Lahan basah
Lahan basah atau wetland (Ingg.) adalah wilayah-wilayah di mana tanahnya jenuh dengan air, baik bersifat permanen (menetap) atau musiman. Wilayah-wilayah itu sebagian atau seluruhnya kadang-kadang tergenangi oleh lapisan air yang dangkal. Digolongkan ke dalam lahan basah ini, di antaranya, adalah rawa-rawa (termasuk rawa bakau), paya, dan gambut. Air yang menggenangi lahan basah dapat tergolong ke dalam air tawar, payau atau asin.
Lahan basah merupakan wilayah yang memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi dibandingkan dengan kebanyakan ekosistem.[1] Di atas lahan basah tumbuh berbagai macam tipe vegetasi (masyarakat tetumbuhan), seperti hutan rawa air tawar, hutan rawa gambut, hutan bakau, paya rumput dan lain-lain. Margasatwa penghuni lahan basah juga tidak kalah beragamnya, mulai dari yang khas lahan basah seperti buaya, kura-kura, biawak, ular, aneka jenis kodok, dan pelbagai macam ikan; hingga ke ratusan jenis burung dan mamalia, termasuk pula harimau dan gajah.
Pada sisi yang lain, banyak kawasan lahan basah yang merupakan lahan yang subur, sehingga kerap dibuka, dikeringkan dan dikonversi menjadi lahan-lahan pertanian. Baik sebagai lahan persawahan, lokasi pertambakan, maupun—di Indonesia—sebagai wilayah transmigrasi.
Mengingat nilainya yang tinggi itu, di banyak negara lahan-lahan basah ini diawasi dengan ketat penggunaannya serta dimasukkan ke dalam program-program konservasi dan rancangan pelestarian keanekaragaman hayati semisal Biodiversity Action Plan.
Definisi teknis
suntingLahan basah digolongkan baik ke dalam bioma maupun ekosistem.[1] Lahan basah dibedakan dari perairan dan juga dari tataguna lahan lainnya berdasarkan tingginya muka air dan juga tipe vegetasi yang tumbuh di atasnya. Lahan basah dicirikan oleh muka air tanah yang relatif dangkal, dekat dengan permukaan tanah, pada waktu yang cukup lama sepanjang tahun untuk menumbuhkan hidrofita, yakni tetumbuhan yang khas tumbuh di wilayah basah.[1][2][3]
Lahan basah juga kerap dideskripsi sebagai ekoton, yakni wilayah peralihan antara daratan dan perairan.[4] Seperti disebutkan Mitsch dan Gosselink, lahan basah terbentuk:
- "...at the interface between truly terrestrial ecosystems and aquatic systems, making them inherently different from each other, yet highly dependent on both."[5]
Sementara Konvensi Ramsar mendefinisikan:
- Pasal 1.1: “… lahan basah adalah wilayah paya, rawa, gambut, atau perairan, baik alami maupun buatan, permanen atau temporer (sementara), dengan air yang mengalir atau diam, tawar, payau, atau asin, termasuk pula wilayah dengan air laut yang kedalamannya di saat pasang rendah (surut) tidak melebihi 6 meter.”
- Pasal 2.1: “[Lahan basah] dapat pula mencakup wilayah riparian (tepian sungai) dan pesisir yang berdekatan dengan suatu lahan basah, pulau-pulau, atau bagian laut yang dalamnya lebih dari 6 meter yang terlingkupi oleh lahan basah.”
Upaya konservasi
suntingKonvensi Ramsar
suntingKonvensi Ramsar, atau nama lengkapnya The Convention on Wetlands of International Importance, especially as Waterfowl Habitat, adalah kesepakatan internasional tentang perlindungan wilayah-wilayah lahan basah yang penting, terutama yang memiliki arti penting sebagai tempat tinggal burung air. Tujuan perjanjian itu adalah untuk mendaftar lahan-lahan basah yang memiliki nilai penting di aras internasional, menganjurkan pemanfaatannya secara bijaksana, serta mencegah kerusakan yang semakin menggerogoti nilai-nilai tinggi dalam segi ekonomi, budaya, ilmiah dan sebagai sumber wisata; dengan tujuan akhir untuk melestarikan kawasan-kawasan lahan basah dunia.
Negara yang menjadi anggota dalam Perjanjian Ramsar itu harus mendaftarkan sekurangnya satu lokasi lahan basah di dalam wilayahnya ke dalam "daftar lahan basah yang penting secara internasional", yang biasanya disebut "Daftar Ramsar". Negara anggota memiliki kewajiban bukan hanya terhadap perlindungan lokasi lahan basah yang terdaftar, melainkan juga harus membangun dan melaksanakan rencana tingkat pemerintah untuk menggunakan lahan basah di wilayahnya secara bijaksana.
Beberapa tipe lahan basah
suntingLihat pula
suntingRujukan
sunting- ^ a b c "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2009-08-19. Diakses tanggal 2009-06-03.
- ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-04-25. Diakses tanggal 2009-06-03.
- ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-04-25. Diakses tanggal 2009-06-03.
- ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-03-21. Diakses tanggal 2009-06-03.
- ^ Mitsch, William J. (2007-08-24). Wetlands (edisi ke-4th). New York: John Wiley & Sons. ISBN 978-0471699675.
Bacaan lanjut
sunting- Brinson, M. (1993) A Hydrogeomorphic Classification of Wetlands Diarsipkan 2009-06-19 di Wayback Machine.
- Dugan, Patrick (editor) (1993) Wetlands in Danger, World Conservation Atlas Series
- Fredrikson, Leigh H. (1983) Wetlands: A Vanishing Resource[pranala nonaktif permanen] Yearbook of Agriculture
- Ghabo, A. A. (2007) Wetlands Characterization; Use by Local Communities and Role in Supporting Biodiversity in the Semiarid Ijara District, Kenya Diarsipkan 2011-02-08 di Wayback Machine.. Terra Nuova East Africa. (Lahan basah di daerah kering).
- MacKenzie, W.H. and J.R. Moran (2004) Wetlands of British Columbia: A Guide to Identification. Ministry of Forests, Land Management Handbook 52.
- Mitsch, W.J., J.G. Gosselink, C.J. Anderson, and L. Zhang. (2009) Wetland Ecosystems. John Wiley & Sons, Inc., New York, 295 pp.
- 1987 U.S. Army Corps of Engineers Wetland delineation manual Diarsipkan 2010-07-01 di Wayback Machine.
Pranala luar
sunting- (Inggris)Wetlands: The Ecological Effect of Loss Diarsipkan 2011-04-23 di Wayback Machine. (artikel riset)
- (Prancis)Pôle-relais zones humides littorales de la façade atlantique, Manche et Mer du Nord Diarsipkan 2009-01-21 di Wayback Machine.
- (Inggris)Marshlands of Iberá (bahasa Inggris dan Spanyol)
- (Inggris)Wetlands, Water Quality Information Center, U.S. Department of Agriculture
- (Inggris)Centro Studi Naturalistici
- (Inggris)Wetland of Hong Kong