Draf Perubahan Perda No 2 Tahun 2013 TTG k3
Draf Perubahan Perda No 2 Tahun 2013 TTG k3
Draf Perubahan Perda No 2 Tahun 2013 TTG k3
NOMOR.......TAHUN ..........
TENTANG
BUPATI PEMALANG,
2
13. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5059);
14. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5063);
15. Undang-Undang 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan
Kawasan Permukiman (Lembaran Negara Republik
lndonesia Tahun 2011 Nomor 7, Tambahan Lembaran
Negara Republik lndonesia Nomor 5188);
16. Undang-Undang 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perudangan-undangan (Lembaran Negara
Republik lndonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan
Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor 5234);
17. Undang-Undang 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun 2014
Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik
lndonesia Nomor 5587) Sebagaimana telah diubah
beberapakali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9
Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-
Undang 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor
58, Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia
Nomor 5679);
18. Undang-Undang 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik lndonesia
Tahun 2014 Nomor 297, Tambahan Lembaran Negara
Republik lndonesia Nomor 5606);
19. Undang-Undang 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja
(Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun 2020 Nomor
245, Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia
Nomor 6573);
20. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1950 tentang
Penetapan Mulai Berlakunya Undang-Undang Nomor 13
Tahun 1950;
21. Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1980
tentang Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis
(Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun 1980 Nomor
51, Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia
Nomor 3177);
22. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang
Pengendalian Pencemaran Udara (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 86, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3853);
23. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor
153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4161);
3
24. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang
Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 tahun
2002 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 83, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4532);
25. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang
Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006
Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4655);
26. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah,
Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3209):
27. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011 tentang
Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011
Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5230);
28. Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2014 tentang
Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 260, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5594);
29. Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor
333, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5617);
30. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2017 tentang
Pembinaan Dan Pengawasan Penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2017 Nomor 73, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 6041);
31. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2021 tentang
Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun
2002 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 26, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6628);
32. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat Republik Indonesia Nomor 27/PRT/M/2018
tentang Sertifikat Laik Fungsi Bangunan Gedung (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1757);
33. Peraturan Daerah Kabupaten Pemalang Nomor 2 Tahun
2005 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil (Lembaran
Daerah Kabupaten Pemalang Tahun 2005 Nomor 2);
34. Peraturan Daerah Kabupaten Pemalang Nomor 6 Tahun
2006 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Daerah
Kabupaten Pemalang Tahun 2006 Nomor 6);
35. Peraturan Daerah Kabupaten Pemalang Nomor 1 Tahun
2011 tentang Transparansi dan Partisipasi Masyarakat
dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran
Daerah Kabupaten Pemalang Tahun 2011 Nomor 1);
36. Peraturan Daerah Kabupaten Pemalang Nomor 3 Tahun
2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
4
Pemalang Tahun 2011-2031 (Lembaran Daerah Kabupaten
Pemalang Tahun 2011 Nomor 3);
37. Peraturan Daerah Kabupaten Pemalang Nomor 13 Tahun
2012 tentang Pengelolaan Sampah (Lembaran Daerah
Kabupaten Pemalang Tahun 2012 Nomor 13, Tambahan
Lembaran Daerah Kabupaten Pemalang Nomor 13);
38. Peraturan Daerah Kabupaten Pemalang Nomor 15 Tahun
2012 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup di Kabupaten Pemalang (Lembaran Daerah
Kabupaten Pemalang Tahun 2012 Nomor 15, Tambahan
Lembaran Daerah Kabupaten Pemalang Nomor 15).
MEMUTUSKAN :
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
6
26. Tempat Penampungan Sementara yang selanjutnya disingkat TPS adalah
tempat sebelum sampah diangkut ke tempat pendauran ulang,
pengolahan dan/atau tempat pengolahan sampah terpadu.
27. Tempat Pemrosesan Akhir yang selanjutnya disingkat TPA adalah tempat
untuk memproses dan mengembalikan sampah ke media lingkungan
secara aman bagi manusia dan lingkunagan.
