Apomiksis

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI KHUSUS PEMULIAAN TANAMAN


APOMIKSIS

Oleh:
Nama

: Idayanti

NIM

: 125040200111174

Kelompok

: Jumat 09.00

Asisten

: Mbak Intan

LABORATORIUM PEMULIAAN TANAMAN


JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG

2015

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Mekanisme Apomiksis dan Poliembrioni
Apomiksis merupakan proses terbentuknnya biji atau benih tanpa melalui
peleburan sperma ovum. Apomiksis mempunyai 3 mekanisme yaitu diplospori,
apospori dan embrio adventif. Diplospori adalah embrio yang terbentuk dari sel
induk megaspora yang tidak mengalami reduksi jumlah kromosom. Inti sel
megaspora mengalami pembelahan mitosis 3 kali sehingga terbentuk 8 inti
embryo sac yang tidak mengalami reduksi kromosom. Apospori adalah embrio
yang terbentuk dari sel-sel somatik dari nucellus yang berdeferensiasi.
Megasporagenesis dari sel induk megaspora seksual mengalami gangguan
sehingga tidak terbentuk embryo sac. Sel-sel somatik pada nucellus berkembang
melalui 2 kali pembelahan mitosis dan terbentuk embryo sac. Embryo sac
apospori memiliki bentuk lebih bulat dan tidak terdapat antipodal. Embrio
adventif adalah embrio berkembang dari sel-sel somatik di dalam ovul dan tidak
ada perkembangan embryo sac (Pichot,2000), salah satu tanaman yan memiliki
sifat pospori adalah Jeruk, Manggis. Praktikum mengenai mekanisme Apomiksis
ini dilakukan dengan menggunakan bahan 4 jenis buah jeruk, yaitu jeruk nipis,
jeruk keprok, jeruk ponka, dan jeruk Limau yang masing-masing jeruk memiliki
karakteristik yang berbeda-beda.

Gambar 1. Mekanisme Apomiksis


Poliembrioni adalah dalam satu biji terdapat lebih dari satu endosperm (2-3
endosperm). Salah satunya poliembrioni pada jeruk (Citrus sp.). Mekanisme dari

poliembrioni ini yaitu dimana masing-masing endosperm tidak mempunyai


endocarp (kulit tanduk) sendiri-sendiri. Gamet betina dibentuk di dalam bakal biji
(ovule) atau kantung lembaga.Pada bagian ini terdapat sel induk megaspora (sel
induk kantug lembaga) yangdiploid. Sel ini akan membelah secara meiosis dan
dari satu sel induk kantunglembaga membentuk 4 sel yang haploid. Tiga sel akan
mereduksi dan lenyap tinggal satu yang berkembang. Selanjutnya, sel ini
membelah secara mitosis 3 kali dan terbentuklah 8 sel. Dari sel yang berjumlah 8
ini, 3 sel akan bergerak menuju arah yang berlawanan dengan mikropil, 2 sel
lainnya menjadi kandung tembaga sekunder, dan 3 sel terakhir menuju ke dekat
mikropil. Dari 3 sel (yangmenuju dekat mikropil) yang terakhir ini dua menjadi
sinergid dan satu sel lagi menjadi sel telur. Dalam keadaan seperti ini kandung
lembaga sudah masak dan siap untuk dibuahi siap untuk dibuahi. Putik yang
sudah masak biasanya mengeluarkan cairan lengket pada ujungnya yang berfungsi
sebagai tempat melekatnya serbuk sari (Pichot et al, 2000). Poliembrioni pada
jeruk (Citrus sp.) sering terjadi dalam satu biji diman aterdapat embrio zigotik
(muncul dari penyatuan satu sel telur dan satu sel gamet jantan) dan sejumlah
embrio yang dibentuk secara vegetatif (sehingga dikatakanembrio adventif).
Embrio adventif ini beregenerasi dari sel sel dalam jaringan nusellus dan
integumen. Sel sel somatik tersebut mengalami pembelahan dan membentuk
embrio tambahan. Embrio tambahan tersebut akan menghasilkan anakan secara
genetik identik dengan tanaman induknnya (Wiladsen, 2010).

