Anggaran Rumah Tangga Nu
Anggaran Rumah Tangga Nu
Anggaran Rumah Tangga Nu
NAHDLATUL ULAMA
BAB I
KEANGGOTAAN
Pasal 1
Keanggotaan Nahdlatul Ulama terdiri dari:
1. Anggota biasa adalah setiap warga negara Indonesia yang beragama Islam, baligh,
dan menyatakan diri setia terhadap Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga
organisasi.
2. Anggota luar biasa, adalah setiap orang yang beragama Islam, menganut faham
Ahlusunnah wal Jamaah dan menurut salah satu Mazhab Empat, sudah aqil baligh,
menyetujui aqidah, asas, tujuan dan usaha-usaha Nahdlatul Ulama, namun yang
bersangkutan berdomisili secara tetap di luar Wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
3. Anggota kehormatan adalah setiap orang yang bukan anggota biasa atau anggota luar
biasa yang dinyatakan telah berjasa kepada Nahdlatul Ulama dan ditetapkan dalam
keputusan Pengurus Besar.
BAB II
TATACARA PENERIMAAN DAN PEMBERHENTIAN KEANGGOTAAN
Pasal 2
1. Anggota biasa diterima melalui Pengurus Ranting atas rekomendasi Pengurus Anak
Ranting setempat.
2. Anggota biasa yang berdomisili di luar negeri diterima melalui Pengurus Cabang
Istimewa.
3. Apabila tidak ada Pengurus Ranting di tempat tinggalnya maka pendaftaran anggota
dilakukan di Ranting terdekat.
4. Anggota biasa disahkan oleh Pengurus Cabang.
Pasal 3
1. Anggota luar biasa di dalam negeri diterima dan disahkan oleh Pengurus Cabang
Nahdlatul Ulama setempat.
2. Anggota luar biasa yang berdomisili di luar negeri diterima dan disahkan oleh
Pengurus Cabang Istimewa.
3. Apabila tidak ada Pengurus Cabang Istimewa di tempat tinggalnya maka penerimaan
dan pengesahan dilakukan di Pengurus Cabang Istimewa terdekat.
Pasal 4
1. Anggota kehormatan diusulkan oleh pengurus Cabang, Pengurus Cabang Istimewa
atau Pengurus Wilayah kepada Pengurus Besar.
2. Pengurus Besar menilai dan mempertimbangkan usulan sebagaimana tersebut dalam
ayat 1 pasal ini untuk memberikan persetujuan atau penolakan.
3. Dalam hal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama memberikan persetujuan, maka kepada
yang bersangkautan diberikan surat keputusan sebagai anggota kehormatan.
Pasal 5
1. Anggota biasa maupun anggota luar biasa berhak mendapatkan Kartu Tanda Anggota
Nahdlatul Ulama (KARTANU).
2. Anggota Kehormatan berhak mendapatkan Kartu Tanda Anggota Nahdlatul Ulama
Khusus.
3. Ketentuan tentang prosedur penerimaan anggota diatur lebih lanjut dalam Peraturan
Organisasi.
Pasal 6
1. Seseorang dinyatakan berhenti dari keanggotaan Nahdlatul Ulama karena:
2. Seseorang berhenti dari keanggotaan Nahdlatul Ulama karena permintaan sendiri
yang diajukan kepada Pengurus Ranting secara tertulis dengan tembusan kepada
Pengurus Anak Ranting.
3. Seseorang diberhentikan dari keanggotaan Nahdlatul Ulama karena dengan sengaja
tidak memenuhi kewajibannya sebagai anggota atau melakukan perbuatan yang
mencemarkan dan menodai nama baik Nahdlatul Ulama.
4. Ketentuan mengenai prosedur pemberhentian keanggotaan diatur dalam Peraturan
Organisasi.
1. permintaan sendiri
2. diberhentikan
BAB III
KEWAJIBAN DAN HAK ANGGOTA
Pasal 7
Anggota Nahdlatul Ulama berkewajiban:
Pasal 12
1. Pembentukan Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama dilakukan oleh Pengurus Besar
Nahdlatul Ulama atas permohonan sekurang-kurangnya 40 (empat puluh) orang
anggota.
2. Pembentukan Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama diputuskan oleh Pengurus Besar
Nahdlatul Ulama melalui Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah.
3. Pengurus Besar Nahdlatul Ulama memberikan Surat Keputusan masa percobaan
kepada Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama.
4. Pengurus Besar mengeluarkan Surat Keputusan setelah melalui masa percobaan
selama 1 (satu) tahun.
Pasal 13
1. Pembentukan Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama diusulkan oleh Pengurus
Ranting melalui Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama kepada Pengurus Wilayah.
2. Pembentukan Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama diputuskan oleh Pengurus
Wilayah Nahdlatul Ulama melalui Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah.
3. Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama memberikan Surat Keputusan masa percobaan
kepada Pengurus Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama.
4. Pengurus Wilayah mengeluarkan Surat Keputusan setelah melalui masa percobaan
selama 6 (enam) bulan.
Pasal 14
1. Pembentukan Ranting Nahdlatul Ulama diusulkan oleh Pengurus Anak Ranting
melalui Majelis Wakil Cabang kepada Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama.
2. Pembentukan Ranting Nahdlatul Ulama diputuskan oleh Pengurus Cabang Nahdlatul
Ulama melalui Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah.
3. Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama memberikan Surat Keputusan masa percobaan
kepada Pengurus Ranting Nahdlatul Ulama.
4. Pengurus Cabang mengeluarkan Surat Keputusan setelah melalui masa percobaan
selama 6 (enam) bulan.
Pasal 15
1. Pembentukan Anak Ranting Nahdlatul Ulama dapat dilakukan jika terdapat sekurangkurangnya 25 (dua puluh lima) anggota.
2. Pembentukan Anak Ranting Nahdlatul Ulama diusulkan oleh anggota melalui Ranting
kepada Pengurus Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama.
3. Pembentukan Anak Ranting Nahdlatul Ulama diputuskan oleh Pengurus Majelis
Wakil Cabang Nahdlatul Ulama melalui Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah.
4. Pengurus Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama memberikan Surat Keputusan masa
percobaan kepada Pengurus Anak Ranting Nahdlatul Ulama.
5. Pengurus Majelis Wakil Cabang mengeluarkan Surat Keputusan setelah melalui masa
percobaan selama 3 (tiga) bulan.
Pasal 16
Ketentuan mengenai syarat dan tatacara pembentukan kepengurusan Organisasi diatur lebih
lanjut dalam Peraturan Organisasi.
BAB V
PERANGKAT ORGANISASI
Pasal 17
Perangkat organisasi Nahdlatul Ulama terdiri dari:
1. Lembaga.
2. Lajnah.
3. Badan Otonom.
Pasal 18
1. Lembaga adalah perangkat departementasi organisasi Nahdlatul Ulama yang
berfungsi sebagai pelaksana kebijakan Nahdlatul Ulama berkaitan dengan kelompok
masyarakat tertentu dan beranggotakan perorangan.
2. Ketua Lembaga ditunjuk langsung dan bertanggung jawab kepada pengurus Nahdlatul
Ulama sesuai dengan tingkatannya.
3. Ketua Lembaga dapat diangkat untuk maksimal 2 (dua) masa jabatan.
4. Pembentukan dan penghapusan Lembaga ditetapkan melalui Rapat Harian Syuriyah
dan Tanfidziyah pada masing-masing tingkat kepengurusan Nahdlatul Ulama.
5. Pembentukan Lembaga di tingkat Wilayah, Cabang dan Cabang Istimewa,
disesuaikan dengan kebutuhan penanganan program.
6. Lembaga sebagaimana dimaksud pada Pasal 18 butir (a) dan ayat 1 Pasal 17 adalah:
7. Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama disingkat LDNU, bertugas melaksanakan
kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang pengembangan agama Islam yang menganut
faham Ahlussunnah wal Jamaah.
1. Pengurus Harian Tanfidziyah terdiri dari Ketua Umum, Wakil Ketua Umum, beberapa
Ketua, Sekretaris Jenderal, beberapa Wakil Sekretaris Jenderal, Bendahara dan
beberapa Wakil Bendahara.
2. Pengurus Lengkap Tanfidziyah terdiri dari Pengurus Harian Tanfidziyah, Ketua
Lembaga dan Ketua Lajnah Pusat.
Pasal 24
Pengurus Pleno terdiri dari Mustasyar, Pengurus Lengkap Syuriyah, Pengurus Lengkap
Tanfidziyah dan Ketua Umum Badan Otonom tingkat pusat.
BAB VII
SUSUNAN PENGURUS WILAYAH
Pasal 25
1. Mustasyar Pengurus Wilayah terdiri dari beberapa orang sesuai dengan kebutuhan.
2. Pengurus Harian Syuriyah terdiri dari Rais, beberapa Wakil Rais, Katib dan beberapa
Wakil Katib.
3. Pengurus Lengkap Syuriyah terdiri dari Pengurus Harian Syuriyah dan Awan.
Pasal 26
1. Pengurus Harian Tanfidziyah terdiri dari Ketua, beberapa Ketua, Sekretaris, beberapa
Wakil Sekretaris, Bendahara dan beberapa Wakil Bendahara.
2. Pengurus Lengkap Tanfidziyah terdiri atas Pengurus Harian Tanfidziyah dan Ketua
Lembaga dan Lajnah tingkat Wilayah.