28. Jalan adalah suatu prasarana perhubungan dalam bentuk apapun
meliputi segala bagian jalan termasuk bangunan pelengkap dan
perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas;
29. Ruang Milik Jalan adalah sejalur tanah tertentu diluar ruang manfaat
jalan yang dibatasi dengan tanda batas ruang milik jalan yang
dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan keluasan keamanan
penggunaan jalan dan diperuntukan bagi ruang manfaat jalan, pelebaran
jalan dan penambahan jalur lalu lintas di masa akan datang serta
kebutuhan ruangan untuk pengamanan jalan.
30. Bahu Jalan adalah ruang sepanjang dan terletak bersebelahan dengan
tepi luar perkerasan jalan atau jalur lintas yang berfungsi sebagai
ambang pengamanan jalan.
31. Jalur hijau adalah setiap jalur, tanah yang terbuka tanpa bangunan yang
diperuntukan untuk pelestarian lingkungan.
32. Ruang terbuka hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau
mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat
tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang
sengaja ditanam.
33. Trotoar adalah jalur pejalan kaki yang umumnya sejajar dengan jalan dan
lebih tinggi dari permukaan jalan untuk menjamin keamanan pejalan
kaki yang bersangkutan.
34. Fasilitas umum adalah bangunan-bangunan yang dibutuhkan dalam
sistem pelayanan lingkungan yang diselenggarakan oleh Instansi
Pemerintah dan terdiri dari antara lain : jaringan air bersih, jaringan air
kotor, jaringan listrik, jaringan gas, jaringan telepon, sarana prasarana
lalu lintas, terminal angkutan umum/bus shelter, tempat pembuangan
sampah dan pemadam kebakaran.
35. Fasilitas sosial adalah fasilitas yang dibutuhkan masyarakat dalam
lingkungan pemukiman yang meliputi antara lain pendidikan, kesehatan,
belanja dan niaga, pemerintahan dan pelayanan umum, peribadatan,
rekreasi dan kebudayaan, olah raga dan lapangan terbuka serta
pemakaman umum.
36. Saluran adalah setiap galian tanah meliputi selokan, sungai, saluran
terbuka, saluran tertutup berikut gorong-gorong, tanggul tembok dan
pintu air.
37. Sungai adalah alur atau wadah air alami dan/atau buatan berupa
jaringan pengaliran air beserta air di dalamnya, mulai dari hulu sampai
muara, dengan dibatasi kanan dan kiri oleh garis sempadan.
38. Garis sempadan sungai adalah garis maya di kiri dan kanan palung
sungai yang ditetapkan sebagai batas perlindungan sungai.
39. Air kotor adalah segala cairan yang meliputi air buangan rumah tangga
dan/atau air buangan domestik, tidak termasuk air buangan industri dan
air hujan.
40. Air buangan adalah semua cairan yang dibuang yang berasal dari seluruh
kegiatan manusia, baik yang menggunakan sumber air dari PDAM
maupun sumber lainnya.
7
41. Air buangan industri adalah air buangan yang berasal dari suatu proses
industri.
42. Air tanah adalah semua air yang terdapat dibawah permukaan tanah
termasuk didalamnya mata air.
43. Jaringan air kotor adalah saluran pembuangan air kotor milik PDAM.
44. Tangki septik adalah kontruksi kedap air serta perlengkapannya pada
suatu persil, yang digunakan untuk proses pengolahan tinja manusia.
45. Jaringan terpisah adalah saluran yang berupa pipa atau kontruksi
lainnya yang digunakan hanya untuk pembuangan air kotor dan air
hujan.
46. Bangunan gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang
menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya
berada di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang berfungsi
sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian atau
tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial,
budaya, maupun kegiatan khusus.
47. Persetujuan Bangunan Gedung adalah perizinan yang diberikan kepada
pemilik bangunan gedung untuk membangun baru, mengubah,
memperluas, mengurangi, dan/atau merawat bangunan gedung sesuai
dengan standar teknis Bangunan Gedung.
48. Laik Fungsi adalah suatu kondisi bangunan gedung yang memenuhi
persyaratan adaministratif dan persyaratan teknis sesuai dengan fungsi
bangunan gedung yang ditetapkan;
49. Sertifikat Laik Fungsi Bangunan Gedung yang selanjutnya disebut SLF
adalah sertifikat yang diterbitkan oleh Pemerintah Daerah kecuali untuk
bangunan gedung fungsi khusus oleh pemerintah pusat, untuk
menyatakan kelayakan fungsi bangunan gedung sebagai syarat untuk
dapat dimanfaatkan.
