LP TTG
LP TTG
LP TTG
A. PENGERTIAN
Penyakit trofoblas gestasional atau Gestational trophoblastic disease (GTD) merupakan
sebuah spektrum tumor-tumor terkait, termasuk mola hidatidosa, mola invasif, placentalsite trophoblastic tumor dan koriokarsinoma, yang memiliki berbagai variasi lokal invasi
dan metastasis. Penyakit trofoblas gestasional bisa berupa tumor atau keadaan yang
merupakan predisposisi untuk menjadi tumor.
Sifat tumornya unik karena merupakan allograft yang berasal dari conceptus yang
kemudian menyerang jaringan ibu.
Karena penyakit ini berhubungan dengan kehamilan maka kejadiannya terbanyak
pada wanita usia reproduksi .
Secara umum terdapat dua bentuk PTG yakni Molahydatidosa yang sifatnya jinak dan
Koriokarsinoma yang sifatnya ganas.
Koriokarsinoma merupakan kanker pada manusia yang seringkali dapat diatasi dengan
pemberian kemoterapi dan tidak jarang pasennya dapat sembuh sekalipun penyakitnya
sudah menyebar secara luas.
Koriokarsinoma
dapat
tumbuh
dari
berbagai
kehamilan
normal aterm maupun prematur , abortus ,kehamilan ektopik ,kematian intaruterin dan
mola hidatidosa.
Peluang terjadinya koriokarsinoma pasca mola sekitar 1000 kali lebih besar daripada
sesudah suatu kehamilan normal.
Bentuk pertumbuhan lain yang berasal dari molahydatidosa adalah Mola Invasiv
,biasanya muncul dalam kurun waktu enam bulan pasca mola dan dampaknya pada
penderitanya tidak seberat koriokarsinoma. Walaupun bisa diikuti dengan pertumbuhan
sekunder pada vagina dan atau paru paru namun pada mola invasis dapat terjadi regresi
spontan.Perbedaan lainnya adalah gambaran histologis dari jaringan mola invasiv
menunjukkan adanya gambaran villi yang tidak ditemukan pada jaringan koriokarsinoma
, begitupula berbeda dengan koriokarsinoma yang masih bisa terjadi metastasis pasca
histerektomi maka pada mola invasif pasca histerektomi pasen akan sembuh.
Kehamilan yang bukan mola hydatidosa tidak akan berkembang menjadi mola invasiv,
tumor trofoblas gestasional ( TTG ) yang berasal dari kehaminal non mola adalah
Koriokarsinoma atau yang lebih jarang lagi Placental Site Trophoblastic Tumor ( PSTT ).
Terdapat dua bentuk mola hydatidosa yakni Mola Komplit ( Complete mole ) dan
Mola parsial ( Partial Mole ) .Pada keduanya secara kasatmata tampak jaringan jaringan
berbentuk gelembung menyerupai buah anggur , secara histopatologis pada keduanya
terdapat perubahan hydropik dari villi ,namun pada mola-komplit perubahan hidropik
dan hyperpalsia jaringan trofoblasnya lebih nyata dan pada mola partial bisa disertai
adanya plasenta dan janin atau secara histopatologis ditemukan adanya jaringan jaringan
fetus yang normal.Peluang untuk terjadinya mola invasiv maupun koriokarsinoma pasca
mola komplit lebih besar dari pada pasca mola parsial. Molahidatidosa, berdasarkan
morfologi, histopatologi dan kariotyping dibedakan menjadi molahidatidosa komplet dan
molahidatidosa parsial.
1.Histopatologis :
a. Mola hidatidosa
- Mola hidatidosa komplit ( Complete mole )
Terdapat perubahan hydropik pada villi ,avaskuler,disertai proliferasi pada kedua
lapisan jaringan trofoblas dan tidak terdapat janin.
