0% found this document useful (0 votes)
20 views14 pages

1 PB

This article discusses the tradition of religious moderation in Nahdlatul Ulama (NU), the largest Islamic organization in Indonesia. It outlines how NU's founding leader, KH Hasyim Asy'ari, established the foundations of religious moderation by following the Ash'ari school of theology, Shafi'i school of jurisprudence, and Sufism. The values of moderation are also reflected in the concepts of tasāmuh, tawasuth, and tawāzun promoted by NU. Additionally, NU's tradition of moderation is demonstrated through the trilogy of ukhuwah (brotherhood) in Islamiyah, insaniyah, and wathani
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as PDF, TXT or read online on Scribd
0% found this document useful (0 votes)
20 views14 pages

1 PB

This article discusses the tradition of religious moderation in Nahdlatul Ulama (NU), the largest Islamic organization in Indonesia. It outlines how NU's founding leader, KH Hasyim Asy'ari, established the foundations of religious moderation by following the Ash'ari school of theology, Shafi'i school of jurisprudence, and Sufism. The values of moderation are also reflected in the concepts of tasāmuh, tawasuth, and tawāzun promoted by NU. Additionally, NU's tradition of moderation is demonstrated through the trilogy of ukhuwah (brotherhood) in Islamiyah, insaniyah, and wathani
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as PDF, TXT or read online on Scribd
You are on page 1/ 14

Al-Fikra : Jurnal ilmiah Keislaman, Vol. 21, No.

1, Januari - Juni 2022 (12 - 25)


DOI : 10.24014/af.v21i1.17220

TRADISI PEMIKIRAN MODERASI BERAGAMA NAHDLATUL ULAMA


(NU)

Moh. Ashif Fuadi


UIN Raden Mas Said Surakarta, Indonesia
moh.ashiffuadi@iain-surakarta.ac.id

Abstract
This research illustrates the values of religious moderation that contrast in the body of
Nahdlatul Ulama (NU). Since the establishment of NU, Hadratussyaikh K.H. Hashim
Asy'ari has initiated the concept of a moderate Islamic pattern in Indonesia which was
then continued by the next generation of NU including K.H. Abdurrahman Wahid (Gus
Dur). Through descriptive qualitative research methods with a historical analytical
approach, this study produced conclusions about the foundation of religious moderation
initiated by Hashim Ash'ari by following the akidah of Ash'ariah, madzhab fiqih shafi'i,
and Sufism. The value of religious moderation is also reflected in the concepts of
tasāmuh, tawasuth, and tawāzun. In addition, the tradition of NU moderation is reflected
in the trilogy of ukhuwah; Islamiyah, insaniyah, and wathaniyah. NU moderate thinking
is very instrumental in internalizing wasathiyah through the acceptance of madzhab,
akidah asy’ariyah, the integration of Islam with nationality, and through the cultural
movement spearheaded by Gus Dur interfaith dialogue movement.

Keywords: Religious Moderation; NU; Tradition; Thought

Penelitian ini menggambarkan nilai-nilai moderasi beragama yang kontras di tubuh


Nahdlatul Ulama (NU). Sejak berdirinya NU, Hadratussyaikh K.H. Hasyim Asy'ari telah
menggagas konsep pola Islam moderat di Indonesia yang kemudian dilanjutkan oleh
generasi penerus NU termasuk K.H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Melalui metode
penelitian deskriptif kualitatif dengan pendekatan analitik historis, penelitian ini
menghasilkan kesimpulan tentang landasan moderasi beragama yang digagas oleh
Hasyim Asy'ari dengan mengikuti akidah Asy'ariah, madzhab fiqih syafi'i, dan tasawuf.
Nilai moderasi beragama juga tercermin dalam konsep tasāmuh, tawasuth, dan
tawāzun. Selain itu, tradisi moderasi NU tercermin dalam trilogi ukhuwah; Islamiyah,
insaniyah, dan wathaniyah. Pemikiran moderat NU sangat berperan dalam internalisasi
wasathiyah melalui penerimaan madzhab, akidah asy’ariyah, integrasi Islam dengan
kebangsaan, dan melalui gerakan budaya yang dipelopori oleh gerakan dialog
antaragama Gus Dur.

Kata Kunci: Moderasi Keagamaan; NU; Tradisi; Pikiran.

PENDAHULUAN terbuka (open mind) kepada pengaruh-


Corak keberislaman Indonesia pengaruh asing diterima secara easy going
menampilkan Islam yang rileks, tidak rigid atau mengasyikkan (Zuhri, 2022). Berbeda
(kaku), dan cair, tetapi juga tidak dengan kawasan konflik di Timur Tengah
kehilangan prinsip atau komitmen yang (Arab) dengan Arab spring yang gagal
terikat dalam tradisi Islam. Indonesia juga membawa perubahan ke arah lebih
mempunyai corak kehidupan kultural yang demokratis di dunia Arab. Indonesia justru

