0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
266 tayangan11 halaman

Asuhan Keperawatan Pada Abses Hati

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1/ 11

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Liver merupakan organ berbentuk biji dalam tubuh kita dengan berat 1,5
kg pada orang dewasa. Letaknya, terdapat pada bagian atas dalam rongga
abdomen disebelah kanan bawah diafragma. Fisura longitudional memisahkan
belahan kanan dan kiri dibagian atas liver, selanjutnya liver dibagi empat
belahan; lobus kanan, lobus kiri, lobus kaudata, dan lobus quadratus.
Liver dapat dianggap sebagai sebuah pabrik kimia yang membuat,
menyimpan, mengubah dan mengekskresikan sejumlah besar substansi yang
terlibat dalam metabolisme. Lokasi liver sangat penting dalam pelaksanaan
fungsi ini karena liver menerima darah yang kaya nutrien langsung dari traktus
gastrointestinal; kemudian liver akan menyimpan atau mentransformasikan
semua nutrient ini menjadi zat-zat kimia yang digunakan dibagian lain dalam
tubuh untuk keperluan metabolik.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Liver Abses ?
2. Apa penyebab dari Liver Abses ?
3. Bagaimana perjalanan penyakit dari Liver Abses ?
4. Bagaiman tanda dan gejala yang muncul pada Liver Abses?
5. Bagaimana penatalaksanaan pada Liver Abses ?
6. Bagaiamana konsep dasar keperawatan pada klien dengan Liver Abses ?
C. Tujuan Penulisan
Memahami tentang penyakit Liver Abses di tinjau dari konsep dasar medik
meliputi definisi, etiologi, manifestasi klinis, patofisiologi, pemeriksaan
penunjang, dan penatalaksanaan dan konsep dasar keperawatan meliputi
pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi, dan evaluasi
keperawatan pada klien dengan liver abses.

BAB II
PEMBAHASAN

1. TINJAUAN TEORITIS
A. Definisi
Liver abses adalah bentuk infeksi pada liver yang disebabkan karena
infeksi bakteri, parasit, jamur maupun nekbrosis steril yang bersumber dari
sistem gastrointestinal yang ditandai dengan adanya proses supurasi dengan
pembentukan pus di dalam parenkim liver (Aru W Sudoyo, 2006).
Abses adalah pengumpulan cairan nanah tebal, berwarna kekuningan
disebabkan oleh bakteri, protozoa atau invasi jamur kejaringan tubuh. Abses
dapat terjadi di kulit, gusi, tulang, dan organ tubuh seperti liver, paru-paru,
bahkan otak, area yang terjadi abses berwarna merah dan menggembung,
biasanya terdapat sensasi nyeri dan panas setempat (Microsoft Encarta
Reference Library, 2004)
Abscess adalah kumpulan nanah setempat dalam rongga yang tidak akibat
kerusakan jaringan, Liver adalah liver (Dorland, 1996).
Jadi Liver abses adalah rongga berisi nanah pada liver yang diakibatkan
oleh infeksi.
B. Etiologi
Liver abses dibagi atas dua secara umum, yaitu liver abses amoeba dan
liver abses pyogenik :
a. Liver abses Amoeba
Didapatkan beberapa spesies amoeba yang dapat hidup sebgai parasit non
patogen dalam mulut dan usus, tapi hanya Enteremoeba histolytica yang
dapat menyebabkan penyakit. Hanya sebagian individu yang terinfeksi
Enteremoeba histolytica yang memberi gejala invasif, sehingga di duga ada
dua jenis E. Histolytica yaitu starin patogen dan non patogen. Bervariasinya
virulensi strain ini berbeda berdasarkan kemampuannya menimbulkan lesi
pada liver (Aru W Sudoyo, 2006).
E.histolytica di dlam feces dapat di temukan dalam dua bentuk vegetatif
atau tropozoit dan bentuk kista yang bisa bertahan hidup di luar tuibuh
manusia. Kista dewasa berukuran 10-20 mikron, resisten terhadap suasana
kering dan asam. Bentuk tropozoit akan mati dalam suasana kering dan
asam. Trofozoit besar sangat aktif bergerak, mampu memangsa eritrosit,
mengandung protease yaitu hialuronidase dan mukopolisakaridase yang
mampu mengakibatkan destruksi jaringan.

