Perda DKI Jakarta No. 3 TH 2013 TTG Pengelolaan Sampah
Perda DKI Jakarta No. 3 TH 2013 TTG Pengelolaan Sampah
Perda DKI Jakarta No. 3 TH 2013 TTG Pengelolaan Sampah
Mengingat:
1.
3
13. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 130 Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5049);
14. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059);
15. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);
16. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan
Kawasan Permukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2011 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5188);
17. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5234);
18. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 108,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5252);
19. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 tentang
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 31, Tambahan
Lembaran
Negara
Republik
Indonesia
Nomor
3815)
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 85 Tahun 1999 (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1999 Nomor 190, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3910);
20. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 48, Tambahan
Lembaran
Negara
Republik
Indonesia
Nomor
4502)
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 74 Tahun 2012 (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2012 Nomor 171, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5340);
21. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang
Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun
2002 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2005 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4532);
22. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 86,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4655);
5
34. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 31 Tahun 2009
tentang Pembinaan dan Pengawasan Penerapan Sistem
Manajemen Lingkungan, Ekolabel, Produksi Bersih, dan
Teknologi Berwawasan Lingkungan Di Daerah;
35. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 08 Tahun 2010
tentang Kriteria dan Sertifikasi Bangunan Ramah Lingkungan;
36. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2010
tentang Pedoman Pengelolaan Sampah;
37. Peraturan
Menteri
Perindustrian
Nomor
24/MIND/PER/2/2010 tentang Pencantuman Logo Tara Pangan
dan Kode Daur Ulang Pada Kemasan Pangan Dari Plastik;
38. Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 1986 tentang Penyidik
Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Daerah Khusus
Ibukota Jakarta (Lembaran Daerah Provinsi Daerah Khusus
Ibukota Jakarta Tahun 1986 Nomor 91);
39. Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2002 tentang Perpasaran
Swasta di Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta (Lembaran
Daerah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 2002
Nomor 76);
40. Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2007 tentang Pokok-Pokok
Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Daerah Provinsi
Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 2007 Nomor 5);
41. Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban
Umum (Lembaran Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota
Jakarta Tahun 2007 Nomor 8);
42. Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2008 tentang Organisasi
Perangkat Daerah (Lembaran Daerah Provinsi Daerah Khusus
Ibukota Jakarta Tahun 2008 Nomor 10);
43. Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2009 tentang Pengelolaan
Area Pasar (Lembaran Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota
Jakarta Tahun 2009 Nomor 3);
44. Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2010 tentang Bangunan
Gedung (Lembaran Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota
Jakarta Tahun 2010 Nomor 7, Tambahan Lembaran Daerah
Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 4);
45. Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah 2030 (Lembaran Daerah Provinsi Daerah
Khusus Ibukota Jakarta Tahun 2012 Nomor 1, Tambahan
Lembaran Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta
Nomor 28);
46. Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2012 tentang Retribusi
Daerah (Lembaran Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota
Jakarta Tahun 2012 Nomor 3, Tambahan Lembaran Daerah
Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 30);
7
8. Unit Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat UKPD
adalah Unit Kerja atau sub ordinat Satuan Kerja Perangkat
Daerah.
9. Forum Masyarakat Peduli Kebersihan adalah wahana koordinasi
pemangku kepentingan yang bersifat tetap sebagai mitra
Pemerintah Daerah.
10. Reduce, Reuse dan Recycle yang selanjutnya disingkat dengan 3R,
adalah kegiatan pengurangan sampah dengan cara mengurangi,
memakai atau memanfaatkan kembali dan mendaur ulang.
11. Sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau
proses alam yang berbentuk padat.
12. Sampah rumah tangga adalah sampah yang berasal dari kegiatan
sehari-hari dalam rumah tangga yang tidak termasuk tinja dan
sampah spesifik.
13. Sampah sejenis sampah rumah tangga adalah sampah yang tidak
berasal dari rumah tangga dan berasal dari kawasan permukiman,
kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas
umum, fasilitas sosial dan/atau fasilitas lainnya.
14. Sampah spesifik adalah sampah yang karena sifat, konsentrasi
dan/atau volumenya memerlukan pengelolaan khusus.
15. Air limbah adalah semua cairan yang berasal dari kegiatan proses
produksi dan kegiatan usaha lainnya yang tidak dimanfaatkan
kembali.
16. Sumber sampah adalah setiap orang, badan usaha dan/atau
kegiatan yang menghasilkan timbulan sampah.
17. Penghasil sampah adalah setiap orang dan/atau akibat proses
alam yang menghasilkan timbulan sampah.
18. Pengelolaan sampah adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh
dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan
penanganan sampah.
19. Pengelolaan air kotor adalah kegiatan penyedotan lumpur tinja
dan pengolahannya di dalam Instalasi Pengolahan Air Kotor (IPAK).
20. Basis Permintaan (tidak terjadwal) adalah pelayanan penyedotan
limbah air kotor rumah tangga berdasarkan permintaan
masyarakat.
21. Basis Terjadwal adalah pelayanan penyedotan air kotor limbah
rumah tangga yang dijadwalkan secara berkala atau periodik.
22. Pengurangan sampah adalah kegiatan pembatasan timbulan
sampah, pendaur ulang sampah dan/atau pemanfaatan kembali
sampah.
dan
24. Pengumpulan
sampah
adalah
kegiatan
mengambil
dan
memindahkan sampah dari sumber sampah ke tempat
penampungan sementara atau tempat pengolahan sampah dengan
prinsip 3R.
25. Pengangkutan sampah adalah kegiatan membawa sampah dari
sumber atau tempat penampungan sementara menuju tempat
pengolahan sampah dengan prinsip 3R atau tempat pengelolaan
sampah terpadu atau tempat pemrosesan akhir dengan
menggunakan kendaraan bermotor atau tidak bermotor yang
didesain untuk mengangkut sampah.
26. Pengolahan sampah adalah kegiatan mengubah karakteristik,
komposisi dan/atau jumlah sampah.
27. Pemrosesan akhir sampah adalah kegiatan mengembalikan
sampah dan/atau residu hasil pengolahan sebelumnya ke media
lingkungan secara aman.
28. Tempat sampah yang selanjutnya disebut wadah sampah adalah
tempat penampungan sampah secara terpilah dan menentukan
jenis sampah.
29. Tempat penampungan sementara yang selanjutnya disingkat TPS
adalah tempat sebelum sampah diangkut ke tempat pendauran
ulang, pengolahan dan/atau tempat pengolahan sampah terpadu.
30. Tempat pengolahan sampah dengan prinsip 3R yang selanjutnya
disebut TPS 3R adalah tempat dilaksanakan kegiatan
pengumpulan, pemilahan, penggunaan ulang, dan pendauran
ulang skala kawasan.
31. Tempat pengolahan sampah terpadu yang selanjutnya disingkat
TPST adalah tempat dilaksanakannya kegiatan pengumpulan,
pemilahan, penggunaan ulang, pendauran ulang, pengolahan dan
pemrosesan akhir.
32. Tempat pemrosesan akhir yang selanjutnya disingkat TPA adalah
tempat untuk memproses dan mengembalikan sampah ke media
lingkungan.
33. Kompensasi adalah pemberian imbalan kepada orang yang terkena
dampak negatif yang ditimbulkan kegiatan penanganan sampah di
tempat pemrosesan akhir sampah.
34. Sistem tanggap darurat adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan dalam rangka pengendalian yang meliputi pencegahan
dan penanggulangan kecelakaan akibat pengelolaan sampah yang
tidak benar.
9
35. Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PPNS
adalah pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang diberi wewenang
khusus oleh Undang-Undang untuk melakukan penyidikan
terhadap pelanggaran Peraturan Daerah.