12
Moh. Ashif Fuadi: Tradisi Pemikiran Moderasi Beragama Nahdlatul Ulama (NU).
DOI: 10.24014/af.v21i1.16692

bisa melakukan transisi demokrasi dengan Walisongo yang sampai sekarang masih
cukup mulus karena formasi sosial di diwarisi karakternya oleh masyarakat
Indonesia berbeda dengan dunia Arab (Fuadi, 2021a). Selanjutnya pengaruh
(Yasmine, 2016). modernitas yang datang melalui kekuatan
Pada tiga perempat pertama abad kolonial Eropa (Belanda). Rasanya tidak
ke-20 reformasi Islam di Indonesia terlalu khawatir terhadap keterbukaan
melahirkan dua kelompok aliran Islam sangat toleran kepada semua pengaruh,
yakni aliran modernisme dan karena masyarakat mempunyai cara
tradisionalisme. Dua arus pemikiran itu sendiri mengelola pengaruh-pengaruh itu
sempat menimbulkan konflik keagamaan (Atikurrahman et al., 2021).
yang cukup memanas dalam berbagai Islam yang berkembang mayoritas
pertarungan ideologi maupun politik di Indonesia adalah Islam yang mengikuti
(Dhofir, 2015). Penting juga diperhatikan, pola madzhab Islam yang empat
meskipun mudah menerima pengaruh dari (madzāhib al-arba’ah). Corak Islam yang
luar, tidak berarti Indonesia mudah mengikuti madzhab di mana pun akan
dipengaruhi. Jadi dapat dikatakan bahwa membawa corak yang lebih toleran
masyarakat Indonesia bisa menerima (moderat) jika dibandingkan Islam yang
pengaruh dari mana saja, tetapi tidak tidak ber-madzhab. Secara umum orang-
berarti mudah dipengaruhi. Artinya, orang Islam yang mengikuti madzhab itu itu
masyarakat Indonesia mempunyai cara cara beragamanya lebih rileks, lebih
sendiri untuk mengelola pengaruh- toleran dan lebih tidak reaktif jika dibanding
pengaruh yang datang dari luar itu dengan kalangan muslim yang pandangan
(Surahman, 2013). keagamaannya lebih puritan (wahabi).
Menurut analisa sejarah Denys Kelompok-kelompok Islam yang mengikuti
Lombard. genetika campuran khas madzhab direpresentasikan oleh kelompok
Nusantara berkembang dan NU (Faizin, 2020). Berikutnya Islam
mempengaruhi keberagaman budaya moderat di Indonesia juga dikembangkan
Nusantara. Dalam trilogi magnum opus oleh Muhammadiyah, Al-Washliyah,
Nusa Jawanya, dia memaparkan seribu Nahdlatul Wathon dan lain sebagainya.
tahun (Abad 5 sampai 16) lebih pengaruh Kelompok tersebut juga berjasa dalam
kebudayaan India, Islam, China, dan Eropa pembentukan moderasi beragama di
di Sumatra, Jawa, dan Bali. Silang budaya Indonesia.
yang demikian intens, didukung letak dan Berbicara mengenai moderasi
posisi geografis nusantara yang mampu Islam, nampaknya tidak lepas dari peran
berkembang menjadi menjadi laboratorium K.H. Hasyim Asy’ari yang memahami Islam
penting persemaian konsep tradisi, itu melalui pintu Ahlussunnah Wal Jamaah
akulturasi, dan etnisitas. Hal itu mewakili an-Nahdliyah. Secara garis besar,
satu lapisan pengaruh yang paling pertama Hadratussyaikh K.H. Hasyim Asy'ari
datang ke Indonesia (Mubarak, 2018). menjelaskannya dalam kitab risalah
Kemudian pada perkembangannya, Ahlussunnah Wal Jamaah bahwa pondasi
pengaruh keislaman dilanjutkan melalui moderasi Islam ala NU dibangun pertama,
dakwah moderat yang diperankan oleh dalam hal akidah yaitu merujuk kepada al-

13
Al-Fikra : Jurnal ilmiah Keislaman, Vol. 21, No. 1, Januari - Juni 2022 (12 - 25)
DOI : 10.24014/af.v21i1.17220

imam Abul Hasan al-Asy'ari dan Imam al- konsep moderasi yang dirumuskan oleh
Maturidi. Hal itu disebakan karena Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari sangat
persoalan akidah ini tidak mudah karena berjasa besar bagi keberlanjutan moderasi
kalau tidak hati-hati bisa terjebak kepada beragama di atas manhaj (cara berpikir)
ekstremisme seperti paham takfiri atau NU dan bagi moderasi beragama
mudah mengkafirkan (Anwar, 2019). Indonesia. Sekarang Presiden Jokowi
Kedua moderasi dalam fiqih, karena mempunyai program moderasi beragama
ibadah dari sisi konten merupakan amalan- yang sebetulnya jejak-jejak pondasinya
amalan menjadi domain fiqih dengan sudah berada di tubuh NU.
kaidah al-fiqh al-fahmu fahman tāmman, Penelitian ini akan membahas
yaitu memahami Fiqih secara menyeluruh mengenai nilai-nilai wasathiyah atau
atau komprehensif. Sebagaimana di moderasi beragama yang sudah
Indonesia sebagian besar menganut mentradisi di tubuh Nahdlatul Ulama yang
madzhab Imam Syafi'I terutama warga sebetulkan sudah digagas oleh tokoh-
nahdliyin. Hadratussyaikh Hasyim Asy'ari tokoh NU pada masa awal berdiri dan terus
dalam kitab Risalah Ahlussunnah Wal dipertahankan pada periode setelahnya
Jamaah konsep berfiqih NU merujuk terutama dari sisi pemikiran. Adapun
kepada Imam Syafi'i atau jika tidak bisa penelitian terdahulu mengenai Moderasi
taklid kepada yaitu Imam Abu Hanifah, beragama NU sudah ada seperti Akar
Imam Malik, dan Imam Ahmad bin Hambal Sejarah Moderasi Islam Pada Nahdlatul
sehingga tidak terpaku mutlak pada ajaran Ulama (Fuad, 2020), Kontribusi dan Peran
Imam Syafi'i saja (Abdala, 2016). KH. Hasyim Asy'ari membingkai Moderasi
Ketiga adalah moderasi dalam Berkaca NU dan Muhammadiyah dalam
spiritual yaitu dalam tasawuf NU merujuk Mewujudkan Nilai Moderasi Islam
kepada Imam al-Ghazali dan Imam Junaid (Almu’tasim,2019).
al-Baghdadi. Dalam kitab Risalah Beragama Berlandaskan al-Quran dan
Ahlussunnah Wal Jamaah menjelaskan Hadis di Indonesia (Farida, 2020), namun,
tentang praktek tasawuf yang tidak penelitian sebelumnya tersebut tidak
bertentangan dengan syariat. Maka menampilkan secara kronologi dan
moderasi dalam tasawuf terwujud dengan komprehensif tentang akar-akar pemikiran
menjalankan syariat, akan tetapi pada sisi moderat NU, sehingga penelitian bisa
lain juga menjalankan tasawuf (Ariadi, melengkapi nilai-nilai moderasi NU dan
2016). Pada perkembangannya, moderasi lebih menekankan pada aspek analisis
yang dirumuskan oleh Hadratussyaikh pemikiran yang berkembang di tubuh NU
K.H. Hasyim Asy'ari yang kemudian di sehingga lebih konseptual dan mudah
kalangan NU dipopulerkan dengan corak dipahami.
inklusif tasāmuh, tawasuth, tawāzun
kemudian disebut dengan moderasi secara METODE PENELITIAN
metodologis (Kharismatunisa’ & Darwis, Penelitian merupakan penelitian
2021). kualitatif dengan menggunakan metode
Berdasarkan uraian di atas dapat studi pustaka (library research). Dalam
dipahami bahwa pada perkembangannya penelitian kualitatif, teknik penggalian data

