Kelompok 1 Pidana

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 10

MAKALAH

ISTILAH DAN PENGERTIAN TINDAK PIDANA SERTA UNSUR TINDAK PIDANA

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Hukum Pidana yang diampu ole

YOSEP HADI PUTRA,SH.,MH


.

Disusun oleh :
1. JINGGA ALFADILLA
2. WITRI RAHMAWATI
3. DEPRIYL
4. M.AZIZ
5. INDRA RAHMAD SANTOSO
6. DEDE ADRIYANNO
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Angka kriminalitas atau kejahatan yang terjadi di Indonesia bukan merupakan


peristiwa herediter (bawaan sejak lahir, atau bahkan warisan). Tingkah laku kriminal
dilakukan oleh siapapun tanpa memandang gender serta usia pada manusia. Tindak kejahatan
atau kriminal bisa dilakukan secara sadar oleh para pelaku kejahatan, mengingat dalam arus
globalisasi saat ini. Sehingga hal ini pula berdampak pada perilaku manusia, salah satunya
tindakan kejahatan. Kasus kriminalitas atau yang sering disapa tindak kejahatan (crime rate)
di Indonesia mengalami penurunan yang cukup signifikan, tercatat pada tahun 2020 jumlah
kasus yang tercatat sebanyak 247.218 kejadian. Penurunan dengan skala 8,3% , menunjukkan
bahwa pemerintah sudah cukup tanggap dengan kasus kriminalitas di Indonesia. Hal ini
merupakan upaya negara melindungi masyarakatnya selaras dengan Pembukaan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Ruang aktivitas manusia yang tidak bisa dibatasi dalam segala aspek kehidupan
sosial, politik, dan ekonomi menjadi akar penyebab terjadinya kejahatan. Tanpa dipungkiri
kejadian selalu hadir dalam ruang yang tak ada batasnya di dalam kehidupan manusia,
sehingga diperlukan upaya serius dalam penanganannya.Hal ini selaras dengan hal yang
disampaikan oleh Moeliono dalam Dirdjosisworo , kejahatan merupakan pelanggaran norma
hukum yang ditafsirkan masyarakat sebagai perbuatan yang merugikan sehingga tidak boleh
dibiarkan terjadi. Menurut Andi Hamzah dalam sebuah perkara tindak pidana sejatinya
korbanlah yang paling menderita. Sehingga berdasarkan penjelasan sebelumnya, penulis
bertujuan memberikan pemahaman kepada pembaca mengenai Istilah dan Pengertian Tindak
Pidana serta Unsur Tindak Pidana untuk memudahkan seluruh mahasiswa mengerti apa yang
akan dikaji lebih lanjut dalam mata kuliah Hukum Pidana
BAB II
PEMBAHASAN
1.1 Istilah serta Pengertian Tindak Pidana
Istilah tindak pidana berhubungan dengan masalah kriminalisasi ( criminal policy )
yang diartikan sebagai sebuah proses penetapan perbuatan orang yang semula bukan pelaku
menjadi berstatus pelaku. Aturan mengenai tindak pidana tertuang dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana (KUHP) yang memiliki isitilah Strafbaarfeit serta dalam hukum
pidana mempergunakan istilah delik. Pakar asing hukum pidana menggunakan istilah tindak
pidana atau perbuatan pidana, dengan istilah:
a. Strafbaar Feit definisi peristiwa pidana;
b. Strafbare Handlung hasil terjemahan oleh para sarjana Hukum Pidana Jerman
yang memiliki arti perbuatan pidana
c. Criminal Act terjemahan dari istilah perbuatan kriminal
Sehingga dapat disimpulkan bahwa Strafbaarfeit merupakan peristiwa yang dapat
dipidana atau perbuatan yang dapat dipidana. Selanjutnya menurut para ahli mengenai tindak
pidana atau Strafbaarfeit, yaitu :
a. Pompe, menurutnya Strafbaarfeit merupakan suatu pelanggaran norma yang
dilakukan secara sengaja atau tidaknya dilakukan oleh seorang pelaku. Sehingga
penjatuhan hukuman merupakan suatu hal yang wajib dilakukan demi
terpeliharanya tertib hukum dan mewujudkan nilai dari jaminan adanya kepentingan
hukum.1
b. Van Hamel , menurutnya Strafbaarfeit merupakan sebuah kekuatan yang
tertuang dalam konstitusi yaitu undang-undang sehingga sebuah perbuatan yang
melawan hukum patut dipidana.
c. Indiyanto Seno Adji, menurutnya Strafbaarfeit merupakan sebuah perbuatan yang
bersifat melawan hukum dilakukan oleh seseorang dan diancam pidana dan
seyogyanya perbuatan tersebut dipertanggungjawabkan.2
d. Moeljatno, menurutnya Strafbaarfeit merupakan sebuah perbuatan melawan hukum
yang dilarang dan diancam dengan pidana sehingga barang siapa yang melanggar
akan mendapatkan hukuman.3
Selaras dengan pandangan menurut S. R. Sianturi, menjelaskan unsur-unsur yang memenuhi
seseorang dikatakan melakukan tindak pidana yaitu :
1. adanya subjek;
2. adanya unsur kesalahan;
3. perbuatan bersifat melawan hukum;
4. suatu tindakan yang dilarang oleh undang-undang/perundangan dan terhadap
yang melanggarnya diancam pidana;
5. dalam suatu waktu, tempat dan keadaan tertentu.

