Laporan Pendahuluan Demam Typoid
Laporan Pendahuluan Demam Typoid
Laporan Pendahuluan Demam Typoid
Demam Thypoid
A.
Pengertian
Demam thypoid (enteric fever) adalah penyakit infeksi akut yang biasanya
mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu,
gangguan pada pencernaan, dan gangguan kesadaran (Nursalam dkk., 2005, hal
152).
Demam thypoid merupakan penyakit infeksi akut pada usus halus dengan
gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan
dengan atau tanpa gangguan kesadaran (Rampengan, 2007).
Demam thypoid adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh infeksi
salmonella typhi (Ovedoff, 2002: 514).
B.
Etiologi
Penyebab utama demam thypoid ini adalah bakteri salmonella thypi. Bakteri
salmonella typhi adalah berupa basil gram negatif, bergerak dengan rambut getar,
tidak berspora, dan mempunyai tiga macam antigen yaitu antigen O (somatik yang
terdiri atas zat kompleks lipopolisakarida), antigen H (flegella), dan antigen VI.
Dalam serum penderita, terdapat zat (aglutinin) terhadap ketiga macam antigen
tersebut. Kuman tumbuh pada suasana aerob dan fakultatif anaerob pada suhu 1541C (optimum 37C) dan pH pertumbuhan 6-8. Faktor pencetus lainnya adalah
lingkungan, sistem imun yang rendah, feses, urin, makanan/minuman yang
terkontaminasi, fomitus, dan lain sebagainya.
C.
Manifestasi klinis
Menurut ngastiyah (2005: 237), demam thypoid pada anak biasanya lebih
ringan daripada orang dewasa. Masa tunas 10-20 hari, yang tersingkat 4 hari jika
infeksi terjadi melalui makanan, sedangkan jika melalui minuman yang terlama
30 hari. Selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala prodromal, perasaan
tidak enak badan, lesu, nyeri, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat,
kemudian menyusul gejala klinis yang biasanya ditemukan, yaitu:
1. Demam
Pada kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu bersifat febris remitten dan
suhu tidak tinggi sekali. Minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur naik
setiap hari, menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari.
Dalam minggu ketiga suhu berangsur turun dan normal kembali.
2. Gangguan pada saluran pencernaan
Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah
(ragaden). Lidah tertutup selaput putih kotor (coated tongue), ujung dan tepinya
kemerahan. Pada abdomen dapat ditemukan keadaan perut kembung. Hati dan
limpa membesar disertai nyeri dan peradangan.
3. Gangguan kesadaran
Umumnya kesadaran pasien menurun, yaitu apatis sampai samnolen. Jarang
terjadi supor, koma atau gelisah (kecuali penyakit berat dan terlambat
mendapatkan pengobatan). Gejala lain yang juga dapat ditemukan pada punggung
dan anggota gerak dapat ditemukan reseol, yaitu bintik-bintik kemerahan karena
emboli hasil dalam kapiler kulit, yang ditemukan pada minggu pertama demam,
kadang-kadang ditemukan pula trakikardi dan epistaksis.
4. Relaps
Relaps (kambuh) ialah berulangnya gejala penyakit demam thypoid, akan tetap
berlangsung ringan dan lebih singkat. Terjadi pada minggu kedua setelah suhu
badan normal kembali, terjadinya sukar diterangkan. Menurut teori relaps terjadi
karena terdapatnya basil dalam organ-organ yang tidak dapat dimusnahkan baik
oleh obat maupun oleh zat anti.
D.
Patofisiologi
1. Kuman masuk ke dalam mulut melalui makanan atau minuman yang tercemar
oleh salmonella (biasanya >10.000 basil kuman). Sebagian kuman dapat
dimusnahkan oleh asam hcl lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus. Jika
respon imunitas humoral mukosa (igA) usus kurang baik, maka basil salmonella
akan menembus sel-sel epitel (sel m) dan selanjutnya menuju lamina propia dan
berkembang biak di jaringan limfoid plak peyeri di ileum distal dan kelejar getah
bening mesenterika.
2. Jaringan limfoid plak peyeri dan kelenjar getah bening mesenterika mengalami
hiperplasia. Basil tersebut masuk ke aliran darah (bakterimia) melalui ductus
thoracicus dan menyebar ke seluruh organ retikulo endotalial tubuh, terutama hati,
sumsum tulang, dan limfa melalui sirkulasi portar dari usus.
3. Hati membesar (hepatomegali) dengan infiltrasi limfosit, zat plasma, dan sel
mononuclear. Terdapat juga nekrosis fokal dan pembesaran limfa (splenomegali).
Di organ ini, kuman salmonlla thypi berkembang biak dan masuk sirkulasi darah
lagi, sehingga mengakibatkan bakterimia kedua yang disertai tanda dan gejala
infeksi sistemik (demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut, instabilitas
vaskuler, dan gangguan mental koagulasi).
4. Pendarahan saluran cerna terjadi akibat erosi pembuluh darah di sekitar plak
peyeri yang sedang mengalami nekrosis dan hiperplasia. Proses patologis ini
dapat berlangsung hingga ke lapisan otot, serosa usus, dan mengakibatkan
perforasi usus. Endotoksin basil menempel di reseptor sel endotel kapiler dan
dapat
mengakibatkan
komplikasi,
seperti
gangguan
neuropsikiatrik
Komplikasi
1. Komplikasi intestinal
a. Perdarahan usus
b. Perporasi usus
c. Ilius paralitik
2. Komplikasi extra intestinal
a. Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi (renjatan sepsis), miokarditis,
trombosis, tromboplebitis.
b. Komplikasi darah : anemia hemolitik, trobositopenia, dan syndroma uremia
hemolitik.
c. Komplikasi paru : pneumonia, empiema, dan pleuritis.
d. Komplikasi pada hepar dan kandung empedu : hepatitis, kolesistitis.
e. Komplikasi ginjal : glomerulus nefritis, pyelonepritis dan perinepritis.
f. Komplikasi pada tulang : osteomyolitis, osteoporosis, spondilitis dan arthritis.
g. Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningiusmus, meningitis, polineuritis
perifer, sindroma Guillain bare dan sidroma katatonia.
F.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid adalah pemeriksaan
laboratorium, yang terdiri dari :
1. Pemeriksaan leukosit
Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat
leukopenia dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah
sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada
sediaan darah tepi berada pada batas-batas normal bahkan kadang-kadang terdapat
leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu,
pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna untuk diagnosa demam typhoid.
2. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi
dapat kembali normal setelah sembuhnya typhoid.
3. Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila
biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid.
Hal ini dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari beberapa faktor :
1. Teknik pemeriksaan laboratorium
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang lain, hal
ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang digunakan. Waktu
pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam tinggi yaitu pada saat
bakteremia berlangsung.
2. Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit
Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu pertama
dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh
biakan darah dapat positif kembali.
