Reduksi Kehamilan Multifetal
Reduksi Kehamilan Multifetal
Reduksi Kehamilan Multifetal
PENDAHULUAN
Kebanyakan kehamilan multifetal merupakan kehamilan yang bermasalah,
menyangkut mortalitas dan morbiditas baik fetal maupun maternal. Diperkirakan terjadi
9,7 kematian per 1000 kelahiran tunggal hidup ; 52,7 kematian per 1000 kelahiran
gemeli; dan 138,5 kematian dari 1000 kelahiran hidup triplet . Umur rata-rata pada triplet
adalah 33 minggu sedangkan untuk quadriplet dan quintuplet sebagian besar (98%) lahir
sebelum 37 minggu. Beberapa morbiditas maternal pada kehamilan multifetal, adalah
peningkatan kejadian hipertensi maternal, DM gestasional dan angka sectio caesaria .
(1,2,3,4)
Uterus manusia sudah didisain untuk membawa 1 janin pada setiap saatnya,
sehingga setiap pertambahan jumlah fetus meningkatkan komplikasi kehamilan. Sekali
terjadi kehamilan multifetal, maka seorang wanita memiliki 3 pilihan dengan masingmasing kelebihan dan kekurangannya yaitu: mengaborsi seluruh kehamilan, meneruskan
kehamilan atau mengaborsi beberapa embrio. Untuk kebanyakan pasangan yang sudah
menghabiskan waktu berbulan-bulan atau bertahun-tahun menjalani terapi infertilitas
hingga tercapai kehamilan saat ini, mungkin pilihan pertama tidak akan dipilih. Risiko
morbiditas dan mortalitas maternal dan neonatal akan meningkat bila pilihan kedua yang
dipilih. Selain adanya peningkatan risiko kematian janin, neonatus maupun bayi, anak
yang bertahan hidup mungkin akan tetap memiliki risiko tinggi untuk kecacatan
permanen. Penelitian terakhir menunjukkan estimasi kecacatan 1 anak adalah 7,4% untuk
gemeli, 21,6% untuk triplet dan 50% untuk kuadriplet dan kuintuplet.(1,4,5,6,)
Pilihan ketiga, untuk mengaborsi sebagian embrio merupakan suatu metode untuk
meningkatkan survival dan kesehatan. Pada awalnya diperkenalkan sebagai metode
terminasi selektif dari janin yang mengalami kelainan genetik tanpa mengaborsi
kembarannya yang sehat, namun saat ini dipergunakan untuk terminasi satu atau lebih
janin normal untuk meningkatkan survival dari janin yang tersisa dan juga untuk
menurunkan morbiditas maternal. Prosedur ini juga telah digabungkan dengan diagnosis
prenatal untuk menghindari terjadinya aborsi elektif berulang, seperti pasangan yang
memiliki risiko untuk mendelian ds ditawarkan untuk menjalani assisted fertilization,
diagnosis genetik pada trimester I dan terminasi selektif dari janin yang terkena.
Meskipun secara moral prosedur ini tidak dapat diterima oleh beberapa orang, tindakan
ini banyak diterima dan dipilih
reproduksi bantuan sifatnya invasif dan karena trauma emosional pada saat menjalani
reduksi kehamilan multifetal (MPR)(27,28,29)
Reduksi kehamilan multifetal bukanlah penyelesaian yang optimal untuk
berbagai masalah
bahwa kehamilan multifetal tidak dapat sepenuhnya dihindari pada pasien yang tengah
menjalani terapi infertilitas, banyak ahli meyakini bahwa prosedur ini tidak boleh
dipergunakan sebagai jaring pengaman untuk klinik infertil (7,8)
BAB II
KEHAMILAN MULTIFETAL
Kehamilan kembar adalah
Kehamilan tersebut selalu menarik perhatian wanita itu sendiri dokter dan masyarakat
pada umumnya. Kehamilan dan persalinan membawa risiko bagi janin. Bahaya bagi ibu
tidak sebegitu besar, tetapi wanita dengan kehamilan kembar memerlukan pengawasan
dan perhatian khusus bila diinginkan hasil yang memuaskan bagi ibu dan janin.(34)
2.1. Frekuensi
Insiden kehamilan kembar tiga atau lebih meningkat cukup tajam pada dua
dekade terkahir . Perubahan ini oleh karena kontribusi dari kesuksesan para pakar
infertilitas dalam penggunaan teknik reproduksi bantuan. Seperti dilaporkan oleh Jewel
bahwa kehamilan kembar pada tahun 1970 1: 55, tahun 1990 menjadi 1:43. Triplet
1:3323, menjadi 1: 1341. Demikian juga pada Quadriplet terjadi peningkatan lebih dari
10-20 kali. (5)
2.2. Faktor Risiko Terjadinya Kehamilan Multifetal.
Untuk terjadinya kehamilan multifetal beberapa faktor telah disebut sebagai
penyebab diantaranya umur, paritas,nutrisi, ras, riwayat terapi infertil, maupun program
bayi tabung.(4,5,6)
2.2.1 Umur dan paritas
Umur merupakan faktor penting terjadinya kehamilan maupun kehamilan kembar.
