosmologis atau
argumen sebab-akibat (kausalitas). dicetuskan paling awal oleh Aristoteles (384-322
SM) ia berguru kepada Plato, al-Kindi (796-873 M), al-Farabi (872-950 M), Ibn Sina
(980-1037 M), Thomas Aquinas (1225-1274).43
Argumen ontologis, wujud tuhan dibuktikan dengan wujud itu sendiri. Wujud itu
ada dua yaitu wajibul wujud (wajib ada), mumkinul wujud (mungkin ada).44 Mumkinul
wujud selalu tergantung pada wajibul wujud. Ontos artinya wujud ada, Ontologi artinya
konsep mengenai wujud tentang hakikat ada.45 Tokoh-tokoh yang mengusung konsep
Ontologis adalah Plato (428-348 SM), St. Augustine (354-430 M), St. Anselm dari
Canterbury (1033-1109 M), Rene Descartes filosof Prancis (1598-1650)46. Argumen
teleologis meyakini bahwa alam tercipta dengan tujuan tertentu, tidak mungkin ia ada
tanpa tujuan tertentu. Telos berarti tujuan; teleologis berarti serba tuju). Kebaikan
universal dibawa pimpinan manusia yang beretika agung, harus ada wujud Zat yang

36 Muhammad Baqir Shadr, Falsafatuna: Materi, Filsafat, Dan Tuhan Dalam Filsafat Barat Dan Rasionalisme
(Cet.III; RausyanFikr Institute: Yogyakarta, 2014), hlm.258.
37 Muhammad Nur Jabir, Dalil-Dalil Pembuktia Tuhan, hlm.93.
38 Jalaluddin Rumi, Fihi Ma Fihi (Cet.IV; Zaman: Jakarta, 2017), hlm.266.
39 Jalaluddin Rumi, Fihi Ma Fihi, hlm.327.
40 Haidar Bagir, Dari Allah Menuju Allah Belajar Tasawuf Dari Rumi (Cet.I; Noura Books: Jakarta, 2019),

hlm.114.
41 Mulyadhi Kartanegara, Nalar Religius, hlm.17.
42 Mulyadi Kartanegara, Lentera Kehidupan Panduan Memahami Tuhan, Alam, Dan Manusia (Cet.I; Mizan:

Bandung, 2017), hlm.16.


43 Harun Nasution, Filsafat Agama (Cet.VIII; Bulan Bintang: Jakarta, 1991), hlm.58.
44 Muhammad Tahir A, Islam Tuhan Memanusiakan Manusia (Cet.I; Literacy Institute: Kendari, 2020),

hlm.4.
45 Nasution, Filsafat Agama, hlm.51.
46 Nasution, Filsafat Agama, hlm.53.

22 | Lisan Al-Hal: Jurnal Pengembangan Pemikiran dan Kebudayaan, 16(1), 16-26, Juni 2022
Muhammad Tahir Alibe
doi: 10.35316/lisanalhal.v16i1.16-26
menetapkan arah dan membuat alam raya berputar dan berubah ke arah tertentu.
Tuhan adalah Zat itu.47
Kaum Muktazilah meyakini bahwa setiap perbuatan Tuhan memiliki maksud dan
tujuan karena perbuatan tersebut dilakukan oleh yang Maha Bijak. Kaum Asy'ariyah
berpendapat lain, Dia menciptakan "supaya" untuk kemaslahatan tanpa ada satu
makhluk pun yang menciptakan, dan tanpa ada kaitan dengan esensi, maupun kausalitas
antara benda-benda tersebut dengan kemaslahatan-kemaslahatan yang diwajibkan
adanya48. Bukti-bukti menunjukkan alam ini tercipta dengan begitu serasi, rapih, teratur
dan pasti ada yang mengatur dan tidak mungkin tercipta dengan sendirinya. Arahkan
pandangan ke alam raya yang demikian hebat dan teratur ini. Tentu semua itu terjadi
karena ada wujud mutlak yang mengaturnya49.