50. Bangunan pengairan adalah bangunan prasarana pengairan baik yang
berwujud saluran ataupun bangunan lainnya.
51. Sumber air adalah tempat atau wadah air alami dan/atau buatan yang
terdapat pada, di atas, ataupun di bawah permukaan tanah.
52. Angkutan umum adalah angkutan yang memenuhi syarat dan memiliki
ijin sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku yang diperuntukan
melayani transportasi masyarakat baik bermotor atau tidak bermotor.
53. Tanda Daftar Usaha yang selanjutnya disebut TDU, adalah surat yang
dikeluarkan oleh pejabat yang ditunjuk sebagai tanda bukti pendaftaran
usaha PKL sekaligus sebagai alat kendali untuk pemberdayaan dan
pengembangan usaha PKL di lokasi yang ditetapkan oleh pemeritah
daerah.
54. Gerakan Panca Tertib yang selanjutnya disingkat GPT adalah gerakan
bersama yang melibatkan seluruh elemen masyarakat yang dilaksanakan
secara dinamis, terus menerus dan berkwelanjutan dengan lebih
menekankan pada pelaksanaan panca tertib yang meliputi tertib jalan,
fasilitas umum, fasilitas sosial, jalur hijau dan ruang terbuka hijau; tertib
lingkungan; tertib sungai, saluran air dan sumber air; tertib penghuni
bangunan; dan tertib tuna sosial dan anak jalanan.
55. Penyidik Pegawai Negeri Sipil, yang selanjutnya disingkat PPNS adalah
Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah
Kabupaten yang diberi wewenang oleh Undang-Undang untuk melakukan
penyidikan atas pelanggaran peraturan daerah.
8
BAB II
KETERTIBAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 2
Pasal 3
Bagian Kedua
Tertib Jalan, Fasilitas Umum, Fasilitas Sosial, Jalur Hijau
Dan Ruang Terbuka Hijau
Pasal 4
(1) Setiap orang berhak menikmati kenyamanan berjalan dan berlalu lintas
di jalan, menggunakan fasilitas umum, fasilitas sosial serta menikmati
jalur hijau dan ruang terbuka hijau yang disediakan oleh Pemerintah atau
Pemerintah Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Untuk melindungi hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pemerintah
Daerah melakukan penertiban penggunaan jalan, fasilitas umum, fasilitas
sosial, jalur hijau dan ruang terbuka hijau.
Paragraf 1
Penertiban Penggunaan Jalan
Pasal 5
9
d. setiap orang dilarang membongkar, menggali, dan/atau melobangi
jalan/trotoar dan tempat-tempat lain tanpa izin tertulis dari pejabat
yang berwenang;
e. setiap orang dilarang membuka, mengambil, memindahkan,
membuang dan merusak penutup roil, tanda-tanda peringatan, pot-
pot bunga, tanda-tanda batas persil, pipa-pipa air, gas, listrik, papan
nama jalan, lampu penerangan jalan dan fasilitas perlengkapan jalan
lainnya;
f. setiap orang dilarang memasang portal penghalang jalan dan pita
penggaduh/pita kejut;
g. pejalan kaki harus menggunakan trotoar sebagai tempat berjalan dan
wajib menggunakan jembatan penyeberangan atau melewati marka
penyeberangan (zebra cross) untuk menyeberang jalan;
h. setiap orang dilarang berdiri, duduk, memanjat, menerobos, dan/atau
merusak pagar pemisah jalan;
i. dilarang memasang spanduk melintang di jalan umum, kecuali telah
diizinkan oleh Bupati atau pejabat yang berwenang;
j. dilarang mencuci kendaraan bermotor maupun tidak bermotor di
badan jalan umum;
k. dilarang menjual bahan bakar minyak (BBM) eceran atau sesuatu
yang sifatnya mudah terbakar atau membahayakan keselamatan
umum di bahu jalan.
(2) Ketentuan mengenai tata cara permohonan izin sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bupati.