b. Liver abses Piogenik


Infeksi terutama disebabkan oleh kuman gram negatif dan penyebab yang
terbanyak adalah E.coli. Selain itu, penyebabnya juga adalah streptococcus
faecalis, Proteus vulgaris, dan Salmonellla Typhi. Dapat pula bakteri
anaerob seperti bakteroides, aerobakteria, akttinomesis, dan streptococcus
anaerob. Untuk penetapannya perlu dilakukan biakan darah, pus, empedu,
dan swab secara anaerob maupun aerob (Aru W Sudoyo, 2006).
C. Patofisiologi
a. Amoebiasis Liver
Amebiasis liver penyebab utamanya adalah entamoeba hystolitica. Hanya
sebagian kecil individu yang terinfeksi E.hystolitica yang memberi gejala
amebiasis invasif, sehingga ada dugaan ada 2 jenis E.hystolitica yaitu strain
patogen dan non patogen. Bervariasinya virulensi berbagai strain
E.hystolitica ini berbeda berdasarkan kemampuannya menimbulkan lesi
pada liver. Patogenesis amebiasis liver belum dapat diketahi secara pasti.
Ada beberapa mekanisme yang telah dikemukakan antara lain : faktor
virulensi parasit yang menghasilkan toksin, ketidakseimbangan nutrisi,
faktor resistensi parasit, imunodepresi pejamu, berubah-ubahnya antigen
permukaan dan penurunan imunitas cell-mediated. (Arief Mansjoer, 2001)
Secara singkat dapat dikemukakan 2 mekanisme : (Arief Mansjoer, 2001)
strain E.hystolitica ada yang patogen dan non patogen.
secara genetik E.hystolitica dapat menyebabkan invasi tetapi
tergantung pada interaksi yang kompleks antara parasit dengan
lingkungan saluran cerna terutama pada flora bakteri.
Penyebaran ameba ke liver. Penyebaran ameba dari usus ke liver
sebagian besar melalui vena porta. Terjadi fokus akumulasi neutrofil
periportal yang disertai nekrosis

dan infiltrasi granulomatosa. Lesi

membesar, bersatu dan granuloma diganti dengan jaringan nekrotik. Bagian


nekrotik ini dikelilingi kapsul tipis seperti jaringan fibrosa.
b. Liver abses piogenik
Liver abses piogenik dapat terjadi melalui infeksi yang berasal dari:
1) Vena porta yaitu infeksi pelvis atau gastrointestinal, bisa menyebabkan
pielflebitis porta atau emboli septik.
2) Saluran empedu merupakan sumber infeksi yang tersering. Kolangitis
septik dapat menyebabkan penyumbatan saluran empedu seperti juga

batu empedu, kanker, striktura saluran empedu ataupun anomali saluran


empedu kongenital.
3) Infeksi langsung seperti luka penetrasi, fokus septik berdekatan seperti
abses perinefrik, kecelakaan lau lintas.
4) Septisemia atau bakterimia akibat infeksi di tempat lain.
5) Kriptogenik tanpa faktor predisposisi yang jelas, terutama pada organ
lanjut usia.(Aru W Sudoyo, 2006).
D. Manifestasi Klinis
Keluhan awal: demam/menggigil, nyeri abdomen, anokresia/malaise,
mual/muntah, penurunan berat badan, keringan malam, diare, demam (T >
38), hepatomegali, nyeri tekan kuadran kanan atas, ikterus, asites, serta sepsis
yang menyebabkan kematian. (Cameron 1997)
Dicurigai adanya AHP apabila ditemukan sindrom klinis klisik berupa
nyeri spontan perut kanan atas, yang di tandai dengan jalan membungkuk
kedepan dengan kedua tangan diletakan di atasnya. Demam/panas tinggi
merupakan keluhan yang paling utama, keluhan lain yaitu nyeri pada kuadran
kanan atas abdomen, dan disertai dengan keadaan syok. Apabila AHP letaknya
dekat digfragma, maka akan terjadi iritasi diagfragma sehingga terjadi nyeri
pada bahu sebelah kanan, batuk ataupun terjadi atelektesis, rasa mual dan
muntah, berkurangnya nafsu makan, terjadi penurunan berat badan yang
unintentional.http://adriananers.blogspot.com/2011/12/abses-liver.html di akses
pada tanggal 7 April 2013.
Abses adalah tahap terakhir dari suatu infeksi jaringan yang diawali
dengan proses yang disebut peradangan.
Awalnya, seperti bakteri mengaktifkan sistem kekebalan tubuh, beberapa
kejadian terjadi:

Darah mengalir ke daerah meningkat.