Pasal 27
Pengurus Pleno terdiri dari Mustasyar, pengurus Lengkap Syuriyah, pengurus Lengkap
Tanfidziyah dan Ketua Badan Otonom tingkat Wilayah.
BAB VIII
SUSUNAN PENGURUS CABANG DAN
PENGURUS CABANG ISTIMEWA
Pasal 28
1. Mustasyar Pengurus Cabang dan Pengurus Cabang Istimewa terdiri dari beberapa
orang sesuai dengan kebutuhan.
2. Pengurus Harian Syuriyah terdiri dari Rais, beberapa Wakil Rais, Katib dan beberapa
Wakil Katib.
3. Pengurus Lengkap Syuriyah terdiri dari Pengurus Harian Syuriyah dan Awan.
Pasal 29
1. Pengurus Harian Tanfidziyah terdiri dari Ketua, beberapa Ketua, Sekretaris, beberapa
Wakil Sekretaris, Bendahara dan beberapa Wakil Bendahara.
2. Pengurus Lengkap Tanfidziyah terdiri atas Pengurus Harian Tanfidziyah dan Ketua
Lembaga dan Lajnah tingkat Cabang.
Pasal 30
Pengurus Pleno terdiri dari Mustasyar, Pengurus Lengkap Syuriyah, pengurus lengkap
Tanfidziyah dan Ketua Badan Otonom tingkat Cabang.
BAB IX
SUSUNAN PENGURUS MAJELIS WAKIL CABANG
Pasal 31
1. Mustasyar Pengurus Majelis Wakil Cabang terdiri dari beberapa orang sesuai dengan
kebutuhan.
2. Pengurus Harian Syuriyah terdiri dari Rais, beberapa Wakil Rais, Katib dan beberapa
Wakil Katib.
3. Pengurus Lengkap Syuriyah terdiri dari Pengurus Harian Syuriyah dan Awan.
Pasal 32
1. Pengurus Harian Tanfidziyah terdiri dari Ketua, beberapa Ketua, Sekretaris, beberapa
Wakil Sekretaris, Bendahara dan beberapa Wakil Bendahara.
2. Pengurus Lengkap Tanfidziyah terdiri atas Pengurus Harian Tanfidziyah dan Ketua
Lembaga dan Lajnah tingkat Majelis Wakil Cabang.
Pasal 33
Pengurus Pleno terdiri dari Mustasyar, pengurus Lengkap Syuriyah, Pengurus Lengkap
Tanfidziyah dan Ketua Badan Otonom tingkat Majelis Wakil Cabang.
BAB X
SUSUNAN PENGURUS RANTING
Pasal 34
1. Pengurus Harian Syuriyah terdiri dari Rais, beberapa Wakil Rais, Katib dan beberapa
Wakil Katib.
2. Pengurus Lengkap Syuriyah terdiri dari Pengurus Harian Syuriyah dan Awan.
Pasal 35
1. Pengurus Harian Tanfidziyah terdiri dari Ketua, beberapa Ketua, Sekretaris, beberapa
Wakil Sekretaris, Bendahara dan beberapa Wakil Bendahara.
2. Pengurus Lengkap Tanfidziyah terdiri atas Pengurus Harian Tanfidziyah dan Ketua
Lembaga tingkat Ranting.
Pasal 36
Pengurus Pleno terdiri dari pengurus Syuriyah dan pengurus Tanfidziyah dan Ketua Badan
Otonom tingkat ranting.
BAB XI
SUSUNAN PENGURUS ANAK RANTING
Pasal 37
1. Pengurus Harian Syuriyah terdiri dari Rais, beberapa Wakil Rais, Katib dan beberapa
Wakil Katib.
2. Pengurus Lengkap Syuriyah terdiri dari Pengurus Harian Syuriyah dan Awan.
Pasal 38
1. Pengurus Harian Tanfidziyah terdiri dari Ketua, beberapa Ketua, Sekretaris, beberapa
Wakil Sekretaris, Bendahara dan beberapa Wakil Bendahara.
2. Pengurus Lengkap Tanfidziyah terdiri atas Pengurus Harian Tanfidziyah dan Ketua
Lembaga.
BAB XII
SUSUNAN PENGURUS BADAN OTONOM
Pasal 39
1. Pengurus Badan Otonom terdiri dari Ketua Umum, beberapa Ketua, Sekretaris
Umum, beberapa Sekretaris, Bendahara Umum dan beberapa Bendahara.
2. Kelengkapan susunan Pengurus Badan Otonom diatur dalam Peraturan Dasar dan
Peraturan Rumah Tangga Badan Otonom.
BAB XIII
SYARAT MENJADI PENGURUS
Pasal 40
1. Untuk menjadi Pengurus Harian Anak Ranting Nahdlatul Ulama seseorang sudah
terdaftar sebagai anggota Nahdlatul Ulama.