Melakukan transfer embryo pada keadaan umur yang lebih tua terjadi penurunan angka
kelahiran , pada kelompok umur < 35, 35-39 dan > 39 akan terjadi penurunan dari 32 ke
25 dan 12 %. (4,21,33)
Meningkatnya umur dan paritas secara tidak langsung meningkatklan kehamila
kembar pada populasi pada berbagai studi. Di Swedia Paterson melaporkan frekuensi
kehamilan kembar pada kehamilan pertama 1,3 % dibanding 2,7 % pada kehamilan ke
empat. Di Nigeria, Azubuke mendapatkan 2% pada kehamilan pertama dan meiningkat
menjadi 6,6% pada kehamilan keenam atau lebih. (6)
3
dalam serial
penelitian adalah 33 minggu, yang angkanya tepat sama dengan angka yang di dapat
pada penelitian sebelumnya terhadap 110 pasangan triplet yang dipublikasikan
sebelumnya. (12,13,27,28)
Dari penelitian Sasson dkk, 1990, tentang triplet dan kehamilan gemeli,
didapatkan bahwa
persalinan preterm yang lebih tinggi ( 87 vs 26,7%), dan rawat inap neonatus yang lebih
panjang ( 29 vs 8,5 hari) dengan berat badan lahir yang lebih rendah ( 1772 vs 2475g)
dan rata-rata usia kehamilan saat persalinan yang lebih rendah . Kebanyakan triplet
membutuhkan perawatan di NICU, 34% membutuhkan intubasi dan hanya 3% yang
menjadi penyakit paru kronis. Keluaran neonatus jangka pendek triplet serupa dengan
bayi tunggal hidup dan gemeli yang dipasangkan untuk usia kehamilan. (18,22,23,30)
Seluruh wanita yang mengandung kembar 4 dan 5 melahirkan secara prematur,
dengan mortalitas perinatal 25% pada pasien yang dapat mencapai usia kehamilan 24
minggu. Meski data untuk kembar 4 sangat terbatas, terdapat 4 serial penelitian yang
5
dilaporkan
meneliti
persalinan dengan umur kehamilan < 37 minggu; 57% dengan 32 mg dan 22% umur
kehamilan antara 24-28 minggu.(2,13,15)
Keluaran kembar 5 memiliki laporan kasus yang lebih terbatas, dan kelahiran
hidup kembar 6 jarang dilaporkan. Dua kasus kelahiran bayi kembar 7 banyak
dipublikasikan pada tahun 1997, dan terdapat laporan mengenai kelahiran kembar 8 dari
seorang wanita Texas. Salah satu dari kembar 8 tidak dapat bertahan hidup pada masa
neonatal, tidak ada satupun laporan dari keberhasilan hidup kembar 8. Terdapat satu
laporan kasus yang lain, dari 5 bayi yang bertahan hidup dari kelahiran kembar 8, yang
dilaporkan pada usia kehamilan 33 minggu yang dilaporkan normal hingga usia 2 tahun .
(16,17)
BAB III
REDUKSI KEHAMILAN MULTIFETAL
3.1 Definisi
Reduksi Kehamilan Multifetal digunakan pada keadaan melakukan eliminasi pada fetus
baik yang terdeteksi mengalami kelainan ataupun normal pada kehamilan kembar dengan
tujuan untuk memperbaiki prognosis dan survival dari janin yang normal atau tersisa.
