Permen LHK No. 14 Tahun 2024

Download as pdf
Download as pdf
You are on page 1of 218
PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2024 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGAWASAN DAN SANKSI ADMINISTRATIF BIDANG LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 504 huruf b, huruf d, huruf e, dan huruf f, serta Pasal 526 Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, perlu menetapkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan tentang Penyelenggaraan Pengawasan dan Sanksi Administratif Bidang Lingkungan Hidup; Mengingat 1, Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan _Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6634); 4. Peraturan Presiden Nomor 92 Tahun 2020 tentang Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 209); (@ pina organ Camscamer Menetapkan 5. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 15 Tahun 2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 756) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 5 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 15 Tahun 2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Berita Negara Republik Indonesia ‘Tahun 2024 Nomor 193); MEMUTUSKAN: PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN TENTANG PENYELENGGARAAN PENGAWASAN DAN SANKSI ADMINISTRATIF BIDANG LINGKUNGAN HIDUP. BABI KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1. Lingkungan Hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. 2. Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi Lingkungan Hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum, 3. Perizinan Berusaha adalah legalitas yang diberikan kepada pelaku usaha untuk memulai dan menjalankan, usaha dan/atau kegiatannya. 4. Persetujuan Lingkungan adalah keputusan kelayakan Lingkungan Hidup atau pernyataan kesanggupan pengelolaan Lingkungan Hidup yang telah mendapatkan persetujuan dari pemerintah pusat atau pemerintah daerah. 5. Persetujuan Pemerintah adalah bentuk keputusan yang diterbitkan oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah sebagai dasar pelaksanaan kegiatan yang dilakukan oleh instansi pemerintah. 6. Usaha dan/atau Kegiatan adalah segala bentuk aktivitas yang dapat menimbulkan perubahan terhadap rona Lingkungan Hidup serta menyebabkan dampak terhadap Lingkungan Hidup. 7. Sistem Pelaporan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang selanjunya disebut Simpel adalah sistem kombinasi dari teknologi informasi dan (@ pina organ Camscamer 10. i. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. aktivitas orang yang menggunakan teknologi untuk mendukung operasi dan manajemen Lingkungan Hidup. Pencemaran Lingkungan Hidup adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam Lingkungan Hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu Lingkungan Hidup yang telah ditetapkan. Kerusakan Lingkungan Hidup adalah perubahan langsung dan/atau tidak langsung terhadap sifat fisik, kimia, dan/atau hayati Lingkungan Hidup yang melampaui Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup. Perusakan Lingkungan Hidup adalah tindakan orang yang menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat fisik, kimia, dan/atau hayati Lingkungan Hidup sehingga melampaui Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup. Air Limbah adalah air yang berasal dari suatu proses dalam suatu kegiatan. Baku Mutu Air Limbah adalah ukuran batas atau kadar unsur pencemar dan/atau jumlah unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam Air Limbah yang akan dibuang atau dilepas ke dalam media air dan tanah dari suatu Usaha dan/atau Kegiatan. Baku Mutu Udara Ambien adalah nilai pencemar udara yang ditenggang keberadaannya dalam udara ambien. Emisi adalah pencemar udara yang dihasilkan dari kegiatan manusia yang masuk dan/atau dimasukkannya ke dalam udara, mempunyai dan/atau tidak mempunyai potensi pencemaran udara. Baku Mutu Emisi adalah nilai pencemar udara maksimum yang diperbolehkan masuk atau dimasukkan ke dalam udara ambien. Baku Mutu Air Laut adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya di dalam air laut. Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup adalah ukuran batas perubahan sifat fisik, kimia, dan/atau hayati Lingkungan Hidup yang dapat ditenggang oleh Lingkungan Hidup untuk dapat tetap melestarikan fungsinya. Bahan Berbahaya dan Beracun yang selanjutnya disingkat B3 adalah zat, energi, dan/atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan dan/atau merusak Lingkungan Hidup, dan/atau membahayakan Lingkungan Hidup, kesehatan, serta kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lain. Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun yang selanjutnya disebut Limbah B3 adalah sisa suatu Usaha dan/atau Kegiatan yang mengandung B3. Limbah Non Bahan Berbahaya dan Beracun yang selanjutnya disebut Limbah nonB3 adalah sisa suatu (@ pina organ Camscamer 21 22. 23. 24. 25. 26. oF 28. a) Usaha dan/atau Kegiatan yang tidak menunjukkan karakteristik Limbah B3. Persetujuan Teknis adalah persetujuan dari pemerintah atau pemerintah daerah berupa ketentuan mengenai standar Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan/atau analisis mengenai dampak Ialu lintas Usaha dan/atau —-Kegiatan—sesuai__peraturan perundang-undangan. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup yang selanjutnya disebut Amdal adalah kajian mengenai dampak penting pada Lingkungan Hidup dari suatu Usaha dan/atau Kegiatan yang direncanakan, untuk digunakan sebagai prasyarat pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan Usaha dan/atau Kegiatan serta termuat dalam Perizinan Berusaha, atau persetujuan pemerintah pusat atau pemerintah daerah. Surat Kelayakan Operasional yang selanjutnya disingkat SLO adalah surat yang memuat pernyataan pemenuhan mengenai standar Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Usaha dan/atau Kegiatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pejabat Fungsional Pengawas Lingkungan Hidup yang selanjutnya disebut Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup. adalah pegawai negeri sipil yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan — pengawasan dan/atau penegakan hukum Lingkungan Hidup. Sengketa Lingkungan Hidup adalah perselisihan antara dua pihak atau lebih yang timbul dari kegiatan yang berpotensi dan/atau telah berdampak pada Lingkungan Hidup. Sanksi Administratif adalah perangkat sarana hukum administrasi yang bersifat pembebanan kewajiban/perintah dan/atau penarikan —_kembali keputusan tata usaha negara yang dikenakan kepada penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan atas dasar ketidaktaatan terhadap ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan di bidang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup serta Perizinan Berusaha atau Persetujuan Pemerintah. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Direktur Jenderal adalah pejabat pimpinan tinggi madya yang bertanggung jawab di bidang penegakan hukum lingkungan hidup. Pasal 2 Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya melakukan pengawasan dan pengenaan Sanksi Administratif terhadap ketaatan penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan atas ketentuan yang ditetapkan dalam: a. Perizinan Berusaha atau Persetujuan Pemerintah terkait Persetujuan Lingkungan; dan (@ pina organ Camscamer b. peraturan perundang-undangan di_bidang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. (2) Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri melakukan pengawasan dan pengenaan Sanksi Administratif lapis kedua bagi Usaha dan/atau Kegiatan untuk Perizinan Berusaha atau Persetujuan Pemerintah terkait Persetujuan Lingkungan yang diterbitkan oleh pemerintah daerah. (3) Pengawasan dan Sanksi Administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus memenuhi ‘ketentuan tata cara: a. pengawasan; dan b. _ penerapan Sanksi Administratif. BAB IL PENGAWASAN Bagian Kesatu ‘Umum Pasal 3 Pengawasan dilakukan dengan tahapan: a. perencanaan pengawasan; b. _pelaksanaan pengawasan; dan c. evaluasi pengawasan. Bagian Kedua Perencanaan Pengawasan Pasal 4 Perencanaan pengawasan dilakukan melalui: a. inventarisasi Usaha dan/atau Kegiatan; b. _penyusunan rencana pengawasan tahunan; dan c. penyusunan rencana detail pengawasan. Pasal 5 Inventarisasi Usaha dan/atau Kegiatan dilakukan dengan tahapan: a. pengumpulan data dan informasi; dan b. _analisis data dan informasi Pasal 6 (1) Data dan informasi yang dikumpulkan meliputi: a. Persetujuan Lingkungan, Persetujuan Teknis, dan/atau SLO yang diterbitkai b. laporan pengelolaan dan pemantauan Lingkungan Hidup; c. _ riwayat hasil penilaian ketaatan penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan; d. riwayat penerapan Sanksi Administratif; dan/atau e. data dan informasi yang relevan. (2) Data dan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersumber dari: a. Simpel; (@ pina organ Camscamer (3) qq) (2) (3) (4) e. sistem informasi pengawasan dan penerapan sanksi yang disediakan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota; laporan cetak yang disampaikan langsung oleh penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan; informasi profil Usaha dan/atau Kegiatan yang disediakan oleh kementerian yang membidangi urusan investasi; dan/atau sumber informasi terkait Lingkungan Hidup yang relevan. Data dan informasi yang telah dikumpulkan digunakan sebagai dasar pelaksanaan analisis data dan informasi. Pasal 7 Analisis data dan informasi dilakukan untuk menghasilkan: a. profil Usaha dan/atau Kegiatan; b, oF aspek Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup; dan cara pengawasan. Profil Usaha dan/atau Kegiatan meliputi a b. © a. nama dan alamat Usaha dan/atau Kegiatan; bidang Usaha dan/atau Kegiatan; besaran nilai investasi; dan kepemilikian Persetujuan Lingkungan, Persetujuan Teknis, dan/atau SLO. Aspek Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup meliputi: ro poge we deskripsi proses produksi; perkiraan dampak penting; kewajiban dan larangan; jenis kegiatan; kompleksitas jenis kegiatan; riwayat ketaatan atau pelanggaran yang dilakukan penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan; dan tren terjadinya pelanggaran ketaatan penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan _pengelolaan Lingkungan Hidup. Jenis kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d meliputi: Ror pe me ao op 8 pengelolaan Air Limbah; pengelolaan Emisi; pengelolaan Limbah B3; pengelolaan Limbah nonB3; pengelolaan B3; pengendalian kerusakan ekosistem gambut; pengendalian kerusakan ekosistem mangrove; pengendalian kerusakan ekosistem padang lamun; pengendalian kerusakan ekosistem karst; pengendalian kerusakan ekosistem terumbu karang; pengendalian kerusakan tanah untuk produksi biomassa; pengendalian Kerusakan Lingkungan Hidup yang berkaitan dengan kebakaran hutan dan/atau lahan; pengelolaan sampah; (@ pina organ Camscamer n. pengelolaan keanekaragaman hayati; dan/atau o. kegiatan lain yang diwajibkan memiliki Persetujuan Lingkungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (8) Kompleksitas sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf e meliputi a. rendah, untuk Usaha dan/atau Kegiatan yang memiliki kurang dari 3 (tiga) jenis kegiatan; sedang, untuk Usaha dan/atau Kegiatan yang memiliki antara 3 (tiga) sampai dengan 5 (lima) jenis kegiatan; dan. untuk Usaha dan/atau Kegiatan yang memiliki lebih dari 5 (lima) jenis kegiatan. Pasal 8 (1) Cara pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf c meliputi: a. reguler; dan b. _insidental. (2) Pengawasan reguler dilakukan dengan cara: a. langsung; dan/atau b. _ tidak langsung. (3) Pengawasan insidental dilakukan dengan cara langsung. Pasal9 (1) Pengawasan reguler