3. Vaksinasi di masa lampau
Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat menimbulkan
antibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia sehingga
biakan darah negatif.
4. Pengobatan dengan obat anti mikroba
Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti mikroba
pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan mungkin
negatif.
4. Uji widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi
(aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam
serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan.
Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah
dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk
menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita
typhoid. Akibat infeksi oleh salmonella thypi, klien membuat antibodi atau
aglutinin yaitu :
a. Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh
kuman).
c. amoksisilin amoksisilin dengan dosis 100 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3-4 kali.
Pemberian oral/intravena selama 21 hari.
d. kotrimoksasol dengan dosis (tmp) 8 mg/kbBB/hari terbagi dalam 2-3 kali
pemberian, oral, selama 14 hari.
e. Pada kasus berat, dapat diberi ceftriakson dengan dosis 50 mg/kg BB/kali dan
diberikan 2 kali sehari atau 80 mg/kg BB/hari, sekali sehari, intravena, selama 5-7
hari.
f.
Pada kasus yang diduga mengalami MDR, maka pilihan antibiotika adalah
meropenem, azithromisin dan fluoroquinolon.
Bila tak terawat, demam thypoid dapat berlangsung selama tiga minggu
sampai sebulan. Kematian terjadi antara 10% dan 30% dari kasus yang tidak
terawat. Vaksin untuk demam thypoid tersedia dan dianjurkan untuk orang yang
melakukan perjalanan ke wilayah penyakit ini biasanya berjangkit (terutama di
Asia, Afrika, dan Amerika Latin).
Pengobatan penyulit tergantung macamnya. Untuk kasus berat dan dengan
manifestasi nerologik menonjol, diberi Deksametason dosis tinggi dengan dosis
awal 3 mg/kg BB, intravena perlahan (selama 30 menit). Kemudian disusul
pemberian dengan dosis 1 mg/kg BB dengan tenggang waktu 6 jam sampai 7 kali
pemberian. Tatalaksana bedah dilakukan pada kasus-kasus dengan penyulit
perforasi usus.
H.
Asuhan keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, suku/bangsa, agama,
status perkawinan, tanggal masuk rumah sakit, nomor register dan diagnosa
medik.
b. Keluhan utama
Keluhan utama demam thypoid adalah panas atau demam yang tidak turun-turun,
nyeri perut, pusing kepala, mual, muntah, anoreksia, diare serta penurunan
kesadaran.
c. Riwayat penyakit sekarang
Peningkatan suhu tubuh karena masuknya kuman salmonella typhi ke dalam
tubuh.
d. Riwayat penyakit dahulu
Apakah sebelumnya pernah sakit demam thypoid.
e. Riwayat penyakit keluarga
Apakah keluarga pernah menderita hipertensi, diabetes melitus.
f. Pola-pola fungsi kesehatan
1) Pola nutrisi dan metabolisme
Klien akan mengalami penurunan nafsu makan karena mual dan muntah saat
makan sehingga makan hanya sedikit bahkan tidak makan sama sekali.
2) Pola eliminasi
Klien dapat mengalami konstipasi oleh karena tirah baring lama. Sedangkan
eliminasi urine tidak mengalami gangguan, hanya warna urine menjadi kuning
kecoklatan. Klien dengan demam thypoid terjadi peningkatan suhu tubuh yang
berakibat keringat banyak keluar dan merasa haus, sehingga dapat meningkatkan
kebutuhan cairan tubuh.
3) Pola aktivitas dan latihan
Aktivitas klien akan terganggu karena harus tirah baring total, agar tidak terjadi
komplikasi maka segala kebutuhan klien dibantu.
4) Pola tidur dan istirahat
Pola tidur dan istirahat terganggu sehubungan peningkatan suhu tubuh.
5) Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan pada orang tua terhadap keadaan penyakit anaknya.
6) Pola sensori dan kognitif
Pada penciuman, perabaan, perasaan, pendengaran dan penglihatan umumnya
tidak mengalami kelainan serta tidak terdapat suatu waham pada klien.
7) Pola hubungan dan peran
Hubungan dengan orang lain terganggu sehubungan klien di rawat di rumah sakit
dan klien harus bed rest total.
8) Pola penanggulangan stress
Biasanya orang tua akan nampak cemas
g. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Didapatkan klien tampak lemah, suhu tubuh meningkat 38 410C, muka
kemerahan.
2) Tingkat kesadaran
Dapat terjadi penurunan kesadaran (apatis).
3) Sistem respirasi
Pernafasan rata-rata ada peningkatan, nafas cepat dan dalam dengan gambaran
seperti bronchitis.
4) Sistem kardiovaskuler
Terjadi penurunan tekanan darah, bradikardi relatif, hemoglobin rendah.
5) Sistem integumen
Kulit kering, turgor kulit menurun, muka tampak pucat, rambut agak kusam
6) Sistem gastrointestinal
Bibir kering pecah-pecah, mukosa mulut kering, lidah kotor (khas), mual, muntah,
anoreksia, dan konstipasi, nyeri perut, perut terasa tidak enak, peristaltik usus
meningkat.
7) Sistem muskuloskeletal
Klien lemah, terasa lelah tapi tidak didapatkan adanya kelainan.
8) Sistem abdomen
Saat palpasi didapatkan limpa dan hati membesar dengan konsistensi lunak serta
nyeri tekan pada abdomen. Pada perkusi didapatkan perut kembung serta pada
auskultasi peristaltik usus meningkat.
2. Diagnosa keperawatan
a. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses peradangan usus halus
b. Kurangnya volume cairan berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh, intake
cairan peroral yang kurang (mual, muntah)
c. Gangguan pola eliminasi berhubungan dengan proses peradangan pada usus halus
d. Perubahan nutrisi kurang dari yang dibutuhkan tubuh berhubungan dengan mual,
muntah, anoreksia
e. Intoleransi aktivitas terutama dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari dalam hal
nutrisi, eliminasi, personal hygiene berhubungan dengan kelemahan dan
imobilisasi
f. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan proses peradangan.
g. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri, demam
h. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai oksigen
dengan kebutuhan, dispnea.
i. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan penurunan kesadaran
j. Kelemahan berhubungan dengan intake inadekuat, tirah baring
k. Kecemasan orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit
dan kondisi anaknya.
3. Implementasi
a. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses peradangan usus halus
Tujuan : suhu tubuh kembali normal
Kriteria hasil ;
1) Tidak demam
2) Tanda-tanda vital dalam batas normal
Intervensi:
1) Observasi tanda-tanda vital terutama suhu tubuh tiap 2 4 jam.