2. Untuk menjadi pengurus Ranting atau Majelis Wakil Cabang, seorang calon harus
sudah aktif menjadi anggota Nahdlatul Ulama atau Badan Otonomnya.
3. Untuk menjadi Pengurus Cabang, seorang calon harus sudah aktif menjadi anggota
Nahdlatul Ulama atau Badan Otonomnya sekurang-kurangnya selama 2 (dua) tahun.
4. Untuk menjadi Pengurus Wilayah, seorang calon harus sudah aktif menjadi anggota
Nahdlatul Ulama atau Badan Otonomnya sekurang-kurangnya selama 3 (tiga) tahun.
5. Untuk menjadi Pengurus Besar, seorang calon harus sudah aktif menjadi anggota
Nahdlatul Ulama atau Badan Otonomnya sekurang-kurangnya selama 4 (empat)
tahun.
BAB XIV
PEMILIHAN DAN PENETAPAN PENGURUS
Pasal 41
1. Pemilihan dan penetapan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama sebagai berikut:
2. Rais Aam dipilih secara langsung oleh muktamirin melalui musyawarah mufakat atau
pemungutan suara dalam Muktamar setelah yang bersangkutan menyampaikan
kesediaannya.
3. Wakil Rais Aam ditunjuk oleh Rais Aam terpilih dengan mempertimbangkan aspirasi
yang berkembang.
4. Ketua Umum dipilih secara langsung oleh muktamirin melalui musyawarah mufakat
atau pemungutan suara dalam Muktamar, dengan terlebih dahulu menyampaikan
kesediaannya secara lisan atau tertulis dan mendapat persetujuan dari Rais Am
terpilih.
5. Wakil Ketua Umum ditunjuk oleh Ketua Umum terpilih dengan mempertimbangkan
aspirasi yang berkembang.
1. Rais Am terpilih, Wakil Rais Am, Ketua Umum terpilih dan Wakil Ketua
Umum bertugas melengkapi susunan Pengurus Harian Syuriyyah dan
Tanfidziyah dengan dibantu oleh beberapa anggota mede formatur yang
dipilih dari dan oleh peserta Muktamar.
2. Pengisian Awan, Ketua Lembaga dan Ketua Lajnah ditetapkan oleh Pengurus
Harian Syuriyah dan Tanfidziyah.
3. Pengurus Harian Syuriyah dan Tanfidziyah dapat membentuk tim tertentu
untuk menyusun kelengkapan Pengurus Lembaga dan Lajnah.
Pasal 42
1. Pemilihan dan penetapan Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama sebagai berikut:
2. Rais dipilih secara langsung melalui musyawarah mufakat atau pemungutan suara
dalam Konferensi Wilayah setelah yang bersangkutan menyampaikan kesediaannya.
3. Ketua dipilih secara langsung melalui musyawarah mufakat atau pemungutan suara
dalam Konferensi Wilayah dengan terlebih dahulu menyampaikan kesediaannya dan
mendapat persetujuan dari Rais terpilih.
1. Rais dan Ketua terpilih bertugas melengkapi susunan Pengurus Harian
Syuriyyah dan Tanfidziyah dengan dibantu oleh beberapa anggota mede
formatur yang dipilih dari dan oleh peserta Konferensi Wilayah.
3. Pengurus Anak Ranting Harian Nahdlatul Ulama bertugas membentuk Lembaga dan
Lajnah melalui Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah.
BAB XV
PENGISIAN JABATAN ANTAR WAKTU
Pasal 48
1. Apabila Rais Am berhalangan tetap, maka Wakil Rais Am menjadi Pejabat Rais
Am.
2. Apabila Wakil Rais Am berhalangan tetap, maka Rais Am atau Pejabat Rais Am
menunjuk salah seorang Rais untuk menjadi Wakil Rais Am dengan
mempertimbangan aspirasi yang berkembang dalam Rapat Lengkap Pengurus Besar
Syuriyah .
3. Apabila Rais Am dan Wakil Rais Am berhalangan tetap dalam waktu yang
bersamaan, maka Rapat Pleno Pengurus Besar Nahdlatul Ulama menetapkan Pejabat
Rais Aam dan Pejabat Wakil Rais Aam.
4. Apabila Mustasyar, Rais Syuriyah, Katib Aam, Katib, dan Awan berhalangan tetap
maka pengisiannya ditetapkan melalui rapat Pengurus Besar Harian Syuriyah dan
disyahkan dengan Surat Keputusan Pengurus Besar.
Pasal 49
1. Apabila Ketua Umum berhalangan tetap, maka Wakil Ketua Umum menjadi Pejabat
Ketua Umum.
2. Apabila Wakil Ketua Umum berhalangan tetap, maka Ketua Umum atau Pejabat
Ketua Umum menunjuk salah seorang Ketua untuk menjadi Wakil Ketua Umum
dengan mempertimbangan aspirasi yang berkembang dalam Rapat Harian Pengurus
Besar Tanfidziyah.