secara langsung dilakukan terhadap Usaha dan/atau Kegiatan yang memenuhi ketentuan: a. merupakan objek vital nasional atau objek pengawasan yang menjadi prioritas daerah; b. menjadi perhatian masyarakat; ¢. _menimbulkan dampak penting terhadap Lingkungan Hidup, serta ancaman terhadap: 1. ekosistem dan kehidupan; dan/atau 2. kesehatan dan keselamatan manusia; 4. memiliki SLO lebih dari 1 (satu) tahun sejak tanggal penerbitan; e. telah beroperasi lebih dari 2 (dua) tahun; dan/atau £. melakukan pelanggaran berulang dalam jangka waktu 5 (lima) tahun. (2) Pengawasan reguler secara langsung dilakukan dengan cara: a. verifikasi lapangan; b. pemasangan alat’ pemantauan secara kontinu; dan/atau c. interoperabilitas informasi pemantauan secara kontinu yang wajib dimiliki oleh penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 10 (1) Pengawasan reguler secara tidak langsung dilakukan terhadap Usaha dan/atau Kegiatan yang memenuhi ‘ketentuan: a. memiliki SLO paling lama 1 (satu) tahun sejak tanggal penerbitan; atau (@ pina organ Camscamer 2iGie b. merupakan Usaha dan/atau Kegiatan yang baru beroperasi paling lama 2 (dua) tahun dan berturut-turut berstatus taat berdasarkan hasil penilaian kinerja. (2) Pengawasan reguler secara tidak langsung dilakukan melalui penelaahan data dan informasi laporan yang diberikan oleh penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan. (3) Dalam hal hasil penelaahan data dan _ informasi ditemukan kejanggalan, dilakukan pengawasan reguler secara langsung sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2). Pasal 11 (1) Pengawasan insidental dilakukan terhadap: a. Usaha dan/atau Kegiatan yang —memenuhi ketentuan: 1. terdapat aduan masyarakat atas dugaan terjadinya pelanggaran ketaatan penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan; dan/atau 2. terdapat laporan dari penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan mengenai ___terjadinya keadaan darurat; dan b. aduan masyarakat atas terjadinya Pencemaran Lingkungan Hidup dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup yang belum diketahui: 1. sumber Pencemaran Lingkungan —Hidup dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup; atau 2. pelaku Pencemaran —_Lingkungan —_Hidup dan/atau Perusakan Lingkungan Hidup. (2) Terhadap penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan yang terindikasi melakukan pelanggaran berulang dapat dilakukan pengawasan insidental dengan cara langsung. Pasal 12 (1) Hasil inventarisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 sampai dengan Pasal 11 digunakan sebagai dasar penyusunan rencana pengawasan tahunan. (2) Hasil inventarisasi disusun dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran 1 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Pasal 13 (1) Rencana pengawasan tahunan disusun dan ditetapkan oleh: a. Direktur Jenderal, untuk rencana pengawasan yang menjadi kewenangan Menteri; b. kepala perangkat daerah yang bertanggung jawab di bidang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup| di tingkat provinsi, untuk rencana pengawasan yang menjadi kewenangan gubernur; dan (@ pina organ Camscamer c. kepala perangkat daerah yang bertanggung jawab di bidang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup di tingkat kabupaten/kota, untuk rencana pengawasan yang menjadi kewenangan bupati/wali kota. (2) Penyusunan rencana pengawasan tahunan dilakukan dengan melibatkan Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup. (3) Dalam hal suatu provinsi atau kabupaten/kota tidak memiliki Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup, kepala perangkat daerah yang bertanggung jawab di bidang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menugaskan: a. pejabat administrator; dan/atau b. _ fungsional perencana. Pasal 14 (1) Rencana pengawasan tahunan memuat: a. nama Usaha dan/atau Kegiatan yang diawasi; b. kompleksitas jenis kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf e; dan c. cara pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, (2) Rencana pengawasan tahunan yang telah ditetapkan digunakan sebagai dasar penyusunan rencana detail pengawasan. Pasal 15 (1) Rencana detail pengawasan disusun dan ditetapkan oleh: a. pejabat pimpinan tinggi pratama, untuk rencana detail pengawasan yang menjadi kewenangan Menteri; b. kepala perangkat daerah yang bertanggung jawab di bidang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup di tingkat provinsi, untuk rencana detail pengawasan yang menjadi kewenangan gubernur; dan c. kepala perangkat daerah yang bertanggung jawab di bidang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup di tingkat kabupaten/kota, untuk rencana detail pengawasan yang menjadi kewenangan bupati/wali kota. (2) Penyusunan rencana detail pengawasan dilakukan dengan melibatkan Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup. (3) Dalam hal suatu provinsi atau kabupaten/kota tidak memiliki Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup, kepala perangkat daerah yang bertanggung jawab di bidang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menugaskan: a. pejabat administrator; dan/atau b. fungsional perencana. Pasal 16 Rencana detail pengawasan memuat: a. nama Usaha dan/atau Kegiatan yang diawasi; (@ pina organ Camscamer 2 10'= bidang Usaha dan/atau Kegiatan; lokasi Usaha dan/atau Kegiatan; waktu pengawasan; kompleksitas jenis kegiatan; cara pengawasan; Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup dengan jenjang keahlian dan/atau pengalaman kerja yang disesuaikan dengan kompleksitas kegiatan yang diawasi; dan h, jumlah Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup atau pejabat lain yang ditugaskan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3). mrepog Pasal 17 Rencana pengawasan tahunan dan rencana detail pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 sampai dengan Pasal 