14
Moh. Ashif Fuadi: Tradisi Pemikiran Moderasi Beragama Nahdlatul Ulama (NU).
DOI: 10.24014/af.v21i1.16692

bisa dilakukan dengan tiga cara: pertama, yang dipelopori oleh Imam Abu Hasan al-
mengamati tindakan, perilaku, kondisi, Asy’ari, dan Imam Abu Mansyur al-
suasana, dan hal-hal yang bukan kata- Maturidi. Dalam bidang fikih, NU mengikuti
kata. Kedua, wawancara untuk jalan pendekatan (al-mazhab) dari Mazhab
mendapatkan data yang berupa kata-kata Abu Hanifah al-Nu’man, Imam Malik ibn
dari para informan (Fadli, 2021). Ketiga, Anas, Imam Muhammad ibn Idris al-Syafi’i,
dokumentasi untuk mendapatkan data dan Ahmad ibn Hanbali. Dalam bidang
dokumen seperti buku, artikel, dan tasawuf mengikuti antara lain Imam Junaid
dokumen lain termasuk berita online al-Bagdadi dan Imam Ghazali, serta imam-
terbaru tentang penelitian tersebut, imam yang lain (Faiqah & Pransiska,
terutama yang bertemakan tentang konsep 2018).
Moderasi Beragama dari kalangan NU atau Modal sosial yang dimiliki oleh
Kementerian Agama yang menjadi pilot bangsa Indonesia adalah sebuah karakter
project (penanggung jawab) kampanye masyarakat yang memiliki kohesivitas
moderasi beragama dewasa kini. sosial yang kuat. K.H. Ahmad Siddiq
Selanjutnya, model penelusuran sejarah merumuskan tiga kata kunci penting yang
dalam organisasi NU, dapat dilacak menggambarkan cara moderasi beragama
berdasarkan kronologis atau urutan waktu, kaum Nahdliyin, yakni tawasuth (moderat),
misalnya pemikiran mderat atau istilah tasāmuh (toleran), dan tawāzun
sekarang moderasi beragama dianalisis (berimbang) (Fuadi, 2021b). Tawasuth
pada masanya K.H. Hasyim Asy’ari intinya adalah bagaimana karakter
sebagai pendiri melalui kitab Risalah Ahlu masyarakat tidak ekstrem di dalam melihat
Sunnah wal Jamaah, kemudian berlanjut berbagai macam persoalan dan selalu
pada masa setelahnya termasuk pada mengambil jalan tengah dari berbagai
masa kepemimpinan K.H. Wahid Hasyim macam titik ekstrim baik dalam pemikiran
dan Gus Dur. maupun titik ekstrim dalam pergerakan.
Adapun tasāmuh bermakna toleran,
HASIL DAN PEMBAHASAN masyarakat Indonesia pada dasarnya
Tradisi Islam Inklusif dan Kelompok adalah masyarakat yang toleran yang
Post Tradisionalisme NU selalu bisa mengambil sikap berdamai dan
Moderasi NU pada dasarnya tidak tidak memaksakan kehendak. Sedangkan
terlepas dari akidah Ahlusunnah tawazun artinya berimbang, dia berupaya
waljama’ah (Aswaja) yang dapat untuk mencari keseimbangan di dalam
digolongkan paham moderat. Dalam berbagai macam persoalan yang dihadapi.
Anggaran Dasar NU dikatakan, bahwa NU Menurut K.H. Ahmad Siddiq (w. 1991), dari
sebagai Jam’iyah Diniyah Islamiyah sekian banyak karakter masyarakat di
berakidah Islam menurut paham Indonesia yang tidak pernah dirumuskan,
Ahlussunah waljamaah dengan mengakui tetapi hanya dijalankan dan dipraktekkan.
mazhab empat, yaitu Hanafi, Maliki, Syafi’i, Kemudian terangkum menjadi karakter
dan Hambali. Penjabaran secara masyarakat yang tawasuth, tasāmuh dan
terperinci, bahwa dalam bidang akidah, NU tawāzun tersebut mampu memberikan
mengikuti paham Ahlussunah waljamaah kontribusi yang sangat besar terhadap

15
Al-Fikra : Jurnal ilmiah Keislaman, Vol. 21, No. 1, Januari - Juni 2022 (12 - 25)
DOI : 10.24014/af.v21i1.17220

terhadap bangsa Indonesia terutama Walisongo dengan sukses


dalam kemampuannya untuk menjaga mengakomodasi budaya sebagai media
sekian banyak karakter yang tumbuh dakwah dengan tembang-tembang dan
(Yenuri et al, 2021). Karakter tasāmuh, tradisi kesenian yang dimoderasi dan
tawasuth, dan tawāzun inilah sebenarnya dimodifikasi menjadi ajaran Islam dan
yang menjadi nilai penting dari bangsa menghargai kebudayaan. Misalnya Sunan
Indonesia yang bisa dipromosikan ke dunia Kudus yang tidak menyembelih Sapi dan
internasional untuk mengatasi berbagai menghormati umat Hindu diganti dengan
macam pertentangan dan konflik. kambing atau kerbau yang hal ini
Kemudian dalam perjalanannya, tradisi mencerminan kearifan lokal yang sangat
moderat NU juga tertuang dalam trilogi luar biasa (Sunyoto, 2012).
ukhuwah NU yakni ukhuwah Islamiyah Selanjutnya, dalam menanggapi
(persaudaraan seagama), ukhuwah tradisi, kalangan muda Nahdlatul Ulama
basyariyah/insaniyah (persaudaraan yang tergabung dalam kelompok post
sesama manusia), ukhuwah wathaniyah tradisionalisme tetap berpegang teguh
(persaudaraan sebangsa) (Ritaudin, terhadap tradisi menolak modernisme atau
2017). Ketiga ukhuwah (persaudaraan) itu menjadi antitesis dari modernisme. Namun
memadukan komponen penting dalam kelompok post tradisionalis memberikan
dalam rangka mempersatukan elemen penalaran yang lebih dalam dan lebih jauh
bangsa Indonesia. terhadap sebuah tradisi yang sudah ada
Selain itu, kalangan NU sangat sekaligus menjadi antitesis terhadap
mengakomodasi budaya lokal gerakan modernis (Basid, 2017).
sebagaimana amanat Kementerian Agama Menariknya, walaupun masuk
salah satu indikator moderasi beragama dalam pertarungan yang progresif,
adalah akomodasi budaya setempat kalangan post tradisionalis menolak
(Fuadi et al, 2021). Hal itu cukup logis, kelompok modernis dan tidak menjadikan
keterbukaan NU terhadap kearifan- tokoh-tokoh modernis sebagai acuan
kearifan lokal, tradisi dan kebudayaan, seperti Muhammad Abduh, Nurcholis
dikarenakan basis eksistensi Nahdliyin Madjid, Rasyid Ridha, Sayid Qutub, dan
yang mayoritas menempati pedesaan Muhammad Nasir tidak begitu populer di
pedesaan. Pada masa perkembangannya, kalangan penerus pemikiran Gus Dur
NU mempunyai satu slogan al- tersebut. Bahkan, dalam menganalisis
muhafadhah 'ala al-qadim al-shalih wal tradisi Islam, kalangan modernis tidak
akhdzu bil jadidi al-ashlah yang artinya dipakai oleh pemuda-pemuda itu yang
hendaklah mempertahankan tradisi lama akhirnya mereka akan disebut dengan
yang baik lalu kemudian mengambil tradisi gerakan tradisionalisme Islam.
baru yang lebih baik jadi ini yang menjadi Pada kalangan muda NU (terutama
landasan NU (Alaik, 2020). Lakspesdam), corak pemikiran post
Menjaga tradisi menjadi bagian tradisionalisme menjadi diskursus yang
penting untuk mempertahankan identitas yang dipelopori oleh Gus Dur (K.H.
dan asal usul bangsa. Karakter dakwah Abdurrahman Wahid) yang mempunyai
moderat tumbuh dan diperankan modal intelektual dan keturunan pendiri