Konsep Tauhid
Tauhid berasal dari akar wahhada-yuwahhidu-tauhidan. Memiliki makna meng-
esa-kan. Tauhid mengajarkan kepada kita bahwa apapun yang menjadi objek
pengetahuan pancaindra kita semata-mata ciptaan Tuhan.50 Selain berbicara tentang
pembuktian keberadaan Tuhan, maka yang lebih penting lagi yang harus dibahas adalah
tentang ke-Esa-an-Nya. Oleh karena itu, ada tiga hal yang biasa ilmuwan bicarakan
tentang Tuhan, yaitu tauhid zat, sifat, af’al (perbuatan). Tauhid Zati adalah Sang
Pencipta itu tunggal, mandiri, tidak bersekutu, tidak terbatas, dan sederhana. Zat Tuhan
tidak memiliki bagian-bagian partikular.51 Dalam zat-Nya berbeda dari segala hal.
Satu hakiki tidak mengandung rangkapan. Baik rangkapan itu banyak atau sedikit.
Misalnya terangkap dari panjang, lebar, tebal, berat, warna, dll. Berdiri sendiri (qiyamu
binafsihi) adalah tidak bersebab ia ada dengan sendirinya. Tidak bersekutu artinya
dalam menciptakan apapun ia tidak perlu kepada pertolongan siapapun. Tiada
terbatas.52 Apakah tuhan yang maha melihat berbeda dengan tuhan yang maha
mendengar, apakah tuhan yang maha mengetahui berbeda dengan tuhan yang maha
perkasa? Tidak, dia adalah satu hakiki bukan rangkapan. Karena itu, sulit diterima jika
ada yang meyakini bahwa Allah swt punya tangan dua, mata dua, kaki dua dan lain-lain
sebab ini akan mengantarkan pada paham bahwa Tuhan terdiri dari rangkapan-
rangkapan dan pada akhirnya kita akan bertanya apa bedanya Tuhan dengan hamba-
Nya. Renungkan firman Allah swt Qs. Al-Ikhlas: 1-4

)4( ‫َح ٌد‬ ِ َّ َّ


َ ‫) َولَ ْم َي ُك ْن لَوُ ُكفُ ًوا أ‬3( ‫) لَ ْم َيم ْد َولَ ْم ُيولَ ْد‬2( ‫َّم ُد‬
َ ‫) الموُ الص‬1( ‫َح ٌد‬
َ ‫قُ ْل ُى َو الموُ أ‬

Terjemahnya: Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang
bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan,
dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia."53

47 Nasution, Filsafat Agama, hlm.63.


48 Murtadha Muthahhari, Keadilan Ilahi (Cet.I; Mizan: Bandung, 1992), hlm.22.
49 Shihab, Islam Yang Saya Anut Dasar-Dasar Ajaran Islam, hlm.135.
50 Muhammad Nursamad Kamba, Kids Zaman Now Menemukan Kembali Islam (Cet.I; IIMan: Tanggerang

Selatan, 2018), hlm.24.


51 Muhammad Nur Jabir, Dalil-Dalil Pembuktian Tuhan, hlm.151.
52 Hasan Abu Ammar, Akidah Syi'ah Seri Tauhid Rasionalise, hlm.176.
53 Lajnah Pentashih, al-Qur'an dan Terjemahnya, hlm.605.