-Mola hidatidosa parsial ( Partial mole )
Terdapat perubahan hydropik pada sebagian villi , masih ada gambaran vaskuler,
proliferasi hanya terjadi pada lapisan sinsisio trofoblas dan kadang bisa terdapat
janin atau jaringan janin yang normal
2 . Mola invasiv
Berupa tumor atau menyerupai tumor yang menunjukkan gambaran hyperplasia
trofoblas dan gambaran yang menyerupai jaringan plasenta. Dengan pemeriksaan
immunohistokimia tampak bahwa sel sel trofoblasnya mayoritas adalah atas sel sel
trofoblas`intermediate.
3. Koriokarsinoma gestasional
Karsinoma yang berasal dari jaringan trofoblas kehamilan dan menunjukkan adanya
elemen elemen baik yang berasal dari sitotrofoblas maupun sinsisiotrofoblas.
4. Plasental site trophoblastic tumor
Tumor yang berasal dari tempat melekatnya plasenta dan secara immunohistokimia
tampak bahwa mayoritas`sel sel trofoblasnya adalah sel sel trofoblas`intermediate.
B. ISTILAH-ISTILAH KLINIK
Istilah umum yang meliputi mola hidatidosa ,mola invasiv ,placental site trophoblastic
tumor dan koriokarsinoma.Jadi meliputi bentuk bentuk jinak dan bentuk ganasnya.
1. Mola hidatidosa komplit :
Secara kasat mata jaringan mola hidatidosa komplit tampak seperti seonggok
buah anggur.
Mola
hidatidosa
merupakan
hasil
pembuahan
dari
sel
telur ( Ovum )
pembuluh
pembuluh
darah ;
bahkan
terjadi
pembentukan cisterna
villosa ,disertai hiperplasia baik dari sel sel sinsisiotrofoblas maupun dari sel sel
sitotrofoblas.
Tidak tampak embryo karena sudah mengalami kematian pada masa dini akibat
tidak terbentuknya sirkulasi plasenta.
Percobaan pada tikus yang secara immunologis defisien menunjukkan bahwa
berbeda dengan korio-karsinoma ; mola hidatidosa komplit dan mola invasiv
sifatnya tidak ganas.Namun molahidatidosa komplit mempunyai potensi yang
lebih besar untuk berkembang menjadi koriokarsinoma dibandingkan dengan
kehamilan normal.
Pernah dilaporkan pula adanya kehamilan kembar yang salah satunya mola
komplit ( 46 XX ) dan yang lain berupa janin yang normal ( 46 XY ) . Janin
dapat mengalami abortus namun kadang kadang berkembang sampai aterm.Bila
ada kehamilan kembar yang salah satunya adalah mola penting sekali untuk
membedakannya apakah itu suatu mola komplit atau mola parsial ; karena
prognosis kearah terjadinya keganasan lebih kecil pada mola parsial.
C. ETIOLOGI
-
Umur :
umur belasan atau diatas 35 tahun adalah salah satu faktor risiko keganasan
Besar Uterus :
Besar uterus parallel dengan kadar HCG. Molahidatidosa dengan besar uterus
> 20 minggu merupakan risiko degenerasi ganas
Faktor genetik :
Molahidatidosa dengan kromosom 46 XX mempunyai risiko Keganasan yang
lebih rendah dinading dengan kromosom 46XY
Kadar Vitamin A :
Kadar retinol pasien molahidatidosa lebih rendah dibanding kehamilan normal.
Pada kasus kasus yang berdegenerasi ganas didapat kadar vitamin A dibawah
normal.
Aktifitas Imunologik :
Aktifitas imunologik pada pasien degenrasi keganasan menurun berdasar evaluasi
hitung limfosit, T helper, T sitotoksik.
D. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi degenerasi ganas pada molahidatidosa belum diketahui seluruhnya.
Sejumlah 15-28% molahidatidosa mengalami degenerasi keganasan menjadi PTG.Tiga
aktifitas yang penting dari sel trofoblas adalah :
1.