Suhu daerah meningkat karena meningkatnya pasokan darah.
Wilayah membengkak akibat akumulasi air, darah, dan cairan
Ternyata merah.
Rasanya sakit, karena iritasi dari pembengkakan dan aktivitas kimia.
Keempat tanda-panas, bengkak, kemerahan, dan sakit-ciri peradangan

E. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Julius, ilmu penyakit dalam jilid I, (1998). Pemeriksaan penunjang
antara lain
1. Laboratorium
Untuk mengetahui kelainan hematologi antara lain hemoglobin, leukosit, dan
pemeriksaan faal liver.
2. Foto dada
Dapat ditemukan berupa diafragma kanan, berkurangnya pergerakkan
diafragma, efusi pleura, kolaps paru dan abses paru.
3. Foto polos abdomen
Kelainan dapat berupa hepatomegali, gambaran ileus, gambaran udara bebas
diatas liver.
4. Ultrasonografi
Mendeteksi kelainan traktus bilier dan diafragma.
5. Tomografi
Melihat kelainan di daerah posterior dan superior, tetapi tidak dapat melihat
integritas diafragma.
6. Pemeriksaan serologi
Menunjukkan sensitifitas yang tinggi terhadap kuman.
F. Penatalaksanaan
a. Medikamentosa
Derivat nitroimidazole dapat memberantas tropozoit intestinal/ekstraintestinal
atau kista. Obat ini dapat diberikan secara oral atau intravena.
Secara singkat pengobatan amoebiasis liver sebagai berikut :
1) Metronidazole : 3x750 mg selama 5-10 hari dan ditambah dengan ;
2) Kloroquin fosfat : 1 g/hr selama 2 hari dan diikuti 500/hr selama 20 hari,
ditambah;
3) Dehydroemetine : 1-1,5 mg/kg BB/hari intramuskular (maksimum 99
mg/hr) selama 10 hari.
b. Tindakan aspirasi terapeutik
Indikasi : Abses yang dikhawatirkan akan pecah

c.

Respon terhadap medikamentosa setelah 5 hari tidak ada.


Abses di lobus kiri karena abses disini mudah pecah ke rongga
perikerdium atau peritoneum.
Tindakan pembedahan
Pembedahan dilakukan bila :
Abses disertai komplikasi infeksi sekunder.
Abses yang jelas menonjol ke dinding abdomen atau ruang interkostal.

Bila terapi medikamentosa dan aspirasi tidak berhasil.


Ruptur abses ke dalam rongga intra peritoneal/pleural/pericardial.

