Sistem BCS
Sistem BCS
Sistem BCS
Untuk
meningkatkan
efisiensi
pengembangan
obat
dan
proses
peninjauan
dengan
dari
Untuk merekomendasikan suatu metode untuk klasifikasi yang sesuai dengan disolusi bentuk
3. Klasifikasi BCS
BCS (Biopharmaceutical Classification System) atau sistem klasifikasi biofarmasetika diklasifikasikan
menjadi empat kelas, diantaranya adalah :
1. Kelas I (Permeabilitas tinggi, Kelarutan tinggi)
Misalnya Metoprolol, Diltiazem, Verapamil, Propranolol. Obat kelas I menunjukkan penyerapan yang
tinggi dan disolusi yang tinggi. Senyawa ini umumnya sangat baik diserap. Senyawa Kelas I
diformulasikan sebagai produk dengan pelepasan segera, laju disolusi umumnya melebihi pengosongan
lambung.
Oleh karena itu, hampir 100% penyerapan dapat diharapkan jika setidaknya 85% dari produk larut dalam
30 menit dalam pengujian disolusi in vitro dalam berbagai nilai pH, oleh karena itu data bioekivalensi in
vivo tidak diperlukan untuk menjamin perbandingan produk (Wagh dkk., 2010).
2. Kelas II (Permeabilitas tinggi, Kelarutan rendah)
Misalnya Fenitoin, Danazol, Ketokonazol, asam mefenamat, Nifedipine. Obat kelas II memiliki daya serap
yang tinggi tetapi laju disolusi rendah. Dalam disolusi obat secara in vivo maka tingkat penyerapan
terbatas kecuali dalam jumlah dosis yang sangat tinggi. Penyerapan obat untuk kelas II biasanya lebih
lambat daripada kelas I dan terjadi selama jangka waktu yang lama. Korelasi in vitro-in vivo (IVIVC)
biasanya diterima untuk obat kelas I dan kelas II.
Bioavailabilitas produk ini dibatasi oleh tingkat pelarutnya. Oleh karena itu, korelasi antara bioavailabilitas
in vivo dan in vitro dalam solvasi dapat diamati (Reddy dkk., 2011).
3. Kelas III (Permeabilitas rendah, Kelarutan tinggi)
Misalnya Simetidin, Acyclovir, Neomycin B, Captopril. Permeabilitas obat berpengaruh pada tingkat
penyerapan obat, namun obat ini mempunyai laju disolusi sangat cepat. Obat ini menunjukkan variasi
yang tinggi dalam tingkat penyerapan obat. Karena pelarutan yang cepat, variasi ini disebabkan
perubahan permeabilitas membran fisiologi dan bukan faktor bentuk sediaan tersebut. Jika formulasi
tidak mengubah permeabilitas atau waktu durasi pencernaan, maka kriteria kelas I dapat diterapkan
(Reddy dkk., 2011).
4. Kelas IV (Permeabilitas rendah, Kelarutan rendah)
Misalnya taxol, hydroclorthiaziade, furosemid. Senyawa ini memiliki bioavailabilitas yang buruk. Biasanya
mereka tidak diserap dengan baik dalam mukosa usus. Senyawa ini tidak hanya sulit untuk terdisolusi
tetapi sekali didisolusi, sering menunjukkan permeabilitas yang terbatas di mukosa GI. Obat ini
cenderung sangat sulit untuk diformulasikan (Wagh dkk., 2010).
Suatu obat dianggap sangat larut ketika kekuatan dosis tertinggi yang larut dalam 250 ml air pada
Suatu obat dianggap sangat permeabel ketika tingkat penyerapan pada manusia 90% dari dosis
yang diberikan, berdasarkan pada keseimbangan massa atau dibandingkan dengan dosis pembanding
intravena.
3.
Suatu produk obat dianggap cepat melarut ketika 85% dari jumlah berlabel bahan obat larut dalam
waktu 30 menit menggunakan alat disolusi I atau II dalam volume 900 ml larutan buffer.
Dalam pedoman ini, suatu produk obat dikatakan cepat melarut jika tidak kurang dari 85% dari jumlah
berlabel bahan obat larut dalam waktu 30 menit, menurut US Pharmacopeia (USP) alat disolusi I pada
100 rpm (atau alat disolusi II pada 50 rpm) dalam volume 900 ml atau kurang di setiap media seperti HCl
0,1 N atau cairan lambung buatan tanpa enzim, larutan buffer pH 4,5, larutan buffer pH 6,8 atau cairan
usus buatan tanpa enzim (Wagh dkk., 2010).
2. Kelarutan
Tujuan dari pendekatan BCS adalah untuk menentukan kesetimbangan kelarutan suatu obat dalam
kondisi pH fisiologis. Profil kelarutan terhadap pH suatu obat uji harus ditentukan pada 37 1 oC dalam
media air dengan rentang pH 1-7,5. Kondisi pH untuk penentuan kelarutan dapat didasarkan pada
karakteristik ionisasi obat uji. Misalnya, ketika pKa obat berada di kisaran 3-5, kelarutan harus ditentukan
pada pH = pKa, pH = pKa +1, pH = pKa-1, dan pada pH = 1 dan 7,5. Minimal dilakukan tiga kali
percobaan. Larutan buffer standar yang dijelaskan dalam USP dapat digunakan dalam studi kelarutan.