3. Apabila Ketua Umum dan Wakil Ketua Umum berhalangan tetap dalam waktu yang
bersamaan, maka maka Rapat Pleno Pengurus Besar Nahdlatul Ulama menetapkan
Pejabat Ketua Umum dan Pejabat Wakil Ketua Umum.
4. Apabila Ketua Tanfidziyah, Sekretaris Jenderal, Sekretaris, Bendahara Umum, dan
Bendahara berhalangan tetap maka pengisiannya ditetapkan melalui Rapat Pengurus
Besar Harian Tanfidziyah.
5. Apabila Ketua Lembaga atau Ketua Lajnah berhalangan tetap maka pengisiannya
diusulkan oleh Pengurus Harian Lembaga atau Lajnah yang bersangkutan, ditetapkan
melalui Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah dan disyahkan dengan Surat
Keputusan Pengurus Besar.
6. Apabila anggota Pengurus Lembaga atau Lajnah berhalangan tetap maka
pengisiannya diusulkan oleh Pengurus Harian Lembaga atau Lajnah yang
bersangkutan dan disahkan Pengurus Besar.
Pasal 50
Apabila Pengurus Wilayah, Pengurus Cabang, Pengurus Cabang Istimewa, Pengurus
Majelis Wakil Cabang, Ranting, dan Pengurus Anak Ranting berhalangan tetap maka proses
pengisian jabatan tersebut disesuaikan dengan prinsip-prinsip yang diatur dalam ketentuan
sebagaimana tercantum dalam Pasal 48 dan 49 Anggaran Rumah Tangga ini.
BAB XVI
RANGKAP JABATAN
Pasal 51
1. Jabatan pengurus Harian Nahdlatul Ulama tidak dapat dirangkap dengan:
2. Jabatan pengurus harian pada semua tingkat kepengurusan Nahdlatul Ulama; dan atau
3. Jabatan pengurus harian Lembaga dan Lajnah dan Badan Otonom; dan atau
4. Jabatan Pengurus Harian Partai Politik;dan atau
5. Jabatan Pengurus Harian Organisasi yang berafiliasi kepada Partai Politik; dan atau
6. Jabatan Pengurus Harian Organisasi Kemasyarakatan yang bertentangan dengan
prinsip-prinsip perjuangan dan tujuan Nahdlatul Ulama.
1. Jabatan Pengurus Harian Lembaga dan Lajnah Nahdlatul Ulama tidak dapat
dirangkap dengan Jabatan Pengurus Harian Lembaga atau Lajnah lainnya pada
semua tingkat kepengurusan.
2. Jabatan Ketua Badan Otonom Nahdlatul Ulama tidak dapat dirangkap dengan:
3. jabatan pengurus harian pada semua tingkat kepengurusan Badan Otonom.
Dan atau
4. Jabatan Pengurus Harian Partai Politik; dan atau
5. Jabatan Pengurus Harian Organisasi yang berafiliasi kepada Partai Politik.
1. Rais Aam, Wakil Rais Aam, Ketua Umum, dan Wakil Ketua Umum
Pengurus Besar; Rais dan Ketua Pengurus Wilayah dan Rais dan
Ketua Pengurus Cabang tidak diperkenankan mencalonkan diri atau
dicalonkan dalam pemilihan jabatan politik.
2. Yang disebut dengan Jabatan Politik dalam Anggaran Rumah Tangga
ini adalah Jabatan Presiden, Wakil Presiden, Menteri, Gubernur, Wakil
Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Walikota, Wakil Walikota, DPR RI,
DPRD Propinsi dan DPRD Kabupaten/Kota.
3. Apablia Rais Aam, Wakil Rais Aam, Ketua Umum, dan Wakil Ketua
Umum Pengurus Besar mencalonkan diri atau dicalonkan, maka yang
bersangkutan harus mengundurkan diri atau diberhentikan.
4. Apablia Rais dan Ketua Pengurus Wilayah dan atau Rais dan Ketua
Pengurus Cabang mencalonkan diri atau dicalonkan, maka yang
bersangkutan harus mengundurkan diri atau diberhentikan oleh
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
5. Ketentuan lebih lanjut mengenai rangkap jabatan dan pencalonan
dalam pasal ini akan diatur dalam Peraturan Organisasi.
BAB XVII
PENGESAHAN DAN PEMBEKUAN PENGURUS
Pasal 52
1. Pengurus Besar Nahdlatul Ulama disusun dan disahkan oleh Rais Aam, Ketua Umum
dan dibantu mede Formatur.
2. Pengurus Wilayah, Pengurus Cabang dan Pengurus Cabang Istimewa disahkan oleh
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
3. Pengajuan pengesahan Pengurus Cabang disampaikan kepada Pengurus Besar
dengan rekomendasi Pengurus Wilayah.