16 disusun dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran Il yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Bagian Ketiga Pelaksanaan Pengawasan Pasal 18 (1) Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya menetapkan Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup untuk melakukan pengawasan. (2) Dalam hal Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup belum ditetapkan, fungsi pengawasan dilakukan oleh: a. Direktur Jenderal, untuk pengawasan yang menjadi kewenangan Menteri; b. _kepala perangkat daerah yang bertanggung jawab di bidang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup tingkat provinsi, untuk pengawasan yang menjadi kewenangan gubernur; atau c. kepala perangkat daerah yang bertanggung jawab di bidang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup tingkat kabupaten/kota, untuk pengawasan yang menjadi kewenangan bupati/wali kota. Pasal 19 (1) Pelaksanaan pengawasan dilakukan _berdasarkan rencana detail pengawasan scbagaimana dimaksud dalam Pasal 15. (2) Pelaksanaan pengawasan dilakukan dengan tahapan: a. persiapan pengawasan; b. _ pemeriksaan ketaatan; ¢. penyusunan berita acara pengawasan; dan d._laporan hasil pengawasan. Pasal 20 (1) Persiapan pengawasan dilakukan melalui kegiatan: a. menyiapkan informasi Usaha dan/atau Kegiatan berdasarkan hasil inventarisasi_ sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 sampai dengan Pasal 11; (@ pina organ Camscamer 2ii= b. menyusun dokumen persiapan pengawasan yang disesuaikan dengan kompleksitas jenis kegiatan yang diawasi; c. mempersiapkan peralatan yang dibutuhkan untuk pengawasan; d. melakukan pemberitahuan rencana_pengawasan kepada penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan; e. menyiapkan surat perintah atau surat tugas; dan f. menyiapkan daftar periksa pengawasan. (2) Daftar periksa pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f berisi informasi: a. rencana dan deskripsi kegiatan dalam dokumen Lingkungan Hidup; b. kewajiban dan larangan yang ditetapkan dalam Persetujuan Lingkungan, Persetujuan Teknis, dan peraturan perundang-undangan; dan c. pelaksanaan kegiatan pengelolaan dan pemenuhan, ketaatan penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan berdasarkan laporan rutin Persetujuan Lingkungan. (3) Persiapan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disesuaikan dengan cara pengawasan yang dipilih. (4) Persiapan pengawasan disusun dalam bentuk dokumen dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran Ill yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Pasal 21 (1) Pemeriksaan ketaatan dilakukan dengan menggunakan daftar periksa pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2). (2) Dalam melakukan pemeriksaan, Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup berwenang: a. melakukan pemantauan; b. meminta keterangan; c. membuat salinan dari dokumen dan/atau membuat catatan yang diperlukan; memasuki tempat tertentu; memotret; membuat rekaman audio visual; mengambil sampel; memeriksa peralatan; memeriksa instalasi dan/atau alat transportasi; dan/atau menghentikan pelanggaran tertentu. (3) Pelanggaran tertentu, sebagaimanadimaksud pada ayat (2) hurufj meliputi: a. pelanggaran yang masuk dalam tingkat sedang atau berat sebagaimana diatur dalam Lampiran XV Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup; Hpi me a (@ pina organ Camscamer 2 19)=: b. pelanggaran yang memerlukan penanggulangan dan/atau pemulihan Lingkungan Hidup; dan/atau c. pelanggaran yang jika tidak dihentikan dapat menimbulkan Pencemaran Lingkungan Hidup dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup lebih luas dan/atau kerugian Lingkungan Hidup lebih besar. (4) Penghentian pelanggaran ditandai dengan pemasangan plang penghentian pelanggaran dan/atau garis Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup. (5) Ketentuan mengenai pemasangan plang penghentian pelanggaran dan/atau aris Pejabat_ Pengawas Lingkungan Hidup ditetapkan oleh Direktur Jenderal dalam bentuk keputusan administrasi pemerintahan. Pasal 22 Hasil pemeriksaan ketaatan dituangkan dalam bentuk: a. berita acara pengawasan; dan b, laporan hasil pengawasan. Pasal 23 (1) Berita acara pengawasan memuat: a. identitas Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup; b. identitas penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan; dan c. temuan hasil pengawasan. (2) Dalam hal ditemukan pelanggaran, berita acara pengawasan juga memuat: bentuk pelanggaran; penyebab dan/atau akibat terjadinya pelanggaran; kronologi terjadinya pelanggaran; bukti pelanggaran, berupa surat, keterangan, dan/atau petunjuk; dan bentuk penghentian Pencemaran Lingkungan Hidup dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup yang diterapkan oleh Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup. (3) Berita acara pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai dasar penyusunan laporan hasil pengawasan. (4) Berita acara pengawasan disusun dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. aege Pasal 24 (1) Laporan hasil pengawasan disusun dengan tahapan: a. analisis hukum atas ketentuan yang dilanggar dalam: 1. Persetujuan Lingkungan, termasuk Persetujuan, Teknis, rincian teknis, dan/atau SLO; dan 2. peraturan perundang-undangan; dan penentuan status ketaatan Usaha dan/atau Kegiatan berupa: 1. taat; atau 2. tidak taat. (@ pina organ Camscamer 2 19's (2) Laporan hasil pengawasan memuat: a. identitas Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup; b. identitas penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan; c. hasil analisis hukum; d. status ketaatan Usaha dan/atau Kegiatan; dan e. _rekomendasi Sanksi Administratif. (3) Dalam hal hasil pengawasan menunjukkan adanya dugaan tindak pidana dan/atau Sengketa Lingkungan Hidup, hasil Pengawasan dapat memuat rekomendasi: a. penerapan sanksi pidana; dan/atau