Proliferasi
2.
Apoptosis
3.
Invasi
Terdapat kesamaan antara mola dan koriokarsinoma, yaitu terdapat peningkatan ekspresi
c-myc, c-fms dan bcl2. Perbedaanya adalah pada koriokarsinoma mengalami peningkatan
ekspresi Ki167 dan p53.
PATHWAY
Pada era sebelum adanya USG adanya kehamilan mola diduga dari didapatkannya uterus
yang ukurannya lebih besar dari usia kehamilannya yang antara tahun 1955 1975
dilaporkan berbagai peneliti ditemukan pada 50 % - 80 % dari kasus mola hidatidosa .
Adanya perdarahan per vagina erat kaitannya dengan diagnosis mola pada stadium lanjut
yakni pada kasus-kasus dengan uterus yang lebih besar dari usia kehamilannya.
Tidak ditemukannya fetus secara klinis maupun radiologis disertai adanya perdarahan
mengakibatkan
dipakainya
istilah
Suspect
Mola
Hidatidosa.Diferensial
diagnosisnya adalah missed abortio, salah satu cara untuk membedakan kedua penyakit
itu pernah dianjurkan penggunaan test sonde dari Acosta Sison .
Pada usia kehamilan yang lebih lanjut disamping terjadinya perdarahan pervaginam juga
bisa diikuti dengan keluarnya gelembung gelembung mola.
Baik cara klinis maupun radiologis pada mola hidatidosa komplit tidak didapatkan janin.
Pada era sebelum adanya sarana USG ; diagnosis mola umumnya baru dapat ditegakkan
pada fase lanjut,dewasa ini dengan pemeriksaan USG dapat diketahui adanya janin
pada mola parsialis dan pada kehamilan kembar yang salah satunya adalah mola
Dengan menggunakan alat USG yang resolusinya lebih baik gambaran yang tampak
bukan gambaran badai saljumelainkan gambaran jaringan vesikuler yang
memperlihatkan adanya gelembung gelembung mola dari berbagai ukuran.
F. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
1. Pemeriksaan hCG
Pemeriksaan hCG merupakan cara yang paling bermanfaat baik untuk diagnosis
maupun untuk melakukan pemantauan pada penderita penyakit trofoblas. Pada
penyakit trofoblas gestasional kadar hCG serum berlipat ganda lebih tinggi dari pada
kadar hCG pada kehamilan normal.
Human chosionic gonadotropin adalah hormon glycoprotein yang dihasilkan oleh
placenta yang mempu-nyai aktifitas biologis yang mirip LH.Sebagian besar hCG di
produksi di plasenta namun sintesanya juga terjadi pada ginjal janin,begitupula ada
jaringan jaringan janin lain yang menbentuk baik molekul hCG maupun molekul
total hCG . Molekul Human chorionic gonadotropin memiliki 2 rantai asam
amino yakni rantai hCGterdiri atas 92 asam amino dan rantai hCGterdiri atas 145 asam
amino yang satu sama lain berikatan secara nonkovalen .
Pada
kehamilan
normal
pemeriksaan
terhadap hCG
dengan
pereaksi
yang
penderita
harus`dilakukan
penyakit
secara
trofoblas
kuantiitatif baik
gestasional
dengan
hCG ,
rantai
yang sebenarnya akibat adanya hook effect .
Dengan demikian untuk menghindarkan kesalahan pada pengukuran kadar
hCG
dalam serum penderita penyakit trofoblas harus`dipakai pereaksi peraksi yang dapat
mengukur molekul molekul
fraksi fraksi pecahannya.
2. Peranan pemeriksaan USG dan Color Dopler.
Pemeriksaan ultrasonografi color Doppler saat ini merupakan pemeriksaan baku
untuk membantu menetukan diagnosis penyakit trofoblas gestasional.Gambaran
Neovaskularisasi menunjang diagnosis koriokarsinoma serta dapat untuk melihat
penetrasi pada miometrium atau organ sekitar uterus.