Reduksi selektif digunakan untuk eliminasi fetus dengan kelainan kongenital atau dengan
kelainan kromosome dengan tujuan meningkatkan survival janin yang normal. Istilah
reduksi elektif
tujuan untuk meningkatkan survival janin yang lain dalam kehamilan tersebut. Reduksi
kehamilan multifetal, reduksi kehamilan ganda karena alasan kesehatan ibu, alasan
psikologis ataupun sosial ekonomi (2,9,11,12)
(4,12)
multipel yang tinggi dimulai sejak satu dekade yang lalu dan bahkan kemudian
bertumbuh lebih keras lagi. Meskipun masyarakat internasional dalam bidang ini
mengeluarkan pedoman ataupun rekomendasi mengenai jumlah embrio yang ditransfer,
efek dari adanya pedoman ini masih minimal di lapangan. Temuan ini menentang adanya
regulasi profesional yang dimiliki oleh masing-masing dokter. Jadi tidaklah
mengherankan apabila rekomendasi ini tidak dapat dengan cepat diterima. (4,12, 13, 14, 21)
Untuk melakukan reduksi kehamilan multifetal
1. Kehamilan multifetal lebih besar atau sama dengan 3 baik dengan abnormal,
mencurigakan pada satu janin atau tidak (tabel 1)
2. Dilakukan pada umur kehamilan lebih besar atau sama dengan 10 mg
3. Mendapat persetujuan pasangan suami istri
3.3. Konseling
Seperti semua tindakan medis yang lain, sebelum memulai terapi infertilitas atau
tiap usaha untuk melakukan terminasi selektif atau reduksi, pasangan harus diberitahukan
tentang risiko dan keuntungan sehingga diperoleh persetujan mereka. Konseling tentang
kehamilan hendaknya mencakup diskusi mengenai harapan morbiditas dan mortalitas bila
kehamilan diteruskan, menurut jumlah janin, harapan morbiditas dan mortalitas dengan
kembar atau triplet, yang mana akan dialami setelah reduksi dan risiko dari prosedur itu
sendiri. (11,12,15,18)
Konseling harus dipikirkan sebagai proses yang terus berjalan, dimulai sebelum
pengambilan keputusan dan berlanjut hingga penatalaksanaan pasien. Risiko dari terapi
infertilitas adalah kehamilan multifetal, yang berhubungan dengan kejadian abortus
spontan, persalinan preterm dan morbiditas dan mortalitas neonatal. Informed consent
mengenai kemungkinan kehamilan multipel dan adanya risiko maternal seperti
pemanjangan waktu di rumah sakit, perdarahan ante partum, perdarahan post partum,
hipertensi dalam kehamilan dan peningkatan risiko untuk sectio caesaria harus dijelaskan
kepada pasien.(19,22,23,33)
Juga merupakan kewajiban dokter untuk menginformasikan pada pasien bahwa
reduksi janin juga memiliki risiko pula terhadap janin yang lain, seperti adanya
kehilangan kehamilan pada 4,5-7,6% reduksi triplet menjadi gemeli di multisenter yang
besar. Laporan adanya berat badan lahir rendah dari gemeli hasil reduksi triplet juga
menjadi perhatian, meski seharusnya tidak ada perbedaan antara gemeli hasil reduksi
triplet . (19, 33)
Terdapat laporan bahwa 93% pasien
menyatakan tetap akan mengambil keputusan tersebut jika dapat diulang meski hal
tersebut merupakan hal yang menyedihkan dan penuh stress. Isu etika dari tindakan ini
harus dibicarakan dengan pasien sebelum memulai terapi. Pasien mesti diingatkan
mengenai perasaan mereka dan risiko tindakan ini karena merupakan bagian dari proses.
(18,19,25,26)
3.4. Teknik/Prosedur.
Reduksi kehamilan multifetal merupakan day care service. Umumnya dilakukan
pada usia kehamilan 10-12 minggu. Kita menunggu 10 minggu adalah untuk menunggu
terjadinya reduksi alami dan memberikan kesempatan untuk secara alamiah dilakukan
identifikasi adanya kelainan pada janin
(12,14,15)
konseling yang menyeluruh menyangkut tujuan, teknik serta risiko tindakan. Setelah itu
persiapan berupa pemeriksaan USG permulaan untuk menentukan jumlah dan panjang
pantat-kepala ( crown-rump length) seluruh janin yang viabel. Kemudian teknik yang
akan dilakukan bisa secara transabdominal, transervikal ataupun secara transvagina.(1,22,27)
Seleksi janin mana yang akan direduksi dipilih dari janin mana yang secara teknis
lebih mudah untuk prosedur, kecuali apabila didapatkan perbedaan pertumbuhan yang
nyata ( janin dengan crown-rump length paling pendek), peningkatan translusensi nuchal
ataupun kelainan. Janin yang terletak paling dalam sedapat mungkin tidak diusik. Pada
kasus reduksi akibat adanya abnormalitas, identifikasi janin yang tepat, khorion yang
tepat dan penentuan tingkat keparahan ( lethal/tidak) merupakan hal yang sangat penting.