16
Moh. Ashif Fuadi: Tradisi Pemikiran Moderasi Beragama Nahdlatul Ulama (NU).
DOI: 10.24014/af.v21i1.16692

NU, yang memunculkan tokoh-tokoh dan Deliar Noer. Rahman membagi fase
setelahnya seperti Abdul Mun’im DZ, Ulil perkembangan pemikiran Islam ke dalam
Abshar Abdala, Rumadi, Moqsith Ghozali, empat fase, yaitu revivalis, modernis, neo-
Ahmad Baso (Basid, 2017). Basis revivalis, dan neo-modernis, sedangkan
metodologis yang digunakan dalam Kurzman membagi empat fase, yaitu
melakukan analisis dalam tulisan ini tradisionalis, revivalis, modernis, dan
berdasarkan perspektif sosiologis yang liberal dan Noer membagi menjadi dua
dikemukakan oleh Susan J. Hekman dalam dikotomi besar yaitu Islam modernis dan
Hermeneutics and The Sosiology of tradisionalis (Bindaniji, 2022).
Knowledge. Susan mengidentifikasi bahwa Post tradisionalisme (postra)
suatu bentuk subyektivitas pemikiran dapat merupakan penegasan basis ideologi
dianalisis melalui dua bentuk analisis, yaitu suatu kelompok, tetapi postra diletakkan
analisis common-sense reality of social dalam gugus pemikiran dan cara pandang
actor dan analisis adanya keterkaitan terhadap modernisme, tradisi, teks suci,
antara produk pemikiran dan faktor sosial dan sebagainya. Kelompok postra
yang melingkupinya (Bindaniji & Fuadi, terwujud dalam intelektual muda NU
2022). seringkali mengkampanyekan dan menjadi
Diskursus tentang penafsiran agen pemikiran moderat yang
sebuah teks dengan tidak ada tendensi menginternalisasikan konsepsi moderasi
simplifikasi di dalamnya terdapat dua arus beragama. Sejak berdirinya NU
paradigmatik yang berkembang. Pertama, Hadratussyaikh K.H. Hasyim Asy’ari sudah
paradigma yang menyatakan bahwa menggagas konsep corak Islam yang
makna suatu teks merupakan an sich milik moderat di Indonesia yang kemudian
‘subyek’ sang pengarang, sehingga dilanjutkan oleh para generasi penerus NU
cenderung akan melihat realitas secara termasuk K.H. Abdurrahman Wahid (Gus
tekstual. Kedua, paradigma yang Dur) (Muhammadong & Lukman, 2020).
menyatakan bahwa makna suatu teks Nilai-Nilai Moderasi Beragama dalam
berelasi kuat dengan konteks. Sehingga Tradisi NU
memungkinkan adanya bentuk penafsiran Islam yang moderat memang sudah
baru yang konstruktif terhadap makna teks. menjadi ciri atau katrakter NU. Mengenai
Makna baru inilah yang menjadi domain Islam wasathiyah dikaitkan dengan
dari sang penafsir (Bindaniji & Fuadi, kearifan lokal atau konteks Indonesia
2022). sekarang ini menjadi tema utama. Hal ini
Pembagian urutan tersebut dalam tiba-tiba menjadi satu percakapan di
perkembangan pemikiran Islam seluruh dunia. Kalau percakapan pada
bertransformasi dalam bentuk pemikiran abad-abad pertama dalam sejarah Islam,
tradisionalis, berubah menjadi pemikiran dimulai dari abad pertama Hijriyah abad
konservatif dan ortodok menuju pemikiran ke-2 abad ke-3 sampai abad ke-4 ke-5
yang lebih sempurna yaitu modern. Hijriyah ketika al-Ghazali hidup dan
Pembagian fase-fase di atas kemudian menulis karya-karyanya, tema yang
dijadikan sebagai framework bagi pemikir menyibukkan para ulama pada zaman itu
seperti Fazlur Rahman, Charles Kurzman adalah tema yang terkait dengan Imamah

17
Al-Fikra : Jurnal ilmiah Keislaman, Vol. 21, No. 1, Januari - Juni 2022 (12 - 25)
DOI : 10.24014/af.v21i1.17220

(kepemimpinan) dan tema yang terkait negeri-negeri yang lain. Beberapa faktor
dengan hubungan antara Allah dengan yang sifatnya umum tidak hanya bisa
manusia. Apakah tindakan manusia itu dijumpai di Indonesia tetapi juga di Afrika
merupakan tindakan yang bersifat otonom Utara atau di Maghrib (Maroko), atau juga
atau merupakan tindakan yang ditentukan di Jazirah Arab dan di tempat-tempat yang
seluruhnya oleh Allah (Abdala, 2021). lain. Salah satu sebab kenapa muncul
Selanjutnya Abdala (2021) wasathiyah itu salah satu sebabnya antara
berpendapat bahwa pada abad ke-21, lain: Pertama, yang sifatnya umum adalah
tema yang sekarang menjadi percakapan yaitu adanya model beragama yang
adalah tentang wasathiyah. Terkait dengan mengikuti madzhab (tamadzub) (Fahri &
corak keberislaman yang berkembang di Zainuri, 2019). Jadi pengalaman ber-
Indonesia terutama melalui Nahdlatul madzhab dalam pengertian Islam yang
Ulama, bahwa sumbangan umat Islam mengikuti salah satu madzhab fiqih yang
Indonesia di dalam mewujudkan empat itu itulah yang menjadi Sebab
wasathiyah atau moderasi beragama kenapa Islam itu bercorak moderat dan
(Abdala, 2021). bersifat wasathiyah di dalam di dalam
Pemikiran Aswaja sangat toleransi berbagai negara.
terhadap pluralisme pemikiran. Berbagai Kedua, adalah corak Islam yang
pikiran yang tumbuh dalam masyarakat berkembang itu mengikuti akidah
muslim mendapatkan pengakuan yang asy’ariyah dan maturidiyah. Karena kedua
apresiatif. Dalam hal ini Aswaja sangat akidah asy’ariyah dan maturidiyah itu
responsif terhadap hasil pemikiran menyebabkan munculnya Islam yang
berbagai mazhab, bukan saja yang masih moderat (Farida, 2020). Selain itu, kedua
eksis di tengahtengah masyarakat aqiqah tersebut menempuh model
(Mazhab Hanafi, Malik, Syafi’i, dan pemahaman teologi yang menggabungkan
Hambali), melainkan juga terhadap antara madzhab salaf dan khalaf. Madzhab
mazhab- mazhab yang lain seperti imam salaf Itu model berimannya adalah iman
Daud al-Zhahiri, Imam Abdurrahman al- yang apa yang bila Kaifa dalam istilahnya
Auza’i, Imam Sufyan al- Tsauri, dan lain- Imam Malik yaitu Islam yang teologis yang
lain (Faiqah & Pransiska, 2018). tidak mempersoalkan kenapa begini
Perkembangan Islam yang ada di Kenapa begitu sehingga bercorak bercorak
Indonesia itu jelas banyak dipengaruhi oleh istislām (kepasrahan mutlak) (Usman,
corak pemahaman Islam yang 2018).
dikembangkan oleh warga nahdliyyin. Menariknya, menurut penuturan Ulil
Dengan demikian, sumbangan yang Abshar Abdala (2021), akidah asy’ariyah
diberikan oleh warga Nahdlatul Ulama di dan maturidiyah selain mengikuti madzhab
dalam mewujudkan model moderasi Islam salaf juga salah atau madzhab khalaf atau
itu jelas sangat penting sekali (Abdala, para ulama belakangan ia mengadopsi
2021). Tentu saja ada faktor-faktor pendekatan yang rasional. Hal tersebut,
wasathiyah yang berkembang di Indonesia membuat Islam model yang mengikuti
yang sama dengan faktor-faktor yang akidah asy’ariyah dan maturidiyah itu
menyebabkan timbulnya wasathiyah di bersifat moderat (Abdala, 2021).