Pemeriksaan USG untuk menegakkan diagnosis penyakit trofoblas gestasional merupakan salah satu pemeriksaan yang baku di RSHS ; Color Dopler juga dilakukan secara
baku untuk menunjang diagnosis kemungkinan koriokarsnoma.
Adanya
gambaran
neovaskularisasi
menunjang diagnosis
koriokarsinoma
dan
koriokarsinoma klinis.
Tidak jarang pula dengan pemeriksaan USG dapat ketahui secara dini adanya tandatanda penetrasi jaringan trofoblas ke dalam myometrium sehingga bila perlu
dapat segera dilakukan tindakan laparotomi sebelum terjadinya perdarahan akibat
perforasi uterus .
Kriteria Mola Hidatidosa Risiko Tinggi :
1. Ukuran uterus > 20 minggu
2. Umur penderita > 35 tahun
3. Hasil PA ( Kuretase ) menunjukkan gambaran proliferasi trofoblas berlebihan
4. HCG pra evakuasi > 100.000 mIU/ml ( RIA / IRMA ) .
Histerektomi :
Histerektomi sebagai cara evakuasi jaringan mola di RSHS dilakukan pada kasus mola
risiko tinggi
yang sudah mempunyai anak cukup ; tujuannyadisamping sebagai upaya untuk
mengurangi kemungkinan timbulnya keganasan sekaligus juga bila kemudian timbul koriokarsinoma maka
derajat skor pada
skor prognostik akan lebih rendah sehingga sitostatika yang diperlukan akan
lebih sederhana dan
kurang toksis serta biayanya menjadi lebih ringan.
kurva regresi
HCG RIA / IRMA yang sama dengan pola kurva regresi
secara klinis tidak ada tanda-tanda atau gejala-gejala pertumbuhan baru jaringan
trofoblas ; maka follow up dilakukan dengan pola yang sama sampai minggu ke 12
pasca evakuasi jaringan molanya dan bila pada minggu ke 12 kadar
mIU/ml dilanjutkan dengan follow tahap berikutnya.
Kadar
HCG < 5
Bila
pertumbuhan baru jaringan trofoblas maka selanjutnya pederita dikelola sebagai Tumor
Trofoblas Gestasional.Pemeriksaan CT SCAN juga dilakukan bila ada kecurigaan atau
tanda tanda metastasis ke Otak.
terdapat tanda-tanda pertumbuhan baru jaringan trofoblas secara klinik , maka follow
up selanjutnya adalah :
1. MTX 20 mg/hari I.M dan Folic Acid 5 mg/ hari I.M yang diberikan 12 jam setelah
pemberian Methotrexate kedua-duanya diberikan 5 hari berturut-turut.
2. Actinomycin D 0,5 mg / hari IV diberikan selama 5 hari berturut-turut
G.PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan kadar beta hCG : pada mola terdapat peningkatan kadar beta hCG
darah atau urin.
2. Uji Sonde : Sonde (penduga rahim) dimasukkan pelan-pelan dan hati-hati ke dalam
kanalis servikalis dan kavum uteri. Bila tidak ada tahanan, sonde diputar setelah ditarik
sedikit, bila tetap tidak ada tahanan, kemungkinan mola (cara Acosta-Sison).