36. Pelaku usaha adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang
merupakan kesatuan yang melakukan usaha meliputi perseroan
terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha
Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)
dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi,
persekutuan dan bentuk badan lainnya melakukan usaha secara
tetap.
37. Badan usaha di bidang kebersihan adalah pelaku usaha yang
diberikan izin untuk melakukan kegiatan pengelolaan sampah.
38. Produsen adalah pelaku usaha yang memproduksi barang yang
menggunakan
kemasan,
mendistribusikan
barang
yang
menggunakan kemasan dan berasal dari impor, atau menjual
barang dengan menggunakan wadah yang tidak dapat atau sulit
terurai oleh proses alam.
39. Petugas kebersihan adalah orang yang diberi tugas menjalankan
pelayanan kebersihan oleh Pemerintah Daerah dan/atau badan
usaha di bidang kebersihan.
40. Orang adalah orang perseorangan, kelompok orang dan/atau
badan hukum.
41. Masyarakat adalah perorangan atau kelompok orang atau badan
usaha atau lembaga/organisasi kemasyarakatan.
BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 2
Asas pengelolaan sampah berdasarkan:
a.
b.
c.
d.
e.
keterpaduan;
akuntabilitas;
transparan;
partisipatif;dan
kepastian hukum.
Pasal 3
10
c. menjadikan sampah sebagai sumber daya yang memiliki nilai
ekonomis; dan
d. mewujudkan pelayanan prima.
BAB III
TUGAS DAN WEWENANG
Pasal 4
Tugas Pemerintah Daerah meliputi:
a. menumbuhkembangkan dan meningkatkan kesadaran masyarakat
dan pelaku usaha dalam pengelolaan sampah;
b. mengalokasikan dana untuk pengelolaan sampah;
c. melakukan penelitian, pengembangan teknologi pengurangan dan
penanganan sampah;
d. melaksanakan, memfasilitasi, dan mengembangkan upaya
pengurangan dan penanganan sampah;
e. memanfaatkan,
memfasilitasi,
dan
mengembangkan
hasil
pengolahan sampah;
f. mengelola sampah dan memfasilitasi penyediaan prasarana dan
sarana pengolahan sampah;
g. memanfaatkan dan memfasilitasi penerapan teknologi pengolahan
sampah yang berkembang pada masyarakat untuk mengurangi
dan/atau menangani sampah; dan
h. mengoordinasikan antar lembaga pemerintah, masyarakat, dan
pelaku usaha agar terdapat keterpaduan dalam pengelolaan
sampah.
Pasal 5
Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4,
Pemerintah Daerah mempunyai wewenang:
a. merumuskan dan menetapkan kebijakan dan strategi pengelolaan
sampah berdasarkan kebijakan nasional;
b. melakukan kerjasama antar daerah, kemitraan dan jejaring dalam
pengelolaan sampah;
c. menetapkan lokasi TPS, TPS 3R, TPST dan TPA di dalam Rencana
Detail Tata Ruang (RDTR);
d. melakukan pemantauan dan evaluasi secara berkala terhadap
TPS, TPS 3R dan TPST;
e. melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap TPA setelah TPA
dinyatakan ditutup secara berkala setiap 6 (enam) bulan sekali
selama 20 (dua puluh) tahun;
f. memfasilitasi dan menyelesaikan perselisihan dalam pengelolaan
sampah;
g. melakukan pembinaan dan pengawasan pengelolaan sampah; dan
h. menyusun dan menyelenggarakan sistem tanggap
pengelolaan sampah sesuai dengan kewenangannya.
darurat
11
Pasal 6
(1)
(2)
(3)
sebagaimana
sampah
untuk
setiap
kurun
waktu
kerjasama,
kemitraan,
dan
partisipasi
yang
ramah
(5)
12
Masyarakat berkewajiban:
a. memelihara kebersihan di lingkungannya;
b. mengurangi dan menangani sampah;
13
c. membuang sampah pada tempatnya menurut
pewadahannya dan sesuai jadwal yang ditentukan; dan
jenis
(1)
(2)
(1)
Fasilitas
dan/atau
pelaksanaan
pengelolaan
sampah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 harus sesuai dengan
standar teknis fasilitas dan/atau pelaksanaan pengelolaan
sampah.
(2)
(1)
(2)
Penyediaan
fasilitas
pengelolaan
sampah
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus bersifat ramah lingkungan
dengan
mempertimbangkan
fungsi
bangunan,
jenis,
karakteristik dan timbulan sampah.
Pasal 15
14
(2)
Produsen
wajib
mengelola
kemasan
dan/atau
produk
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang tidak dapat atau sulit
terurai oleh proses alam.
(3)
(1)
(2)
(3)
15
a. pembatasan timbulan sampah;
b. pendauran ulang sampah; dan/atau
c. pemanfaatan kembali sampah.
(2)
(1)
sampah
dan/atau
produk
yang
ramah
(2)
16
Bagian Ketiga
Penanganan Sampah
Pasal 23
Penanganan sampah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf b,
meliputi:
a. pemilahan sampah;
b. pengumpulan sampah;
c. pengangkutan sampah;
d. pengolahan sampah; dan
e. pemrosesan akhir sampah.
Paragraf 1
Pemilahan Sampah
Pasal 24
(1) Pemilahan sampah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf
a, dilakukan melalui kegiatan pengelompokan sampah pada
wadah sampah yang sesuai dengan jenis sampah.
(2) Kriteria warna dan jenis sampah dalam pemilahan wadah sampah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:
a. wadah warna hijau untuk sampah organik;
b. wadah warna kuning untuk sampah anorganik; dan
c. wadah warna merah untuk sampah yang mengandung bahan
berbahaya dan beracun rumah tangga.
Pasal 25
(1) Setiap rumah tangga wajib menyediakan wadah sampah untuk
kegiatan pemilahan sampah.
(2) Wadah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah kantong yang
terbuat dari bahan yang dapat didaur ulang.
(3) Apabila rumah tangga tidak mampu menyediakan wadah sampah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka wadah sampah wajib
disediakan oleh Pemerintah Daerah.
(4) Penganggung jawab dan/atau pengelola kawasan permukiman,
kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus wajib
menyediakan wadah sampah untuk kegiatan pemilahan sampah
di kawasan yang bersangkutan.
(5) Penyediaan wadah sampah di luar rumah tangga dan di luar
kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3),
menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah.
17
(6) Penyediaan wadah sampah di luar rumah tangga dan/atau di luar
kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dapat disediakan
oleh pelaku usaha dan/atau masyarakat.
Pasal 26
(1)
(2)
Paragraf 2
Pengumpulan Sampah
Pasal 27
(1)
(2)
(3)
(1)
18
(2)
(3)
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(1)
(2)
(1)
19
(2)
Pasal 33
(1)
(2)
20
(2)
(3)
(4)
(1)
(2)
(1)
(2)
21
(2)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
22
(8)
(1)
(2)
(2)
(1)
(2)
(3)
(4)
(1)
23
a. volume sampah;
b. ketersediaan lahan untuk menampung sampah sementara
yang memenuhi aspek lingkungan dan estetika;
c. dampak terhadap banjir;
d. fungsi dan aspek fisik dari badan air; dan
e. aspek aksesibilitas angkutan sampah.