Janin dengan kelainan morfologi dapat dengan mudah diperiksa melalui USG namun
pada janin dengan kelainan kromosomal, identifikasi visual merupakan hal yang tidak
mungkin, karenanya direkomendasikan untuk dilakukan amniosintesis, biopsi plasenta
atau pengambilan sampel darah janin sebelum melakukan tindakan. Pengambilan
spesimen untuk konfirmasi setelah tindakan juga perlu dilakukan untuk memastikan tidak
ada kesalahan pada reduksi. (1,4,5,33)
3.4.1. Pendekatan Transabdominal
Setiap wanita yang akan menjalani MPR, dilakukan pemeriksaan USG
permulaan untuk menentukan jumlah dan panjang pantat-kepala seluruh janin yang
viabel. Pasangan tersebut diberikan konseling yang panjang lebar mengenai risiko dan
kemungkinan manfaat MPR. Sesi ini dilakukan paling tidak 1 hari sebelum prosedur
untuk memberikan kesempatan pada pasangan tersebut memikirkan hal-hal yang
berkaitan dan menanyakan pertanyaan-pertanyaan yang mereka alami. Prosedur
dilakukan tanpa rawat inap. Dosis tunggal antibiotika diberikan sebelum tindakan.
Pemeriksaan USG dilakukan untuk mengetahui lokasi dari masing-masing kantung
embrio. Operator dan asisten
10
untuk mencari adanya kemungkinan denyut jantung pada janin yang direduksi. Wanita
tersebut dianjurkan untuk membatasi aktifitasnya selama 48 jam ke depan dan
melaporkan adanya kejadian perdarahan, keluarnya cairan, kontraksi ataupun adanya
tanda-tanda infeksi. USG follow-up dilakukan 2 minggu kemudian.
(1,2,3,4,5,33)
11
melaksanakan prosedur pada 9,5 minggu (1). Terdapat adanya teori lain yang mendasari,
meski kantung embrio terdalam adalah lokasi yang paling mudah untuk diraih dengan
pendekatan transvaginal, kematian janin pada sakus tersebut dapat menjadi predisposisi
untuk kejadian KPD dalam kehamilan. Komplikasi ini belum terbukti penting dan
menjadi masalah klinis
(1)
. Selain itu risiko infeksi adalah lebih besar apabila yang dipilih
adalah rute transvagina. Pada penelitian lain, terdapat 3 pasien dengan infeksi dari 134
yang menjalani prosedur. Dua dari infeksi tersebut berespon terhadap infeksi dan 1
sisanya membutuhkan tindakan terminasi kehamilan. Pendekatan tranvagina lebih mudah
dilakukan pada pasien obese dan pada pasien dengan jaringan parut di abdomen.(4,10,11,14,15)
Seperti pada pendekatan transvaginal, direkomendasikan penggunaan betadine
pada vagina sebelum prosedur. Direkomendasikan pula penggunaan antibiotika broad
spektrum. Senter-senter yang menggunakan pendekatan ini secara rutin melakukan
kultur serviks untuk klamidia dan streptokokus grup B sebelum tindakan (10)
USG dilakukan untuk mengevaluasi uterus, plasenta dan fetus. Bila seluruh bayi
tampak normal, maka target reduksi adalah bayi yang secara teknis paling mudah
direduksi.
kehamilan 8-11 minggu. Speculum dipasang pada vagina kemudian vagina dan serviks
dibersihkan dengan betadine. Portio dijepit dengan tenaculum kemudian dengan tuntunan
USG menggunakan suction kuretage mini diarahkan pada embryo yang diinginkan.
12
Teknik ini secara umum sukses namun sudah jarang digunakan karena komplikasi
kegugurannya yang tinggi, hampir 50%. (11,16,18)
3.5. Pemeriksaan Genetik
Pasien yang menjalani MPR juga memiliki indikasi tambahan untuk menjalani
pemeriksaan genetik, seperti risiko pada wanita yang berusia tua yang meningkat untuk
terjadinya kromosome abnormal. Pasien yang memiliki risiko untuk kelainan autosomal
resesif ataupun autosomal dominan menghadapi dilema yang serupa pada saat MPR.
Meskipun beberapa kelainan morfologis dapat dideteksi melalui USG pada saat tindakan
MPR, kebanyakan kelainan kariotipe tidak dapat ditemukan kecuali melalui biopsi villi
khorion (CVS) atau amniosentesis.(17,12,19)
Brambati dkk mendiagnosis 5 kasus aneuploidy, 4 kasus thalasemia mayor dan 1
kasus hiperplasia adrenal kongenital menggunakan CVS sebelum melakukan MPR
(18)
Hal serupa didapatkan dalam serial penelitian dari 25 pasien yang menjalani CVS
sebelum melakukan MPR oleh De Catte dkk
(19).