4. Pengajuan pengesahan Pengurus Cabang Istimewa disampaikan kepada Pengurus
Besar.
5. Pengurus Majelis Wakil Cabang disahkan oleh Pengurus Wilayah dengan
rekomendasi Pengurus Cabang.
6. Pengurus Ranting disahkan oleh Pengurus Cabang dengan rekomendasi Pengurus
Majelis Wakil Cabang.
7. Pengurus Anak Ranting disahkan oleh Pengurus Majelis Wakil Cabang dengan
rekomendasi Pengurus Ranting.
Pasal 53
1. Pengurus Harian Lembaga dan Lajnah ditetapkan dalam Rapat Gabungan Syuriyah
Tanfidziyah dan disahkan dengan Surat Keputusan Pengurus Nahdlatul Ulama pada
tingkatannya.
2. Pengurus Lengkap Lajnah dan Lembaga disusun dan disahkan oleh Pengurus Harian
Lajnah dan Lembaga yang bersangkutan.
Pasal 54
1. Pengurus Harian Badan Otonom Pusat disahkan oleh Pengurus Besar Nahdlatul
Ulama.
2. Pengurus Harian Badan Otonom di tingkat Wilayah dan Cabang disahkan oleh
Pengurus tingkat pusat Badan Otonom yang bersangkutan.
Pasal 55
1. Pengurus Besar dapat membekukan Kepengurusan Wilayah, Kepengurusan Cabang
dan Kepengurusan Cabang Istimewa melalui Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah
Pengurus Besar.
2. Pengurus Cabang dapat membekukan Kepengurusan Majelis Wakil Cabang dan
Kepengurusan Ranting melalui Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah Pengurus
Cabang.
3. Pengurus Majelis Wakil Cabang dapat membekukan Kepengurusan Anak Ranting
melalui Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah Majelis Wakil Cabang.
Pasal 56
Ketentuan tentang tatacara pengesahan dan Pembekuan kepengurusan diatur dalam Peraturan
Organisasi.
BAB XVIII
WEWENANG DAN TUGAS PENGURUS
Pasal 57
1. Mustasyar mempunyai wewenang menyelenggarakan rapat internal yang dipandang
perlu.
2. Mustasyar bertugas memberikan arahan, pertimbangan dan atau nasehat diminta atau
tidak baik secara perorangan maupun kolektif kepada Pengurus menurut tingkatannya.
Pasal 58
1. Kewenangan Rais Aam adalah:
1. Merumuskan kebijakan umum Organisasi.
2. Mewakili Pengurus Besar Nahdlatul Ulama baik keluar maupun ke dalam
yang menyangkut urusan keagamaan baik dalam bentuk konsultasi,
koordinasi, maupun informasi.
3. Bersama Ketua Umum mewakili Pengurus Besar Nahdlatul Ulama dalam hal
melakukan tindakan penerimaan, pengalihan, tukar-menukar, penjaminan,
penyerahan wewenang penguasaan atau pengelolaan dan penyertaan usaha
atas harta benda bergerak dan atau tidak bergerak milik atau yang dikuasai
Nahdlatul Ulama dengan tidak mengurangi pembatasan yang diputuskan oleh
Muktamar baik di dalam atau di luar pengadilan.
4. Bersama Ketua Umum menandatangani keputusan-keputusan penting
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
5. Bersama Ketua Umum membatalkan keputusan perangkat organisasi yang
bertentangan dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Nahdlatul
Ulama.
Melaksanakan bidang tertentu yang ditetapkan oleh dan atau bersama Ketua
Umum.
Pasal 66
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
Membantu Ketua Umum, Wakil Ketua Umum dalam menjalankan tugas dan
wewenangnya.
Pasal 73
1. Muktamar Luar Biasa dapat diselenggarakan apabila Rais Aam dan atau Ketua
Umum Pengurus Besar melakukan pelanggaran berat terhadap ketentuan Anggaran
Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.
2. Muktamar Luar Biasa dapat diselenggarakan atas usulan sekurang-kurangnya 50
persen plus satu dari jumlah Wilayah dan Cabang.
3. Muktamar Luar Biasa dipimpin dan diselenggarakan oleh Pengurus Besar Nahdlatul
Ulama.
4. Ketentuan tentang peserta dan keabsahan Muktamar Luar Biasa merujuk kepada
ketentuan Muktamar.
Pasal 74
1. Musyawarah Nasional Alim Ulama merupakan forum permusyawaratan tertinggi
setelah Muktamar yang dipimpin dan diselenggarakan oleh Pengurus Besar.
2. Musyawarah Nasional Alim Ulama membicarakan masalah-masalah keagamaan yang
menyangkut kehidupan umat dan bangsa.