b. _penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup. (4) Dalam hal status ketaatan berupa tidak taat, laporan hasil pengawasan dilengkapi dengan dokumen atau alat bukti yang memperlihatkan terjadinya pelanggaran berupa: a. hasil foto, video, surat dan/atau bentuk lainnya yang dapat dijadikan lat bukti terjadinya pelanggaran; b. keterangan yang berasal dari penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan; dan/atau c. keterangan dari pihak lain. Pasal 25 (1) Dalam menyusun laporan hasil pengawasan, Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup dapat melibatkan ahli sesuai kebutuhan. (2) Laporan hasil pengawasan disusun_— dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Pasal 26 (1) Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup menyampaikan berita acara pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 dan laporan hasil pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 kepada Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai kewenangannya. (2) Dalam hal laporan pengawasan berisi rekomendasi penegakan hukum, Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya menindaklanjuti rekomendasi dimaksud sesuai dengan ketentuan: a. Peraturan Menteri ini, untuk penerapan Sanksi Administratif; dan b. peraturan perundang-undangan, untuk penerapan sanksi pidana dan/atau perdata. Pasal 27 (1) Penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan dilarang menghalangi pengawasan. (2) Upaya menghalangi pengawasan meliputi: a. menghalangi petugas = untuk ~—melakukan kewenangannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2); dan/atau (@ pina organ Camscamer 2 14s b. menyembunyikan dan/atau menyampaikan data dan informasi yang tidak benar. (3) Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup melaporkan upaya menghalangi pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada penyidik pegawai negeri sipil di bidang Lingkungan Hidup. (4) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disertai informasi mengenai: a. identitas Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup; b. jidentitas penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan; c. _ kronologi terjadinya upaya menghalangi; dan d. dokumentasi atau alat bukti yang memperlihatkan terjadinya upaya menghalangi. Bagian Keempat Pengawasan Lapis Kedua Pasal 28 (1) Menteri dapat melakukan pengawasan terhadap ketaatan penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan yang Perizinan Berusaha atau Persetujuan Pemerintah terkait Persetujuan Lingkungan diterbitkan oleh Pemerintah Daerah jika: a. Menteri menganggap terjadi pelanggaran yang serius di bidang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup; dan b. gubernur dan/atau bupati/wali kota tidak melakukan pengawasan. (2) Menteri dapat mengusulkan kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pembinaan pemerintah daerah untuk menerapkan sanksi bagi gubernur atau bupati/wali kota yang tidak melaksanakan kewajiban pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b. (3) Penerapan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan sesuai dengan ketentuan _ peraturan perundang-undangan. Pasal 29 (1) Pelanggaran yang serius sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) huruf a meliputi: a. tindakan melanggar hukum yang mengakibatkan Pencemaran _Lingkungan Hidup —dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup relatif besar; dan/atau b. _menimbulkan keresahan masyarakat, (2) Tindakan melanggar hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a memiliki kriteria: a. pelanggaran yang menjadi isu dan kebijakan nasional; terindikasi menimbulkan dampak kepada kesehatan dan keselamatan manusia dan lingkungan; dan/atau (@ pina organ Camscamer 2 15's c. terindikasi dampak pencemaran Iuas dan/atau melintasi batas wilayah. (3) Pelanggaran yang serius yang menimbulkan keresahan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat bersumber dari: a. media pengaduan; b. media massa; dan/atau c. media sosial. Pasal 30 (1) Gubernur atau bupati/wali kota dapat mengajukan permohonan kepada Menteri untuk —melakukan pengawasan terhadap Perizinan Berusaha atau Persetujuan Pemerintah terkait Persetujuan Lingkungan yang diterbitkan oleh pemerintah daerah dengan kriteria: a. telah dilakukan upaya penegakan hukum, namun pelaku Usaha dan/atau Kegiatan tetap melakukan pelanggaran; dan/atau b. terjadi Pencemaran Lingkungan Hidup dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup yang tidak dapat ditangani oleh pemerintah daerah. (2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara tertulis dengan melampirkan informasi: a. berita acara dan laporan hasil pengawasan; b. upaya penegakan hukum yang telah diterapkan; dan c. _hambatan penyelesaian upaya penegakan hukum. BAB IIL PENERAPAN SANKSI ADMINISTRATIF Bagian Kesatu Umum Pasal 31 (1) Sanksi Administratif diterapkan oleh: a. Menteri, terhadap pelanggaran yang dilakukan penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan yang Perizinan Berusaha atau Persetujuan Pemerintah terkait Persetujuan Lingkungan diterbitkan oleh pemerintah pusat; b. gubernur, terhadap pelanggaran yang dilakukan penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan yang Perizinan Berusaha terkait Persetujuan Lingkungan atau Persetujuan Pemerintah diterbitkan oleh pemerintah daerah provinsi; atau c. bupati/wali kota, terhadap pelanggaran yang dilakukan penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan yang Perizinan Berusaha___terkait Persetujuan Lingkungan diterbitkan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota. (@ pina organ Camscamer 2 16)= (2) Selain ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Sanksi Administratif diterapkan juga _terhadap pelanggaran atas ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. (3) Pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada berita acara pengawasan dan laporan hasil pengawasan. Pasal 32 (1) Kewenangan penerapan Sanksi Administratif dapat didelegasikan oleh: a, Menteri kepada Direktur Jenderal; b. gubernur kepada kepala perangkat daerah yang bertanggung jawab di bidang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup provinsi; dan c. bupati/wali kota kepada kepala perangkat daerah yang bertanggung jawab di bidang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup kabupaten/kota. (2) Pendelegasian kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam bentuk keputusan administrasi pemerintahan. (3) Tata cara penyusunan dan penerbitan keputusan administrasi pemerintahan dilaksanakan sesuai dengan ‘ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Kedua Bentuk Sanksi Administratif. Pasal 33 Sanksi Administratif terdiri atas teguran tertulis; paksaan pemerintah; denda administratif, pembekuan Perizinan Berusaha; dan/atau pencabutan Perizinan Berusaha. epogp Paragraf 1 Teguran Tertulis Pasal 34 (1) Teguran tertulis diterapkan atas pelanggaran dengan tingkat ringan sebagaimana diatur dalam Lampiran XV Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan _—Pengelolaan Lingkungan Hidup. (2) Penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan wajib menyelesaikan perintah yang tertuang dalam teguran tertulis paling lama 30 (tiga puluh) hari kalender sejak diterimanya keputusan Sanksi Administratif. (@ pina organ Camscamer 2 17's Paragraf 2 Paksaan Pemerintah Pasal 35 (1) Paksaan pemerintah diterapkan terhadap penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan yang tidak melaksanakan perintah dalam teguran tertulis dalam jangka waktu yang telah ditentukan. (2) Penerapan paksaan pemerintah dapat dijatuhkan tanpa didabului teguran tertulis jika pelanggaran yang dilakukan menimbulkan: a. ancaman yang sangat serius bagi manusia dan Lingkungan Hidup; b. dampak yang lebih besar dan lebih Iuas jika tidak segera dihentikan Pencemaran Lingkungan Hidup dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup; dan/atau c. kerugian yang lebih besar bagi Lingkungan Hidup jika tidak" segera dihentikan Pencemaran Lingkungan Hidup dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup. (3) Paksaan pemerintah berupa: a. penghentian sementara kegiatan produksi; b. _pemindahan sarana produksi; c. penutupan saluran pembuangan Air Limbah atau Emisi; d. _pembongkaran; ¢. penyitaan terhadap barang atau alat yang berpotensi menimbulkan pelanggaran; penghentian sementara sebagian atau seluruh Usaha dan/atau Kegiatan; g. kewajiban menyusun dokumen Lingkungan Hidup; dan/atau h. tindakan lain yang bertujuan untuk menghentikan pelanggaran dan tindakan memulihkan fungsi Lingkungan Hidup. (4) Tindakan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf h berupa: a. penanggulangan Pencemaran Lingkungan Hidup dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup; b. pemulihan fungsi Lingkungan Hidup; dan/atau c.__perintah melakukan audit Lingkungan Hidup, pelaksanaannya dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 36 (1) Penerapan paksaan pemerintah disertai dengan batas waktu pemenuhan paksaan. (2) Batas waktu pemenuhan paksaan ditentukan dengan pertimbangan: a. bentuk pelanggaran; b. bentuk perintah; (@ pina organ Camscamer 2 ig'= c. kompleksitas upaya perbaikan yang wajib dilakukan dan ketersediaan teknologi Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup; dan/atau d. riwayat ketaatan penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan yang dikenakan paksaan pemerintah. Pasal 37 (1) Menteri, gubernur, dan bupati/wali kota sesuai kewenangannya dapat mengambil alih pelaksanaan penanggulangan Pencemaran _Lingkungan Hidup dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup serta pemulihan fungsi Lingkungan Hidup dalam hal penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan tidak melaksanakan paksaan pemerintah. (2) Dalam melaksanakan tindakan —_penanggulangan dan/atau pemulihan fungsi Lingkungan _Hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri, gubernur, dan bupati/wali kota sesuai kewenangannya dapat menunjuk pihak ketiga. (3) Biaya yang timbul dari tindakan pemulihan fungsi Lingkungan Hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) bersumber dari dana penjaminan untuk pemulihan fungsi Lingkungan Hidup yang wajib disediakan oleh penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan. Pasal 38 Paksaan pemerintah diterapkan bersamaan dengan denda administratif untuk pelanggaran dengan kriteria: a. tidak memiliki Persetujuan Lingkungan namun telah memiliki Perizinan Berusaha; b. tidak memiliki Persetujuan Lingkungan dan Perizinan Berusaha; c. melakukan perbuatan yang melampaui Baku Mutu Air Limbah dan/atau Baku Mutu Emisi sesuai dengan Perizinan Berusaha; d. tidak melaksanakan kewajiban dalam Perizinan Berusaha terkait Persetujuan Lingkungan; ¢. menyusun Amdal tanpa sertifikat kompetensi penyusun Amdal; karena_ kelalaiannya, melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya Baku Mutu Udara Ambien, baku mutu air, Baku Mutu Air Laut, baku mutu gangguan, dan/atau Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup yang tidak sesuai dengan Perizinan Berusaha terkait Persetujuan Lingkungan yang, dimilikinya; dan/atau g. melakukan perbuatan yang mengakibatkan Pencemaran Lingkungan Hidup dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup, dimana perbuatan tersebut dilakukan karena kelalaian dan tidak mengakibatkan bahaya kesehatan manusia dan/atau Iuka dan/atau luka berat, dan/atau matinya orang, (@ pina organ Camscamer 2 19)= Paragraf 3 Denda Administratif Pasal 39 (1) Denda administratif diterapkan terhadap penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan yang melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38. (2) Besaran denda administratif untuk setiap_pelanggaran