CVS yang dilakukan sebelum MPR adalah memungkinkan secara teknik dan tidak
meningkatkan risiko abortus setelah MPR. Meskipun hasil ini menimbulkan dukungan
dan harapan, masih terdapat pertanyaan mengenai kesalahan sampel akibat teknik ini
dipergunakan untuk kehamilan multifetal dan pasien harus mendapatkan konseling
mengenai kemungkinan ini.(18,19,25)
Peneliti-peneliti lain melaporkan hasil yang berkebalikan. Tabsh dan Theroux
(1991) menemukan adanya peningkatan risiko abortus pada pasien yang melakukan
amniosentesis dan MPR apabila dibandingkan dengan kelompok yang hanya menjalani
MPR. Penulis menduga adanya inflamasi subkilinis akibat MPR dapat menjadi
predisposisi peningkatan risiko KPD ataupun infeksi setelah amniosentesis. Tiga
penelitian lain menemukan tidak adanya peningkatan risiko akibat amniosentesis.(15,18,21,)
3.6. Keluaran Setelah Reduksi
Evans dkk melaporkan, dari 463 MPR yang melibatkan 18 gemeli, 175 triplet,
193 kuadriplet, 52 kuintuplet dan 25 dengan janin lebih dari enam pada saat prosedur,
secara teknis terjadi 100% kesuksesan teknik. Bayi yang dilahirkan pada usia kehamilan
13
lebih dari 24 minggu adalah sebesar 83,8% dan 16,2 % sisanya mengalami abortus
seluruh janin pada atau sebelum 24 minggu. Wanita yang melahirkan setelah usia lebih
dari 24 minggu adalah 83,5% dengan umur kehamilan lebih dari 33 minggu, 9,4%
dengan umur kehamilan 29-32 minggu dan 7,1% dengan umur kehamilan antara 25-24
minggu. Sembilan belas dari 75 kehamilan yang mengalami abortus pada umur
kehamilan kurang dari 24 minggu terjadi dalam empat minggu setelah prosedur,
sedangkan 56 sisanya terjadi setelah empat minggu. Angka abortus adalah bermakna
namun serupa dengan 22% aboruts spontan pada wanita yang memang dengan gangguan
infertilitas dan sedang hamil karena menjalani terapi seperti yang dilaporkan oleh
American Fertility Society (1993). Tidak ada variasi abortus apabila tindakan dilakukan
pada usia kehamilan antara 8-12 minggu, namun usia kehamilan saat melahirkan lebih
rendah pada pasien yang menjalani tindakan pada usia kehamilan 13-14 minggu. Setiap
pusat kesehatan yang terlibat dalam penelitian ini melaporkan adanya penurunan angka
abortus seiring dengan meningkatnya pengalaman. (1,2,4,8)
Pada tahun-tahun berikutnya, pengalaman MPR kolaboratif diperbaharui dengan
melibatkan 1074 tindakan dan cukup besar untuk mendemonstrasikan adanya penurunan
angka abortus akibat MPR transabdominal, dari 16 % pada tahun pertama pelaksanaan
tindakan menjadi 8-9% pada tahun berikutnya. Apabila distratifikasi jumlah embrio awal
dan embrio akhir, angka abortus pada reduksi triplet menjadi gemeli adalah sebesar 4,5%.
Meskipun kejadian abortus menurun seiring dengan meningkatnya pengalaman, angka
abortus lebih rendah pada kelompok transabdominal apabila dibandingkan dengan
transvaginal ( 5,4% dibanding 12,0%).(,2,4)
Pada dekade pertama setelah diperkenalkannya tindakan ini, keuntungan MPR
berguna pada janin lebih dari 4 janin . Usia kehamilan rata-rata saat persalinan dari
wanita dengan kehamilan lebih dari 4 janin yang direduksi sehingga menjadi gemeli lebih
tinggi secara bermakna apabila dibandingkan dengan mereka yang tidak menjalani
reduksi. Rawat inap untuk ibu dan neonatus lebih singkat pada mereka yang menjalani
reduksi. Risiko untuk persalinan imatur-prematur ( kurang dari 28 minggu) juga
menurun. (1,2,4,8)
Pada penelitian triplet ( tabel 2) yang direduksi menjadi gemeli dikaitkan dengan
pemanjangan durasi kehamilan. Hal ini kemudian dikaitkan dengan peningkatan berat
14
badan dan rendahnya angka rawat NICU. Tidak ada data penelitian yang meneliti
keluaran jangka penjang dari anak triplet yang dibandingkan dengan gemeli hasil reduksi
triplet. Data-data hanya bisa didapatkan mengenai efek MPR terhadap risiko persalinan
sebelum usia kehamilan 28 minggu. Keluaran dari gemeli yang merupakan hasil dari
reduksi triplet dapat dikatakan mirip dengan gemeli yang bukan hasil reduksi. Sebagai
tambahan bahwa reduksi triplet menjadi gemeli juga menurunkan insidens diabetes
kehamilan seperti pada salah satu penelitian terjadi penurunan diabetes kehamilan dari
22% menjadi 6 % pada triplet direduksi menjadi gemeli . (1,2,4,8)
Tabel 2.