(2)
(3)
(1)
(2)
(1)
(2)
(3)
(4)
(1)
24
(2)
(2)
25
Pasal 52
TPS sebagaimana dimasud dalam Pasal 50 ayat (1) huruf b, harus
memenuhi persyaratan teknis sebagai berikut:
a. tersedianya fasilitas pemilahan untuk meningkatkan peran aktif
masyarakat dalam menangani sampah melalui 3R;
b. mudah dijangkau
sampah;
Petugas
Kebersihan
dan/atau
angkutan
(2)
(1)
26
a. dilengkapi dengan teknologi yang ramah lingkungan, dan
hemat lahan;
b. dilengkapi dengan fasilitas pengolah limbah;
c. memperhatikan aspek geologi tata lingkungan lokasi dan
sekitar;
d. memperhatikan aspek sosial dan ekonomi masyarakat sekitar;
e. memperhatikan aspek kelayakan pembiayaan;
f. memperhatikan jarak pencapaian dan ketersediaan fasilitas;
g. memperhatikan ketersediaan lahan untuk zona penyangga;
dan
h. memaksimalkan kegiatan 3R.
(2)
(3)
(4)
(1)
(2)
27
i. memperhatikan kecukupan ketersediaan lahan termasuk
untuk zona penyangga.
Pasal 57
TPA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56, dapat dikembangkan
untuk sumber energi pembangkit listrik alternatif atau bentuk lain.
Bagian Keenam
Instalasi Pengolahan Air Limbah Dosmetik
Pasal 58
(1)
(2)
air
(1),
limbah domestik
harus memenuhi
(4)
(5)
28
(6)
peraturan
perundang-undangan
dan
aspek
geologi
tata
lingkungan,
lokasi
dan
dampak
kesehatan
terhadap
lingkungan
lain
dengan
(2)
29
Bagian Ketujuh
Sarana Pengumpulan Sampah
Pasal 62
(1)
(2)
(3)
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
30
Pasal 64
(1)
(2)
(1)
(2)
(1)
(1)
Penyediaan
sarana
pengumpulan
sampah
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), dapat dikerjasamakan dengan Badan
Usaha di bidang Kebersihan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Bagian Kedelapan
Sarana Pengangkutan Sampah
Pasal 67
(1)
(2)
(3)
31
c. sampah jalan;
d. sampah taman;
e. sampah saluran air/sungai/kali/kanal dan waduk/situ;
f. sampah muara
pelabuhan;dan
sungai/kali/kanal,
pantai,
laut
dan
(2)
tertutup;
tidak menimbulkan bau;
tidak mencecerkan air lindi; dan
bersih.
(1)
(2)
(1)
(2)
(1)
32
a. memfasilitasi tersedianya wadah sampah di masing-masing
rumah tangga dan sarana pengumpulan sampah;
b. menjamin terwujudnya tertib pemilahan sampah di masingmasing rumah tangga; dan
c. mengusulkan kebutuhan TPS 3R dan lokasi parkir gerobak/
motor sampah kepada Lurah melalui Pengurus RW.
(2)
(1)
(2)
sebagaimana
(2)
Pasal 74
Ketentuan lebih lanjut mengenai Lembaga Pengelola Sampah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 sampai dengan Pasal 73,
diatur dengan Peraturan Gubernur.
33
Pasal 75
(1)
(2)
b.
c.
tertib
administrasi
pengelolaan
sampah
dan
pertanggungjawabannya kepada SKPD di bidang kebersihan.
Pasal 77
(1)
(2)
yang
dibuktikan
dengan
surat
34
(2)
(2)
(2)
35
(3)
(4)
(1)
(2)
Untuk
mendapatkan
izin
usaha
pengelolaan
sampah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), badan usaha harus
mengajukan permohonan secara tertulis kepada Gubernur
dengan melampirkan persyaratan administrasi dan teknis.
Pasal 85
(1)
(2)
(3)
36
(2)
(3)
(1)
(2)
pemangku
kepentingan
Bagian Kedua
Insentif
Pasal 89
(1)
(2)
37
(3)
(4)
(5)
(1)
(2)
(3)
(4)
Pasal 91
(1)
(2)
38
BAB XII
KERJASAMA DAN KEMITRAAN
Bagian Kesatu
Kerjasama
Pasal 92
(1)
(2)
lain
Bagian Kedua
Kemitraan
Pasal 93
(1)
(2)
penyertaan modal;
39
(4)
(1)
(2)
(3)
Pelayanan
pengangkutan
sampah
rumah
tangga
yang
diselenggarakan oleh Pengurus RW atau Lembaga Pengelola
Sampah lingkup RW dikenakan iuran sampah yang besarnya
disepakati warga dan ditetapkan oleh Ketua RW.
(2)
(3)
(1)
40
(2)
(1)
(2)
(2)
(3)
41
BAB XVI
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 102
(1)
(2)
(1)
Pemerintah
Daerah
melakukan
pengawasan
penyelenggara pengelolaan sampah, melalui kegiatan:
terhadap
a. pemantauan;
b. pengendalian;
c. evaluasi; dan
d. pelaporan.
(2)
(3)
42
Pasal 105
(1)
(2)
(1)
(2)
(1)
(2)
(1)
43
b. menumbuhkembangkan
pengolahan sampah;
kepeloporan
masyarakat
dalam
(2)
44
(2)
pengawasan
atas
pelaksanaan
pelayanan
Pasal 113
Keanggotaan Forum Masyarakat Peduli Kebersihan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 112, terdiri dari:
a. Unsur Pemerintah Daerah; dan
b. Pemangku kepentingan yaitu:
1.
2.
3.
4.
unsur
unsur
unsur
unsur
akademisi;
asosiasi;
pemerhati lingkungan hidup; dan
tokoh masyarakat.
Pasal 114
(1)
(2)
(3)
Pasal 115
Dalam melaksanakan tugasnya, Forum
Masyarakat Peduli
Kebersihan dibantu oleh Sekretariat yang dipimpin seorang Sekretaris
dari unsur Pemerintah Daerah.
Pasal 116
Ketentuan lebih lanjut mengenai Forum
Kebersihan diatur dengan Peraturan Gubernur.
Masyarakat
Peduli
45
BAB XIX
TANGGAP DARURAT
Pasal 117
(1)
(2)
dan
Pasal 119
(1)
46
(2)
Pasal 120
Ketentuan lebih lanjut mengenai Sistem Tanggap Darurat Pengelolaan
Sampah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 117, Pasal 118 dan
Pasal 119, diatur dengan Peraturan Gubernur.
BAB XX
PENYELESAIAN SENGKETA
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 121
(1)
(2)
(1)
(2)
(1)
(2)
47
(3)
Tuntutan
dalam
gugatan
perbuatan
melawan
hukum
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat berupa ganti
kerugian dan/atau tindakan tertentu.
Bagian Kedua
Hak Gugat
Pasal 124
(1)
(2)
(1)
(2)
(3)
sungai/kali/kanal, waduk,
situ dan
48
f. memasukkan dan/atau membuang sampah ke daerah;
g. membuang, menumpuk, menyimpan sampah atau bangkai
binatang di jalan, jalur hijau, taman, sungai, kali, kanal, saluran
air, fasilitas umum, fasilitas sosial dan tempat lainnya yang
sejenis;
h. membuang sampah dari kendaraan;
i. membuang sampah ke TPS menggunakan kendaraan bermotor;
j. mengeruk atau mengais sampah di TPS kecuali oleh Petugas
Kebersihan untuk kepentingan dinas;
k. membuang sampah diluar tempat/lokasi pembuangan yang telah
ditetapkan;
l. mengelola sampah yang menyebabkan pencemaran dan/atau
perusakan lingkungan;
m. mengangkut
sampah
dengan
alat
peruntukan angkut sampah; dan/atau
pengangkutan
bukan
BAB XXII
SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 127
(1)
(2)
(3)
49
Pasal 129
(1)
(2)
(3)
Setiap
penanggung
jawab
dan/atau
pengelola
pusat
perbelanjaan, toko modern dan pasar yang lalai atau dengan
sengaja tidak menggunakan kantong belanja yang ramah
lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dikenakan
sanksi administratif berupa uang paksa paling sedikit
Rp.5.000.000,00 (lima juta rupiah) dan paling banyak
Rp.25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah).