Paragraf 2
Penertiban Penggunaan Fasilitas Umum dan Fasilitas Sosial
Pasal 6
10
Paragraf 3
Penertiban Penggunaan Jalur Hijau dan Ruang Terbuka Hijau
Pasal 7
Bagian Ketiga
Tertib Lingkungan
Pasal 8
11
e. menangkap, menembak atau membunuh binatang yang dilindungi
menurut peraturan perundang-undangan;
f. memelihara atau memperjualbelikan binatang-binatang yang
dilestarikan tanpa izin;
g. membuang benda yang berbau busuk yang dapat mengganggu
lingkungan;
h. bermain layang-layang, ketapel, panah, melempar batu, senapan angin
dan benda-benda lainnya di jalur lalu lintas yang dapat membahayakan
keselamatan dirinya maupun orang lain;
i. berada di tempat-tempat umum tanpa izin pada jam-jam sekolah atau
jam-jam kantor bagi pelajar atau Pegawai Negeri Sipil.
(3) Ketentuan tata cara permohonan Izin sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) diatur dengan Peraturan Bupati.
Bagian Keempat
Tertib Sungai, Saluran Air dan Sumber air
Pasal 9
Bagian Kelima
Tertib Penghuni Bangunan
Pasal 10
12
(2) Dalam rangka tertib penghuni bangunan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) Pemerintah Daerah mewajibkan setiap orang yang memiliki
dan/atau menempati bangunan gedung untuk :
a. memelihara bangunan, tembok-tembok dan pagar, agar tidak
membahayakan diri sendiri atau orang lain;
b. memelihara bangunan dengan cara mengecat pagar, benteng,
bangunan bagian luar, secara berkala dan berkesinambungan;
c. memagar atau menembok keliling sumur yang ada di halaman
dengan minimal 1 (satu) meter dari permukaan tanah;
d. mendirikan bangunan yang memenuhi persyaratan kesehatan;
e. membuat sumur resapan air hujan pada setiap bangunan baik
bangunan yang ada atau yang akan dibangun serta pada sarana
jalan/gang sesuai dengan ketentuan teknis yang berlaku;
f. menyediakan tempat sampah;
g. menebang pohon-pohon atau bagian pohon di halaman yang
menurut pertimbangan akan mengganggu ketertiban umum dan
akan menimbulkan bahaya/merugikan diri sendiri atau orang lain;
h. menanam dan memelihara rumput, pohon dan tanaman lainnya di
halaman dan sekitar bangunan;
i. memelihara trotoar, saluran (drainase), brandgang, bahu jalan (berm)
yang ada disekitar bangunan;
j. tidak menyimpan atau menimbun benda-benda/barang-barang yang
membahayakan dan mengganggu lingkungan sekitarnya atau yang
menimbulkan polusi dan mengganggu ketertiban, kecuali bagi
bangunan-bangunan yang telah ditetapkan sesuai dengan peraturan
yang berlaku;
k. memasang penerangan/lampu di pinggir jalan dan/atau pekarangan.
l. bagi para pengembang perumahan untuk menyediakan fasilitas
umum berupa jalan, membuat sarana ibadah, RTH, sarana mandi
cuci kakus dan membangun IPL terpadu yang dituangkan dalam Site
Plan.
(3) Dalam penyelenggaraan bangunan gedung, pemilik bangunan gedung
wajib memiliki Persetujuan Bangunan Gedung.
(4) Setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan administratif dan
persyaratan teknis sesuai dengan fungsi bangunan gedung.
(5) Pemanfaatan bangunan gedung dilakukan oleh pemilik dan/atau
pengguna bangunan gedung setelah bangunan gedung tersebut
mendapatkan Sertifikat Laik Fungsi.
(6) Bangunan gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (5) meliputi
Bangunan Gedung Baru dan Bangunan Gedung yang sudah ada
(existing).
(7) SLF sebagaimana dimaskud pada ayat (5) diberikan atas dasar
permohonan Pemilik Bangunan Gedung atau Pengguna Bangunan
Gedung sesuai dengan hasil pemeriksaan Pemeriksaan Kelaikan Fungsi
Bangunan Gedung.
(8) Ketentuan lebih lanjut mengenai Persetujuan Bangunan Gedung dan
Sertifikat Laik Fungsi diatur dalam Peraturan Bupati.