R/: Hipotensi, takikardia, demam dapat menunjukkan respon terhadap dan atau efek
dari kehilangan cairan
5) Observasi adanya tanda-tanda syok, tekanan darah menurun, nadi cepat dan
lemah
R/: Agar segera dilakukan tindakan/ penanganan jika terjadi syok
6) Berikan cairan peroral pada klien sesuai kebutuhan
R/: Cairan peroral akan membantu memenuhi kebutuhan cairan
7) Anjurkan kepada orang tua klien untuk mempertahankan asupan cairan secara
dekuat
R/: Asupan cairan secara adekuat sangat diperlukan untuk menambah volume cairan
tubuh
d. Perubahan nutrisi kurang dari yang dibutuhkan tubuh b/d mual, muntah, anoreksia
Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil :
1) Tidak demam
2) Mual berkurang
3) Tidak ada muntah
4) Porsi makan tidak dihabiskan
Intervensi:
1) Berikan makanan yang tidak merangsang saluran cerna, dan sajikan dalam
keadaan hangat
R/: Untuk menimbulkan selera pasien dan mengembalikan status nutrisi
2) Monitor dan catat makanan yang dihabiskan pasien
R/ : Untuk mengetahui keseimbangan haluaran dan masukan
3) Kaji kemampuan makan klien
R/: Untuk mengetahui perubahan nutrisi klien dan sebagai indikator intervensi
selanjutnya
4) Berikan makanan dalam porsi kecil tapi sering
R/: Memenuhi kebutuhan nutrisi dengan meminimalkan rasa mual dan muntah
5) Beri nutrisi dengan diet lunak, tinggi kalori tinggi protein
R/: Memenuhi kebutuhan nutrisi adekuat
6) Anjurkan kepada orang tua klien/keluarga untuk memberikan makanan yang
disukai
R/: Menambah selera makan dan dapat menambah asupan nutrisi yang dibutuhkan
klien
7) Anjurkan kepada orang tua klien/keluarga untuk menghindari makanan yang
mengandung gas/asam, peda
R/: Dapat meningkatkan asam lambung yang dapat memicu mual dan muntah dan
menurunkan asupan nutrisi
dalam
R/: Tehnik nafas dalam dapat merelaksasi otot-otot sehingga mengurangi nyeri
4) Ajarkan kepada orang tua untuk menggunakan tehnik relaksasi misalnya
visualisasi, aktivitas hiburan yang tepat
R/: Meningkatkan relaksasi dan pengalihan perhatian
5) Kolaborasi obat-obatan analgetik
R/: Dengan obat analgetik akan menekan atau mengurangi rasa nyeri
g. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri, demam
Tujuan : pola tidur efektif
Kriteria hasil
Kriteria hasil
Kriteria hasil
: kecemasan teratasi
:
1) ekspresi tenang
2) orang tua klien tidak lagi sering bertanya tentang kondisi anaknya
intervensi:
1) Kaji tingkat kecemasan yang dialami orang tua klien
R/: Untuk mengeksplorasi rasa cemas yang dialami oleh orang tua klien yang menjadi
indikaor untuk menentukan intervensi selanjutnya
2) Beri penjelasan pada orang tua klien tentang penyakit anaknya
R/: Meningkatkan pengetahuan orang tua klien tentang penyakit anaknya
3) Beri kesempatan pada orang tua untuk mengungkapkan perasaannya
R/: Mendengarkan keluhan orang tua agar merasa lega dan merasa diperhatikan
sehingga beban yang dirasakan berkurang
4) Libatkan orang tua klien dalam rencana keperawatan terhadap anaknya
R/: Keterlibatan orang tua dalam perawatan anaknya dapat mengurangi kecemasan
Daftar Pustaka
media aesculapius.
Jakarta : fkui
Donna l.wong, dkk. 2002 .buku ajar leperawatan pediatrik ed 6. Jakarta : egc
Herdman t. Heather. 2010. Diagnosis keperawatan. Jakarta : egc
Wong, dona l. 2008. Buku ajar keperawatan pediatrik. Jakarta : egc
Http://julismuharram.blogspot.com/
Http://ismiodewade.blogspot.com/2013/10/asuhan-keperawatan-anak-dengandemam.html
http://fahrinnizami.blogspot.com/2014/11/laporan-pendahuluanasuhan-keperawatan.html
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN DEMAM
THYPPOID
DI RUMAH SAKIT SYEKH YUSUF GOWA
OLEH
ISMI
14220100220
CI LAHAN
INSTITUSI
CI
(..)
(.....)
pencernaan
dengan
atau
tanpa
gangguan
kesadaran.
(Rampengan, 2007).
Demam typoid adalah penyakit demam akut yang disebabkan
oleh infeksi salmonella typhi. ( Ovedoff, 2002: 514).
B. ETIOLOGI
Etiologi demam tifoid adalah salmonella typhi yang berhasil di
isolasi pertama kali dari seorang pasien demam typhoid oleh Geffkey di
Jerman pada tahun 1884.mikroorganisme ini merupakan bakteri gram
negative yang motil, bersifat aerob dan tidak membentuk spora.salmonella
typhi, dapat tumbuh dalam semua media, pada media yang selektif bakteri
ini
memfermentasi
glukosa
dan
manosa,tetapi
tidak
dapat
mempermentasikan laktosa.
Bakteri ini mempunyai beberapa komponen antigen yaitu :
a. Antigen dinding sel (O) yang merupakan lipop[olisakarida dan berifat
sfesifik group.
b. Antigen flagella (H) yang merupakan komponen protein berada dalam
flagella dan bersifat
spesifik spesies.
Demam
Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecahpecah (ragaden). Lidah tertutup selaput putih kotor (coated tongue), ujung
dan tepinya kemerahan. Pada abdomen dapat ditemukan keadaan perut
kembung. Hati dan limpa membesar disertai nyeri dan peradangan.
Gangguan Kesadaran
Relaps
Pada akhir masa inkubasi 5-9 hari kuman kembali masuk ke darah
menyebar ke seluruh tubuh (bakteremia sekunder) dan sebagian kuman
masuk ke organ tubuh terutama limpa, kandung empedu yang selanjutnya
kuman tersebut dikeluarkan kembali dari kandung empedu ke rongga
usus dan menyebabkan reinfeksi usus. Dalam masa bakteremia ini kuman
mengeluarkan endotoksin. Endotoksin ini merangsang sintesa dan
pelepasan zat pirogen oleh lekosit pada jaringan yang meradang.
Selanjutnya zat pirogen yang beredar di darah mempengaruhi pusat
termoregulator di hipothalamus yang mengakibatkan timbulnya gejala
demam.
Makrofag pada pasien akan menghasilkan substansi aktif yang
disebut monokines yang menyebabkan nekrosis seluler dan merangsang
imun sistem, instabilitas vaskuler, depresi sumsum tulang dan panas.
Infiltrasi jaringan oleh makrofag yang mengandung eritrosit, kuman,
limfosist sudah berdegenerasi yang dikenal sebagai tifoid sel. Bila sel ini
beragregasi maka terbentuk nodul terutama dalam usus halus, jaringan
limfe mesemterium, limpa, hati, sumsum tulang dan organ yang terinfeksi.