diterapkan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah). (3) Denda administratif merupakan penerimaan negara bukan pajak yang wajib disetorkan ke kas negara sesuai dengan ketentuan peraturan _perundang-undangan. tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak. Pasal 40 (1) Besaran denda administratif untuk pelanggaran berupa: a, tidak memiliki Persetujuan Lingkungan namun telah memiliki Perizinan Berusaha, sebesar 2,5% (dua koma lima persen) dikalikan dengan nilai investasi Usaha dan/atau Kegiatan; atau b, tidak memiliki Persetujuan Lingkungan dan. Perizinan Berusaha, sebesar 5% (lima persen) dikalikan dengan nilai investasi Usaha dan/atau Kegiatan. (2) Nilai investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan akumulasi: a. modal tetap; dan b. modal kerja. (3) Nilai investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menggunakan data dan informasi yang bersumber dari kementerian yang membidangi urusan investasi atau sumber lain yang relevan dan dapat dipertanggungjawabkan. (4) Tata cara penghitungan besaran denda administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam. Lampiran VI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dalam Peraturan Menteri ini. Pasal 41 (1) Besaran denda administratif untuk pelanggaran berupa terlampauinya Baku Mutu Air Limbah atau Baku Mutu Emisi sebagaimana ditetapkan dalam Perizinan Berusaha ditentukan berdasarkan: a. konsentrasi aktual Air Limbah atau Emisi yang terlampaui; b. konsentrasi Baku Mutu Air Limbah atau Emisi yang ditetapkan dalam Perizinan Berusaha _ terkait Persetujuan Lingkungan; debit atau laju Air Limbah atau Emisi; lama waktu pelanggaran; dan e. _tarifdenda administratif sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. ae (@ pina organ Camscamer -20- (2) Tata cara penghitungan besaran denda administratif untuk pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran VII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Pasal 42 (1) Besaran denda administratif untuk pelanggaran berupa tidak melaksanakan kewajiban dalam —_Perizinan Berusaha terkait Persetujuan Lingkungan ditentukan berdasarkan tingkat —pelanggaran _—sebagaimana tercantum dalam Lampiran XV Peraturan Pemerintah Nomer 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. (2) Besaran denda administratif untuk pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran VIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Pasal 43 (1) Besaran denda administratif untuk pelanggaran berupa penyusunan Amdal tampa sertifikat kompetensi penyusun Amdal sebesar 10% (sepuluh persen) dikalikan dengan biaya penyusunan Amdal. (2) Informasi biaya penyusunan Amdal merujuk kepada nilai kontrak penyusunan Amdal. (3) Dalam hal ketiadaan informasi nilai kontrak penyusunan Amdal, biaya penyusunan Amdal ditentukan melalui penghitungan ahli yang membidangi penyusunan Amdal. (4) Tata cara penghitungan denda administratif untuk pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran IX yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Pasal 44 (1) Besaran denda administratif untuk pelanggaran: a. karena kelalaiannya melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya Baku Mutu Udara Ambien, baku mutu air, Baku Mutu Air Laut, baku mutu gangguan, dan/atau Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup yang tidak sesuai dengan Perizinan Berusaha terkait Persetujuan Lingkungan yang dimilikinya; dan/atau b. melakukan perbuatan yang —mengakibatkan Pencemaran Lingkungan Hidup —dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup, di mana perbuatan tersebut dilakukan karena kelalaian dan tidak mengakibatkan bahaya kesehatan manusia, luka, luka berat, dan/atau matinya orang, ditentukan melalui penghitungan ahli yang membidangi materi pelanggaran. (2) Bidang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: pengendalian pencemaran air; pengendalian pencemaran udara; pengendalian pencemaran laut; pengelolaan B3; ao ge (@ pina organ Camscamer a2 = Limbah B3; Limbah nonB3; Kerusakan Lingkungan Hidup; valuasi ekonomi Lingkungan Hidup; dan/atau bidang lain yang relevan. Ppa ho Pasal 45 (1) Abli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1) harus memenuhi persyaratan: a. memiliki pengalaman paling sedikit selama 5 (lima) tahun; b. _ pernah melakukan penelitian ilmiah; dan/atau c. pernah = mempublikasikan —hasil —_penelitian sebagaimana dimaksud dalam huruf b pada jurnal nasional yang terakreditasi atau jurnal internasionai. (2) Terhadap ahli yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya menunjuk yang bersangkutan untuk melakukan penghitungan besaran denda administratif. Paragraf 4 Denda atas Keterlambatan Pelaksanaan Paksaan, Pemerintah Pasal 46 (1) Setiap penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan yang tidak melaksanakan paksaan pemerintah diterapkan denda atas keterlambatan pelaksanaan__paksaan pemerintah. (2) Denda atas keterlambatan pelaksanaan paksaan pemerintah dihitung untuk setiap jenis paksaan atau secara kumulatif. (3) Besaran denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan berdasarkan: a. penjumlahan seluruh besaran denda__atas keterlambatan pelaksanaan paksaan pemerintah; b. jumlah keterlambatan hari dalam menyelesaikan paksaan pemerintah; dan c. persentase jumlah keterlambatan hari dalam menyelesaikan paksaan pemerintah. (4) Jumlah keterlambatan hari sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dan huruf c, termasuk jumlah keterlambatan hari bagi penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan dalam melakukan _ pelunasan pembayaran denda, (5) Denda atas keterlambatan pelaksanaan _ paksaan pemerintah merupakan penerimaan negara bukan pajak yang wajib disetorkan ke kas negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai Penerimaan Negara Bukan Pajak. (@ pina organ Camscamer -22- (6) Tata cara penghitungan denda atas keterlambatan pelaksanaan