Pasal 130
(1)
(2)
50
(3)
Pasal 131
(1)
(2)
Pasal 132
Prosedur pemberian sanksi administratif sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 127 sampai dengan Pasal 131, dilakukan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB XXIII
PENYIDIKAN
Pasal 133
(1)
(2)
51
f. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai
tersangka atau saksi;
g. mendatangkan seorang ahli yang diperlukan
hubungannya dengan pemeriksaan perkara;
dalam
(1)
(2)
Pasal 135
(1)
(2)
(3)
52
(4)
Penyelenggara
pengelolaan
sampah
yang
dengan
sengaja
mengabaikan norma, standar, prosedur dan/atau kriteria yang
ditetapkan dikenakan sanksi pidana sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
BAB XXV
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 137
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
BAB XXVI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 138
Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, Peraturan Daerah
Nomor 5 Tahun 1988 tentang Kebersihan Lingkungan Dalam Wilayah
Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, dicabut dan dinyatakan
tidak berlaku.
53
Pasal 139
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran
Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 10 Juni 2013
GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS
IBUKOTA JAKARTA,
Ttd.
JOKO WIDODO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 11 Juni 2013
Plt. SEKRETARIS DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS
IBUKOTA JAKARTA,
Ttd.
WIRIYATMOKO
NIP. 195803121986101001
LEMBARAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA
TAHUN 2013 NOMOR 401
54
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS
IBUKOTA JAKARTA
NOMOR 3 TAHUN 2013
TENTANG
PENGELOLAAN SAMPAH
I.
UMUM
Sampah merupakan salah satu permasalahan yang dihadapi banyak
kota di seluruh dunia termasuk kota Jakarta. Semakin bertambah jumlah
penduduk dan aktivitasnya, maka volume sampah terus meningkat.
Perubahan pola konsumsi masyarakat semakin beragam pula sampah yang
dihasilkan. Akibatnya, untuk mengatasi sampah diperlukan biaya yang tidak
sedikit dan lahan yang semakin luas. Di samping itu, tentu saja sampah
membahayakan kesehatan dan lingkungan jika tidak dikelola dengan baik.
Pengelolaan sampah dimaksudkan agar sampah tidak membahayakan
kesehatan manusia dan tidak mencemari lingkungan. Pengelolaan sampah
juga dilakukan untuk memperoleh manfaat bagi kesejahteraan. Hal ini
didasari oleh pandangan sebagian warga masyarakat bahwa sampah
merupakan sumber daya yang masih bisa dimanfaatkan dan bahkan
memiliki nilai ekonomi. Pandangan tersebut muncul seiring dengan semakin
langkanya sumber daya alam dan semakin rusaknya lingkungan.
Pengelolaan sampah mutlak dilakukan mengingat dampak buruk yang
ditimbulkan bagi kesehatan dan lingkungan. Sampah tempat berkembang
biak organisme penyebab dan pembawa penyakit. Sampah juga mencemari
lingkungan dan mengganggu keseimbangan lingkungan. Oleh karena itu,
pemerintah di berbagai belahan dunia berupaya menangani sampah
walaupun dengan biaya yang tidak sedikit. Pengelolaan sampah di Provinsi
DKI Jakarta belum dilaksanakan secara terpadu sebagaimana diatur dalam
Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 1988 tentang Kebersihan Dalam Wilayah
Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Sampah dari berbagai sumber baik dari
rumah tangga, pasar, industri, dan lain-lain, langsung diangkut menuju
Tempat Penampungan Sementara (TPS) tanpa melalui proses pemilahan dan
penanganan terlebih dahulu. Dari TPS, sampah diangkut menuju Tempat
Pembuangan Akhir (TPA) untuk kemudian ditimbun. Pengelolaan sampah
tersebut menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang
Pengelolaan Sampah, tidak berwawasan lingkungan karena menimbulkan
dampak negatif terhadap kesehatan masyarakat dan lingkungan.
Mengingat dampak negatif yang ditimbulkan sampah bagi kesehatan
dan lingkungan, maka sampah harus dikelola dengan baik melalui
pengelolaan secara komprehensif dan terpadu dari hulu ke hilir agar
memberikan manfaat secara ekonomi, kesehatan masyarakat, dan aman bagi
lingkungan, serta dapat mengubah perilaku masyarakat terhadap kebersihan
lingkungan dalam rangka mewujudkan kota Jakarta yang bersih terhindar
dari timbulan sampah. Untuk itu, Pemerintah Daerah bersama-sama
masyarakat melakukan pemilahan dan penanganan sampah sehingga
timbulan sampah berkurang sebelum dibuang ke TPST dan/atau TPA.
Perubahan pengelolaan sampah tersebut membawa konsekuensi hukum
kepada Pemerintah Daerah yang diberikan tugas dan wewenang oleh
55
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah untuk
memenuhi hak masyarakat dan memfasilitasi kewajiban masyarakat dalam
melaksanakan pengurangan dan penanganan sampah dengan cara 3R, yaitu
reduce (mengurangi volume), reuse (menggunakan kembali), dan recycle
(mendaur ulang).
Di dalam pengelolaan sampah tidak saja diperlukan aspek peran serta
aktif masyarakat, melainkan aspek peraturan sebagai dasar hukum, aspek
teknis operasional, aspek organisasi dan manajemen, serta aspek
pembiayaan. Kelima aspek tersebut dalam satu sistem pengelolaan sampah
secara komprehensif dan terpadu, maka diperlukan kepastian hukum,
kejelasan tanggung jawab dan kewenangan Pemerintah Daerah, hak dan
kewajiban masyarakat dan pelaku usaha sehingga pengelolaan sampah dapat
berjalan secara proporsional, efektif, dan efisien. Untuk itu, diperlukan
Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Sampah.
II.
56
Huruf c
Yang dimaksud dengan sumber daya antara lain mempunyai
nilai ekonomi apabila dikelola dengan baik.
Huruf d
Cukup jelas.
Pasal 4
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Hasil pengolahan sampah, misalnya berupa kompos, pupuk,
biogas, potensi energi, dan hasil daur ulang lainnya.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Pasal 5
Huruf a
Yang dimaksud dengan kebijakan adalah arah/tindakan yang
diambil Pemerintah Pusat/Daerah untuk mencapai tujuan.
Yang dimaksud dengan strategi adalah langkah-langkah
berisikan program indikatif untuk mewujudkan maksud
dan/atau sasaran yang ingin dicapai.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
57
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Pasal 6
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan rencana induk pengelolaan sampah
adalah dokumen perencanaan pengelolaan sampah untuk
jangka waktu paling lama 20 (dua puluh) tahun.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan pembatasan timbulan sampah adalah
upaya meminimalisasi timbulan sampah yang dilakukan sejak
sebelum dihasilkannya suatu produk dan/atau kemasan
produk sampai dengan saat berakhirnya kegunaan produk
dan/atau kemasan produk. Contoh implementasi pembatasan
timbulan sampah antara lain:
1. penggunaan barang dan/atau kemasan yang dapat didaur
ulang dan mudah terurai oleh proses alam;
2. membatasi penggunaan kantong plastik; dan/atau
3. menghindari penggunaan barang dan/atau kemasan sekali
pakai.