Di dalam jaringan limpoid inikuman berkembang biak, lalu masuk
ke aliran darah dan mencapai sel-selretikuloendotelial. Sel-sel
retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman kedalam sirkulasi
darah dan menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa,
usus halus dan kandung empedu.Semula disangka demam dan gejala
toksemia pada typhoid disebabkan olehendotoksemia. Tetapi berdasarkan
penelitian eksperimental disimpulkan bahwaendotoksemia bukan
merupakan penyebab utama demam pada typhoid.Endotoksemia
berperan pada patogenesis typhoid, karena membantu prosesinflamasi
lokal pada usus halus. Demam disebabkan karena salmonella thypi
danendotoksinnya merangsang sintetis dan pelepasan zat pirogen oleh
leukosit pada jaringan yang meradang.
E. PENYIMPANGAN KDM
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid adalah pemeriksaan
laboratorium, yang terdiri dari :
1. Pemeriksaan leukosit
Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat
leukopenia dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia
tidaklah sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah
leukosit pada sediaan darah tepi berada pada batas-batas normal bahkan
kadang-kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau
infeksi sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan jumlah leukosit tidak
berguna untuk diagnosa demam typhoid.
Vaksinasi
terhadap
demam
typhoid
di
masa
lampau
dapat
tubuh kuman).
flagel kuman).
simpai kuman)
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan
titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita
typhoid.
A. TERAPI DAN PENGOBATAN
a. Perawatan.
Klien diistirahatkan 7 hari sampai demam tulang atau 14 hari untuk
mencegah komplikasi perdarahan usus.
Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya
tranfusi bila ada komplikasi perdarahan.
b. Diet.
- Diet yang sesuai ,cukup kalori dan tinggi protein
- Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.
- Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim.
Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam
selama 7 hari.
c. Obat-obatan.
- Klorampenikol
Keuntungannya adalah dapat menurunkan panas dengan cepat,
harga murah,masa toksik lebih singkat, gejala / keluhan lebih
cepat
hilang,
menurunkankomplikasi.Indikasi
penggunaan
kloramfenikol adalah :
a. Typus yang pertama, bukan yang relaps / karier
b. T i d a k a d a p e n s i t o p e n i
c. L e k o s i t > 3 0 0 0 / m m 4 . W a n i t a t i d a k h a m i l ( k a r e n a
d a p a t s e b a b k a n Gray Baby Sindrom)Dosis yang dianjurkan adalah
50-100 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3 dosis. Jika tidak bisa peroral
maka diberikan secara iv dengan dosis 50 mg, neonates
- Tiampenikol
M e m p u n ya i e f e k y a n g s a m a d e n g a n k l o r a m f e n i k o l ,
m e n g i n g a t s u s u n a n kimianya hampir sama, hanya komplikasi
hematogen pada tiamfenikol lebih jarang dilaporkan.Dosis oral yang
dianjurkan 50-100 mg/KgBB/hari dibagi dalam 3-4 dosis.Indikasi untuk
pengobatan demam tifoid relaps / karier (sebab disekrasikan lewat
empedu dalam bentuk aktif)
- Kotrimoxazol
Efektifitasnya terhadap demam tyiphoid masih banyak yang controversial.
kelebihan kotrimoxaol antara lain dapat digunakan d a p a t d i g u n a k a n
u n t u k k a s u s y a n g resisten terhadap kloramfenikol.Penyerapan di usus
cukup baik, kemungkinantimbulnya kekambuhan pengobatan lebih kecil
dibandingkan kloramfenikol. K e l e m a h a n
obat
ini
adalah
t e r j a d i n y a s k i n r a s h ( 1 - 5 % ) , S t e v e n t J h o n s o n Sindrom,
Agranulositosis, Trombositopeni, Megaloblastik anemia. Hemolisiseritrosit
terutama pada penderita defesiensi G6PD. D o s i s o r a l o b a t i n i
a d a l a h 3 0 - 4 0 m g / K g / K g B B / h a r i u n t u k t r i m e t r o p r i m , diberikan
dalam 2 kali pemberiaan
- Amoxilin dan ampicillin
Ampisilin utamanya lebih lambat menurunkan demam bila
d i b a n d i n g k a n dengan klorampenikol, tetapi lebih efektif untuk
mengobati karier serta kurngt o k s i k . K e l e m a h a n n y a
dapat
terjadi
skinrash(3-18%),diare
( 1 1 % ) . Amoksisilin
mempunyai daya anti bakteri yang sama dengan ampisilin,
tetapi p e n y e r a p a n p e r o r a l l e b i h b a i k , s e h i n g g a k a d a r o b a t
y a n g m e n c a p a i 2 k a l i lebih tinggi, timbulnya kekambuhan lebih sedikit
(2-5%) dan karier (0-5%).Dosis yang dilanjutkan pada obat ini adalah :
a) Ampisilin 100-200 mg/kgBB/hari
b) Amoksisilin 100 mg/kgBB/hari
H. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas klien
Meliputi nama,, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, suku/bangsa,
agama, status perkawinan, tanggal masuk rumah sakit, nomor register
dan diagnosa medik.
b. Keluhan utama
Keluhan utama demam tifoid adalah panas atau demam yang tidak turunturun, nyeri perut, pusing kepala, mual, muntah, anoreksia, diare serta
penurunan kesadaran.
c. Riwayat penyakit sekarang
Peningkatan suhu tubuh karena masuknya kuman salmonella typhi ke
dalam tubuh.
Sistem integumen
Kulit kering, turgor kullit menurun, muka tampak pucat, rambut agak
kusam
Sistem gastrointestinal
Bibir kering pecah-pecah, mukosa mulut kering, lidah kotor (khas), mual,
muntah, anoreksia, dan konstipasi, nyeri perut, perut terasa tidak enak,
peristaltik usus meningkat.
Sistem muskuloskeletal
Klien lemah, terasa lelah tapi tidak didapatkan adanya kelainan.
Sistem abdomen
Saat palpasi didapatkan limpa dan hati membesar dengan konsistensi
lunak serta nyeri tekan pada abdomen. Pada perkusi didapatkan perut
kembung serta pada auskultasi peristaltik usus meningkat.
2. Diagnosa keperawatan
1. Peningkatan suhu tubuh b/d proses peradangan usus halus
2. Kurangnya volume cairan b/d peningkatan suhu tubuh, intake cairan
peroral yang kurang (mual, muntah)
3. Gangguan pola eliminasi b/d proses peradangan pada usus halus
4. Perubahan nutrisi kurang dari yang dibutuhkan tubuh b/d mual,
muntah, anoreksia
5. Intoleransi aktivitas terutama dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari
dalam hal nutrisi, eliminasi, personal hygiene b/d kelemahan dan
imobilisasi
6. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan proses
peradangan.
7. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri, demam
8. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan ketidakseimbangan
suplai oksigen dengan kebutuhan, dispnea.
9. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan penurunan
kesadaran
10. Kelemahan berhubungan dengan intake inadekuat, tirah baring
11. Kecemasan orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan
tentang penyakit dan kondisi anaknya.
3. Implementasi
1. Peningkatan suhu tubuh b/d proses peradangan usus halus
Tujuan : Suhu tubuh kembali normal
Criteria hasil ;
- tidak demam
- tanda-tanda vital dalam batas normal
a. Observasi tanda-tanda vital terutama suhu tubuh tiap 2 4 jam.
R/ : Mengetahui keadaan umum pasien
b. Berikan kompres dingin.
R/: Mengurangi peningkatan suhu tubuh
c. Atur suhu ruangan yang nyaman.
R/ : Memberikan suasana yang menyenangkan dan menghilangkan
ketidaknyamanan.
d. Anjurkan untuk banyak minum air putih
R/: Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan sehingga perlu
diimbangi dengan asupan cairan yang banyak
e. Kolaborasi pemberian antiviretik, antibiotik
R/: Mempercepat proses penyembuhan, menurunkan demam. Pemberian
antibiotik menghambat pertumbuhan dan proses infeksi dari bakteri
2. Kurangnya volume cairan b/d peningkatan suhu tubuh, intake cairan
peroral yang kurang (mual, muntah)
Tujuan : Kebutuhan cairan terpenuhi
Criteria hasil :
- tidak mual
- tidak demam
- muntah
- suhu tubuh dalam batas normal
a. Jelaskan kepada pasien tentag pentingnya cairan
R/ : Agar pasien dapat mengetahui tentang pentingnya cairan dan
dapat memenuhi kebutuhan cairan.
b. Monitor dan catat intake dan output cairan
R/ : Untuk mengetahui keseimbangan intake da output cairan
c. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antiemetic
R/ : Untuk mengetahui pemberian dosis yang tepat
d. Kaji tanda dan gejala dehidrasi hypovolemik, riwayat muntah,
kehausan dan turgor kulit
R/: Hipotensi, takikardia, demam dapat menunjukkan respon terhadap dan
atau efek dari kehilangan cairan
e. Observasi adanya tanda-tanda syok, tekanan darah menurun, nadi
cepat dan lemah
R/: Agar segera dilakukan tindakan/ penanganan jika terjadi syok
f. Berikan cairan peroral pada klien sesuai kebutuhan
R/: Cairan peroral akan membantu memenuhi kebutuhan cairan
g. Anjurkan kepada orang tua klien untuk mempertahankan asupan
cairan secara dekuat
R/: Asupan cairan secara adekuat sangat diperlukan untuk menambah
volume cairan tubuh
h. Kolaborasi pemberian cairan intravena
Gangguan
rasa
nyaman
nyeri
berhubungan
peradangan
Tujuan : nyeri hilang/berkuran
Kriteria hasil
dengan
proses
penurunan
kesadaran
Tujuan
Kriteria hasil
Kriteria hasil
: kecemasan teratasi
:
ekspresi tenang
Orang tua klien tidak lagi sering bertanya tentang kondisi anaknya
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.
2007.
Demam
http://cnennisa.files.wordpress.com/2007/08/
demam-
Thypoid.
thypoid.pdf
Media
Jakarta : FKUI
Soegijanto.
Penatalaksanaan.
2002.
Ilmu
Penyakit
Anak,
Diagnosa
dan
ismiodewadeha
Diposkan oleh Ismi Ode Wade di 5:03:00 AM
http://ismiodewade.blogspot.com/2013/10/asuhan-keperawatan-anakdengan-demam.html
LAPORAN PENDAHULUAN
DEMAM TIFOID
Di Ruang Anggrek RSUD Kota Salatiga
Oleh :
Siti Munadliroh
NIM 22020111130099
PRAKTIK KEPERAWATAN ANAK
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2014
DEMAM TIFOID
1. Definisi
Demam tifoid atau typhoid fever atau typhus abdominalis adalah penyakit yang
disebabkan oleh bakteri Salmonella typhii yang merupakan bakteri gram negatif
berbentuk batang yang masuk melalui makanan dan minuman yang
terkontaminasi (Tapan, 2004). Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi oleh
bakteri Salmonella typhii dan bersifat endemik yang termasuk dalam penyakit
menular (Cahyono, 2010). Demam tifoid adalah infeksi sistemik akut yang
disebabkan oleh Salmonella typhii (Elsevier, 2013.) Jadi, demam tifoid merupakan
penyakit yang disebabkan oleh bakteri gram negatif yang menurunkan sistem
pertahanan tubuh dan dapat menular pada orang lain melalui makanan dan
minuman yang terkontaminasi.
1. Etiologi
Etiologi dari penyakit ini antara lain:
1. Salmonella typhii
2. Paratyphii A, S. Paratyphii B, S. Paratyphii C.
3. S typhii atau paratyphii hanya ditemukan pada manusia
4. Demam bersumber dari makanan-makanan atau air yang terkontaminasi
5. Di USA, kebanyakan kasus demam bersumber baik dari wisatawan
mancanegara atau makanan yang kebanyakan diimpor dari luar.
Salmonella typii, Salmonella paratyphii A, Salmonella Paratyphii B, Salmonella
Paratyphii C merupakan bakteri penyebab demam tifoid yang mampu menembus
dinding usus dan selanjutnya masuk ke dalam saluran peredaran darah dan
menyusup ke dalam sel makrofag manusia. Bakteri ini masuk melalui air dan
makanan yang terkontaminasi dari urin dan feses yang terinfeksi dengan masa
inkubasi 3-25 hari. Pemulihan mulai terjadi pada minggu ke-4 dalam perjalanan
penyakit. Orang yang pernah menderita demam tifoid akan memperoleh
kekebalan darinya, sekaligus sebagai karier bakteri. Jadi, orang yang pernah
menderita demam tifoid atau tifus akan menjadi orang yang menularkan tifus pada
yang belum pernah menderita tifus.
1. Patofisiologi
Bakteri Salmonella typhi bersama makanan atau minuman masuk ke dalam tubuh
melalui mulut. Pada saat melewati lambung dengan suasana asam (pH < 2)
banyak bakteri yang mati. Keadaan-keadaan seperti aklorhidiria, gastrektomi,
pengobatan dengan antagonis reseptor histamin H2, inhibitor pompa proton atau
antasida dalam jumlah besar, akan mengurangi dosis infeksi. Bakteri yang masih
hidup akan mencapai usus halus. Di usus halus, bakteri melekat pada sel-sel
mukosa dan kemudian menginvasi mukosa dan menembus dinding usus, tepatnya
di ileum dan jejunum. Sel-sel M, sel epitel khusus yang melapisi Peyers patch,
merupakan tempat internalisasi Salmonella typhi. Bakteri mencapai folikel limfe
usus halus, mengikuti aliran ke kelenjar limfe mesenterika bahkan ada yang
melewati sirkulasi sistemik sampai ke jaringan RES di organ hati dan limpa.