2. KONSEP DASAR KEPERAWATAN


A. Pengkajian
Pengkajian
Adalah pendekatan sistematis untuk mengumpulkan data dan menganalisanya
sehingga dapat diketahui kebutuhan perawatan pasien tersebut.
Menurut Doenges,E.M (2000), data dasar pengkajian pasien dengan Liver
abses, meliputi:
1. Aktivitas/istirahat, menunjukkan adanya kelemahan, kelelahan, terlalu
lemah, latergi, penurunan massa otot/tonus.
2. Sirkulasi, menunjukkan adanya gagal jantung kronis, kanker, distritmia,
bunyi jantung ekstra, distensi vena abdomen.
3. Eliminasi, Diare, Keringat pada malam hari menunjukkan adanya flatus,
distensi abdomen, penurunan/tidak ada bising usus, feses warna tanah liat,
melena, urine gelap pekat.
4. Makanan/cairan, menunjukkan adanya anoreksia, tidak toleran terhadap
makanan/tidak dapat mencerna, mual/muntah, penurunan berat badan dan
peningkatan cairan, edema, kulit kering, turgor buruk, ikterik.
5. Neurosensori, menunjukkan adanya perubahan mental, halusinasi, koma,
bicara tidak jelas.
6. Nyeri/kenyamanan, menunjukkan adanya nyeri abdomen kuadran kanan
atas, pruritas, sepsi perilaku berliver-liver/distraksi, focus pada diri sendiri.
7. Pernapasan, menunjukkan adanya dispnea, takipnea, pernapasan dangkal,
bunyi napas tambahan, ekspansi paru terbatas, asites, hipoksia.
8. Keamanan, menunjukkan adanya pruritas, demam, ikterik, ekimosis,
patekis, angioma spider, eritema.
9. Seksualitas, menunjukkan adanya gangguan menstruasi, impotent, atrofi
testis.
B. Diagnosa Keperawatan
Menurut Doenges,E.M (2000), diagnosa keperawatan pasien dengan Liver
abses meliputi :
1.
Pola napas, tidak efektif berhubungan dengan Neuromuskular,
ketidakseimbangan perceptual/kognitif.
2. Perubahan persepsi/sensori: proses pikir berhubungan dengan perubahan
kimia: penggunaan obat-obat farmasi.

3.

Kekurangan volume cairan, resiko tinggi terhadap pembatasan

pemasukan cairan secara oral (proses/prosedur medis/adanya rasa mual).


4. Nyeri (akut) berhubungan dengan gangguan pada kulit, jaringan, dan
integritas otot.
5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan interupsi mekanisme pada
kulit/jaringan.
6. Resiko tinggi infeksi berubungan dengan luka oprasi dan prosedur
invasif.
7. Gangguan kebutuhan tidur berhubungan dengan proses penyakit, efek
hospitalisasi, perubahan lingkungan
8.
Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi/situasi,
prognosis, kebutuhan pengobatan
C. Implementasi Keperawatan
Pola

napas,

tidak

efektif

berhubungan

dengan

Neuromuskular,

ketidakseimbangan perceptual/kognitif.
Tujuan
: pola pernapasan normal/efektif dan bebas dari sianosis atau tandatanda hipoksia.
Intervensi :
a. Pertahankan jalan udara pasien memiringkan kepala
R : Melancarkan masukan dan pengeluaran saat bernafas
b. Auskultasi suara napas.
R : Mengetahui adanya nafas tambahan
c. Observasi frekuensi dan kedalaman pernapasan, pemakaian otot-otot bantu
pernapasan.
R : Adanya otot bantu lain dalam pernafasan
d. Pantau tanda-tanda vital secara terus-menerus.
R : Untuk mengetahui keadaan umum klien
2. Perubahan persepsi/sensori: proses pikir berhubungan dengan perubahan
kimia: penggunaan obat-obat farmasi.
Tujuan : Meningkatkan kesadaran
Intervensi :
a. Orientasikan kembali pasien secara terus-menerus setelah keluar dari
pengaruh anestasi
R : meningkatkan kesadaran klien
b. Bicara dengan pasien dengan suara yang jelas dan normal.
R : agar adanya reaksi penerimaan diri
c. Minimalkan diskusi yang bersifat negatif.
R : mengurangi resiko depresi
d. Pertahankan lingkungan tenang dan nyaman.
R : Membuat klioen merasa nyaman