Gambar 2. Poliembrio

4.2 Karakteristik Buah dan Biji


Karakter merupakan ciri spesifik yang dimiliki oleh tumbuhan yang
digunakan untuk membedakan diantara jenis dan antar individu dalam satu jenis
tumbuhan. Karakterisasi morfologi tanaman jeruk merupakan salah satu teknik
yang paling sederhana, meskipun demikian tidak semua karakteristik morfologi
memiliki karakteristik yang permanent, tetapi dipengaruhi oleh lingkungan.
Identifikasi adalah pegenalan terhadap suatu hal dengan mengamati sifat yang
dapat dibedakan secara visual, mudah diamati dengan mata biasa dan muncul
pada semua kondisi lingkungan (Sumiati, 2010).

Praktikum mengenai

Mekanisme Apomiksis ini menggunakan bahan Jeruk sebagai bahan pengamatan,


sedangkan yang digunakan adalah 4 jenis buah jeruk yang berbeda-beda
karakteristiknya, yaitu Jeruk Ponka, Jeruk Keprok, Jeruk Nipis dan Jeruk Limau.
Masing masing jeruk memiliki karakter

yang berbeda-beda, dengan rincian

sebagai berikut :
Tabel 1.Identifikasi Buah Jeruk

N
o
1.
2.
3.
4.

N
o
1.
2.
3.
4.

Kultivar
Limau
Keprok
Nipis
Ponka

Parameter Pengamatan
Diameter
Panjang
Warna
(cm)
(cm)
Hijau Muda
2,87
2,37
Orange Pucat
6,38
5,61
Kuning Keputihan
3,38
3,73
Orange
6,23
4,88

Tabel 2. Identifikasi Biji Jeruk


Parameter Pengamatan
Kultivar biji per
Lebar
Panjang
Bentuk
buah
(cm)
(cm)
Limau
14
0,55
1
Ovoid
Keprok
19
0,75
1,3
Clavato
Nipis
4
0,6
0,8
Spheroid
Ponka
11
0,65
1,3
Clavato

Bobot (gr)
13,62
154,77
29,55
122,17

embrio
per biji
3, 3, 2
8, 4, 3
2, 2,
2, 2, 1

Tabel 3. Dokumentasi
Karakteristik
Pengamatan

GambarDokumentasi

Buah jeruk

Biji jeruk

Dari pengamatan dapat diketahui warna daging, diameter, bobot pada ke 4


sampel berbeda, jeruk limau hijau muda, jeruk keprok orange pucat biji jeruk
nipis berwarna kuning keputihan dengan sedangkan biji ponka berwarna orange.
Dari ke empat sampel didapatkan nilai diameter jeruk terbesar adalah jeruk keprok
dengan nilai 6, 23 cm dan biji terkecil pada jeruk limau yaitu 2,87 sedangkan
untuk ukuran buah nilai terbesar adalah jeruk Keprok dengan bobot 154,77 gr dan
bobot buah terkecil adalah jeruk nipis dengan nilai 29,55 gr.
Sedangkan untuk karakter biji masing-masing sampel jeruk juga
menunjukkan perbedaan baik bentuk biji, jumah biji perbuah, panjag dan lebar
serta jumlah embrio yang dihasilkan. Berdasarkan bentuk bijinya terdapat tiga
bentuk biji jeruk yaitu jeruk limau berbentuk ovoid, jeruk keprok berbentuk
clavato, jeruk nipis berbentuk spheroid, dan jeruk ponka berbentuk clavato. Hal
ini dapat disebabkan oleh perbedaan genetik dan lingkugan yang mempengaruhi
morfologinya. Menurut Cameron dan Forst (1968) variasi pada jeruk mandari
sangat tinggi diakibatkan karena terjadinya hibridisasi seksual antara spesies dan
hibrida intraspesifik. Mutasi somatik juga menambah keragaman di dalam
kultivar.