Lisan Al-Hal: Jurnal Pengembangan Pemikiran dan Kebudayaan, 16(1), 16-26, Juni 2022 | 23
Tauhid dan Dalil Wujud Tuhan dengan Pendekatan Dalil....
doi: 10.35316/lisanalhal.v16i1.16-26
Tauhid zat adalah tuhan tidak memiliki jumlah dan tidak berbilang serta tidak
dapat digambarkan seperti makhluk lain, baik di dalam maupun di luar pikiran
manusia54. Tauhid sifat hakikatnya sama seratus persen dengan seluruh sifat-sifat itu
sama seratus persen dengan Zat-Nya.55 Misalnya Hidup, berilmu, kuasa, qadim,
berbicara, mendengar dll. Adalah satu yang hakiki tanpa ada perbedaan sedikitpun. Jadi,
tauhid zati tidak berbeda dengan tauhid sifat. atau antara satu sifat dengan sifat yang
lain pada hakikatnya adalah sama, ia berbeda pada nama saja, bukan pada hakikat.
Artinya sifat Allah yang maha penyayang adalah sama dengan sifat-Nya yang maha
pemurah.
Pertama, Muktazilah menafikan sifat pada Tuhan yang ada adalah Zatnya.
Asy'ariyah menyatakan bahwa Tuhan memiliki sifat. Sifat tersebut tidak sama dengan
zat-Nya, malah lain dengan Zat Tuhan.56 Sifat-sifat zati tuhan dalam keadaan qadim atau
azali merupakan zat itu sendiri. Keliru pendapat yang mengatakan bahwa sifat adalah
tambahan bagi zat, sebab ini berarti membedakan antara zat Tuhan dengan sifat-Nya.57
Muktazilah dan Asy’ariyah berbeda pendapat soal zat dan sifat Tuhan. Muktazilah
menyamakan zat dan sifat sementara Asy’ariyah membedakan antara zat dan sifat.58
Tauhid af’al adalah Allah tidak membutuhkan pertolongan dan bantuan dari
makhluknya.59 Sifat perbuatan adalah suatu yang disimpulkan dari hasil penghubungan
dalam akal kita, antara zat-Nya dan yang lainnya (makhluk-Nya).60 Seperti kita
memandang Tuhan dan ciptaan-Nya, maka kita akan menyimpulkan bahwa Tuhan Maha
Pencipta, begitupula dengan sifaf-sifat perbuatan lainnya, seperti Melihat, Mendengar,
Memberi Riski. Tuhan itu satu, tunggal tetapi bukan dalam artian Numerik. Ali bin Abi
Thalib kw berkata: al-ahadu laa bita’wili ‘adadin (dia satu bukan dalam jumlah). Dia satu
tetapi bukan dengan jumlah (waahidu laa bi’adadin).

)151( ‫ون‬ ِ ِ َّ
َ ُ‫ان المو َع َّما َيصف‬
َ ‫ُس ْب َح‬
Terjemahnya: Maha suci Allah dari apa yang mereka sifatkan (Qs. Ash-Shaaffaat: 159).61
Karena itu, segala pensifatan pada Allah adalah keliru.

ِ ‫َّميع ا ْلب‬
)11( ‫ص ُير‬ ِ ِِ ِ
َ ُ ‫لَْي َس َكمثْمو َش ْي ٌء َو ُى َو الس‬
Terjemahnya: Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia. Dia Maha Mendengar lagi
Maha Melihat (Qs. Asy-Syuraa: 11).62

54 Ja'far Subhani, Panorama Pemikiran Islam, hlm.188.


55 Hasan Abu Ammar, Akidah Syi'ah Seri Tauhid Rasionalisme, hlm.206.
56 Harun Nasution, Teologis Islam, Aliran-Aliran, Sejarah Analisa Dan Perbandingan, V (Jakarta: Universitas

Indonesia-Press, 1986), hlm.136.


57 Ja'far Subhani, Panorama Pemikiran Islam, hlm.194.
58 Mulyadhi Kartanegara, Lentera Kehidupan, hlm.9.
59 Muhammad Nur Jabir, Dalil-Dalil Pemuktian, hlm.152.
60 Hasan Abu Ammar, Akidah Syi'ah Seri Tauhid Rasionalisme, hlm.206.
61 Lajnah Pentashih, al-Qur'an dan Terjemahnya, hlm.453.
62 Lajnah Pentashih, al-Qur'an dan Terjemahnya,hlm.485.