I. PENATALAKSANAAN MEDIS
Tatalaksana PTG adalah berdasarkan staging dan skoring. Kemoterapi adalah
modalitas utama pada pasien dengan PTG.Angka keberhasilan terapi pada PTG risiko
rendah adalah 100% dan lebih dari 80% pada PTG risiko tinggi . ngka keberhasilan
terapi pada PTG nonmetastasis 95,1%, risiko rendah 83,3% , risiko tinggi hanya 50 %
dengan angka kematian karena PTG berkisar 8-9%. Kemoterapi pada PTG risiko
rendah adalah kemoterapi tunggal, dengan pilihan utama Methotrexate. Kemoterapi
tunggal lain yang dapat digunakan adalah Dactinomycin.Sedangkan pada PTG risiko
tinggi menggunakan kemoterapi kombinasi diberikan kombinasi EMA-CO
(etoposide,methotrexate,actinomycin,cyclophosphamaide dan oncovin) sebagai terapi
primer atau menggunakan kombinasi ME ( Metothrexate, Etoposide ), EP ( Etoposide,
Cisplatinum) Evakuasi molahidatidosa dilakukan sesaat setelah diagnosis
ditegakkan,hal didasarkan perhitungan bahwa evakuasi dilakukan untuk menghindari
abortus mola sehingga perlu tingakan akut, menghindari komplikasi hipertiroid atau
perforasi serta untuk memperoleh jaringan untuk diagnosis histopatologi. Dengan
perkembangan kemoterapi yang mempunyai angka keberhasilan terapi yang tinggi,
kuretase cukup dilakukan satu kali Histerektomi dilaporkan dilakukan pada kasus
molahidatidosa usia tua dan terbukti mengurangi angka kematian dari
koriokarsinoma.Histerektomi juga dilakukan pada keadaan darurat pada kasus
perforasi,pada kasus metastasis liver, otak yang tidak respon terhadap kemoterapi serta
pada kasus PSTT. Penyakit trofoblas gestasional adalah radiosensitive, karena radiasi
mempuyai efek tumorosidal serta hemostatik, Radioterapi dapat dilakukan pada
metastasis otak atau pada pasien yang tidak bisa diberikan kemoterapi karena alasan
medis.
Secara medis pasien distabilkan dahulu, dilakukan transfusi bila terjadi anemia, koreksi
koagulopati dan hipertensi diobati. Evakuasi uterus dilakukan dengan dilatasi dan
kuretase penting dilakukan. Induksi dengan oksitosin dan prostaglandin tidak
disarankan karena resiko peningkatan perdarahan dan sekuele malignansi. Pada saat
dilatasi infus oksitosin harus segera dipasang dan dilanjutkan pasca evakuasi untuk
mengurangi kecenderungan perdarahan. Pemberian uterotonika seperti metergin atau
hemabate juga dapat diberikan.
Respiratori distres harus selalu diwaspadai pada saat evakuasi. Hal ini terjadi karena
embolisasi dari trofoblastik, anemia yang menyebabkan CHF, dan iatrogenik overload.
Distres harus segera ditangani dengan ventilator.
Setelah dilakukan evakuasi, dianjurkan uterus beristirahat 4 6 minggu dan penderita
disarankan untuk tidak hamil selama 12 bulan. Diperlukan kontrasepsi yang adekuat
selama periode ini. Pasien dianjurkan untuk memakai kontrasepsi oral, sistemik atau
barier selama waktu monitoring. Pemberian pil kontrasepsi berguna dalam 2 hal yaitu
mencegah kehamilan dan menekan pembentukan LH oleh hipofisis yang dapat
mempengaruhi pemeriksaan kadar HCG. Pemasangan alat kontrasepsi dalam
rahim(AKDR) tidak dianjurkan sampai dengan kadar HCG tidak terdeteksi karena
terdapat resiko perforasi rahim jika masih terdapat mola invasif. Penggunaan pil
kontrasepsi kombinasi dan terapi sulih hormon dianjurkan setelah kadar hCG kembali
normal.