18
Moh. Ashif Fuadi: Tradisi Pemikiran Moderasi Beragama Nahdlatul Ulama (NU).
DOI: 10.24014/af.v21i1.16692

Kelompok-kelompok biasanya cenderung atau santri dengan penalaran yang bersifat


keras/radikal itu biasanya mengikuti rasional. Makanya banyak orang ketika
pendekatan akidah yang satu sisi saja. mengatakan bahwa filsafat Islam itu mati
Misalnya akidah yang dikembangkan oleh setelah al-Ghazali menulis kitab tahafut al-
Salafiyah Wahabi, itu potensial (tidak Falasifah itu sebetulnya tidak sepenuhnya
selalu) membuat seseorang itu punya benar. Karena justru setelah al-Ghazali,
sikap keberagamaan yang kaku dan keras filsafat itu masuk karena diadopsi sebagian
(Abidin, 2015). Memang corak akidah yang ulama mutakallimun (ahli filsafat) terutama
terlalu menekankan pada dimensi bila dari kalangan asy’ariah dan maturidiyah
Kaifa saja tidak diimbangi dengan dimensi untuk mendukung argumen membuktikan
yang rasional itu mendorong seseorang keberadaan Allah, sifat-sifat Allah dan
untuk beragama yang cenderung (tidak seterusnya. Jadi karena faktor
selalu) agak keras. Karena, idealnya rasionalisme tersebut membuat orang-
pemahaman moderat itu menggunakan orang mengikuti akidah asyariyah
pendekatan secara seimbang (tawazun), termasuk NU cenderung beragama lebih
bukan hanya pendekatan bila Kaifa tapi fleksibel lebih toleran.
juga dekatan yang rasional, seperti Selanjutya, Abdala (2021) juga
asy’ariah dan maturidiyah. mengatakan sumbangan penting dan
Selanjutnya, akidah asy’ariyah itu pergeseran yang konkret sebagaimana di
sendiri memenuhi kebutuhan segmen media sosial facebook, twitter, instagram
masyarakat terutama kalangan pesantren dan lain lain, tindakan sebagian kalangan
yang mengikuti pemahaman akidah Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang
asy’ariyah melalui kitab-kitab yang biasa mulai mengikuti tahlil, ngaji kitab-kitab K.H.
dikaji di pesantren seperti Jauharut Tauhid Hasyim Asy’ari, Ihya’ Ulumuddin, dan
karya Ibrahim al-Laqani dan, Ummul seterusnya merupakan semacam niat baik
Barohin yang karya Imam Sanusi (Coucter, dari kalangan PKS untuk menghormati
Agung, Indrawijaya, Organisasi, & Baru, tradisi yang berkembang di kalangan
2020). Memperhatikan hal itu, formula warga nahdliyin lepas dari motif-motif
yang dirumuskan oleh para ulama yang politiknya (Abdala, 2021).
menggunakan metode rasional juga Berdasarkan perspektif sejarah
sangat dinamis. Perkembangan akidah NU, terdapat K.H. Hasyim Asy’ari tentu
asyariyah pasca al-Ghazali yaitu pada saja sangat penting karena pendiri NU,
abad ke-11 sampai ke-13 masehi terutama tetapi NU itu tidak hanya Mbah Hasyim
yang diwakili pada puncaknya adalah Asy’ari saja. Seandainya ber-NU hanya
masa Imam Fakhruddin ar-Razi yang hidup melihat K.H. Hasyim Asy’ari saja, tentu hal
pada abad ke-13 Masehi. Selain itu bisa itu tidak lengkap dan tidak komprehensif.
digolongkan dengan ulama serumpun, Karena dalam dinamikanya selain K.H.
menggunakan yaitu kalau membaca karya- Hasyim Asy’ari juga terdapat peran
karya ar-Razi dan Taftahyani yang maupun pengaruh K.H. Wahid Hasyim dan
mengadopsi pendekatan yang rasional. putranya K.H. Abdurrahman Wahid (Gus
Menurut Ulil Abshar Abdala (2021), Dur), K.H. Wahab Hasbullah, K.H. Bisri
akidah asy’ariyah itu membiasakan pelajar Syansuri, K.H. Ali Maksum Krapyak K.H.