Merujuk pada unsur-unsur tindak pidana di atas, S. R. Sianturi mendeskripsikan


pengertian dari tindak pidana sebagai sebuah tindakan pada tempat, waktu dan keadaan
tertentu, yang dilarang (atau melanggar keharusan) dan diancam dengan pidana oleh undang-
undang serta bersifat melawan hukum dan mengandung unsur kesalahan yang dilakukan
oleh seseorang yang mampu bertanggung jawab Dengan demikian pemberian tindak pidana
pun pada dasarnya cenderung melihat perilaku atau perbuatan yang dilakukan dan efektivitas
dari perbuatan yang dilarang oleh undang- undang tersebut.
Namun menurut pendapat dari S.R Sianturi perlu diperhatikan bahwa unsur
wederrechttelijk selalu harus dianggap sebagai disyaratkan di dalam setiap rumusan delik.
Apabila unsur wederrecttelijk tidak dinyatakan secara tegas sebagai unsur dari delik, maka
tidak terbuktinya unsur tersebut di dalam peradilan akan menyebabkan hakim harus
memutuskan suatu ontslag van alle rechtsvervolging atau suatu “pembebasan dari segala
tuntutan hukum”
1.2 Unsur-Unsur Tindak Pidana
Setelah mengetahui dan memahami definisi serta pengertian dari tindak pidana itu sendiri,
selanjutnya di dalam tindak pidana tersebut juga terdapat unsur-unsur tindak pidana. Pada
hakikatnya, unsur tindak pidana setidaknya dapat dibedakan dari dua sudut pandang, yaitu (1)
dari sudut pandang teoritis dan (2) dari sudut pandang Undang-undang. Arti dari sudut
pandang teoritis adalah berdasarkan pendapat para ahli hukum, yang tercermin dari pada
rumusannya. Sedangkan sudut Undang-undang artinya kenyataan tindak pidana tersebut
dirumuskan menjadi tinda pidana tertentu dalam pasal-pasal perundang-undangan yang ada.
a. Unsur-unsur tindak pidana menurut beberapa sudut pandang teoritis
Menurut beberapa teori, unsur unsur tindak pidana dibagi menjadi beberapa macam.
Diantaranya:
1. Menurut Moeljatno
Unsur tindak pidana adalah perbuatan, dilarang oleh aturan hukum dan ancaman pidana bagi
pelaku yang melanggarnya.
2. Menurut Jonkers
Unsur tindak pidana adalah perbuatan, melawan hukum, kesalahan yang dilakukan
pelaku, dipertanggungjawabkan.
3. Menurut E.Y Kanter dan SR. Sianturi
Beliau menyusun unsur tindak pidana berdasarkan urutan
berikut: Ke-1 Subjek
Ke-2 Kesalahan
Ke-3 Bersifat melawan hukum
Ke-4 Suatu tindakan yang dilarang dan diharuskan oleh UU/Per UU-an serta pelakunga
diancam menggunakan sanksi pidana.
Ke-5 Waktu, tempat, dan keadaan.
4. Menurut Simons
Berdasarkan perumusan Simons mengenai tindak pidana, menunjukan unsur-unsur
tindak pidana sebagai berikut:
i. Handeling, perbuatan manusia, dengan hendeling dimaksudkan tidak saja eendoen
(perbuatan) tetapi juga “een natalen” atau “niet doen” (melalaikan atau tidak berbuat)
ii. Perbuatan manusia itu harus melawan hukum (wederrechtelijk)
iii. Perbuatan itu diancam pidana (Strafbaarfeit Gesteld) oleh UU
iv.Harus dilakukan oleh seseorang yang mampu bertanggung jawab (toerekeningsvatbaar)
v. Perbuatan itu harus terjadi karena kesalahan
b. Unsur rumusan tindak pidana dalam undang undang
Rumusan rumusan mengenai tindak pidana tertentu termuat dalam buku II KUHP dan
pelanggarannya dalam buku III. Dalam setiap rumusannya, terdapat unsur yang selalu
ada, yakni tingkah laku atau perbuatan. Akan tetapi, dalam pasal 335 KUHP terdapat
pengecualian. Kemudian, terdapat beberapa unsur yang terkadang dicantumkan dan tidak
dicantumkan. Seperti unsur kesalahan dan melawan hukum. Sedangkan unsur
kemampuan bertanggung jawab sama sekali tidak pernah dicantumkan. Selain itu, unsur
yang lain mengenai objek kejahatan atau perbuatan secara khusus untuk rumusan tertentu
banyak dicantumkan.
Dari rumusan-rumusan tindak pidana tertentu dalam KUHP, maka dapat diketahui