Perbandingan hasil keluaran triplet yang direduksi menjadi gemeli dengan gemeli non
reduksi
meningkat pada trimester II. Diduga hal ini disebabkan oleh pelepasan jaringan atau
serum dari janin yang mati dan jumlahnya/ nilainya sesuai dengan banyaknya fetus yang
direduksi karenanya pemeriksaan -fetoprotein rutin untuk melihat adanya defek tabung
neural menjadi tidak valid dan harus dilakukan USG yang teliti.(21,24)
15
Dengan matinya 1 atau lebih janin, baik secara spontan maupun iatrogenik, ibu
mengalami peningkatan risiko untuk DIC. Komplikasi ini diyakini terjadi karena adanya
pelepasan bahan-bahan tromboplastik ibu ke dalam sirkulasi. Karena adanya risiko ini ,
maka direkomendasikan untuk melakukan pemeriksaan profil pembekuan darah secara
periodik. Penelitian yang melakukan pemeriksaan setiap 2 bulan menunjukkan bahwa
angka kejadian ini adalah sangat jarang.
Fungsi endometrium residual menurun setelah reduksi, hal ini ditandai dengan
adanya penurunan insulin like growth factor binding proten 1 ( IGFB-1), protein plasenta
14 yang terjadi 2 minggu setelah reduksi dan bertahan selama beberapa bulan, mungkin
bertanggung jawab menyebabkan peningkatan insiden retardasi pertumbuhan dan
persalinan preterm dini pada kehamilan tersebut(1,12,24)
`
3.7.1. Risiko
Komplikasi tindakan termasuk infeksi, ketuban pecah dini, dan abortus. Sulit
untuk menentukan angka tepat dari abortus terkait MPR. Abortus pada usia kehamilan
kurang dari 24 minggu adalah 9,5% dan 16,2% pada Mount Sinai dan penelitian
kolaboratif. Secara respektif 84% dan 75% terjadi dalam 4 minggu setelah tindakan.
Durasi antara prosedur dan abortus ini menimbulkan kecurigaan. Banyak penelitian telah
menunjukkan bahwa wanita yang menjalani induksi ovulasi dengan/tanpa ART
mengalami risiko abortus yang lebih tinggi dibandingkan wanita yang mengalami
kehamilan secara spontan ( Australia In Vitro Fertilization Collaborative Group .(24).
Mungkin hal ini disebabkan pula karena usia pasien yang lebih tua, penyebab mengapa
mereka tidak mampu menghasilkan konsepsi ataupun terapi infertilitas itu sendiri. Tidak
didapatkan adanya keraguan bahwa apabila jarum diletakan pada uterus yang sedang
hamil, risiko abortus akan meningkat, namun apabila MPR dilakukan oleh operator yang
berpengalaman, data yang ada menunjukkan bahwa risiko prosedur adalah kurang dari
5% (24,25)
Tidak ada laporan mengenai cedera anatomi. Risiko kematian janin intrauterin
dari janin yang tersisa sulit diperkirakan, namun banyak dilaporkan. (25) Risiko dari janin
yang tersisa, dengan besar insiden bervariasi mulai dari 13-50%. Namun pada suatu
penelitian kohort retrospektif terakhir,. Torok dkk(1998) tidak menemukan IUGR yang
16
diakibatkan oleh tindakan MPR, kecuali pada jumlah janin lebih besar atau sama dengan
5. Dari 441 kembar hasil reduksi, insiden IUGR adalah sebesar 12,1% dari triplet dan
kuadriplet, dan insiden IUGR menjadi 23,1% bila reduksi pada kehamilan janin 5 atau
lebih. Kelompok kontrol dari gemeli diskhorionik mengalami 14% insiden IUGR. Insiden
kurangnya berat badan pada gemeli adalah serupa baik untuk hasil reduksi maupun
nonreduksi.(25,28)
Ketakutan mengenai koagulopati maternal dan kemungkinan cedera dari janin
yang hidup ( non reduksi) sepertinya tidak perlu dikhawatirkan. Tidak didapatkan kasus
DIC maternal pada pasien yang menjalani reduksi kehamilan pada trimester I. Satu
kematian maternal dilaporkan pada wanita dengan morbid obese, yang mengandung 7
anak, yang kemudian mengalami emboli pulmoner septik 3 hari setelah MPR
Risiko spesifik yang umum pada terminasi selektif atau reduksi termasuk :
1. Abortus dari janin yang ada
2. Abortus janin yang normal pada kembar
3. Retensi janin abnormal secara genetik atau struktural
4. Kerusakan janin tanpa kematian
5. Persalinan preterm pada janin yang tersisa.
6. Perkembangan janin kembar diskordan atau janin dengan restriksi
pertumbuhan
7.