Huruf c
Yang dimaksud pendauran ulang sampah adalah upaya
memanfaatkan sampah menjadi barang yang berguna setelah
melalui suatu proses pengolahan terlebih dahulu.
Huruf d
Yang dimaksud pemanfaatan kembali sampah adalah upaya
untuk mengguna ulang sampah sesuai dengan fungsi yang
sama atau fungsi yang berbeda dan/atau mengguna ulang
bagian dari sampah yang masih bermanfaat tanpa melalui
suatu proses pengolahan terlebih dahulu.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
58
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Yang dimaksud dengan kebijakan adalah arah/tindakan yang
akan dilakukan Pemerintah Daerah untuk mencapai tujuan
pengelolaan sampah dan target yang ditetapkan.
Yang dimaksud dengan strategi adalah langkah-langkah
dilakukan oleh Pemerintah Daerah berisikan program indikatif
untuk mencapai tujuan dan target yang ditetapkan.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Yang dimaksud dengan pengembangan dan pemanfaatan
teknologi yang ramah lingkungan untuk pengolahan sampah
antara lain pengembangan dan pemanfaatan teknologi tepat
guna (TTG) yang mudah dioperasikan oleh masyarakat dengan
biaya pemeliharaan yang rendah dan tidak menimbulkan
pencemaran lingkungan.
Huruf g
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 7
Huruf a
Yang dimaksud dengan Rencana Aksi Daerah (RAD)
pengelolaan sampah adalah tahapan program dan kegiatan
pengelolaan sampah yang harus dilakukan oleh SKPD dan
UKPD sesuai tugas dan fungsinya, disusun berdasarkan target
pencapaian dalam jangka waktu 5 (lima) tahun.
Yang dimaksud dengan program adalah instrumen kebijakan
yang berisi satu atau lebih kegiatan yang dilaksanakan oleh
pemerintah daerah dan masyarakat termasuk pelaku usaha
59
untuk mencapai sasaran dan tujuan serta memperoleh alokasi
anggaran, atau kegiatan yang dilakukan masyarakat dan
pelaku usaha yang dikoordinasikan oleh pemerintah daerah.
Huruf b
Cukup jelas.
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang di maksud dengan jenis pewadahan sampah adalah tong
sampah warna hijau untuk sampah organik, tong sampah
warna kuning untuk sampah anorganik, dan warna merah
untuk sampah yang mengandung bahan berbahaya dan
beracun rumah tangga.
Huruf d
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 12
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan rumah tangga adalah seorang atau
sekelompok orang yang mendiami sebagian atau seluruh bangunan
fisik dan tinggal bersama dan makan dari satu dapur.
Pemilahan sampah dilakukan melalui kegiatan pengelompokan
sampah berdasarkan jenis sampah yang terdiri atas:
a. sampah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun serta
limbah bahan berbahaya dan beracun;
b. sampah yang mudah terurai;
c. sampah yang dapat digunakan kembali;
d. sampah yang dapat didaur ulang; dan
e. sampah lainnya.
Pemilahan sampah dilakukan melalui kegiatan pengelompokan
sampah berdasarkan jenis sampah.
60
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan kawasan permukiman adalah kawasan yang
memiliki pengelola antara lain apartemen/klaster, kondominium,
asrama, real estate, town house, dan sejenisnya.
Yang dimaksud dengan kawasan komersial adalah kawasan tempat
pemusatan kegiatan usaha perdagangan dan/atau jasa yang
dilengkapi sarana dan prasarana penunjang.
Yang dimaksud dengan kawasan industri adalah kawasan tempat
pemusatan kegiatan industri yang dilengkapi dengan prasarana dan
sarana penunjang yang dikembangkan dan dikelola oleh perusahaan
kawasan industri yang telah memiliki izin usaha kawasan industri.
Yang dimaksud dengan kawasan khusus merupakan wilayah yang
bersifat
khusus
yang
digunakan
untuk
kepentingan
nasional/berskala nasional, misalnya, kawasan cagar budaya, taman
nasional, pengembangan industri strategis, dan pengembangan
teknologi tinggi.
Yang dimaksud dengan fasilitas umum antara lain: terminal
angkutan umum, stasiun kereta api, pelabuhan laut, bandar udara,
tempat pemberhentian kendaraan umum, taman, jalan, dan trotoar.
Yang dimaksud dengan fasilitas sosial antara lain: rumah ibadah,
panti asuhan, dan panti sosial.
Yang termasuk fasilitas lain adalah yang tidak termasuk kawasan
komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas sosial,
fasilitas
umum
antara
lain:
rumah
tahanan,
lembaga
pemasyarakatan, rumah sakit, klinik, pusat kesehatan masyarakat
(Puskesmas), sekolah atau kawasan pendidikan, kampus, kawasan
pariwisata, kawasan berikat, dan pusat kegiatan olahraga, pusat
kegiatan pemuda.
Yang dimaksud dengan keramaian sesaat adalah kegiatan yang
penyelenggaraannya melibatkan banyak orang dan bersifat
sementara serta berpotensi menghasilkan timbulan sampah seperti
tontonan, hiburan, perayaan, pasar murah.
Pasal 13
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan standar teknis fasilitas sampah adalah
fasilitas pengelolaan sampah memenuhi persyaratan yang ditetapkan
dalam peraturan perundang-undangan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 14
Ayat (1)
Yang dimaksud pengembang adalah institusi atau lembaga
penyelenggara pembangunan perumahan dan permukiman.
61
Ayat (2)
Penyediaan prasarana dan sarana pengelolaan sampah
sesuai
dengan fungsi bangunan, jumlah penghuni, dan timbulan sampah.
Yang dimaksud pertimbangan jenis sampah adalah diwujudkan
dalam bentuk penempatan pewadahan sampah sesuai standar yang
ditetapkan.
Pasal 15
Yang dimaksud bangunan gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan
konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian
atau seluruhnya berada di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau
air, yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya,
baik untuk hunian atau tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan
usaha, kegiatan sosial, budaya maupun kegiatan khusus.
Yang dimaksud cerobong gravitasi pengumpulan sampah adalah
sampah berupa lorong atau cerobong sesuai standar yang ditetapkan
dalam peraturan perundang-undangan di bidang bangunan gedung.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan sampah rumah tangga adalah sampah
yang berasal dari kegiatan sehari-hari dalam rumah tangga,
tidak termasuk tinja dan sampah spesifik.
Huruf b
Yang dimaksud dengan sampah sejenis sampah rumah tangga
adalah sampah yang berasal dari kawasan permukiman,
perkantoran, kawasan komersial, kawasan industri, kawasan
khusus, pasar, terminal, fasilitas umum, fasilitas sosial, dan
fasilitas lainnya.
Huruf c
Yang dimaksud dengan sampah spesifik sebagai berikut:
a. sampah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun;
b. sampah yang mengandung limbah bahan berbahaya dan
beracun;
c. sampah yang timbul akibat bencana;
d. puing bongkaran bangunan;
e. sampah yang secara teknologi belum dapat diolah; dan/atau
f. sampah yang timbul secara tidak periodik.
Ayat (2)
Yang dimaksud Standar Pelayanan Minimal (SPM) adalah tolok
ukur kinerja pelayanan persampahan yang dilakukan oleh
Pemerintah Daerah.
Ayat (3)
Cukup jelas.
62
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan pembatasan timbulan sampah adalah
upaya meminimalisasi timbulan sampah yang dilakukan sejak
sebelum dihasilkannya suatu produk dan/atau kemasan
produk sampai dengan saat berakhirnya kegunaan produk
dan/atau kemasan produk. Contoh implementasi pembatasan
timbulan sampah antara lain:
1. penggunaan barang dan/atau kemasan yang dapat di daur
ulang dan mudah terurai proses alam;
2. membatasi penggunaan kantong plastik; dan/atau
3. menghindari penggunaan barang dan/atau kemasan sekali
pakai.