Jika buffer ini tidak cocok untuk alasan fisik atau kimia, larutan penyangga lainnya dapat digunakan. PH
larutan harus diverifikasi setelah penambahan obat untuk buffer (Wagh dkk., 2010).
3. Permeabilitas
Permeabilitas didasarkan langsung pada tingkat penyerapan usus suatu obat pada manusia atau tidak
langsung pada pengukuran laju perpindahan massa melintasi membran usus manusia.
Suatu obat dikatakan sangat permeabel ketika tingkat penyerapan pada manusia adalah 90% atau lebih
dari dosis yang diberikan, berdasarkan pada keseimbangan massa atau dibandingkan dengan dosis
pembanding intravena (Reddy dkk., 2011).
DAFTAR PUSTAKA
Bethlehem. (2011). Biopharmaceutical Classification System and Formulation Development. Technical Brief 2011
Volume 9.
Sutriyo., Rachmat, Hasan., & Rosalina, Mita. (2007). Pengembangan Sediaan dengan Pelepasan Dimodifikasi
Mengandung Furosemid sebagai Model zat aktif Menggunakan Sistem Mukoadhesif. Majalah Ilmu Kefarmasian,
5(1), 1-8.
Reddy, Kumar., & Karunakar. (2011). Biopharmaceutics Classification System: A Regulatory Approach.
Dissolution Technologies, 31-37.
Wagh P., Millind., & Patel, Jatis. (2010). Biopharmaceutical Classification System: Scientific Basis for
Biowaiver Extensions. International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical sciences, 2(1), 12-19.
Dash, Vikash., & Kesari, Asha. (2011). Role of Biopharmaceutical Classification System In Drug Development
Program. Journal of Current Pharmaceutical, 5 (1), 28-31.
Eksipien
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Eksipien adalah bahan yang tidak aktif yang dibuat bersamaan dengan bahan aktif dari suatu
obat-obatan yang bertujuan untuk meningkatkan volume (bulking up) bahan aktif tersebut.
Eksipien disebut juga dengan pelarut (diluent) atau "pengisi" (filler). Dengan meningkatkan
volume obat tanpa menambah dosis bahan aktifnya memungkinkan obat untuk dikonsumsi lebih
mudah. Eksipien tertentu juga berfungsi untuk melarutkan bahan aktif obat yang sukar untuk
dilarutkan sehingga mempermudah penyerapan di dalam tubuh.[1] Fungsi lainnya dari eksipien
yaitu mempermudah penanganan obat (terutama jika bahan aktif sukar untuk mengalir atau
bersifat lengket terhadap kemasan atau mesin pembuat obat), meningkatkan ketahanan terhadap
perubahan temperatur lingkungan sehingga mencegah denaturasi, dan memperpanjang usia
simpan. Jenis eksipien sangat tergantung dengan jenis bahan aktifnya dan cara obat dikonsumsi.
Jenis eksipien
Anti-adherent
Antiadherent digunakan untuk mengurangi adhesi antara dua bahan aktif yang berbeda,
yang berbentuk bubuk atau granular, dan antara obat dengan kemasannya.
Disintegran
Disintegran membuat bahan aktif terlepas dari tablet dan pecah dengan mudah begitu
tersentuh oleh cairan tubuh (misal air ludah atau enzim) dan melepaskan bahan aktifnya.
Lapisan pelindung
Lapisan pelindung (coating) tablet berfungsi melindungi bahan aktif yang ada di dalam
tablet dari kelembaban udara luar dan mempengaruhi rasa dari tablet yang ditelan.
Beberapa jenis lapisan pelindung seperti enteric coating berfungsi untuk
mempertahankan bahan aktif obat hingga ia siap dilepaskan di bagian tubuh tertentu,
misal di usus besar.
Pelumas
Pelumas, mirip dengan anti-adheren, mencegah bahan aktif menempel satu sama lain
(kohesi) dan menempel ke alat medis maupun mesin pemroses. Fungsi spesifik pelumas
yaitu untuk mengurangi gaya gesekan ketika obat diinjeksikan di mesin maupun di alat
medis.
Pengawet
Pengawet digunakan untuk memperpanjang usia simpan obat.
Pengikat
Pengikat digunakan untuk menyatukan berbagai bahan aktif di dalam obat. Pengikat
mempermudah pembuatan obat sehingga gaya yang diperlukan oleh suatu mesin untuk
membentuk obat bisa berkurang (ekstruder, pengaduk, dan sebagainya). Pengikat dalam
bentuk cair misalnya digunakan untuk menyatukan air dan alkohol.
Pengisi
Bahan pengisi untuk meningkatkan volume sehingga bahan aktif obat dapat ditakar
dengan mudah sesuai dengan konsentrasinya. Pengisi juga menjadikan obat lebih praktis
untuk dikonsumsi, terutama untuk obat yang memiliki bahan aktif yang sangat sedikit.
Penyerap
Penyerap digunakan untuk menyerap kelembaban dan air dari dalam obat maupun dari
lingkungan dan mencegah kelembaban dan air menyentuh bahan aktif. Penyerapan bisa
secara absorpsi maupun adsorpsi.
Perasa
Perasa memberikan rasa tertentu untuk menyembunyikan rasa yang tidak enak dari bahan
aktif obat. Perasa dapat berupa bahan alami seperti ekstrak buah, maupun perasa buatan.
[2]
Pewarna
Pewarna makanan digunakan untuk mengubah penampilan dari obat dan untuk
identifikasi jenis obat.