Salmonella typhi mengalami multiplikasi di dalam sel fagosit mononuklear di
dalam folikel limfe, kelenjar limfe mesenterika, hati dan limfe (Soedarmo, dkk,
2012). Setelah melalui periode waktu tertentu (periode inkubasi) yang lamanya
ditentukan oleh jumlah dan virulensi kuman serta respons imun pejamu maka
Salmonella typhi akan keluar dari habitatnya dan melalui duktus torasikus masuk
ke dalam sirkulasi sistemik. Dengan cara ini organisme dapat mencapai organ
manapun, akan tetapi tempat yang disukai oeh Salmonella typhi adalah hati,
limpa, sumsum tulang belakang, kandung empedu dan Peyers patch dari ileum
terminal. Invasi kandung empedu dapat terjadi baik secara langsung dari darah
atau penyebaran retrograd dari empedu. Ekskresi organisme di empedu dapat
menginvasi ulang dinding usus atau dikeluarkan melalui tinja. Peran endotoksin
dalam patogenesis demam tifoid tidak jelas, hal tersebut terbukti dengan tidak
terdeteksinya endotoksindalam sirkulasi penderita melalui pemeriksaan limulus.
Diduga endotoksin dari Salmonella typhi menstimulasi makrofag di dalam hati,
limpa, folikel limfoma usus halus dan kelenjar limfe mesenterika untuk
memproduksi sitokin dan zat-zat lain. Produk dari makrofag inilah yang dapat
menimbulkan nekrosis sel, sistem vaskular yang tidak stabil, demam, depresi
sumsum tulang belakang, kelainan pada darah dan juga menstimulasi sistem
imunologik (Soedarmo, dkk, 2012). Pada minggu pertama sakit, terjadi
hiperplasia plaks Peyer. Ini terjadi pada kelenjar limfoid usus halus. Minggu
kedua terjadi nekrosis dan pada minggu ketiga terjadi ulserasi plaks Peyer. Pada
minggu keempat terjadi penyembuhan ulkus yang dapat menimbulkan sikatrik.
Ulkus dapat menyebabkan perdarahan, bahkan sampai perforasi usus. Selain itu
hepar, kelenjar-kelenjar mesenterial dan limpa membesar (Suriadi & Rita, 2006).
1. Manifestasi Klinik
Masa inkubasi biasanya 7-14 hari, tetapi dapat berkisar antara 3-30 hari
tergantung pada besar inokulum yang tertelan. Tanda dan gejala yang dapat
muncul pada demam tifoid antara lain:
1. Anak Usia Sekolah dan Remaja
Gejala awal demam, malaise, anokreksia, mialgia, nyeri kepala dan nyeri perut
berkembang selama 2-3 hari. Mual dan muntah dapat menjadi tanda komplikasi,
terutama jika terjadi pada minggu kedua atau ketiga. Pada beberapa anak terjadi
kelesuan berat, batuk, dan epistaksis. Demam yang terjadi bisa mencapai 40
derajat celsius dalam satu minggu. Pada minggu kedua, demam masih tinggi, anak
merasa kelelahan, anoreksia, batuk, dan gejala perut bertambah parah. Anak
tampak sangat sakit, bingung, dan lesu disertai mengigau dan pingsan (stupor).
Tanda-tanda fisik berupa bradikardia relatif yang tidak seimbang dengan tingginya
demam. Anak mengalami hepatomegali, splenomegali dan perut kembung dengan
nyeri difus. Pada sekitar 50% penderita demam tifoid dengan demam enterik,
terjadi ruam makulaatau makulo popular (bintik merah) yang tampak pada hari ke
tujuh sampai ke sepuluh. Biasanya lesi mempunyai ciri tersendiri, eritmatosa
dengan diameter 1-5 mm. Lesi biasanya berkhir dalam waktu 2 atau 3 hari.
Biakan lesi 60% menghasilkan organisme Salmonella.
2. Bayi dan balita
Pada balita dengan demam tifoid sering dijumpai diare, yang dapat menimbulkan
diagnosis gastroenteritis akut.
3. Neonatus
Demam tifoid dapat meyerang pada neonatus dalam usia tiga hari persalinan.
Gejalanya berupa muntah, diare, dan kembung. Suhu tubuh bervariasi dapat
mencapai 40,5 derajat celsius. Dapat terjadi kejang, hepatomegali, ikterus,
anoreksia, dan kehilangan berat badan.
1. Pemeriksaan Penunjang
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada penderita demam tipoid dilakukan secara berulang dan
regular. Semua tanda-tanda vital merupakan petunjuk yang relevan. Perhatian
khusus harus diberikan pada pemeriksaan jasmani harian yang kadang-kadang
harus dilakukan lebih sering sampai kepastian diagnosis didapat dan respon yang
diperkirakan terhadap pengobatan penyakitnya sudah tercapai. Begitu juga
dilakukan pemeriksaan secara teliti pada kulit, kelenjar limfe, mata, dasar kuku,
sistem kardiovaskuler, dada, abdomen, sistem musculoskeletal dan sistem saraf.
2. Pemeriksaan Laboratorium
3. Hematologi
Kadar hemoglobin dapat normal atau menurun bila terjadi penyulit perdarahan
usus.
1. Kimia darah
Pemeriksaan elektrolit, kadar glukosa, blood urea nitrogen dan kreatinin harus
dilakukan.
1. Imunorologi
Uji widal adalah pemeriksaan serologi yang ditujukan untuk mendeteksi adanya
antibody di dalam darah terhadap antigen kuman Salmonella typhi. Hasil positif
dinyatakan dengan adanya aglutinasi. Hasil negative palsu dapat disebabkan oleh
karena antara lain penderita sudah mendapatkan terapi antibiotika, waktu
pengambilan darah kurang dari 1 minggu sakit, keadaan umum pasien buruk, dan
adanya penyakit imunologik lain.
1. Urinalis
Protein: bervariasi dari negative sampai positif (akibat demam). Leukosit dan
eritrosit normal : bila meningkat kemungkinan terjadi penyulit.
1. Mikrobiologi
Sediaan apus dan kultur dari tenggorok, uretra, anus, serviks dan vagina harus
dibuat dalam situasi yang tepat. Pemeriksaan sputum diperlukan untuk pasien
yang demam disertai batuk-batuk. Pemeriksaan kultur darah dan kultur cairan
abnormal serta urin diperlukan untuk mengetahui komplikasi yang muncul.
1. Radiologi
Pembuatan foto toraks biasanya merupakan bagian dari pemeriksaan untuk setiap
penyakit demam yang signifikan.