(24).
Sembilan puluh satu persen dari pasien-pasien ini setuju untuk melakukan wawancara per
17
telepon selama 45 menit menjawab pertanyaan terstruktur. Wawancara ini dilakukan pada
tahun 1992 atau 2-6 tahun setelah tindakan MPR. Delapan puluh dua wanita melahirkan
bayi yang sehat dan 10 wanita sisanya mengalami kematian janin dalam kandungan.
Meskipun hampir seluruh dari wanita ini sangat menyesal menjalani MPR, 93%
kelompok awal dan 70% dari kelompok kedua menyatakan apabila terulang mereka akan
kembali mengambil keputusan yang sama. Pada hampir semua kasus, alasan utama dari
pengambilan keputusan tersebut adalah perlunya pengorbanan dari beberapa janin untuk
mempertahankan hidup dan kesehatan
(27).
Mayoritas
pasien menyatakan bahwa mereka tidak mengetahui adanya risiko dari induksi ovulasi
dan terapi infertilitas. Hanya 2 dari 21 pasangan yang melaporkan adanya perasaan
kehilangan dari janin yang direduksi. Periode kehilangan umumnya bertahan kurang dari
3 bulan, namun 37% pasien mengalami reaksi kehilangan pada saat reduksi tersebut. (27,28)
Hasil-hasil diatas membuat kita tahu akan pentingnya dukungan dan edukasi pada
seluruh pasien yang mengambil keputusan untuk MPR. Dokter yang melakukan prosedur
ini harus sensitive terhadap isu ini dan mau membicarakannya secara terbuka dengan
pasien. Konseling follow-up dengan profesional dibidang kesehatan mental harus mudah
didapatkan oleh pasien yang akan menjalani prosedur ini.
18
BAB III
MASALAH ETIKA
Terdapat banyak masalah etika yang kompleks dalam MPR. Apakah adil untuk
menurunkan jumlah fetus dalam uterus untuk menurunkan risiko yang tidak spesifik pada
seluruh fetus?. Beberapa pengarang/peneliti membahas masalah etika dalam MPR. Pada
kelompok masyarakat dimana aborsi dapat dilakukan atas permintaan, prosedur MPR
tidak akan membutuhkan alasan tambahan. Haruslah diingat bahwa yang memiliki janin
19
multipel ini adalah wanita yang menjalani terapi infertilitas yang sangat menginginkan
anak. Terminasi elektif dari janin yang sehat belumlah menjadi hal yang biasa. Alasan
medis untuk melakukan MPR mengikuti suatu analogi filosofi, analogi, life boat, yaitu
beberapa penumpang yang tenggelam tidak memiliki akses dari perahu penyelamat yang
overcrowed, bila perahu membawa mereka maka perahu akan tenggelam dan penumpang
sisanyapun akan meninggal. Dalam kasus wanita yang mengandung banyak janin,
terdapat banyak argumen mengenai adanya janin hidup yang tidak berdosa, yang harus
dikorbankan karena alasan peningkatan survival ataupun untuk menurunkan morbiditas
yang serius pada bayi yang ditinggal. Konsep, proportional digunakan untuk membantah,
yaitu prosedur ini akan memberikan yang terbaik untuk individu yang tinggal (24).
Chervenak dkk, menggunakan prinsip otonomi maternal dan prinsip keuntungan (
beneficence) dimana MPR dapat dilakukan untuk mencapai kehamilan yang dapat
memberikan kelahiran hidup dengan morbiditas dan mortalitas neonatal yang minimal .