19
Al-Fikra : Jurnal ilmiah Keislaman, Vol. 21, No. 1, Januari - Juni 2022 (12 - 25)
DOI : 10.24014/af.v21i1.17220

Ilyas Ruhiyat dan seterusnya adalah kiai- Berdasarkan ulasan sebelumnya


kiai yang dengan caranya masing-masing dapat dipahami bahwa tradisi moderat NU
mereka menyumbangkan bentuk memiliki ciri khas dan kontribusi yang
wasathiyah khas NU (Rosyid, 2016). utama: Pertama, umat Islam yang
Terkait dengan dinamika di tubuh mengikuti madzhab, observasi negeri-
NU sendiri juga mengalami pergolakan negeri muslim yang mengikuti akidah
internal, misalnya fenomena “NU garis Asy’ariah mayoritas tidak kesulitan
lurus” yang ingin mengembalikan manhaj menerima negara nasional di negeri yang
NU sesuai yang diajarkan Hadratussyaikh masing-masing. Dengan kata lain, tidak
K.H. Hasyim Asy’ari. Kemunculan ada yang menginginkan pendirian negara
kelompok-kelompok kecil internal NU khilafah atau negara Islam. Misalnya tokoh
tentunya menimbulkan banyak pertanyaan ulama penting dalam akidah asy’ariyah
dan spekulasi (Iqbal, 2020). yang hidup pada abad 21 adalah Syaikh
Kelompok NU “garis lurus” yang Ramadhan al-Buthi yang meninggal
mengatakan kalau melihat NU hanya K.H. karena dibunuh oleh teroris ISIS. Ia
Hasyim Asy’ari saja itu seperti memahami merupakan itu contoh dari ulama yang
Akidah Islam hanya dengan madzhab mengikuti akidah asy’ariyah. Para pelaku
Salaf yaitu mantap bila Kaifa. Tetapi ekstremis tidak menghendaki umat Islam
meninggalkan madzhab khalaf-nya. itu hidup di sebuah negara, kemudian
Terkait dengan pemahaman akidah melawan Pemerintah dan ingin mendirikan
asy’ariyah seperti dikatakan di dalam Negara tersendiri yang mereka katakan
Jauharotut Tauhid dikatakan manhaj salaf sebagai negara Islam. Sementara, para
itu madzhab yang baik karena mereka itu pengikut akidah asy’ariyah dan
ikhtiyath (hati-hati) tetapi madzhab khalaf maturidiyah mencoba untuk menerima
itu juga baik karena menghindarkan orang negara dan tidak menghalangi umat Islam
untuk salah paham di dalam memahami untuk menyelenggarakan agama dan
sifat-sifat Allah (Abdala, 2021). syariat Islam (Abdala, 2021).
Kompleksitas dalam memahami NU Kedua, sumbangan NU adalah yang
dimana bukan hanya terdapat peran diberikan oleh Gus Dur yang mungkin itu
Hadratussyaikh K.H. Hasyim Asy’ari, tidak ada di negeri lain. Sumbangan Gus
namun juga tidak melupakan sumbangan- Dur di dalam membentuk moderasi Islam
sumbangan dari Kiai yang lain seperti K.H. atau wasathiyah Nahdlatul Ulama adalah
Wahab Hasbullah, K.H. Bisri Syansuri, Gus Dur itu pada tradisi yang ada
K.H. As’ad Syamsul Arifin, Gus Dur dan mengenalkan model Tajdīdu al-Khitōb al-
lain-lain sehingga lebih dinamis. Dengan dīni dalam istilah sekarang maksudnya
demikian, Islam yang dikembangkan NU adalah pembaharuan pemikiran
sejalan dengan sinergi antara keislaman keagamaan dalam masyarakat NU
dan kebangsaan. Hal inilah yang (Nasrowi, 2020).
membedakan antara warga NU dengan Jadi, dapat dikatakan bahwa ketika
kelompok Ikhwanul Muslimin dan Hizbut melihat sejarah NU idealnya lebih
Tahrir yang kerapkali resisten terhadap komprehensif, tidak bisa hanya dengan
pemerintah (Hilmy, 2011). K.H. Hasyim Asy’ari saja, tetapi terdapat

20
Moh. Ashif Fuadi: Tradisi Pemikiran Moderasi Beragama Nahdlatul Ulama (NU).
DOI: 10.24014/af.v21i1.16692

juga tentang peran dan kontribusi Gus Dur Paus Fransiskus di Abu Dhabi yang
sebagai penerusnya. Misalnya lagi tentang kemudian melahirkan dokumen yang
peran K.H. Wahid Hasyim yang diserahi terkenal sekali yaitu wastīqotu ‘al-ālam al-
untuk menunaikan tugas-tugas K.H. Insāni (piagam persaudaraan insaniyah)
Hasyim Asy’ari, disertai oleh pemerintahan yang poin utamanya mengatakan bahwa
kolonial Jepang untuk memimpin dan agama bukanlah sumber kekerasan.
mengajar kantor Departemen Agama Menariknya, jika dianalisis lembaga-
karena K.H. Hasyim Asy’ari sudah sepuh lembaga Islam (seperti al-Azhar)
(tua). menginisiasi gerakan moderasi Islam
Dengan demikian, kemunculan justru yang mewarisi akidah asy’ariyah
generasi muda NU sebagai sosok yang bukan yang lain misalnya wahabinya
berinteraksi dengan tokoh-tokoh dari Saudi. Selain itu kenapa justru ulama-
berbagai kalangan memberi ruang untuk ulama al-Azhar seperti Doktor Ahmad
berkiprah pada level nasional. Gus Dur Thayyib. Tindakannya Doktor Ahmad
menurut kiprahnya dimulai oleh ayahnya Thayyib dalam merekatkan dialog antar
K.H. Wahid Hasyim. Sedangkan Wahid agama itu sudah dilakukan oleh Gus Dur
Hasyim didahului oleh K.H. Hasyim Asy’ari. sejak tahun 80-an. Dengan demikian, Gus
Hal ini juga menunjukkan pola suksesi dan Dur sudah lebih dahulu bertindak jauh
kaderisasi di tubuh NU yang dikatakan melampaui yang dilakukan oleh para
berhasil dengan munculnya kaum ulama al-Azhar sekarang sejak tahun 80-
intelektual muda NU (Santoso & an (Abdala, 2021).
Muhammad, 2021). Adapun sumbangan Oleh karena itu, hal inilah yang
Gus Dur adalah mengenalkan Tajdīdu al- menjelaskan tentang alasan sekarang
Khitōb al-dīni diri tanpa meninggalkan anak-anak NU itu bisa dengan enak sekali
tradisi. Gus Dur banyak mengenalkan bergaul berinteraksi dengan tokoh-tokoh
kader-kader muda NU terhadap tokoh non muslim di mana-mana. Itu semua
tokoh inspiratif seperti Hasan Hanafi, terjadi karena warisan Gus Dur. Pada
Muhammad Abid Al-Jabiri kemudian intinya adalah bahwa moderasi atau
Muhammad Arkoun. Dengan demikian washatiyah itu terjadi karena tradisi akidah
dapat dikatakan, bahwa Gus Dur yang asy’ariyah dan maturidiyah, karena di
membuka jendela cakrawala pemikiran Indonesia NU menerapkan satu model
kalangan generasi muda NU yang keislaman yang khas Indonesia yaitu
kemudian sekarang melahirkan banyak menerima negara nasional dan ini
gusdurian di berbagai tempat. Selain itu, disimbolkan dengan fatwa resolusi jihad
warisan penting Gus Dur di dalam KH Hasyim Asy'ari kemudian diteruskan
membuka ruang dialog antar agama. oleh cucunya yaitu Gus Dur. Selain itu, Gus
Gerakan dialog antar agama, Dur mengenalkan Tajdīdu al-Khitōb al-dīni
rupanya dalam konteks sekarang banyak ala NU yang salah satu warisan nya adalah
diperankan oleh Syaikh Azhar (Doktor membangun hubungan antar agama yang
Ahmad Thayyib). Ia banyak terlibat di menjadi fondasi kehidupan.
dalam inisiatif dialog antar agama yang Sekarang NU menjadi salah satu
paling populer ketika bertemu dengan pilar penting untuk mendukung proses