3. Musyawarah Nasional Alim Ulama dihadiri oleh anggota Pengurus Besar Pleno dan
Pengurus Syuriyah Wilayah.
4. Musyawarah tersebut dapat mengundang Alim Ulama, pengasuh Pondok Pesantren
dan Tenaga Ahli, baik dari dalam maupun dari luar Pengurus Nahdlatul Ulama
sebagai perserta.
5. Musyawarah Nasional Alim Ulama juga dapat diselenggarakan atas permintaan
sekurang-kurangnya separuh dari jumlah Wilayah yang sah.
6. Musyawarah Nasional Alim Ulama tidak dapat mengubah Anggaran Dasar dan
Anggaran Rumah Tangga, keputusan Muktamar dan tidak memilih Pengurus baru.
7. Musyawarah Nasional Alim Ulama diadakan sekurang-kurangnya 2 (dua) kali dalam
masa jabatan Pengurus Besar.
Pasal 75
1. Konferensi Besar merupakan forum permusyawaratan tertinggi setelah Muktamar
yang dipimpin dan diselenggarakan oleh Pengurus Besar.
2. Konferensi Besar membicarakan pelaksanaan keputusan-keputusan Muktamar,
mengkaji perkembangan dan memutuskan Peraturan Organisasi.
3. Konferensi Besar dihadiri oleh anggota Pleno Pengurus Besar dan Pengurus Wilayah.
4. Konferensi Besar tidak dapat mengubah Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah
Tangga, keputusan Muktamar dan tidak memilih Pengurus baru.
5. Konferensi Besar adalah sah apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari
jumlah Wilayah.
6. Konferensi Besar diadakan sekurang-kurangnya 2 (dua) kali dalam masa jabatan
Pengurus Besar.
BAB XXI
PERMUSYAWARATAN TlNGKAT DAERAH
Pasal 76
1. Konferensi Wilayah adalah forum permusyawaratan tertinggi untuk tingkat Wilayah.
2. Konferensi Wilayah membicarakan dan menetapkan:
3. Laporan Pertanggungjawaban Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama yang disampaikan
secara tertulis;
4. Pokok-Pokok Program Kerja Wilayah 5 (lima) tahun merujuk kepada Garis-Garis
Besar Program Kerja Nahdlatul Ulama;
5. Masalah-masalah keagamaan dan kemasyarakatan;
6. Rekomendasi Organisasi;
7. Memilih Rais dan Ketua Pengurus Wilayah.
1. Konferensi Wilayah dipimpin dan diselenggarakan oleh Pengurus Wilayah
Nahdlatul Ulama sekali dalam 5 (lima) tahun.
2. Konferensi Wilayah dihadiri oleh :
3. Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama.
4. Pengurus Cabang.
1. Untuk meningkatkan pembinaan dan pengembangan organisasi
Konferensi Wilayah dapat dihadiri oleh Pengurus Majelis Wakil
Cabang.
2. Konferensi Wilayah sah apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3
dari jumlah Cabang di daerahnya.
Pasal 77
1. Musyarawah Kerja Wilayah merupakan forum permusyawaratan tertinggi setelah
Konferensi Wilayah yang dipimpin dan diselenggarakan oleh Pengurus Wilayah.
Pengurus Ranting
1
Konferensi Cabang sah apabila dihadiri oleh lebih dari separuh jumlah ranting
dan Majelis Wakil Cabang di daerahnya dan dalam pengambilan keputusan,
Pengurus Cabang sebagai institusi dan tiap-tiap Majelis Wakil Cabang dan
Ranting yang hadir mempunyai hak satu suara.
4. Pengurus Ranting.
1. Untuk meningkatkan pembinaan dan pengembangan organisasi
Konferensi Majelis Wakil Cabang dapat dihadiri oleh Pengurus Anak
Ranting.
2. 6. Konferensi Majelis Wakil Cabang sah apabila dihadiri oleh
sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah Ranting di daerahnya.
Pasal 81
1. Musyarawah Kerja Majelis Wakil Cabang merupakan forum permusyawaratan
tertinggi setelah Konferensi Majelis Wakil Cabang yang dipimpin dan
diselenggarakan oleh Pengurus Majelis Wakil Cabang.
2. Musyarawah Kerja Majelis Wakil Cabang membicarakan pelaksanaan keputusankeputusan Konferensi Majelis Wakil Cabang dan mengkaji perkembangan organisasi
serta peranannya di tengah masyarakat.
3. Musyarawah Kerja Majelis Wakil Cabang dihadiri oleh anggota Pengurus Majelis
Wakil Cabang Pleno dan Pengurus Ranting.
4. Musyarawah Kerja Majelis Wakil Cabang sah apabila dihadiri oleh lebih dari separuh
jumlah peserta sebagaimana dimaksud ayat (3) Pasal ini.