4.3 Hubungan Ukuran Buah Dengan Jumlah Biji


Berdasarkan hasil pengamatan dengan menggunakan buah jeruk jenis
Keprok, Limau, Nipis dan Ponka apabila dilihat dari ukuran diameternya jeruk
Keprok paling besar dan memiliki jumlah biji sebanyak 19 biji sedangkan dan
jeruk Limau paling kecil denga jumlah biji 14 biji.
Menurut Sudarka (2009) buah dan biji memiliki hubungan yang sangat erat.
Pada proses pembentukan biji menjadi buah bermula pada bunga, setelah bunga
mengalami penyerbukan, beberapa waktu kemudian perhiasan bunga, khususnya
mahkota akan layu. Dan sementara beberapa bagian bunga, khususnya yang
terdapat didalam putik, akan berkembang menjadi buah dan biji. Bakal buah
(ovarium) akan berkembang menjadi buah, sementara bakal biji (ovulum) akan
tumbuh menjadi biji. Tetapi pada praktikum ini tidak ditemukan adanya hubungan
antara ukuran buah dan jumlah biji, hal ini dimungkinkan karenakan adanya
kesalahan atau kurangnya ketelitian pada saat praktikum.
4.4 Hubungan Ukuran Biji dengan Jumlah Embrio
Dari pegamatan mengenai ukuran biji dan jumlah embrio dapat dilihat
bahwa jumlah embrio tidak dipengaruhi oleh jumlah biji. Setiap biji memiliki
jumlah embrio yang berbeda-beda. Jumlah embrio bisa dipengaruhi oleh bentuk
dari biji tersebut. Daribeberapapenelitiantelahmengungkapkanbahwasemaian
poliembriogeni pada kultivar jeruk dipengaruhi oleh bentuk dan biji. Hasil
penelitian Awuy (1993) mengenai penampilan bibit apomik dan bibit seksual pada
empat kultivar tanaman jeruk yaitu Sewangi, Nipis, Kasturi dan Siam
menunjukkan presentase biji apomik dipengauhi oleh bentuk biji pada masingmasing kultivar. Dari hasil penelitian tersebut jeruk siam memiliki bentuk oval
(ovoid) yang memiliki jumlah embrio terbanyak yaitu dari 2 hingga 4. Dari
praktikum diketahui jeruk Ponka memiliki kemiripan biji dengan jeruk siam yaitu
bulat telur (ovoid)yangmenunjukkan bahwa embrio yangterbentukpada biji
bentukbulattelurdapatmengasilkanduahinggatigadidalamsatubiji.Halini
sesuaidenganhasilpraktikumdimanajerukkeprokyangmemilikibentukbiji
oval jumlah embrio yang dihasilkan 2 hingga 4 bahkan lebih , hal ini
dimungkinkankarenaembrionuselusnonzigotikberinisiasisecaralangsungdari

selindukdimanaselselnuselarmengelilingikantungembrioyangberisiembrio
zigotik,sehinggaembriozigotikdapattumbuhlebihdarisatu(Kultunow,1996).

4.5 Perkecambahan Biji Jeruk


Perkecambahan terjadi karena pertumbuhan radikula (calon akar) pada
pertumbuhan plumula (calon batang) radikula tumbuh kebawah menjadi akar
sedangkan plumula tumbuh ke atas menjadi batang. Berdasarkan hasil praktikum
Pada pengamatan perkecambahan biji jeruk yang dilakukan dengan menanam biji
pada bak semai dengan 4 jenis jeruk yaitu jeruk nipis, jeruk purut, jeruk keprok
dan jeruk ponkam dimana biji ditanam pada setiap lubang tanam di isi 2 biji dan
diamati pertumbuhannya selama 4 minggu. Setelah waktu 4 minggu pada hampir
semua jenis jeruk mengalami pertumbuhan (tabel 4).
Jumlah embrio yang tumbuh pada Jeruk Keprok yaitu sebanyak 3
sedangkan ketiga jenis jeruk lainya hanya satu, ini bisa terjadi karena biji
mengalami masa dormansi. Di dalam dormansi biji dapat disebabkan karena
embrio yang belum masak dan masih berbentuk rudimen, impermeabilitas kult
biji terhadap air dan kadang-kadang terhadap oksigen. Penyebab lain terjadinya
dormansi pada biji adalah adanya zat penghambat perkecambahan. Cairan buah
tertentu seperti jeruk mengandung zat penghambat perkecambahan, sehingga
mencegah biji buah berkecambah ketika masih dalam tubuh. Dormansi karena
adanya zat penghambat dapat dihilangkan dengan mencuci biji dalam air,
sehingga zat penghambatnya hilang. Senyawa penghambat kimia juga sering
terdapat pada biji dan sering penghambat ini harus dikeluarkan lebih dulu sebelum
perkecambahan dapat berlangsung (Salisburry dan Ross, 1985). Pada waktu
praktikum penanaman biji jeruk tidak ada yang dicuci sehingga dapat
menghambat proses perkecambahan dari biji tersebut. Biji jeruk keprok dapat
berkecambah ini terjadi karena embrionnya sudah matang dan memiliki fase
pertumbuhan tunas yang lebih cepat dari jeruk lainnya.
Pertumbuhan tanaman yang tidak tumbuh dikarenakan oleh beberapa hal ini
dapat disebabkan oleh banyak factor diantaranya genetik pada tanaman atau
terjadi kemunduran benih, lingkungan atau factor luar. Menurut Fitri (2012)
kemunduran benih merupakan proses penurunan mutu secara berangsur-anngsur