Tindak lanjut setelah evakuasi mola adalah pemeriksaan HCG yang dilakukan secara
berkala sampai didapatkan kadar HCG normal selama 6 bulan. Kadar HCG diperiksa
pasca 48 jam evakuasi mola, kemudian di monitor setiap minggu sampai dengan
terdeteksi dalam 3 minggu berturut-turut. Kemudian diikuti dengan monitoring tiap
bulan sampai dengan tdak terdeteksi dalam 6 bulan berturut turut. Waktu rata-rata
yang dibutuhkan sampai dengan kadar HCG tidak terdeteksi setelah evakuasi kehamilan
komplit maupun parsial adalah 9 11 minggu. Tinjauan kepustakaan lain menyebutkan
waktu yang dibutuhkan untuk mencapai kadar normal sekitar 6-9 bulan. Setelah
monitoring selesai maka pasien dapat periksa HCG tanpa terikat oleh waktu.
I.
PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Identitas
2. Keadaan Umum
3. Keluhan Utama
4. Riwayat penyakit sekarang
5. Riwayat obstetri dan menstruasi.
6. Riwayat Penyakit Dulu:
8. Riwayat Penyakit Keluarga.
9. Keadaan Umum :
TD : N : RR ;T :
B1 ( Breathing )
Sesak
Batuk
Suara nafas
Suara nafas tambahan
Retraksi dada
Nyeri dada
Gallop
Mumur
Suara jantung
CRT : < 3 detik B3 ( Brain ) GCS : Eye : 4, Verbal : 5, Motorik : 6 Reflek Patologis :
tidak ada Mual : + Pupil : Isokor B4 ( Blader ) BAK, B5 ( Bowel ) Frekuensi Makan :
B6 ( Bone ) Tidak terdapat patah tulang ,Psikososial
II.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul, antara lain :
1. Gangguan rasa nyaman: nyeri akut b.d perdarahan, proses penjalaran penyakit.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d penurunan asupan
oral, ketidaknyamanan mulut, mual sekunder akibat peningkatan
kadar -hCG.
3. Ansietas b.d ancaman intregritas biologis aktual atau yang dirasa
Kriteria Hasil :
- Klien menyatakan nafsu makannya meningkat
- Klien terlihat tidak lemah
- Porsi makan klien habis
Intervensi :
1. Jelaskan alasan mengapa nafsu makan klien menurun akkibat kemoterapi
2. Jelaskan pentingnya nutrisi adekuat bagi proses penyembuhan penyakit
3. Beri dorongan klien agar meningkatkan selera makannya
4. Beri suasana makan yang rileks
5. Tawarkan makanan porsi kecil tapi sering untuk mengurangi perasaan tegang pada
lambung
6. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk penetapan asupan nutrisi klien
7. Pantau kadar -hCG pasien secara berkala
8. Pantau porsi makan yang dihabiskan klien
3. Ansietas b.d ancaman intregritas biologis aktual atau yang dirasa sekunder
akibat penyakit
Tujuan : Klien menyatakan dapat menerima penyakitnya dengan baik
Kriteria Hasil:
Klien terlihat tidak cemas akibat penyakitnya
Klien mampu menggunakan mekanisme koping yang efektif.
Intervensi:
1. Beri kenyamanan dan ketentraman hati.
2. Singkirkan stimulasi yang berlebihan.
3. Bila ansietas telah berkurang dan cukup untuk terjadi pemahaman, bantu klien
mengenali ansietas untuk mulai memahami atau memecahkan masalah.
4. Gali intervensi yang menurunkan ansietas
5. Beri aktivitas yang dapat menurunkan tegangan.
6. Pantau keadaan umum klien
Kriteria Hasil:
Pola seksualitas klien normal
Klien terlihat tidak cemas terhadap aktifitas seksualnya
Klien mampu menggunakan mekanisme koping yang efektif.
Intervensi:
1. Identifikasi penyebab ketidakefektifan pola seksualitas
2. Kaji tingkat kecemasan klien
3. Jelaskan pada klien waktu untuk melakukan hubungan seksual sesuai
kondisinya
4. Beri edukasi tentang keadaan klien apabila berhubungan seksual
5. Tekankan bahwa penyakitnya tidak mempunyai dampak yang serius
pada fungsi seksualitasnya
6. Pantau keadaan umum klien
DAFTAR PUSTAKA