13
Bagian Keenam
Tertib Tuna Sosial dan Anak Jalanan
Pasal 11
BAB III
KEBERSIHAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 12
14
Bagian Kedua
Bersih dari Sampah
Pasal 13
Pasal 14
Pasal 15
15
a. setiap orang dilarang membuang sampah di jalan-jalan umum,
fasilitas umum, fasilitas sosial, jalur hijau dan ruang terbuka hijau,
kecuali pada tempat yang telah disediakan;
b. dilarang membuang sampah, kotoran atau barang bekas lainnya di
saluran air/selokan, jalan, ruang milik jalan, trotoar, tempat umum,
tempat pelayanan umum;
c. setiap angkutan umum wajib menyediakan tempat sampah, dan
khusus angkutan umum yang menggunakan tenaga hewan wajib
menyediakan tempat/wadah untuk kotoran hewan;
d. dilarang mengotori, merusak, membakar dan menghilangkan tempat
sampah yang telah disediakan;
e. dilarang membakar sampah yang tidak memenuhi kriteria teknis.
Pasal 16
(1) Untuk mewujudkan kebersihan dari sampah di sungai dan saluran air
Pemerintah Daerah menyelenggarakan pengelolaan sampah yang
meliputi :
a. penyediaan tempat pembuangan sampah terpilah;
b. pembersihan sampah di sungai dan saluran;
c. pengangkutan ke TPA.
(2) Untuk memelihara kebersihan dari sampah di sungai dan saluran air,
maka:
a. setiap orang dilarang membuang sampah di sungai dan saluran air
kecuali pada tempat yang telah disediakan;
b. setiap angkutan penyeberangan wajib menyediakan tempat sampah.
Bagian Ketiga
Bersih Air
Pasal 17
16
Bagian Keempat
Bersih Udara
Pasal 18
Pasal 19
Pasal 20
(1) Tempat umum, sarana kesehatan, tempat kerja, dan tempat yang secara
spesifik sebagai tempat proses belajar mengajar, arena kegiatan anak,
tempat ibadah dan angkutan umum dinyatakan sebagai kawasan tanpa
merokok.
(2) Pimpinan atau penanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus menyediakan tempat khusus tempat merokok serta menyediakan
alat penghisap udara sehingga tidak menggangu kesehatan bagi yang
tidak merokok.
(3) Dalam angkutan umum dapat disediakan tempat khusus untuk merokok
dengan ketentuan:
a. lokasi tempat khusus untuk merokok terpisah secara fisik atau tidak
bercampur dengan kawasan tanpa rokok;
b. dalam tempat khusus untuk merokok dapat dilengkapi alat penghisap
udara atau memiliki sistem sirkulasi udara yang memenuhi
persyaratan yang ditetapkan peraturan perundang-undangan.
17
BAB IV
KEINDAHAN
Pasal 21
Pasal 22
18
BAB V
PENGENDALIAN DAN PEMBERIAN PENGHARGAAN
Bagian Kesatu
Pengendalian
Pasal 23
Bagian Kedua
Pemberian Penghargaan
Pasal 24
(1) Untuk meningkatkan rasa tanggung jawab dan peran serta masyarakat,
Pemerintah Daerah dapat memberikan penghargaan kepada Orang,
Badan Hukum, atau Perkumpulan yang berjasa dan/atau menunjukkan
prestasi dalam penyelenggaraan Ketertiban, Kebersihan dan Keindahan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian penghargaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bupati.
BAB VI
PERAN SERTA MASYARAKAT
Pasal 25
19
i. kebersihan udara; dan
j. keindahan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk dan tata cara peran serta
masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Bupati.
BAB VII
LARANGAN
Pasal 26
(1) Setiap orang dan/atau badan hukum dilarang :
a. Melakukan perbuatan atau tindakan yang dapat merusak taman,
pohon perindang, beserta kelengkapannya;
b. Mandi, membersihkan anggota badan, mencuci pakaian, atau benda-
benda dan/atau memandikan hewan-hewan di kolam-kolam dan’atau
air mancur kelengkapan keindahan kota;
c. Setiap orang dilarang memberikan uang dan/atau barang dalam
bentuk apapun kepada anak jalanan, pekerja jalanan, gelandangan,
dan pengemis di jalan-jalan umum dan/atau traffic light.