Huruf b
Yang dimaksud dengan pendauran ulang sampah adalah upaya
memanfaatkan sampah menjadi barang yang berguna setelah
melalui suatu proses pengolahan terlebih dahulu.
Huruf c
Yang dimaksud dengan pemanfaatan kembali sampah adalah
upaya untuk mengguna ulang sampah sesuai dengan fungsi
yang sama atau fungsi yang berbeda dan/atau mengguna ulang
bagian dari sampah yang masih bermanfaat tanpa melalui
suatu proses pengolahan terlebih dahulu.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 20
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan kemasan yang ramah lingkungan
lingkungan adalah kemasan yang dapat terurai oleh proses alam.
Huruf d
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Cukup jelas.
63
Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal 24
Ayat (1)
Kegiatan pengelompokan sampah paling sedikit 5 (lima) jenis
sampah yang terdiri atas:
a. sampah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun serta
limbah bahan berbahaya dan beracun;
b. sampah yang mudah terurai;
c. sampah yang dapat digunakan kembali;
d. sampah yang dapat didaur ulang; dan
e. sampah lainnya.
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan sampah organik adalah jenis sampah
yang mudah terurai.
Huruf b
Yang dimaksud dengan sampah anorganik adalah jenis sampah
yang dapat digunakan kembali, sampah yang dapat didaur
ulang, dan sampah lainnya.
Huruf c
Cukup jelas.
Pasal 25
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan wadah sampah adalah tempat
penampungan sampah rumah tangga yang berupa kantong
sampah.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan rumah tangga tidak mampu adalah
rumah tangga yang menurut Pemerintah Daerah ditetapkan
sebagai rumah tangga miskin yang diatur dengan Peraturan
Gubernur.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan di luar rumah tangga dan di luar
kawasan dalam ayat ini adalah di taman, di jalan, dan
sebagainya.
Ayat (5)
Penyediaan wadah sampah di luar rumah tangga dan/atau di
luar kawasan oleh pelaku usaha dan/atau masyarakat sebagai
bentuk peran aktif pelaku usaha dan/atau masyarakat dalam
pengelolaan sampah.
Pasal 26
Ayat (1)
Cukup jelas.
64
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 27
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Yang dimaksud dengan sampah jalan adalah sampah dari
penyapuan jalan.
Huruf e
Yang dimaksud dengan sampah taman adalah sampah dari
taman kota atau ruang terbuka hijau dan taman pemakaman.
Yang dimaksud dengan sampah taman umum adalah sampah
yang berasal dari ruang terbuka hijau kota yang mempunyai
fungsi tertentu.
Yang dimaksud dengan sampah taman makam adalah sampah
yang berasal dari areal pemakaman.
Yang dimaksud dengan sampah jalur hijau adalah sampah yang
berasal dari pepohonan, rerumputan, dan tanaman perdu yang
ditanam pada pinggiran jalur pergerakan di samping kiri-kanan
jalan dan median jalan.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan tetap memperhatikan jenis sampah
dalam ayat ini adalah sampah yang mudah terurai oleh proses
alam, sampah yang dapat digunakan kembali, sampah yang
dapat didaur ulang, dan sampah lainnya, serta sampah
mengandung bahan berbahaya dan beracun atau sampah B3.
Ayat (3)
Cukup jelas.
65
Pasal 28
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan pengumpulan sampah dengan pola
individual langsung adalah pengumpulan sampah terpilah dari
sumber sampah ke TPS 3R dan/atau TPST, kemudian ke TPA.
Huruf b
Yang dimaksud dengan pengumpulan sampah dengan pola
operasional individual tidak langsung adalah pengumpulan
sampah yang dikumpulkan dari sumber sampah ke TPS untuk
dilakukan pemilahan selanjutnya diangkut ke TPS 3R dan/atau
TPST kemudian ke TPA.
Huruf c
Yang dimaksud dengan pengumpulan dengan pola operasional
komunal langsung adalah pengumpulan sampah terpilah dari
sumber sampah yang dikumpulkan di TPS untuk selanjutnya
diangkut pada waktu yang ditentukan ke TPS 3R dan/atau TPST.
Ayat (2)
Waktu pengumpulan sampah dalam ayat ini sebelum diangkut
ke TPS, TPS 3R, TPST, dan/atau TPA menggunakan gerobak
sampah atau gerobak motor sampah.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 29
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan Residu Sampah adalah sampah yang
tidak diperlukan lagi baik untuk pengomposan maupun sebagai
bahan lapak.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
66
Pasal 32
Yang dimaksud dengan SKPD di bidang kebersihan, antara lain
adalah pengumpulan sampah jalan, taman,
saluran air,
sungai/kali/kanal,
waduk/situ,
dan
sampah
di
muara
sungai/kali/kanal, pantai dan laut dilakukan oleh SKPD yang tugas
dan fungsinya di bidang kebersihan;
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Cukup jelas.
Pasal 35
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan pengangkutan sampah rumah tangga
secara tidak langsung adalah pengangkutan sampah dari sumber
sampah ke TPS dan/atau TPS 3R.
.
Huruf b
Yang dimaksud dengan pengangkutan sampah rumah tangga
secara langsung adalah pengangkutan sampah dari TPS
dan/atau TPS 3R ke TPS dan/atau TPA.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang di maksud TPST adalah Tempat Pengolahan Sampah
Terpadu atau ITF adalah Intermediate Treatment Facility.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Cukup jelas.
Pasal 38
Cukup jelas.
Pasal 39
Cukup jelas.
Pasal 40
Cukup jelas.
Pasal 41
Cukup jelas.
Pasal 42
Cukup jelas.
67
Pasal 43
Cukup jelas.
Pasal 44
Cukup jelas.
Pasal 45
Cukup jelas.
Pasal 46
Cukup jelas.
Pasal 47
Cukup jelas.
Pasal 48
Cukup jelas.
Pasal 49
Cukup jelas.
Pasal 50
Cukup jelas.
Pasal 51
Cukup jelas.
Pasal 52
Cukup jelas.
Pasal 53
Cukup jelas.
Pasal 54
Cukup jelas.
Pasal 55
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Penyediaan TPST yang berada di luar wilayah Provinsi DKI Jakarta
ditetapkan dengan Perjanjian Kerja Sama antara Gubernur Provinsi
DKI Jakarta dengan Kepala Daerah bersangkutan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
68
Pasal 56
Ayat (1)
Penyediaan TPA sekurang-kurangnya satu sebagaimana termuat
dalam Peraturan Presiden No. 61 Tahun 2011 tentang Rencana
Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 57
Cukup jelas.
Pasal 58
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan institusi yang memiliki tugas pokok dan
fungsi Pengelolaan Air Limbah melalui sistem perpipaan dan sistem
setempat adalah PD PAL Jaya sesuai dengan Peraturan Daerah
Nomor 10 Tahun 1991 sebagaimana telah diubah dengan peraturan
Daerah Nomor 14 Tahun 1997.
Ayat (4)
Setiap kegiatan pengelolaan air limbah harus dikoordinasikan dan
disetujui oleh institusi yang memiliki tugas pokok dan fungsi
pengelolaan air limbah, yaitu PD PAL Jaya.
Ayat (5)
Yang dimaksud dengan masa transisi dengan berubahnya
mekanisme pengelolaan air kotor adalah selama 5 (lima) Tahun.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 59
Cukup jelas.
Pasal 60
Cukup jelas.
Pasal 61
Cukup jelas
Pasal 62
Cukup jelas.
