Pengaruh Majapahit Pada Bangunan Puri Ge
Pengaruh Majapahit Pada Bangunan Puri Ge
Pengaruh Majapahit Pada Bangunan Puri Ge
Abstrak. Majapahit sebagai kerajaan besar telah mengembangkan pengaruhnya meliputi hampir
di seluruh wilayah Indonesia saat ini, yaitu daerah-daerah di Pulau Sumatra di bagian barat dan
Maluku di bagian timur, bahkan pengaruhnya meluas sampai ke negara tetangga di Asia Tenggara
yang dijalin dalam bentuk persahabatan yang setara (mitra satata). Tinggalan arkeologi dari masa
Majapahit yang dapat kita temui adalah bangunan suci, arca-arca, relief, bangunan profan, fragmen/
utuh gerabah dan keramik, dan karya-karya sastra. Tinggalan Majapahit tersebut mempunyai ciri-
ciri khusus dalam bentuk arsitektur bangunan suci, gaya relief dan arca. Puri Kaba-Kaba merupakan
tinggalan Kerajaan Kaba-Kaba di Tabanan, yang rajanya berasal dari Majapahit. Tujuan penelitian
ini untuk mengetahui apa saja pengaruh Majapahit yang ditemukan pada bangunan Puri ini. Selain
itu juga untuk mengetahui apakah pembangunan Puri sesuai dengan konsep Sanga Mandala. Metode
penelitian dilakukan dengan studi pustaka, dan mendeskripsikan unsur-unsur bangunan Puri yang
mendapat pengaruh dari Majapahit, juga melakukan wawancara terhadap narasumber. Dari penelitian
ini diketahui bahwa pembangunan Puri menerapkan konsep Sanga Mandala, namun telah mengalami
pengembangan sesuai kebutuhan. Pengaruh Majapahit yang ditemukan pada bangunan Puri Kaba-
Kaba antara lain adalah gapura candi bentar dan paduraksa, arca-arca bergaya tantris, arca kura-kura
dan naga, serta arca tokoh berwajah orang asing.
Kata Kunci: Pengaruh, Majapahit, Puri Gede Kaba-Kaba
139
AMERTA, Jurnal Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Vol. 34 No. 2, Desember 2016 : 81-152
140
Pengaruh Majapahit pada Bangunan Puri Gede Kaba-Kaba, Tabanan. Sukawati Susetyo
apakah Puri Kaba-Kaba dibangun sesuai dan telah dituliskan dalam naskah tersebut. Pada
dengan aturan (pakem) pembangunan Puri pada intinya adalah terdapat aturan dalam pengukuran
umumnya? Oleh karena itu tulisan ini ingin halaman, jika tidak dilakukan pengukuran
mengetahui apakah pembangunan Puri Gede secara tepat maka akan menimbulkan bahaya,
Kaba-kaba menganut konsep Sanga Mandala kesakitan, bahkan meninggal dunia. Tetapi
secara ketat? Masalah kedua, mengingat Bali jika ukurannya tepat maka akan menimbulkan
dahulu pernah dikuasai oleh Majapahit. Apa kebahagiaan, seakan dirahmati oleh Batara
saja pengaruh kebudayaan Majapahit (dalam hal Nawasanga (Munandar 2005: 24).
ini dalam bentuk budaya materi) yang dijumpai Dalam pembangunan Puri terdapat konsep
pada bangunan Puri Gede Kaba-Kaba. khusus yang harus diikuti para perencana atau
Penelitian tentang Puri di Bali sudah pembangunnya, aturan itu dinamakan Sanga
dilakukan secara mendalam oleh Agus Aris Mandala. Suatu lahan yang diperuntukkan bagi
Munandar dalam disertasinya yang berjudul pembangunan Puri, selayaknya berdenah empat
Istana Dewa Pulau Dewata Makna Puri Bali persegi panjang atau bujur sangkar. Lahan
Abad ke-14-19. Pada saat ini di Bali hanya itu dibagi dalam 9 petak tanah (karang) yang
sebagian Puri yang masih berdiri dan dirawat dibatasi tembok keliling. Masing-masing karang
dengan baik, karena sebagian besar telah rusak satu dengan lainnya dihubungkan dengan celah
dan tidak diperbaiki. Puri diartikan sebagai pintu (pemeda) atau pintu yang dilengkapi
tempat tinggal kaum ksatria atau golongan yang dengan kori (angkul-angkul) (Munandar 2005:
memegang pemerintahan, atau rumah bangsawan 38).