(2) Masyarakat yang berkeinginan untuk berpartisipasi dalam pendanaan
kegiatan penanganan anak jalanan, pekerja jalanan, gelandangan, dan
pengemis dapat menyalurkan langsung kepada panti sosial atau yayasan
sosial resmi yang ada di Daerah.
BAB VIII
PEMBINAAN
Pasal 27
(1) Pemerintah Daerah melakukan pembinaan Ketertiban Umum dan
Ketenyraman Masyarakat di daerah
(2) Dalam menyelenggarakan pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) Pemerintah Daerah mengkoordinasikan pembinaan Ketertiban Umum
dan Ketenyraman Masyarakat dengan instansi terkait di Daerah
(3) Pembinaan Ketertiban Umum dan Ketentraman masyarakat di Daerah
sebagaimana dimaksud ppada ayat (1) meliputi kegiatan :
a. Edukasi
b.Sosialisasi, dan
c. Bimbingan Teknis
Pasal 28
20
(4) Kegiatan edukasi dengan sasaran pelajar sebagiaman dimaksud pada ayat
(3) huruf a dengan melibatkan lembaga pendidikan baik formal maupun
non formal.
(5) Kegiatan edukasi dengan sasaran masyarakat sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) huruf b dapat melibatkan pemberdayaan kesejahteraaan
keluarga, kelompok atau komunitaas maasyarakat, lembaga swadaya
masyarakat dan/atau organisasi masyarakat.
Pasal 29
Pasal 30
BAB IX
SANKSI ADMINISTRASI
Pasal 30
21
Pasal 22 dikenakan sanksi administrasi berupa peringatan/teguran secara
lisan/tulisan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB X
KETENTUAN PENYIDIKAN
Pasal 31
BAB XI
KETENTUAN PIDANA
Pasal 32
22
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran.
BAB XII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 33
Peraturan pelaksanaan atas peraturan daerah ini ditetapkan paling lambat 6
(enam) bulan sejak peraturan daerah ini diundangkan.
Pasal 34
Pada saat peraturan daerah ini mulai berlaku, maka Peraturan Daerah
Kabupaten Pemalang Nomor 2 tahun 2013 tentang Ketertiban, Kebersihan,
dan Keindahan (Lembaran Daerah Kabupaten Pemalang Tahun 2013 Nomor
2, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Pemalang Nomor 2), dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 35
Peraturan Darah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan peraturan
daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten
Pemalang.
Ditetapkan di Pemalang
pada tanggal
MANSUR HIDAYAT
Diundangkan di Pemalang
pada tanggal
PJ. SEKRETARIS DAERAH
KABUPATEN PEMALANG
ttd
M. SIDIK
23
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG
NOMOR ......... TAHUN ............
TENTANG
KETERTIBAN, KEBERSIHAN, DAN KEINDAHAN
I. UMUM
Ketertiban, kebersihan, dan keindahan, merupakan nilai-nilai
sekaligus situasi dan kondisi yang dijadikan prasyarat bagi tercapainya
tujuan sosial masyarakat. Oleh karena itu, ketertiban, kebersihan, dan
keindahan, merupakan pencerminan dari kehidupan sosial masyarakat
yang berbudaya. Dengan demikian, Pemerintah dan Pemerintah Daerah
sebagai badan hukum publik yang dibentuk untuk menyelenggarakan
berbagai urusan kehidupan sosial demi kesejahteraan masyarakat,
mempunyai tanggungjawab dalam menciptakan situasi sosial yang tertib,
bersih, dan indah. Namun demikian, peran masyarakat dalam penciptaan
suasana yang tertib, bersih, dan indah, merupakan sebuah keniscayaan.
Sejalan dengan prinsip negara hukum, pemeliharaan ketertiban,
kebersihan, dan keindahan, memerlukan seperangkat peraturan yang akan
menjadi landasan hukum. Melalui peraturan tersebut, di dalamnya diatur
berbagai kewajiban dan larangan yang akan menjadi pedoman bagi
pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha untuk menciptakan ketertiban,
kebersihan, dan keindahan.