(24,26)
Bila seseorang tidak menanggapi masalah isu sosial, ekonomi dan hanya
berkonsentrasi pada relevansi medisnya, sangat jelas dilihat bahwa risiko persalinan
preterm yang sangat muda yang menyebabkan peningkatan mortalits perinatal dan
morbiditas yang berat secara efektif dapat dikurangi oleh MPR pada wanita yang
mengandung janin 4 atau lebih. Data yang ada tidak terlalu meyakinkan untuk triplets,
dan masih tetap menjadi daerah abu-abu hingga didapatkan informasi mengenai keluaran
jangka panjang. Banyak ahli kandungan merasa bahwa MPR tidak bisa dibenarkan pada
gemeli kecuali apabila terdapat faktor yang menuntut adanya kesuksesan hasil pada
kasus-kasus yang khusus, seperti pada wanita dengan uterus bikornu atau wanita-wanita
dengan riwayat persalinan early preterm dengan bayi tunggal hidup. Perlu diingat bahwa
tindakan ini memiliki potensi untuk menyebabkan keguguran dan karenanya pasangan
janganlah diberikan konseling mengenai reduksi kecuali apabila mereka siap dengan
kemungkinan kehilangan janinnya . (26,28)
Perhatian juga difokuskan pada daerah/bidang yang menyebabkan masalah
kehamilan multipel tinggi. MPR dinyatakan sebagai solusi medis yang membawa
masalah iatrogenik ( Maymon dkk, 1995). Lebih dari 90% pasien yang menjalani MPR
mendapatkan kehamilannya melalui assisted reproduction technicques. Beberapa negara
20
telah mengambil langkah hukum untuk membatasi jumlah embrio yang dapat ditanam
pada pasien. Meskipun AS tidak memiliki aturan spesifik, Komite etika dari, American
Sociaty for Reproductive Medicine, telah mengeluarkan pedoman untuk tidak melakukan
transfer sejumlah embrio ( Ethical Considertaion of Assisted Reproductive Technologies,
1994). Membatasi jumlah embrio akan menurunkan angka kehamilan multipel, namun
hampir 60% pasien melakukan stimulasi ovulasi bukan bayi tabung. Sehingga pedoman
tambahan untuk induksi ovulasi merupakan hal yang menguntungkan.
BAB IV
RINGKASAN
Kehamilan multifetal kebanyakan bermasalah, diperkirakan terjadi 9,7 kematian
per 1000 kelahiran tunggal hidup ; 52,7 kematian per 1000 kelahiran gemeli; dan 138,5
kematian dari 1000 kelahiran hidup triplet . Umur rata-rata pada triplet adalah 33 minggu
sedangkan untuk quadriplet dan quintuplet sebagian besar (98%) lahir sebelum 37
21
22
embrio yang ditransfer pada fertilisasi invitro/program transfer embrio. Perlu dimengerti,
bahwa ditangan seorang profesional yang sangat berpengalaman, kehamilan multipel
tidak bisa sepenuhnya dihindari. Karenanya reduksi janin multipel, data mengenai
pengalaman yang ada menunjukkan bahwa reduksi kehamilan adalah pilihan yang relatif
aman dan efektif pada pasien-pasien yang menghadapi dilema persalinan prematur yang
amat dini dengan kehilangan seluruh janinnya.
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
23
4.
5.
6.
7.
Guido Pennings. Multiple Pregnancies : a test case for the moral quality of
medically assisted reproduction. Human reproduction 2000; 15 : 2466-2469.
8.
9.
Garel M. et al. Psychological reaction after multifetal pregnancy reduction : a 2year follow-up study. Human reproduction 1997; 12 : 617-622
10.
11.
12.
14.
15.
Philipe Kadhel et al. Are there still obstetric and perinatal benefits for selective
embryo reduction of triplet pregnancies?. Human reproduction 1998;13: 35553559
16.
17.
24
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
Barbara luke et al. The Rise in Multiple Births in the United States : Who,
What, When, Where, and Why. Clinical Obstetrics and Gynecology . 2004. 118133
27.
28.
29.
Venu Jain et al. The Twin-Twin Transfusion Syndrome. Clinical Obstetrics and
Gynecology . 2004. 181-201.
30.
31.
32.
D.J. Owen, L. Antenatal Care for Women With Multiple Pregnancies : The
Liverpool Approach. Clinical Obstetrics and Gynecology . 2004. 263-273.
25
33.
34.
Sari Pustaka
26
OLEH
ANOM SUARDIKA
PEMBIMBING
Dr. TJOKORDA GDE AGUNG SUWARDEWA, SpOG (K)
27
OLEH
ANOM SUARDIKA
28
TABEL KOREKSI
Hal 1. paragraf 2, alinia ketiga : Risiko morbiditas dan mortalitas maternal dan neonatal
akan meningkat bila pilihan kedua yang dipilih, dan risiko tersebut akan meningkat
sesuai dengan pertambahan jumlah janin.
Hal 2. paragraf 1, alinia 1 : dipilih( kecuali : dipilih kecuali
Hal 3. paragraf 2, alinia 1: diantraranya : diantaranya
29
30