24 | Lisan Al-Hal: Jurnal Pengembangan Pemikiran dan Kebudayaan, 16(1), 16-26, Juni 2022
Muhammad Tahir Alibe
doi: 10.35316/lisanalhal.v16i1.16-26
SIMPULAN
Aliran materialisme berpendapat bahwa alam semesta tercipta dengan sendirinya,
tanpa sebuah rancangan, mandiri sehingga pandangan dunia materialisme gagal
memahami, menangkap alam semesta sebagai cermin ilahiah. Pandangan dunia ilahiah
adalah pandangan yang meyakini bahwa alam semesta tercipta dari sebuah rancangan
yang maha Indah, tidak mandiri, tergantung. Sehingga pandangan dunia ilahiah
(ketauhidan) memahami bahwa dibalik keindahan alam semesta, yang tertata rapih,
teratur pasti ada yang merancangnya yaitu Allah Yang Maha Agung, penciptaan alam
semesta diciptakan dengan tujuan tertentu. Pembuktian wujud Tuhan dengan
menggunakan tiga dalil yang didasarkan pada nash maupun akal, yaitu konsep fitrah,
teori kausalitas, dalil keteraturan menunjukkan bahwa konsep ketuhanan adalah fakta.
Ketauhidan bermakna meng-esa-kan Allah dalam segala hal, tiga konsep tauhid, yaitu
tauhid zati, sifat serta tauhid af’al adalah satu bukan sesuatu yang terpisah.