1. Biologi molekuler
Dengan PCR (Polymerase Chain Reaction), dilakukan dengan perbanyakan DNA
kuman yang kemudian diidentifikasi dengan DNA probe yang spesifik. Kelebihan
uji ini dapat mendeteksi kuman yang terdapat dalam jumlah sedikit (sensifitas
tinggi) serta kekhasan (spesifitas) yang tinggi pula. Specimen yang digunakan
dapat berupa darah, urin, cairan tubuh lainnya serta jaringan biopsi.
1. Pathway
Terlampir
1. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan pada demam tifoid adalah sebagai berikut:
1. Perawatan
Pasien dengan demam tifoid perlu dirawat di rumah sakit untuk isolasi, observasi
dan pengobatan. Pasien harus tirah baring absolut sampai minimal 7 hari bebas
demam atau kurang lebih 14 hari. Mobilisasi pasien harus dilakukan secara
bertahap, sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien. Pasien dengan kesadaran yang
menurun, posisi tubuhnya harus diubah-ubah pada waktu tertentu untuk
menghindari komplikasi pneumonia hipostatik dan dekubitus. Defekasi dan buang
air kecil perlu di perhatikan karena kadang-kadang terjadi obstipasi dan retensi air
kemih.
2. Diet
Makanan yang dikonsumsi adalah makanan lunak dan tidak banyak serat.
3. Obat
4. Obat-obat antimikroba yang sering dipergunakan ialah:
Kloramfenikol
Thiamfenikol
Menurut Tan Hoan Tjay dan Kirana Raharja (2007, hal: 86), Thiamfenikol
(Urfamycin) adalah derivat p-metilsulfonil (SO2CH3) dengan spektrum kerja dan
sifat yang mirip kloramfenikol, tetapi kegiatannya agak lebih ringan. Dosis pada
anak: 20-30 mg/kg BB/hari.
Ko-trimoksazol
ampisilin pada anak (200mg/kg/24 jam, secara intravena dalam empat sampai
enam dosis). Dosis amoksilin pada anak (100 mg/kg/24 jam, secara oral dalam
tiga dosis), (Behrman Klirgman Arvin, 2000, hal:942).
1. Obat obat simptomatik:
1. Proses Keperawatan
2. Pengkajian
3. Data demografi
Klien / pasien Tanggal pengkajian : Tanggal masuk
:
Ruangan
: Identitas Nama
: Tanggal lahir /
umur
: Jenis kelamin
: Agama
:
Suku
: Diagnosa
: Orangtua /
penanggung jawab Nama
: Hubungan dengan klien
:
Suku
: Agama
:
Alamat
: No. Telepon
:
1. Alasan datang ke rumah sakit
2. Riwayat penyakit sekarang
Mengalami muntah-muntah, BAB hingga 3 kali lebih, anak sering rewel, dan
badan lemas.
2. Riwayat penyakit dahulu
Pernah mengalami diare atau pernah menderita penyakit pencernaan.
Prenatal
o Pemeriksaan rutin
Keluhan mual dan muntah selama hamil trimester awal yang dirasakan oleh ibu,
dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan dengan jumlah lebih banyak dari
sebelum hamil namun proses makan dilakukan sedikit tetapi sering.
Natal
Tempat melahirkan
Jenis persalinan
Jenis persalinan adalah normal dan SC dengan presentasi kepala atau bokong
Penolong persalinan
Post natal
Kondisi Neonatus
Warna kulit klien saat lahir berwarna kemerahan dan bayi langsung menangis
secara spontan dan keras serta bergerak aktif ketika pertama kali keluar atau
dilahirkan.
Imunisasi
Jenis
Imunisasi
BCG
Hepatitis 1
Hepatitis 2
Hepatitis 3
DPT 1
DPT 2
DPT 3
Polio 1
Umur
0
1
10
11
12
Polio 2
Polio 3
Polio 4
Campak
Pertumbuhan Fisik
Berguling
bulan Berdiri
: 6 bulan Duduk
: 10 bulan Berjalan
: 7 bulan Merangkak
: 10 bulan
:8
Berpakaian
Mobilitas di tempat tidur
Berpindah
Keterangan : 0 = mandiri
1 = dengan alat bantu
Pembanding
Mandi
Keramas
Ganti pakaian
Sikat gigi
Memotong kuku
Sebelum Sakit
Berapa kali sehari
Berapa hari sekali
Berapa kali sehari
Berapa kali sehari
Berapa kali
seminggu
Saat Dikaji
Berapa kali sehari
Berapa hari sekali
Berapa kali sehari
Berapa kali sehari
Berapa kali seminggu
Sebelum sakit
Saat dikaji
Berapa kali sehari
Berapa kali sehari
Berapa porsi, habis atau Berapa porsi, habis
tidak
atau tidak
Apa makanan yang
Apa makanan yang
dikonsumsi.
dikonsumsi.
Adakah makanan yang Adakah makanan yang
menyebabkan klien
menyebabkan klien
alergi
alergi
Baik/ berkurang/buruk Baik/ berkurang/buruk
Berapa kg
Berapa kg
Berapa Cm
Berapa Cm
Adakah makanan
Adakah makanan
pantangan
pantangan
Kebiasaan minum
Jenis minum
Perasaan haus
6. Kebutuhan Eliminasi
BAB
Pembanding
Frekuensi
Warna
Bau
Konsistensi
Sebelum sakit
Berapa kali sehari
Apa warna dari feses
Normal berbau amoniak
Padat/cair/keras
Saat dikaji
Berapa kali sehari
Apa warna dari feses
Normal berbau amoniak
Padat/cair/keras
Pembanding
Frekuensi
Warna
Bau
Perasaan
Sebelum sakit
Berapa kali sehari
Kuning jernih/pekat
Amoniak (normal)
Sakit atau tidak
Saat dikaji
Berapa kali sehari
Kuning jernih/pekat
Amoniak (normal)
Sakit atau tidak
BAK
Sebelum sakit : Apakah klien sudah mengerti mengenai agama yang dianutnya.
Apa saja ibadah yang dilakukan klien dalam sehari. Saat dikaji : Apakah klien
sudah mengerti mengenai agama yang dianutnya. Apa saja ibadah yang dilakukan
klien dalam sehari.
1. Pemeriksaan fisik
2. Pengkajian Umum
1. Tingkat Kesadaran
Spontan
Dengan perintah
Rangsangan nyeri
Tidak berespon
Menurut perintah
Melokalisasi nyeri
(menunjuk)
Reaksi menghindari nyeri
Fleksi abnormal
Ekstensi abnormal
Tidak berespon
Terorientasi
Bingung
Kata-kata tidak dimengerti
Suara tidak jelas
Tidak berespon
Eyes
Motorik
Verbal
4
3
2
1
6
5
4
3
2
1
5
4
3
2
1
2. Nadi :120-130 kali per menit untuk anak-anak. 80- 120 kali per menit
untuk dewasa.