adanya delapan unsur tindak pidana, yaitu:
1. Unsur tingkah laku
2. Unsur melawan hukum
3. Unsur kesalahan
4. Unsur akibat konsttutif
5. Unsur keadaan yang menyertai
6. Unsur syarat tambahan untuk dapatnya dituntut pidana
7. Unsur syarat tambahan untuk memperberat pidana
8. Unsur syarat tambahan untuk dapat dipidana.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Pemberian pidana pada seseorang memiliki landasan yang jelas dan hal ini berhubungan
dengan masalah kriminalisasi ( criminal policy ) yang diartikan sebagai sebuah proses
penetapan perbuatan orang yang semula bukan pelaku menjadi berstatus pelaku. Substansi
yang mengarahkan seseorang menjadi seorang pelaku adalah tindakan yang dilakukannya
melanggar apa yang telah diatur dalam peraturan perundang - undangan. Hal ini selaras
dengan pernyataan Herbert L. Packer yang menjelaskan bahwa hukum pidana bergerak
secara rasional, bersandar pada tiga konsep yakni pelanggaran, kesalahan dan pidana.
Sehingga ketiga konsep tersebut pula menjadi susbtansi dasar hukum pidana nasional di
Indonesia. Selanjutnya aturan mengenai tindak pidana tertuang pula dalam Kitab
Undang- Undang Hukum Pidana (KUHP) yang memiliki isitilah Strafbaarfeit serta dalam
hukum pidana mempergunakan istilah delik. Hal ini juga ditegaskan pada unsur
wederrechttelijk dalam pendapat S.R. Sianturi yang mesyaratkan dalam setiap rumusan
delik, apabila unsur wederrecttelijk tidak dinyatakan secara tegas sebagai unsur dari
delik, maka tidak
terbuktinya unsur tersebut di dalam peradilan akan menyebabkan hakim harus memutuskan
suatu ontslag van alle rechtsvervolging atau suatu “pembebasan dari segala tuntutan hukum”
Selanjutnya dari semua pendapat teoritis mengenai unsur-unsur tindak pidana, pada
hakikatnya terdapat kesamaan dari tiap pendapat. Kesamaan tersebut telihat dari adanya
unsur pembuat dan unsur perbuatan. Dari delapan unsur tindak pidana yang terdapat dalam
rumusan-rumusan tindak pidana tertentu dalam KUHP, terdapat dua unsur subjektif yang
bersifat semua unsur yang mengenai batin atau melekat pada keadaan batin orangnya, yakni
unsur kesalahan dan unsur melawan hukum. Dan selebihnya merupakan unsur objektif yang
artinya semua unsur di luar keadaan batin manusia/si pembuat, yakni semua unsur
mengenai perbuatannya, akibat perbuatan dan keadaan-keadaan tertentu yang melekat
(sekitar) pada perbuatan dan objek tindak pidana. Pada hakikatnya, keseluruhan unsur di
atas terbagi dari unsur pembuat dan unsur perbuatan. Sehingga unsur tindak pidana menurut
teoritis dan menurut Undang-Undang tetap memiliki persamaan.
3.2 Saran
Mahasiswa sebagai agent of change pilar kemajuan suatu bangsa ada di tangan
mereka. Peran mahasiswa hukum dalam kemajuan suatu bangsa pun memiliki relevansi yang
jelas. Untuk itu dalam makalah yang disusun oleh penulis ini, semoga dapat menjadi landasan
pondasi bagi seluruh mahasiswa hukum di penjuru Indonesia. Mempelajari kontraksi dari
pengertian tindak pidana serta unsur tindak pidana lebih lanjut dalam menciptakan sistem
hukum yang selaras dengan tujuan hukum menurut konsep Ius Suum Cuique Tribuere
pemberian keadilan kepada setiap orang yang menjadi haknya.
DAFTAR PUSTAKA
Hamzah, Andi. 2003. Sistem Pidana dan Pemidanaan Indonesia. PT Prandya Paramita.
Jakarta

Soekanto, Soerjono. 1988. Pokok-Pokok Sosiologi Hukum. Penerbit Rajawali Pers. Jakarta

S. R. Sianturi.2002. Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapan. Storia Grafika.


Cet. 3. Jakarta
Sudarto. 2018. Hukum Pidana Edisi Revisi. Yayasan Sudarto. Semarang

Suhariyono AR. 2009. Penentuan Sanksi Pidana Dalam Suatu Undang-Undang. https://e-
jurnal.peraturan.go.id

You might also like