Kabupaten Pemalang, sebagai salah satu daerah otonom juga
memerlukan landasan peraturan yang akan menjadi pedoman Pemerintah
Daerah, masyarakat, dan dunia usaha untuk berperilaku guna mencapai
ketertiban, kebersihan, dan keindahan. Dengan adanya berbagai
perubahan terkait dengan peraturan perundang-undangan dan situasi
sosial yang terus berkembang, maka pengaturan dalam Peraturan Daerah
Kabupaten Daerah Tingkat II Pemalang Nomor 13 Tahun 1993 tentang
Kebersihan, Keindahan dan Ketertiban, saat ini sudah tidak mampu lagi
mengakomodasi berbagai perubahan tersebut. Sehubunagn dengan itu,
maka peraturan daerah tersebut perlu disesuaikan dengan perkembangan
keadaan.
Peraturan daerah ini di dalamnya mengatur beberapa hal pokok
terkait dengan ketertiban, kebersihan, dan keindahan, yaitu:
1. Terselenggaranya ketertiban, kebersihan, dan keindahan, pada dasarnya
menjadi tanggungjawab Pemerintah Daerah, dan peran serta
masyarakat menjadi sebuah keniscayaan;
2. Sehubungan dengan itu, dalam peraturan daerah ini diatur mengenai
apa yang menjadi kewenangan dan harus dilakukan oleh Pemerintah
Daerah dalam mewujudkan dan memelihara ketertiban, kebersihan, dan
keindahan;
3. Karena begitu luasnya aspek kehidupan masyarakat, pengaturan
ketertiban dikaitkan dengan beberapa wilayah yang meliputi:
a. tertib Jalan, Fasilitas Umum, Fasilitas Sosial, Jalur Hijau dan Ruang
Terbuka Hijau;
b. tertib Lingkungan;
c. tertib Sungai, Saluran Air dan Sumber Air;
d. tertib Penghuni Bangunan; dan
e. tertib Tuna Sosial dan Anak Jalanan.
24
Sementara itu, pengaturan mengenai kebersihan ditujukan pada upaya
untuk bersih dari sampah, bersih air, dan bersih udara.
4. Sebagai sebuah sistem yang ditujukan untuk menciptakan ketertiban,
kebersihan, dan keindahan, maka di dalamnya harus mencakup
pengaturan mengenai sanksi bagi setiap orang yang melanggar, dan
pemberian penghargaan bagi setiap orang yang menunjukkan ketaatan
dan berjasa dalam mewujudkan ketertiban, kebersihan, dan keindahan.
25
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 8
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Binatang yang dilindungi menurut peraturan perundang-
undangan, antara lain kasuari kerdil, bangau hitam, orang utan,
burung cendrawasih.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Pasal 9
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Yang dimaksud dengan Daerah Aliran Sungai adalah suatu
wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai
dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung,
menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan
ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat
merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan
daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan.
Pasal 10
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
26
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Yang dimaksud dengan brandgang adalah comberan disekitar
pemukiman agar tidak meninggalkan bau.
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Cukup jelas.
Huruf l
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
27
Yang dimaksud dengan pembakaran sampah harus memenuhi
kriteria teknis adalah pembakaran sampah harus memenuhi
syarat baku mutu udara ambient, karena apabila dibakar secara
langsung akan memicu efek rumah kaca.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan sumber pencemar tidak bergerak adalah
sumber emisi yang tetap pada suatu tempat.
Yang dimaksud dengan sumber pencemar adalah sumber emisi
yang bergerak atau tidak tetap pada suatu tempat yang berasal
dari kendaraan bermotor.
Pasal 19
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan sumber pencemar bergerak adalah
sumber emisi yang bergerak atau tidak tetap pada suatu tempat
yang berasal dari kendaraan bermotor.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan sumber pencemar tidak bergerak adalah
sumber emisi yang tetap pada suatu tempat.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26
Cukup Jelas
Pasal 27
Cukup Jelas
Pasal 28
Cukup Jelas
Pasal 29
Cukup Jelas
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Cukup jelas.
28
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Cukup jelas.
Pasal 35
Cukup jelas.
29