Pasal 63
Ayat (1)
Cukup jelas.
69
Ayat (2)
Dalam pengadaan gerobak/motor sampah, Pemerintah Daerah
melibatkan kelurahan untuk pengadaan tersebut sebagai bentuk
pendorong pemberdayaan dan peran serta masyarakat
Pasal 64
Cukup jelas.
Pasal 65
Cukup jelas.
Pasal 66
Cukup jelas.
Pasal 67
Cukup jelas.
Pasal 68
Cukup jelas.
Pasal 69
Cukup jelas.
Pasal 70
Cukup jelas.
Pasal 71
Cukup jelas.
Pasal 72
Cukup jelas.
Pasal 73
Cukup jelas.
Pasal 74
Cukup jelas.
Pasal 75
Cukup jelas.
Pasal 76
Badan Layanan Umum Daerah atau disingkat BLUD adalah Satuan
Kerja Perangkat Daerah (SKPD) atau Unit Kerja pada Satuan Kerja
Perangkat Daerah di lingkungan pemerintah daerah di Indonesia
yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat
berupa penyediaan barang/jasa yang dijual tanpa mengutamakan
mencari keuntungan, dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan
pada prinsip efisiensi dan produktivitas.
Pasal 77
Cukup jelas.
Pasal 78
Cukup jelas.
70
Pasal 79
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan keselamatan kerja adalah sarana utama
pencegahan kecelakaan, cacat dan kematian sebagai akibat
kecelakaan kerja.
Keselamatan kerja kepada Petugas Kebersihan ditujukan untuk
memberikan perlindungan kepada Petugas Kebersihan dalam
melaksanakan tugas terbebas dari kemungkinan bahaya
kecelakaan, penyakit akibat sampah, pencemaran lingkungan,
dan terhindar dari dampak negatif lainnya.
Pasal 80
Cukup jelas.
Pasal 81
Ayat (1)
Alat pelindung diri hendaknya seringan mungkin dan tidak
menyebabkan rasa ketidaknyamanan yang berlebihan pada
Petugas Kebersihan.
Alat harus dapat dipakai secara fleksibel, bentuknya harus
cukup mencolok, alat pelindung tahan untuk pemakaian yang
lama, tidak menimbulkan bahaya tambahan bagi pemakainya
dikarenakan bentuknya yang tidak tepat atau karena salah
dalam penggunaanya.
Ayat (2)
Huruf a
Alat pelindung kepala untuk mencegah dan melindungi kepala
dari bahaya terbentur benda tajam atau keras, panas sinar
matahari, dan sebagainya. Jenis alat pelindung kepala antara
lain topi pelindung terbuat dari plastik, serat gelas (fiberglass)
atau metal.
Huruf b
Alat pelindung mata ditujukan untuk melindungi mata Petugas
Kebersihan dari percikan sampah B3, debu dan partikel-partikel
kecil, gas atau uap yang dapat menyebabkan iritasi mata, dan
sebagainya. Jenis alat pelindung mata antara lain: kaca mata
biasa atau goggles terbuat dari plastik transparan dengan lensa
berlapis kobalt.
Huruf c
Alat pelindung pernafasan untuk melindungi pernafasan dari
resiko bau, paparan gas, uap, debu, atau udara terkontaminasi
atau beracun, korosi atau yang bersifat rangsangan yang
terkandung pada sampa. Jenis alat pelindung pernafasan antara
lain masker.
71
Huruf d
Alat pelindung tangan untuk melindungi tangan dan bagian
lainnya dari benda tajam atau goresan, bahan kimia yang
terdapat di sampah. Jenis alat pelindung tangan antara lain
sarung tangan yang terbuat dari bahan asbes, atau katun, jika
memungkinkan terbuat dari bahan karet alami (sintetik) untuk
melindungi tangan Petugas Kebersihan dari kandungan zat kimia
yang terdapat di sampah.
Huruf e
Baju pelindung untuk melindungi seluruh atau sebagian tubuh
dari suhu panas, kotoran, cairan bahan kimia yang terkandung
di dalam sampah. Jenis baju pelindung antara lain pakaian kerja
yang terbuat dari bahan-bahan yang bersifat isolasi seperti
bahan dari katun yang tahan terhadap panas.
Huruf f
Alat pelindung kaki untuk melindungi kaki dan bagian lainnya
dari benda-benda benda tajam, kaca, dan sebagainya yang
terdapat di dalam sampah. Jenis alat pelindung kaki antara lain
sepatu boot.
Pasal 82
Cukup jelas.
Pasal 83
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan kawasan bebas sampah adalah kawasan
yang menerapkan prinsip mengedepankan peran serta aktif
masyarakat dalam kebersihan lingkungan. Tujuan kawasan
bebas sampah salah satu upaya untuk merubah perilaku
masyarakat terhadap kebersihan.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Satuan Petugas (Satgas) Peduli Kebersihan di Kecamatan dan
Kelurahan berasal dari Anggota Masyarakat.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 84
Cukup jelas.
Pasal 85
Cukup jelas.
Pasal 86
Cukup jelas.
Pasal 87
Cukup jelas.
72
Pasal 88
Cukup jelas.
Pasal 89
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Dana bergulir antara
masyarakat kelurahan.
lain
dari
program
pemberdayaan
Huruf c
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 90
Cukup jelas.
Pasal 91
Cukup jelas.
Pasal 92
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan pihak lain dalam ayat ini adalah dengan
badan usaha.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 93
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan bermitra adalah kerjasama usaha antara
pelaku usaha dengan prinsip saling memerlukan, saling
memperkuat dan saling menguntungkan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
73
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 94
Cukup jelas.
Pasal 95
Retribusi pelayanan kebersihan tidak dibebankan pada pelayanan
kebersihan di jalan umum, taman, tempat ibadah, sosial, dan
tempat umum lainnya.
Yang dimaksud dengan sesuai dengan peraturan perundangundangan dalam ayat ini adalah Peraturan Daerah tentang
Retribusi.
Pasal 96
Cukup jelas.
Pasal 97
Ayat (1)
Pengembangan dan penerapan teknologi pengolahan sampah
untuk masyarakat diarahkan pada teknologi tepat guna yaitu
teknologi yang ramah lingkungan, mudah pemeliharaan,
perawatan, dan pengoperasiannya.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 98
Cukup jelas.
Pasal 99
Cukup jelas.
Pasal 100
Cukup jelas.
Pasal 101
Cukup jelas.
Pasal 102
Ayat (1)
Tujuan pembinaan pengelolaan sampah antara lain sebagai
berikut:
a. meningkatkan kualitas dan efektifitas pengelolaan sampah;
b. meningkatkan kapasitas dan kemandirian pemangku
kepentingan
dalam
kegiatan
pengurangan
dan/atau
penanganan sampah; dan
c. meningkatkan peran serta masyarakat.
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Sosialisasi merupakan upaya penyampaian secara interaktif
substansi ketentuan peraturan perundang-undangan dan/atau
74
kebijakan Pemerintah Daerah
dan/atau media elektronik.
melalui
media
tatap
muka
Huruf c
Penyuluhan dan bimbingan teknis dilakukan sebagai upaya
pengembangan kesadaran dan tanggung jawab masyarakat dan
menumbuhkan dan meningkatkan kesadaran dan tanggung
jawab masyarakat dalam penyelenggaraan pengelolaan sampah
dalam rangka mewujudkan lingkungan yang sehat dan bersih
dari sampah, antara lain melalui: penyuluhan, pemberian
ceramah, diskusi umum, dan debat publik, pembentukan
kelompok masyarakat peduli kebersihan, penyediaan unit
pengaduan masyarakat.