dan kumulatif serta tidak dapat balik (irreversible) akibat perubahan fisisologis
yang disebabkan oleh faktor dalam. Kemunduran benih beragam, baik antar jenis,
antar varietas, antar plot, bahkan antar individu dalam suatu plot benih.
Kemunduran benih dapat menimbulkan perubahan secara menyeluruh di dalam
benih dan berakibat pada berkurangnya viabilitas benih (kemampuan benih
berkecambah pada keadaan yang optimum) atau penurunan daya kecambah.\
Tabel 3. Pengamatan Perkecambahan
Parameter Pengamatan
N
Kultivar
Panjang
Jumlah embrio yang
o
Ulangan
Batang (cm)
tumbuh
1. Limau
1
2
1
2
0,7
1
2. Keprok
1
2,3 ; 1,7 ; 1,2
3
2
3. Nipis
1
2,5
1
2
2,6
1
4. Ponka
1
3,5
1
2
-

Gambar 1. Dokumentasi Perkecambahan

BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Apomiksis adalah pembiakan vegetatif yang ditandai dengan terjadinnya
proses reproduksi seksual yang tidak normal. Untuk praktikum tentang apomiksis
ini menggunakan empat buah jeruk yaitu Limau, ponka, keprok dan nipis. Dari
empat jenis jeruk tersebut memiliki perbedaan dari bentuk buah, bobot, ukuran
biji, dan jumlah embrionnya. Biji jeruk juga dilakukan perkecambahan dimana
setiap lubang ada dua biji. Dari empat jenis jeruk tersebut embrio jeruk keprok
dapat tumbuh dengan baik yaitu sebanyak 3 embrio. Tumbuh atau tidaknnya suatu
biji itu bisa disebabkan oleh beberapa hal yaitu embrionnya belum masak selain
itu juga bisa disebabkan adannya zat penghambat

DAFTAR PUSTAKA

Awuy E. 1993. Penampilan Bibit Apomik dan Bibit Seksual Tanaman Jeruk.
Zuriat 4 (1): 69-74.
Cameron, S.W., dan H.B. Forst, 1968. Genetic, Bredding, and Nucellar
Embryony: The citrus Industry. University of California, USA.
Kultunow, Tetsushi H, Simon P. 1996. Polyembryony in citrus. Accumulation of
seed storage protein in seed and Embryos cultured in vitro.plant
physiologi. 110:599-609
Pichot, C., Fady, B., &/ Hochu, I. 2000. Lack of Mother Tree Alleles in
Zymograms of Cupressus Dupreziana. Camus embryos. Ann. For. Sci.57:
17-22
Setiono dan Supriyanto. 2005. Poliembrional dan Seleksi semaian Vegetatif pada
Pembibitan Jeruk. Lolit jeruk. 3:1-2
Sudarka, Wayan .Serwadana, Sang, Made dan Pradnyawati, Ni Made. 2009.
Pemuliaan Tanaman. Universitas Udayana. Bali
Willadsen, S.M. 1979. A method for culture of micromanipulated sheep
embryosandits use to produce monozygotic twins. J. Nature , 277:298-300

Anda mungkin juga menyukai