DAFTAR PUSTAKA
Afrizal, Lalu Heri, ‘Rubūbiyah Dan Ulūhiyyah Sebagai Konsep Tauhid (Tinjauan Tafsir,
Hadits Dan Bahasa)’, Tasfiyah, 2.1 (2018), 41
<https://doi.org/10.21111/tasfiyah.v2i1.2482>
Amiruddin, Argumentasi Wujud Tuhan: Studi Pemikiran Ibnu Rusyd Dan Mulla Sadra,
2017
Ammar, Hasan Abu, Akidah Syi’ah Seri Tauhid Rasionalisme Dan Alam Pemikiran Filsafat
Dalam Islam, II (Jakarta: Yayasan Mulla Shadra, 2002)
Bagir, Haidar, Dari Allah Menuju Allah Belajar Tasawuf Dari Rumi, I (Jakarta: Noura
Books, 2019)
Indonesia, Lajnah Pentashih Mushaf al-Qur’an Kementerian Agama Republik, Al-Qur’an
Dan Terjemahnya (t.tp: CV. Penerbit J-ART, 2005)
Ismail, Roni, ‘Hakikat Monoteisme Islam (Kajian Atas Konsep Tauhid “Laa Ilaaha
Illallah”)’, Religi Jurnal Studi Agama-Agama, 10.2 (2016), 172
<https://doi.org/10.14421/rejusta.2014.1002-03>
Jabir, Muhammad Nur, Dalil-Dalil Pembuktian Tuhan, I (Makassar: Chamran Press, 2018)
———, Road to Return, I (t.tp: Rumi Press, 2018)
Kamba, Muhammad Nursamad, Kids Zaman Now Menemukan Kembali Islam, I
(Tanggerang Selatan: IIMan, 2018)
Kartanegara, Mulyadi, Lentera Kehidupan Panduan Memahami Tuhan, Alam, Dan
Manusia, I (Bandung: Mizan, 2017)
———, Nalar Religius Menyelami Hakikat Tuhan, Alam, Dan Manusia, IX (Tanggerang:
Erlangga, 2007)
Kazhim, Muza, The Secret of Your Spiritual DNA, I (Bandung: Hikmah, 2008)
khotimah suryani, ‘Keesaan Allah’, Jurnal Keesaan Allah Prespektif Al-Quranl-Quran, 53.9
(2013), 1689–99
Muhammad Tahir A, Islam Tuhan Memanusiakan Manusia, I (Kendari: Literacy Institute,
Lisan Al-Hal: Jurnal Pengembangan Pemikiran dan Kebudayaan, 16(1), 16-26, Juni 2022 | 25
Tauhid dan Dalil Wujud Tuhan dengan Pendekatan Dalil....
doi: 10.35316/lisanalhal.v16i1.16-26
2020)
Muqit, Abd., and Eko Zulfikar, ‘Tuhan Dalam Fitrah Manusia Dan Faktor-Faktor Yang
Merubahnya: Kajian Tematik Ayat-Ayat Dan Hadis Ketauhidan’, JURNAL YAQZHAN:
Analisis Filsafat, Agama Dan Kemanusiaan, 7.2 (2021), 152
<https://doi.org/10.24235/jy.v7i2.8019>
Muthahhari, Murtadha, Bedah Tuntas Fitrah Mengenal Jati Diri, Hakikat Dan Potensi Kita,
I (t.tp: Citra)
———, Keadilan Ilahi, I (Bandung: Mizan, 1992)
Nasution, Harun, Filsafat Agama, VIII (Jakarta: Bulan Bintang, 1991)
———, Teologis Islam, Aliran-Aliran, Sejarah Analisa Dan Perbandingan, V (Jakarta:
Universitas Indonesia-Press, 1986)
Nikzad, Abbas, Akan Dan Agama Dalam Perspektif Mulla Shadra Dan Filosof Sadrian
Kontemporer, I (Yogyakarta: Diandra Kreatif, 2019)
Paul Davies, Membaca Pikiran Tuhan Dasar-Dasar Ilmiah Dalam Dunia Yang Rasional, II
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002)
Qiraati, Muhsin, Lesson From Al-Qur’an, II (Jakarta: Cahaya, 2007)
———, Lesson From Al-Qur’an Terj. Ushuluddin, II (Jakarta: Cahaya, 2007)
Rahman, Fadli, ‘Lbn’Arobi’, HImmah, VIII.24 (2007), 19–30
Ria Nafi’ah, Konsep Tauhid Menurut Hassan Hanafi
Rumi, Jalaluddin, Fihi Ma Fihi, IV (Jakarta: Zaman, 2017)
Saidul Amin, ‘Eksistensi Kajian Tauhid’, Eksistensi Kajian Tauhid Dalam Keilmuan
Ushuluddin, 22 (2019), 71–83
Saputro, Ichsan, ‘Konsep Tauhid Menurut Abdul Karim Amrullah Dan Implikasinya
Terhadap Tujuan Pendidikan Islam’, At Ta’Dib, 11.2 (2016)
<https://doi.org/10.21111/at-tadib.v11i2.779>
Shadr, Muhammad Baqir, Falsafatuna: Materi, Filsafat, Dan Tuhan Dalam Filsafat Barat
Dan Rasionalisme, III (Yogyakarta: RausyanFikr Institute, 2014)
Shihab, Muhammad Quraish, Islam Yang Saya Anut Dasar-Dasar Ajaran Islam, II
(Tanggerang Selatan: Lentera Hati, 2018)
———, Islam Yang Saya Pahami Keragaman Itu Rahmat, I (Tanggerang: Lentera Hati,
2018)
———, Kosakata Keagamaan, I (Tanggerang Selatan: Lentera Hati, 2020)
Subhani, Ja’far, Panorama Pemikiran Islam: Wawasan Tentang Ketuhanan, Kemanusian &
Hari Akhir, I (Jakarta: Nur al-Huda, 2013)
Taher, Youpi Rahmat, ‘Konsep Tauhid Menurut Syaikh Nawawi Al-Bantani’, 105, 2017
Zuckerman, Phil, Masyarakat Tanpa Tuhan, I (Yogyakarta: Nur al-Huda, 2018)

26 | Lisan Al-Hal: Jurnal Pengembangan Pemikiran dan Kebudayaan, 16(1), 16-26, Juni 2022

You might also like