Huruf d
Supervisi dan konsultasi pelaksanaan pengelolaan sampah
sebagai upaya untuk mendampingi, mengawasi, dan memberikan
penjelasan kepada pemangku kepentingan dalam pengelolan
sampah.
Huruf e
Pendidikan dan pelatihan untuk mengembangkan kemampuan
sumber daya manusia dalam pengelolaan sampah melalui
kegiatan antara lain:
a. penyelenggaraan dan fasilitasi kegiatan pendidikan dan
pelatihan pemilahan dan penanganan sampah;
b. pendampingan dalam penyusunan program dan kegiatan
pengelolaan sampah yang sesuai kebutuhan pemangku
kepentingan yang menjadi sasaran pembinaan;dan
c. penerapan sistem sertifikasi pemilahan dan penanganan
sampah.
Huruf f
Penelitian dan pengembangan sebagai upaya pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi pengelolaan sampah untuk
menghasilkan inovasi atau penemuan baru dalam pengolahan
sampah. Hasil penelitian dan
pengembangan tersebut
dimanfaatkan dalam perumusan kebijakan dan strategi, serta
norma, standar, prosedur, dan kriteria pengelolaan sampah.
Huruf g
Pengembangan sistem informasi dan komunikasi sebagai upaya
untuk mengembangkan sistem informasi dan komunikasi
pengelolaan sampah yang mutakhir, efisien, dan terpadu, melalui
penyediaan basis data dan informasi pengelolaan sampah dengan
mengembangkan jaringan sistem elektronik.
Huruf h
Penyebarluasan informasi kepada masyarakat sebagai upaya
untuk mempublikasikan berbagai aspek dalam pengelolaan
sampah melalui media informasi dan media cetak yang mudah
dijangkau oleh masyarakat.
Ayat (2)
Cukup jelas.
75
Pasal 103
Ayat (1)
Tujuan pengawasan pengelolaan sampah untuk menjamin
tercapai maksud dan tujuan pengelolaan sampah, menjamin
terlaksana penegakan Peraturan Daerah pengelolaan sampah,
dan meningkatkan kualitas penyelenggaraan pemilahan dan
penganan sampah.
Huruf a
Pemantauan merupakan kegiatan pengamatan terhadap
penyelenggaraan pengelolaan sampah secara langsung dan/atau
tidak langsung dan/atau melalui laporan masyarakat.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Evaluasi merupakan kegiatan penilaian terhadap tingkat
pencapaian penyelenggaraan pengelolaan sampah secara terukur
dan objektif.
Huruf d
Pelaporan merupakan kegiatan penyampaian hasil evaluasi.
Ayat (2)
Huruf a
Pengawasan teknis melalui kegiatan:
a. mengawasi masukan, prosedur, dan keluaran secara teknis di
dalam pelaksanaan pemilahan dan penanganan sampah;
b. mengawasi pemenuhan standar pelayanan minimal (SPM) di
dalam penyelenggaraan pengelolaan sampah.
Huruf b
Pengawasan khusus melalui kegiatan:
a. memeriksa data dan informasi permasalahan khusus dalam
penyelenggaraan pengelolaan sampah;
b. melakukan kajian teknis dan tindakan pengawasan terhadap
permasalahan khusus dalam penyelenggaraan pengelolaan
sampah.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 104
Cukup jelas.
Pasal 105
Cukup jelas.
Pasal 106
Cukup jelas.
Pasal 107
Ayat (1)
Kompensasi diberikan kepada korban atau keluarga korban yang
merupakan ahli warisnya.
76
Bentuk pemberian kompensasi didasari atas kesepakatan antara
Penanggungjawab Pengelola Sampah dengan korban atau
keluarga korban dengan mempertimbangakan asas keadilan dan
kemampuan keuangan pemerintah daerah.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 108
Cukup jelas.
Pasal 109
Yang dimaksud menderita kerugian akibat pembuangan sampah
dalam ayat ini adalah pembuangan sampah tanpa izin atau bukan
pada tempatnya.
Pasal 110
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan alat bukti antara lain berupa foto, audio
visual atau dokumentasi yang mendukung pengaduan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 111
Cukup jelas.
Pasal 112
Cukup jelas.
Pasal 113
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan kalangan akademisi adalah pakar
persampahan yang berasal dari perguruan tinggi.
Yang dimaksud dengan kalangan asosiasi adalah pelaku usaha
sebagai produsen.
Yang dimaksud dengan kalangan pemerhati lingkungan hidup
adalah pakar lingkungan di bidang persampahan.
Yang dimaksud dengan kalangan tokoh masyarakat adalah
anggota masyarakat pemerhati kebersihan.
Pasal 114
Cukup jelas.
Pasal 115
Cukup jelas.
Pasal 116
Cukup jelas.
77
Pasal 117
Ayat (1)
Tanggap darurat pengelolaan sampah adalah suatu sistem
pengelolaan
sampah
secara
sistematis,
serentak
dan
berkesinambungan
dengan
melibatkan
semua
elemen
masyarakat dan Pemerintah dan Pemerintah Daerah mulai dari
sumber sampah sampai TPA.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 118
Cukup jelas.
Pasal 119
Cukup jelas.
Pasal 120
Cukup jelas.
Pasal 121
Cukup jelas.
Pasal 122
Cukup jelas.
Pasal 123
Cukup jelas.
Pasal 124
Cukup jelas.
Pasal 125
Cukup jelas.
Pasal 126
Cukup jelas.
Pasal 127
Cukup jelas.
Pasal 128
Cukup jelas.
Pasal 129
Cukup jelas.
Pasal 130
Cukup jelas.
Pasal 131
Cukup jelas.
Pasal 132
Cukup jelas.
78
Pasal 133
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan Penyidik Pegawai Negeri Sipil adalah
Pegawai Negeri Sipil yang bertanggungjawab di bidang
kebersihan yang telah memiliki sertifikat Penyidik Pegawai Negeri
Sipil (PPNS).
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 134
Ayat (1)
Sanksi
pidana
bagi
produsen
dengan
sengaja
tidak
mencantumkan label dan tanda, berhubungan dengan
pengurangan dan penanganan sampah pada kemasan dan/atau
produk yang dihasilkan dan/atau beredar di daerah sebagaimana
diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang
Pengelolaan Sampah.
Ayat (2)
Sanksi pidana bagi produsen dengan sengaja tidak mengelola
kemasan dan/atau barang yang diproduksi yang beredar di
daerah yang tidak dapat atau sulit terurai oleh proses alam
mengakibatkan terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan sebagaimana diatur dalam Pasal 112 UndangUndang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Pasal 135
Ayat (1)
Sanksi pidana bagi setiap orang dengan sengaja atau lalai
membakar sampah mencermari lingkungan sebagaimana diatur
dalam Pasal 112 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Ayat (2)
Sanksi pidana bagi setiap orang dengan sengaja atau lalai
memasukkan dan/atau membuang sampah ke daerah sesuai
dengan ketentuan Pasal 39 ayat (1) Undang-Undang Nomor 18
Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.
Ayat (3)
Sanksi pidana bagi setiap orang dengan sengaja atau lalai
mengangkut sampah tidak menggunakan pengakutan sampah
khusus sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 22
Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Ayat (4)
penggunaan badan jalan sebagai TPS termasuk merubah fungsi
jalan, yang oleh Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang
Jalan termasuk pelanggaran, maka dikenakan sanksi pidana
sesuai dengan ketentuan Pasal 64 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan.
Pasal 136
Cukup jelas.
79
Pasal 137
Cukup jelas.
Pasal 138
Cukup jelas.
Pasal 139
Cukup jelas.