yang dihormati di suatu daerah (Gelebet 1986: Pada sebuah Puri dalam pembagian
36; Budiharjo 1991: 52: Munandar 2005: 1). berdasarkan konsep Sanga Mandala dikenal
Berbagai Puri dan bangunan penting di Bali sembilan pelebahan (karang):
umumnya berasal dari abad ke-17-19, karena 1. Añcak Saji (Bañcingah) adalah halaman
pada saat itu ada beberapa kerajaan yang paling depan (halaman pertama, fungsinya
memerintah di Pulau Dewata. sebagai daerah untuk mempersiapkan diri
Puri-Puri di Bali umumnya dibagi atas jika para pengunjung akan memasuki Puri.
beberapa pelebahan, yakni halaman tempat Añcak saji biasanya terdapat di sudut barat
berdirinya bangunan-bangunan. Masing- daya.
masing pelebahan mempunyai fungsi dan nama 2. Sumanggen adalah pelebahan tempat
yang berbeda-beda. Di halaman Puri itu sendiri melaksanakan upacara kematian (pitra
terdapat bangunan-bangunan yang kadang- yadnya) bagi keluarga raja penghuni Puri.
kadang dinamai sesuai dengan nama pelebahan- Umumnya terletak di Puri bagian selatan.
nya. Pelebahan itu tidak berubah meskipun 3. Rangki adalah pelebahan dan juga nama
banyak bangunan Puri yang dibongkar dan bangunannya untuk memeriksa tamu,
diganti bangunan baru. Pelebahan yang mengadakan persidangan dan pemeriksaan.
berupa bangunan, taman dan bagian tempat 4. Pewarěgan adalah tempat dapur raja (paon
persemayaman raja itu merupakan satu kesatuan raja), tempat menyimpan makanan yang
yang saling berhubungan (Munandar 2005: 2). siap dimasak. Pewarěgan umumnya berada
Teks Hasta Bumi menyebutkan bahwa di sudut tenggara Puri (Munandar 2005: 38)
penataan pekarangan (pelebahan) dalam 5. Lumbung adalah bangunan untuk
lingkungan tempat hunian (termasuk Puri, Jero, menyimpan padi, biasanya terletak di barat
Griya ataupun rumah penduduk biasa) harus laut kompleks Puri
mengikuti aturan yang telah menjadi adat tradisi 6. Sarèn Kaja adalah pelebahan tempat
141
AMERTA, Jurnal Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Vol. 34 No. 2, Desember 2016 : 81-152
142
Pengaruh Majapahit pada Bangunan Puri Gede Kaba-Kaba, Tabanan. Sukawati Susetyo
pelebon-nya memakai wadah kurang dari Puri Kaba-Kaba menghadap ke arah utara,
sebelas tingkat, sesuai dengan titah Dalem. memanjang utara selatan (lihat Gambar 1).
Puri Kaba-Kaba terletak di Desa Kaba- 1. Halaman paling dalam terbagi menjadi 3,
Kaba, Kecamatan Kediri Kabupaten Tabanan, paling barat adalah halaman jaba sisi (1),
secara astronomis berada pada 08° 35’ 35,2” LS Di tengah: halaman jaba tengah (2), Paling
dan 115° 58’ 24,3“ BT. Luas keseluruhan Puri timur halaman jeroan (halaman dalem)
4 hektar, dikelilingi oleh pagar keliling dengan Měrajan Kawitan (3);
tinggi 6,5 meter dan lebar 125 cm. Pada saat ini 2. Di sebelah selatan halaman terdalam tersebut
pagar keliling tersebut hanya tersisa 200 meter terdapat halaman kembar (sejajar dengan
di sisi timur dan sisi selatan 50 meter. jaba sisi dan jaba tengah) yaitu Balé kembar
SANGA MANDALA
143
AMERTA, Jurnal Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Vol. 34 No. 2, Desember 2016 : 81-152
yang hanya dipergunakan untuk upacara merupakan konsep pembangunan Puri di Bali.