21
Al-Fikra : Jurnal ilmiah Keislaman, Vol. 21, No. 1, Januari - Juni 2022 (12 - 25)
DOI : 10.24014/af.v21i1.17220

proses percakapan antara agama. Inilah ancaman radikalisme dan disintegrasi


wasathiyah yang disumbangkan oleh NU bangsa Indonesia.
dan bangsa Indonesia berhutang besar
kepada NU karena pengalaman- DAFTAR PUSTAKA
pengalaman seperti ini, apalagi di tengah- Abidin, Z. (2015). Wahabisme,
tengah munculnya kelompok-kelompok Transnasionalisme dan Gerakan-
yang radikal dan ekstremis seperti gerakan Radikal Islam di Indonesia.
sekarang. Jurnal Tasamuh, 12(2), 130–148.
Alaik, R. (2020). Al-Muhafazatu ‘Ala Al-
KESIMPULAN Qadim Al-Shalih Wa Al-Akhdzu Bi Al-
Berdasarkan pembahasan di atas Jadid Al-Aslah, Kultur Pesantren di
dapat disimpulkan bahwa kekuatan NU Indonesia. Retrieved April 20, 2022,
terletak pada tradisi pemikirannya yang from NU Jateng website:
mengakar sejak berdirinya yang bercorak https://nujateng.com/2020/04/al-
moderat. Keberislaman NU yang inklusif muhafazatu-ala-al-qadim-al-shalih-
yang sekarang disebut dengan Islam wa-al-akhdzu-bi-al-jadid-al-aslah-
Wasathiyah atau moderasi beragama. kultur-pesantren-di-indonesia-4/
Adapun gerakan moderasi beragama di Almu’tasim, A. (2019). Berkaca NU dan
tubuh NU terintegrasi dalam beberapa hal Muhammadiyah dalam Mewujudkan
yakni dengan penerimaan salah satu Nilai-Nilai Moderasi Islam di
empat madzhab, mengikuti pemikiran Indonesia. TARBIYA ISLAMIA :
Akidah asy’ariyah, finalisasi pola hubungan Jurnal Pendidikan Dan Keislaman,
antara keislaman dan kebangsaan, serta 8(2), 199.
pembiasaan dialog antar agama. Selain itu https://doi.org/10.36815/tarbiya.v8i2.
nilai moderasi NU terwujud dalam sikap 474
tasāmuh, tawasuth, tawāzun dan sinergi Anwar, K. (2019). Ahl Al-Sunnah Wa Al-
trilogi ukhuwah (Islamiyah, Insaniyah, Jamaah Menurut Syekh Muhammad
Wathaniyah). Dengan tradisi yang Arsyad Al-Banjari. Yogyakarta: LkiS.
moderat, NU sangat berperan dalam Ariadi, P. (2016). Tasawuf Melayu
merawat kemajemukan bangsa Indonesia. Nusantara: Perspektif
Berdasarkan kajian ini, penulis Muhammadiyah Dan Nahdlatul
merekomendasikan kepada peneliti Ulama. At-Tabligh, 1(1).
selanjutnya untuk menyempurnakannya Atikurrahman, M., Ilma, A. A., Dharma, L.
dengan model studi kasus sehingga A., Affanda, A. R., Ajizah, I., &
ditemukan pengamatan penelitian yang Firdaus, R. (2021). Sejarah
lebih objektif. Bagi generasi muda atau Pemberontakan dalam Tiga Bab:
generasi penerus bangsa untuk selalu Modernitas, Belasting, dan
merawat kebhinekaan Indonesia ini Kolonialisme dalam Sitti Nurbaya.
dengan mengadopsi pemikiran yang SULUK: Jurnal Bahasa, Sastra, Dan
inklusif seperti yang dicontohkan oleh NU Budaya, 3(1), 1–22.
sehingga menjauhkan dari ancaman- https://doi.org/10.15642/suluk.2021.3
.1.1-22