paksaan pemerintah tercantum dalam Lampiran X yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Paragraf 5 Pembekuan Perizinan Berusaha Pasal 47 Pembekuan Perizinan Berusaha atau Persetujuan Pemerintah diterapkan terhadap penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan yang a. tidak melaksanakan paksaan pemerintah; b. tidak melunasi pembayaran denda administratif; dan/atau c. tidak melunasi pembayaran denda atas keterlambatan pelaksanaan paksaan pemerintah. Paragraf 6 Pencabutan Perizinan Berusaha Pasal 48 Pencabutan Perizinan Berusaha atau Persetujuan Pemerintah diterapkan terhadap penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan yang: a, tidak melaksanakan kewajiban dalam _paksaan pemerintah; b. tidak melunasi pembayaran denda administratif; c. tidak melunasi pembayaran denda atas keterlambatan pelaksanaan paksaan pemerintah; d. tidak melaksanakan kewajiban dalam _pembekuan Perizinan Berusaha atau Persetujuan Pemerintah terkait Persetujuan Lingkungan; dan/atau e. melakuken Pencemaran Lingkungan Hidup dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup yang tidak dapat ditanggulangi atau sulit dipulihkan. Pasal 49 Penerapan Sanksi Administratif berupa pembekuan dan pencabutan Perizinan Berusaha atau Persetujuan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 dan Pasal 48, tidak membebaskan penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan dari pemenuhan kewajiban dalam keputusan Sanksi Administratif, tanggung jawab perdata, dan tanggung jawab pidana. Bagian Ketiga ‘Tata Cara Penerapan Sanksi Administratif Paragraf 1 Umum Pasal 50 Penerapan Sanksi Administratif dilakukan melalui tahapan: a. penyusunan rancangan keputusan Sanksi Administratif; (@ pina organ Camscamer -23- b. _penetapan Sanksi Administratif; dan c. penyampaian Sanksi Administratif. Paragraf 2 Penyusunan Rancangan Keputusan Sanksi Administratif Pasal 51 (1) Penyusunan rancangan keputusan Sanksi Administratif dilakukan dengan cara: a. menugaskan pejabat pimpinan tinggi pratama yang membidangi penerapan Sanksi Administratif; dan b. melibatkan Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup yang menyusun berita acara dan laporan_hasil pengawasan. (2) Sanksi Administratif yang disusun memuat: a. nama dan jabatan yang berwenang menetapkan keputusan Sanksi Administratif; b, identitas penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan; c. jenis dan bentuk pelanggaran yang dilakukan oleh penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan; d. bentuk Sanksi Administratif yang diterapkan; jangka waktu pemenuhan Sanksi Administratif; dan ketentuan lain yang perlu dicantumkan terkait dengan penerapan Sanksi Administratif. (3) Sanksi Administratif disusun dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Paragraf 3 Penetapan Sanksi Administratif Pasal 52 (1) Pejabat pimpinan tinggi pratama _menyampaikan rancangan keputusan Sanksi Administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 secara tertulis kepada Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya. (2) Penyampaian rancangan keputusan Sanksi Administratif dilengkapi dengan: a. ringkasan laporan hasil pengawasan yang paling sedikit memuat: 1. identitas penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan yang dikenakan Sanksi Administratif; 2. identitas Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup yang melakukan pengawasan; 3. jenis Sanksi Administratif yang diterapkan, dasar hukumnya; dan 4. hasil penghitungan denda administratif, jika dikenakan dalam laporan hasil pengawasan, dan b. laporan hasil pengawasan. (@ pina organ Camscamer -24- (3) Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota menetapkan rancangan keputusan Sanksi Administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjadi keputusan Sanksi Administratif. Pasal 53 (1) Menteri, gubernur, dan bupati/wali kota _ sesuai kewenangannya memberikan rekomendasi_pembekuan Perizinan Berusaha atau Persetujuan Pemerintah secara tertulis kepada penerbit Perizinan Berusaha atau Persetujuan Pemerintah untuk penerbitan Perizinan Berusaha atau PersetujuanPemerintah ~— bukan merupakan kewenangannya. (2) Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat: a, jidentitas penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan; b. _ bentuk pelanggaran yang dilakukan; ¢. pernyataan perlu penerapan pembekuan Perizinan Berusaha atau Persetujuan Pemerintah; d. seluruh kewajiban dan/atau perintah yang wajib diselesaikan oleh penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan; dan e. jangka waktu penyelesaian Sanksi Administratif. Pasal 54 (1) Menteri, gubernur, dan bupati/wali kota sesuai kewenangannya memberikan rekomendasi pencabutan Perizinan Berusaha atau Persetujuan Pemerintah secara tertulis kepada penerbit Perizinan Berusaha atau Persetujuan Pemerintah untuk penerbitan Perizinan Berusaha atau Persetujuan Pemerintah ~— bukan merupakan kewenangannya. (2) Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat: a, jidentitas penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan; b. _ bentuk pelanggaran yang dilakukan; ¢. pernyataan perlu penerapan pencabutan Perizinan Berusaha atau Persetujuan Pemerintah; d. seluruh kewajiban dan/atau perintah yang tidak diselesaikan oleh penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan; dan e. tindak lanjut dalam bentuk pengajuan gugatan perdata dan/atau penerapan ketentuan pidana. Pasal 55 (1) Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai kewenangannya dapat membatalkan — Persetujuan Lingkungan bagi penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan yang direkomendasikan untuk dikenakan pembekuan atau pencabutan Perizinan Berusaha atau Persetujuan Pemerintah. (2) Tata cara pembatalan Persetujuan Lingkungan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota dan tata cara (@ pina organ Camscamer

You might also like