besar (upacara puncak) misalnya ngaben (4); Bagian-bagian Puri secara umum terbagi dalam
3. Di sebelah timur Balé kembar terdapat sembilan halaman pelebahan dengan nama dan
halaman yang cukup luas disebut kalèran fungsi yang sama. Namun demikian terdapat
(yang merupakan tempat tinggal raja). penambahan-penambahan yang mungkin
Kalèran mempunyai ukuran paling luas disesuaikan dengan kebutuhan Puri pada
pada Puri Kaba-Kaba (5); waktu itu. Seperti dijelaskan di muka bahwa
4. Di selatan Balé Kembar terdapat Sarèn Puri Kaba-Kaba terbagai menjadi 9 halaman
Pĕlok, yaitu tempat tinggal raja, namun pelebahan. Dari denah tersebut diketahui ada
sekarang sudah berubah fungsi (6); beberapa pelebahan yang memang sesuai
5. Di timur Sarèn Pĕlok terdapat Lumbung (7); dengan Sanga Mandala yaitu Añcak saji yang
6. Halaman selanjutnya di sebelah selatannya letaknya juga sesuai pakem yaitu di sudut barat
juga dibagi tiga, paling barat Sarèn Ukiran daya. Semanggèn juga masih sesuai pakem
yang merupakan tempat tinggal anak-anak yaitu berada di sisi selatan meskipun di bagian
raja(8); selatannya masih ada pelebahan lagi yang
7. Halaman tengah: Měrajan Ayun merupakan disebut Sênètan. Lumbung yang merupakan
halaman tambahan yang dibangun pada tempat menyimpan padi yang biasanya di sudut
masa kemudian oleh dalem Gelgel dan barat laut, di Puri Kaba-Kaba terletak di bagian
Sarèn Ukiran: tempat bermukim putri-putri tengah Puri.
raja (9), Berdasarkan perbandingannya terlihat
8. Halaman paling timur adalah Pegaluhan beberapa pengembangan pada Puri Kaba-Kaba
yaitu tempat tinggal permaisuri dan selir yang dapat dilihat pada Tabel 1. Berdasarkan
(10); tabel tersebut beberapa tempat yang biasanya
9. Sarèn Gede/tengah, merupakan pusat ditemukan dalam pembangunan Puri
bermukim raja sehari-hari, tempat pribadi berdasarkan konsep Sanga Mandala ditemukan
raja (11); pada Puri Kaba-Kaba yaitu Añcak Saji,
10. Palebahan sebelah selatannya lagi berupa Sumanggèn, Paon, Sarèn Kaja (tempat tinggal
Mĕrajan Agung (12); istri), Sarèn Kangin (Sarèn Agung/tempat
11. Balé Kembar, tempat pitryadnya besar (13); tinggal raja), Paměrajan Agung, dan Wukiran.
12. Sarèn Mayasan tempat merias/berdandan Bagian yang tidak ditemukan di Puri Kaba-Kaba
(14); adalah Paséban dan Rangki. Masih belum jelas
13. Di halaman paling selatan paling barat ketidakberadaan dua bagian tersebut apakah
halaman adalah Añcak Saji (ruang tunggu) memang sudah tidak ada atau sudah beralih
(15); fungsi. Luas Puri Kaba-Kaba yang 4 hektar
14. Halaman tengah Semanggèn tempat menunjukkan kemasyhuran Kerajaan Kaba-
menyemayamkan mayat raja (16); Kaba pada masa itu. Hal ini juga ditunjukkan
15. Sarèn Tandakan (17); dengan perkembangan beberapa bagian yang
16. Halaman paling timur adalah Pĕgantalan dijumpai di Puri ini adalah bagian Jaba sisi,
yaitu halaman yang berhubungan dengan Jaba tengah dan Měrajan Kawitan; Sarèn
upacara kematian (18); Mayasan; Sarèn Tandakan; Sěnètan; dan Kolam
17. Halaman paling luar adalah Sĕnètan (19). yang berada di sekitar Paměrajan Kawitan.
Sebagai tempat tinggal raja, penataan Merupakan suatu keistimewaan bahwa kolam
Puri Kaba-Kaba mengikuti pembagian halaman tersebut hanya ditemukan di Paměrajan Agung
sesuai dengan konsep Sanga Mandala yang Puri Kaleran.