22
Moh. Ashif Fuadi: Tradisi Pemikiran Moderasi Beragama Nahdlatul Ulama (NU).
DOI: 10.24014/af.v21i1.16692

Basid, A. (2017). Nusantara Islam; Post Indonesian Islam. Al-Fikra : Jurnal


traditionalism and neo modernism. Ilmiah Keislaman, 17(1), 33–60.
5(1), 1–14. https://doi.org/10.24014/af.v17i1.521
https://doi.org/https://doi.org/10.5243 2
1/tafaqquh.v5i1.65 Faizin, M. (2020). Moderasi Beragama dan
Bindaniji, M. (2022). Post-Tradisionalisme : Urgensinya. Retrieved May 13, 2022,
Membincang Basis Epistemologi Dan from NU Online website:
Transformasi Gerakan Moderasi https://nu.or.id/opini/moderasi-
Beragama. Substantia: Jurnal Ilmu- beragama-dan-urgensinya-sRGwl
Ilmu Ushuluddin, 24(01), 58–71. Farida, U. (2020). Kontribusi dan Peran
https://doi.org/http://dx.doi.org/10.22 KH. Hasyim Asy’ari dalam
373/substantia.v24i1 Membingkai Moderasi Beragama
Bindaniji, M., & Fuadi, M. A. (2022). Sufism Berlandaskan al Quran dan Hadis di
and Religious Moderation in Counter Indonesia. Fikrah, 8(2), 311.
Radicalism. Islam Nusantara, 06(1), https://doi.org/10.21043/fikrah.v8i2.7
103–114. 928
https://doi.org/10.33852/jurnalin.v6i1. Fuad, A. J. (2020). Akar Sejarah Moderasi
329 Islam Pada Nahdlatul Ulama. Tribakti:
Coucter, M., Agung, H. M., Indrawijaya, A., Jurnal Pemikiran Keislaman, 31(1),
Organisasi, P., & Baru, S. A. M. L. 153–168.
(2020). Pergeseran Literatur https://doi.org/10.33367/tribakti.v31i1
Pesantren Salafiyah Nurul Iman .991
(Kajian Pergeseran Literatur Klasik di Fuadi, M. A. (2021a). Genealogi Walisongo
Pesantren Nurul Iman). Jurnal dalam Kitab Ulama Nusantara: Studi
Literasiologi, 4(1), 1–6. Komparatif Kitab Tarikh al- Auliya’
https://doi.org/https://doi.org/10.4778 dengan Ahla al-Musamarah. Jurnal
3/literasiologi.v4i2.149 Islam Nusantara, 05(1), 117–130.
Dhofir, Z. (2015). Tradisi Pesantren: Studi https://doi.org/10.33852/jurnalin.v5i1.
Pandangan Hidup Kyai dan Visinya 267
Mengenai Masa Depan Indonesia. Fuadi, M. A. (2021b). Ketahanan Moderasi
Jakarta: LP3ES. Beragama Mahasiswa di Tengah
Fadli, M. R. (2021). Memahami desain Melting Pot Gerakan Keagamaan di
metode penelitian kualitatif. Surakarta. Al-Adabiya: Jurnal
Humanika, 21(1), 33–54. Kebudayaan Dan Keagamaan, 16(2),
https://doi.org/10.21831/hum.v21i1.3 125–140.
8075 https://doi.org/10.37680/adabiya.v16i
Fahri, M., & Zainuri, A. (2019). Moderasi 2.1072
Beragama di Indonesia. Intizar, 25(2),
95–100. Fuadi, M. A., Hasyim, F., Kholis, M. N.,
Faiqah, N., & Pransiska, T. (2018). Islamic Zulhazmi, A. Z., & Ibrahim, R. (2021).
Radicalism Vs Islamic Moderation: Strengthening Religious Moderation
Efforts to Build the Face of Peaceful To Counter Radicalism at IAIN

23
Al-Fikra : Jurnal ilmiah Keislaman, Vol. 21, No. 1, Januari - Juni 2022 (12 - 25)
DOI : 10.24014/af.v21i1.17220

Surakarta. Al-Tahrir: Jurnal Pemikiran 135.


Islam, 21(02), 261–284. https://doi.org/https://doi.org/10.2404
Hilmy, M. (2011). Akar-Akar 2/tps.v13i2.2034
Transnasionalisme Islam Hizbut Rosyid, M. (2016). Muktamar 2015 Dan
Tahrir Indonesia (HTI). Islamica: Politik NU Dalam Sejarah
Jurnal Studi Keislaman, 6(1), 1–13. Kenegaraan. YUDISIA: Jurnal
Iqbal, A. M. (2020). Challenging moderate Pemikiran Hukum Dan Hukum …,
Islam in Indonesia: NU Garis Lurus 06(01).
and its construction of the “authentic” https://doi.org/http://dx.doi.org/10.21
NU online. In Rising Islamic 043/yudisia.v6i1.1499
Conservatism in Indonesia (pp. 95– Santoso, L., & Muhammad, N. (2021).
115). Routledge. Intelektual Muda dan
Kharismatunisa’, I., & Darwis, M. (2021). Kosmopolitanisme Islam: Dinamika di
Nahdlatul Ulama dan Perannya Era Disruptif. PROSIDING
dalam Menyebarkan Nilai-Nilai MUKTAMAR PEMIKIRAN DOSEN
Pendidikan Aswaja An-Nahdliyah PMII, 587–601.
pada Masyarakat Plural. Tarbiyatuna: Sunyoto, A. (2012). Atlas Wali Songo.
Jurnal Pendidikan Islam, 14(2), 141. Jakarta: Pustaka IIman & LT NU.
https://doi.org/10.36835/tarbiyatuna.v Surahman, S. (2013). Dampak Globalisasi
14i2.1094 Media Terhadap Seni dan Budaya
Mubarak, A. Z. (2018). Moderasi Islam di Indonesia. Jurnal Komunikasi, 2(1),
Era Disrupsi. Yogyakarta: Pustaka 29–38.
Senja Imprint Gading Pustaka. https://doi.org/https://doi.org/10.3065
Muhammadong, & Lukman. (2020). 6/lontar.v2i1.334
Gerakan NU Dalam Memahami Ulil Abshar, A. (2021). Wawancara.
Ajaran Islam dari Tradisionalisme ke UNUSIA Jakarta.
Post Tradisionalisme. CENDEKIA: Ulil Abshor, M. (2016). Dinamika Ijtihad
Media Komunikasi Penelitian Dan Nahdlatul Ulama (Analisis
Pengembangan Pendidikan Islam, Pergeseran Paradigma dalam
12(02), 223–243. Lembaga Bahtsul Masail NU).
https://doi.org/https://doi.org/10.3785 Journal of Islamic Studies and
0/cendekia.v12i2.152 Humanities, 1(2), 75–90.
Nasrowi, B. M. (2020). Pemikiran https://doi.org/10.18326/millati.v1i1.2
Pendidikan islam KH. Abdurrahman 27-242
Wahid Tentang Moderasi Islam. Usman, U. (2018). Pendidikan Aqidah
Edukasia: Jurnal Pendidikan Dan Dalam Kemurnian I’tikad
Pembelajaran, 1(1), 71–84. Ahlussunnah Wal Jama’ah. Al-Ihda’:
Ritaudin, M. S. (2017). Promosi Islam Jurnal Pendidikan Dan Pemikiran,
Moderat Menurut Ketum (Mui) 13(2), 1–23.
Lampung Dan Rektor Universitas Yasmine, S. E. (2016). Arab Spring: Islam
Islam Negeri (Uin) Raden Intan dalam gerakan sosial dan demokrasi
Lampung. Jurnal TAPIs, 13(02), 108– Timur Tengah. Masyarakat,

24
Moh. Ashif Fuadi: Tradisi Pemikiran Moderasi Beragama Nahdlatul Ulama (NU).
DOI: 10.24014/af.v21i1.16692

Kebudayaan Dan Politik, 28(2), 106.


https://doi.org/10.20473/mkp.v28i220
15.106-113
Yenuri, A. A., Islamy, A., Aziz, M., &
Muhandy, R. S. (2021). Paradigma
Toleransi Islam Dalam Merespons
Kemajemukan Hidup Di Indonesia.
POROS ONIM: Jurnal Sosial
Keagamaan, 2(2), 141–156.
https://doi.org/10.53491/porosonim.v
2i2.216
Zuhri, A. M. (2022). Islam Moderat: Konsep
dan Aktualisasinya dalam Dinamika
Gerakan Islam di Indonesia (Vol. 1).
Academia Publication.
Wawancara dengan Ulil Abshar Abdala.
Desember 2021 Kampus UNUSIA
Jakarta.

25

You might also like