3. Kekurangan volume cairan, resiko tinggi terhadap pembatasan pemasukan


cairan secara oral (proses/prosedur medis/adanya rasa mual).
Tujuan : Terdapat keseimbangan cairan yang adekuat
Intervensi :
a. Ukur dan catat pemasukan dan pengeluaran.
R : Mengetahui kebutuhan cairan klien
b. Kaji pengeluaran urinarius, terutama untuk tipe prosedur operasi yang
dilakukan.
R : Untuk mengetahui outpu cairan
c. Pantau tanda-tanda vital.
R : keadaan umum klien
d. Catat munculnya mual/muntah, riwayat pasien mabuk perjalanan.
R : Pengeluaran output klien
4. Nyeri (akut) berhubungan dengan gangguan pada kulit, jaringan, dan
integritas otot.
Tujuan : rasa nyeri/sakit telah terkontrol/dihilangkan, klien dapat beristirahat
dan beraktifitas sesuai kemampuan.
Intervensi :
a. Kaji skala nyeri, intensitas, dan frekuensinya.
R : Menentukan tindakan selanjutnya
b. Evaluasi rasa sakit secara regular.
R : mengetahui PQRST
c. Kaji tanda-tanda vital.
R : Keadaan umum klien
d. Letakkan reposisi sesuai petunjuk.
R : Memberikan rasa nyaman klien
e. Dorong penggunaan teknik relaksasi.
R : . Menggurangi nyeri
5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan interupsi mekanisme pada
kulit/jaringan.
Tujuan : klien memperlihatkan tindakan untuk meningkatan metabolik.
Intervensi :
a. Kaji kembali kemampuan dan keadaan secara fungsional
R : untuk mengetahui kemampuan ADL klien
b. Letakkan klien pada posisi tertentu.
R : memberikan rasa nyaman klien
c. Pertahankan kesejahteraan tubuh secara fungsional.
R : meningkatkan kesehatan klien
d. Bantu atau tindakan untuk melakukan latihan rentang gerak.
R : mempercepat kembalinya kemampuan tubuh
e. Berikan perawatan kulit dengan cermat.
R : mengurangi resiko terjadinya penyakit lain
D. Evaluasi Keperawatan

Prinsip tindakan yang mendasari penanganan diagnosa keperawatan yang dapat


timbul, adalah:
1. Mempertahankan pola nafas efektif
2. Mempertahankan tingkat kesadaran klien
3. Mempertahankan keseimbangan cairan
4. Menerapkan manajemen nyeri
5. Meningkatkan pengalaman pasien tentang proses penyakit dan prognosis.

BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Liver abses adalah bentuk infeksi pada liver yang disebabkan karena
infeksi bakteri, parasit, jamur maupun nekbrosis steril yang bersumber dari
sistem gastrointestinal yang ditandai dengan adanya proses supurasi dengan
pembentukan pus di dalam parenkim liver (Aru W Sudoyo, 2006). Liver
abses dibagi atas dua secara umum, yaitu liver abses amoeba dan liver abses
pyogenik
Keluhan awal: demam/menggigil, nyeri abdomen, anokresia/malaise,
mual/muntah, penurunan berat badan, keringan malam, diare, demam (T >
38), hepatomegali, nyeri tekan kuadran kanan atas, ikterus, asites, serta
sepsis yang menyebabkan kematian. (Cameron 1997)
2. Saran
Demikian tadi makalah yang telah kami susun, semoga dengan adanya
makalah mengenai Liver Abses ini dapat berguna khususnya kami sebagai
penyusun dan umumnya bagi para pembaca. Kami selaku penyusun merasa
mengharap kritik yang konstruktif

maupun saran dari pembaca untuk

perbaikan makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA
Aru, W. Sudoyo, dkk. (2006). Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid 1 Edisi
Empat. Jakarta : Balai Penerbitan FK-UI.
Bruner dan Suddarth. ( 2000 ). Buku Ajaran KMB. Edisi 8. Jakarta: EGC.
Cameeron. (1995). Prinsip-prinsip Penyakit Dalam. Jakarta: Binarupa Aksara.
Doenges, E., Moorhouse, MF dan Geissler, A. (2000). Rencana Asuhan
Keperawatan. Jakarta : EGC.
Harjono, dkk. (1996). Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 26. Jakarta: Buku
kedokteran EGC.
Mansjoer, Arief. dkk. (2001). Kapita Selekta Kedokteran; Jilid 1, Edisi Ketiga.
Jakarta : Media Aesculapius. Halaman 512.
Microsoft Encantta Reference Library.( 2004 ). Liver, Amebiasis Abses and Calf
Diphteria/ Fusa bakteriun necrosphorum.
Sherwood. (2001). System Pencernaan, dalam Fisiologi Manusia dari Sel ke
sistem. Jakarta : EGC. Halaman 565.
Sylvia a. Price. (2006). Gangguan System Gastro Intestinal, dalam buku
Patofiologi. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteranm EGC. Halaman 472-474.

10

11

Anda mungkin juga menyukai