Pasal 82
1. Konferensi Ranting adalah forum permusyawaratan tertinggi untuk tingkat Ranting.
2. Konferensi Ranting membicarakan dan menetapkan:
3. Laporan Pertanggungjawaban Pengurus Ranting Nahdlatul Ulama yang disampaikan
secara tertulis
4. Pokok-Pokok Program Kerja 5 (lima) tahun merujuk kepada Poko-Pokok Program
Kerja Pengurus Cabang dan Majelis Wakil Cabang.
5. Masalah-masalah keagamaan dan kemasyarakatan.
6. Rekomendasi Organisasi
7. Memilih Rais dan Ketua Pengurus Ranting.
1. Konferensi Ranting dipimpin dan diselenggarakan oleh Pengurus Ranting
Nahdlatul Ulama sekali dalam 5 (lima) tahun.
2. Konferensi Ranting dihadiri oleh :
3. Pengurus Ranting Nahdlatul Ulama.
1. Kekayaan Nahdlatul Ulama dan perangkat organisasinya berupa dana, harta benda
bergerak dan atau harta benda tidak bergerak harus dicatatkan sebagai kekayaan
organisasi Nahdlatul Ulama sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku umum.
2. Perolehan, pengalihan, dan pengelolaan kekayaan serta penerimaan dan pengeluaran
keuangan Nahdlatul Ulama diaudit setiap tahun oleh akuntan publik.
3. Pengurus Besar Nahdlatul Ulama dapat memberikan kuasa atau kewenangan secara
tertulis kepada Pengurus Wilayah, Pengurus Cabang, Pengurus Cabang Istimewa,
Pengurus Majelis Wakil Cabang, Lembaga, Lajnah, Badan Otonom dan atau Badan
Usaha yang dibentuk untuk melakukan penguasaan dan atau pengelolaan kekayaan
baik berupa harta benda bergerak dan atau harta benda tidak bergerak.
1. Segala kekayaan Nahdlatul Ulama baik yang dimiliki atau dikuasakan secara
langsung atau tidak langsung kepada lembaga, lajnah, badan otonom, badan
usaha atau perorangan yang ditunjuk atau dikuasakan oleh Pengurus Besar
Nahdlatul Ulama hanya dapat dipergunakan untuk kepentingan dan
kemanfaatan Nahdlatul Ulama dan atau Perangkat Organisasinya.
2. Kekayaan Nahdlatul Ulama yang berupa harta benda yang bergerak dan atau
harta benda yang tidak bergerak tidak dapat dialihkan hak kepemilikannya
kepada pihak lain kecuali atas persetujuan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
3. Pengurus Besar Nahdlatul Ulama tidak dapat mengalihkan harta benda
bergerak dan atau harta benda tidak bergerak yang diperoleh atau yang dibeli
oleh perangkat organisasi NU tanpa persetujuan pengurus perangkat organisasi
yang bersangkutan.
4. Apabila karena satu dan lain hal terjadi pembubaran atau penghapusan
perangkat organisasi NU maka seluruh harta bendanya menjadi milik
organisasi/Perkumpulan Nahdlatul Ulama.
Pasal 95
1. Uang pangkal dan uang ianah syahriyah yang diterima dari anggota Nahdlatul
Ulama digunakan untuk membiayai kegiatan organisasi/perkumpulan dan
dimanfaatkan dengan perimbangan sebagai berikut :
2. Uang dan barang yang berasal dari sumbangan dan usaha-usaha lain dipergunakan
untuk kepentingan organisasi/perkumpulan.
3. Kekayaan organisasi/perkumpulan yang berupa inventaris dan aset dipergunakan
untuk kepentingan organisasi/perkumpulan.
1. 40% untuk membiayai kegiatan Anak Ranting
2. 20% untuk membiayai kegiatan Ranting.
3. 15% untuk membiayai kegiatan Majelis Wakil Cabang.
Pasal 99
Pengurus Lajnah, Lembaga dan Badan Otonom menyampaikan laporan pelaksanaan program
setiap akhir tahun kepada Pengurus Nahdlatul Ulama pada tingkatan masing-masing.
BAB XXVI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 100
1. Ketentuan pasal 20 ayat 6 tentang batasan usia berlaku setelah permusyawaratan
tertinggi Badan Otonom terdekat.
2. Segala sesuatu yang belum cukup diatur dalam Anggaran Rumah Tangga ini diatur
lebih lanjut dalam Peraturan Organisasi, Peraturan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama
dan atau Surat Keputusan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
3. Anggaran Rumah Tangga ini hanya dapat diubah dalam Muktamar.
Ditetapkan di : Makassar
Pada Tanggal : Mei 2010
TIM PERUMUS KOMISI ORGANISASI :
1. KH. A. Hafidz Usman
(Ketua)
(Anggota)
(Anggota)
(Anggota)