144
Pengaruh Majapahit pada Bangunan Puri Gede Kaba-Kaba, Tabanan. Sukawati Susetyo
Tabel 1. Perbandingan bagian-bagian Puri antara Puri Kaba-Kaba dengan konsep dasar Puri berdasarkan Sanga
Mandala
3.2 Paměrajan Kawitan Puri Kalèran digunakan setelah Dinasti Kresna Kepakisan
Bangunan Paměrajan Kawitan Puri yang berkeraton di Klungkung sekitar abad ke-
Kalèran merupakan bagian dari Puri Kaba-Kaba. 17. Pada umumnya pura dibagi atas tiga halaman,
Paměrajan adalah Pura atau tempat suci yang yaitu jaba (halaman luar/kanistha), jaba tengah
paling kecil yang dikelola oleh satu keluarga. (halaman tengah/madhya) dan jeroan (halaman
Dalam hal ini Paměrajan Kawitan Puri Kalèran dalam/uttama). Akan tetapi, di dalam pura-pura
adalah Pura-nya penghuni Puri Kaba-Kaba (raja yang kecil sering ditemukan halaman luar dan
dan keluarganya). Seperti diketahui Pura adalah tengah digabung menjadi satu, sehingga pura itu
istilah untuk tempat ibadah agama Hindu Bali di terbagi menjadi dua bagian, yaitu halaman luar
Indonesia. Ada tiga golongan Pura di Bali yaitu dan halaman dalam. Masing-masing halaman
Sanggah (Paměrajan), Pura Desa (Kahyangan pura dibatasi oleh tembok keliling dengan pintu
tiga) dan Pura Kerajaan (Soekmono 2005: 310). masuk berbentuk candi bentar yang terletak
Istilah Pura dengan pengertian sebagai antara halaman luar dengan halaman tengah,
tempat suci pemujaan masyarakat Hindu Bali dan kori agung/candi kurung/paduraksa sebagai
145
AMERTA, Jurnal Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Vol. 34 No. 2, Desember 2016 : 81-152
146
Pengaruh Majapahit pada Bangunan Puri Gede Kaba-Kaba, Tabanan. Sukawati Susetyo
147
AMERTA, Jurnal Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Vol. 34 No. 2, Desember 2016 : 81-152
Foto 5 dan 6. Arca penjaga bersifat tantrayana (kiri); Relief timbul pada Candi Sukuh
(kanan)
148
Pengaruh Majapahit pada Bangunan Puri Gede Kaba-Kaba, Tabanan. Sukawati Susetyo
Foto 7 dan 8. Hiasan kura-kura dalam halaman Pamerajan (kiri); Hiasan kura-kura di halaman Candi
Sukuh (kanan)
149
AMERTA, Jurnal Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Vol. 34 No. 2, Desember 2016 : 81-152
150
Pengaruh Majapahit pada Bangunan Puri Gede Kaba-Kaba, Tabanan. Sukawati Susetyo
Djafar, Hasan. 2009. Masa Akhir Majapahit Poesponegoro, Marwati Djoened dan Nugroho
Girīndrawarddhana dan Masalahnya. Notosusanto. 1993. Sejarah Nasional
Depok: Komunitas Bambu. Indonesia II. Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, Balai
Dwijendra, Ngakan Ketut Acwin. 2008. Arsitektur
Pustaka.
Bangunan Suci Hindu. Denpasar: CV Bali
Media Adikarsa dan Udayana University Santiko, Hariani. 2015. “Ragam Hias Ular-
Press. Naga di Tempat Sakral Periode Jawa
Timur.” Amerta Jurnal Penelitian dan
Gelebet. 1986. Arsitektur Tradisional Daerah
Pengembangan Arkeologi 33: 85–96.
Bali. Denpasar: Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan, Proyek Inventarisasi dan Soekmono. 2005. Candi Fungsi dan
Dokumentasi Kebudayaan Daerah. Pengertiannya. Jakarta: Jendela Pustaka.
Munandar, Agus Aris. 2005. Istana Dewa Pulau Tim Penyusun 2013. Pengaruh Majapahit di
Dewata Makna Puri Bali Abad ke-14-19. Bali. Laporan Penelitian. Jakarta: Pusat
Depok: Komunitas Bambu. Penelitian Arkeologi Nasional.
Padmapuspita, Ki. n.d. Candi Sukuh dan Kidung
Sudamala. Jakarta: Proyek Pengembangan
Nara Sumber:
Media Kebudayaan, Ditjen Kebudayaan
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Drs. I Gusti Ngurah Mayun, M.Si, 59 th
RI. Drs. I Gusti Ngurah Suarbhawa, 52 th
Permana, R. Cecep Eka. 2016. Kamus Istilah
Arkeologi.–.Cagar Budaya. Jakarta:
Wedatama Widya Sastra.
151
AMERTA, Jurnal Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Vol. 34 No. 2, Desember 2016 : 81-152
152