3. RR : 30-40 kali per menit untuk anak-anak. 20-24 kali per untuk dewasa.
2. Antropometri
LILA
Lingkar lengan atas merupakan salah satu pilihan untuk penentuan status gizi,
karena mudah, murah dan cepat. Tidak memerlukan data umur yang terkadang
susah diperoleh. Memberikan gambaran tentang keadaan jaringan otot dan lapisan
lemak bawah kulit.
Klasifikasi
Wanita Usia Subur
KEK
Normal
Bayi Usia 0-30 hari
KEP
Normal
Balita
KEP
Normal
IMT
Batas Ukur
< 23,5 cm
23,5 cm
< 9,5 cm
9,5 cm
< 12,5 cm
12,5 cm
IMT
= Berat badan (kg)/ (tinggi badan (cm) / 100)2
IMT
Status Gizi Kategori
< 17.0
Gizi Kurang Sangat Kurus
17.0 18.5 Gizi Kurang Kurus
18.5 25.0 Gizi Baik
Normal
25.0 27.0 Gizi Lebih Gemuk
> 27.0
Gizi Lebih Sangat Gemuk
Z-score
Nilai Z-Score
Z-score +2
+1 Z-score < +2
-2 Z-score < +1
-3 Z-score < -2
Z-score < -3
Klasifikasi
Obesitas
Gemuk
Normal
Kurus
Sangat Kurus
1. Pemeriksaan Leher
I : Apakah ada pembengkakan kelenjar tiroid, jika digerakkan fleksi ekstensi
terdapat terdapat nyeri atau tidak dan adakah nyeri telan. Pa: Adakah nyeri tekan,
benjolan dan pembesaran kelenjar tiroid.
1. Pemeriksaan dada dan paru
I : Apakah bentuk dada simetris kanan dan kiri, barel, fanel atau pigeon chest.
Ekspansi dada simetris atau tidak. Pa: Apakah vokal fremitus fibrasinya lebih
terasa di sebelah kanan. Apakah terdapat nyeri tekan bagian dada depan maupun
belakang. Pe : apakah terdengar suara sonor pada kedua lapang paru. Au : Apakah
terdengar suara dasar vesikular, ronchi, wheezing atau crackles
1. Pemeriksaan jantung
I: Apakah bentuk dada simetris kanan kiri. Adakah jaringan parut dan lesi. Apakah
terlihat ictus cordis pada rongga thoraks dan apakah iramanya teratur. Pe: Apakah
terdengar bunyi pekak. Dilakukan untuk mengetahui batas jantung Pa: Adakah
nyeri tekan. Au : Bunyi jantung 1 = Bunyi jantung 2. Apakah terdapat bunyi murmur.
1. Pemeriksaan Abdomen
I : Apakah perut buncit, warna kulit sama dengan warna kulit di sekitarnya,
bersih/kotor dan terdapat jaringan parut atau tidak, warna ikterik/tidak. Apakah
umbilikus mengalami inflamasi, posisi umbilicus tepat ditengah garis tubuh/tidak.
Au : Berapa frekuensi bising usus, normalnya 8-12 kali permenit Pe : Apakah
terdengar bunyi timpani. Pa : Apakah terdapat nyeri tekan.
1. Pemeriksaan Genetalia
I : Apakah terpasang kateter, terdapat luka/tidak dan terdapat radang pada area
genetalia atau tidak. Pa : Adakah nyeri tekan
1. Pemeriksaan Neurologis dan Ekstremitas
Status kesadaran: GCS dan kekuatan otot 5
55
1. Pemeriksaan Ekstremitas
Atas: Apakah simetris kanan dan kiri. Apakah klien dapat melakukan Range of
motion aktif pada tangan kanan dan kiri, terdapat nyeri pada sendi atau tidak.
Adakah edema dan akral dingin. Bawah: Apakah simetris kanan dan kiri. Apakah
klien dapat melakukan Range of motion aktif pada tangan kanan dan kiri, terdapat
nyeri pada sendi atau tidak. Adakah edema dan akral dingin.
1. Rencana Keperawatan
No
Intervensi
NIC: Temperature regulation
(pengaturan suhu)
1. Hidration
2. Adherence behavior
3. Immune status
4. Risk control
5. Risk detection
Kriteria hasil:
1. Keseimbangan antara
Kekurangan volume
cairan (00027)
dan hipotermi
6. Tingkatkan intake cairan dan
nutrisi
8. Pengendalian risiko:
hipotermia
9. Pengendalian risiko:
proses menular
13.
NOC
1. Fluid balance
2. Hydration
3. Nutritional status:
food and fluid intake
Kriteria hasil:
1. Mempertahankan
urine output sesuai
dengan usia dan berat
badan, berat jenis
urine normal , HT
normal
2. Tekanan darah, nadi,
suhu tubuh dalam
batas normal
3. Tidak ada tanda-tanda
dehidrasi, elastisitas
turgor kulit baik,
membran mukosa
lembab, tidak ada rasa
haus yang berlebihan.
NOC:
1. Nutritional status
2. Nutritional status:
Food and fluid intake
3. Nutritional status:
nutrient intake
4. Weight control
Kriteria Hasil:
1. Adanya peningkatan
berat badan sesuai
dengan tujuan
2. Berat badan ideal
sesuai dengan tinggi
badan
3. Mampu
mengidentifikasi
kebutuhan nutrisi
4. Tidak ada tanda
malnutrisi
5. Menunjukan
peningkatan fungsi
pengecapan dari
menelan
6. Tidak terjadi
penurunan berat
badan yang berarti
DAFTAR PUSTAKA Cahyono, J.B. Suharyo B.
2010. Vaksinasi, Cara Ampuh Cegah Penyakit Infeksi. Yogyakarta: Kanisius
Damin, Sumardjo. 2009. Pengantar Kimia : Buku Panduan Kuliah Mahasiswa
Kedokteran dan Program Strata I Fakultas Bioeksata. Jakarta : EGC Muslim.
2009. Patofisiologi untuk Keperawatan . Jakarta : EGC Nurarif, Amin Huda &
Hardhi Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis NANDA & NIC-NOC. Jakarta: Mediaction Publishing Rubenstein, David.
et all. 2007. Kedokteran Klinis. Jakarta : Erlangga Soedarmo, Sumarmo S
Poorwo, dkk. 2012. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis. Jakarta: IDAI
Sukandarrumidi. 2010. Bencana Alam dan Bencana Anthoropogene. Yogyakarta:
Kanisius Tapan, Erik. 2004. Flu, HFMD, Diare pada Pelancong, Malaria,
Demam Berdarah, Tifus. Jakarta: Pustaka Populer Obor Team Elsevier. 2013.
Ferris Clinical Advisor 2013: 5 Books in 1. Philadelphia: Elsevier, Inc. Tjay, Tan
Hoan dan Raharja, Kirana. 2007. Obat-Obat Penting: Khasiat, Penggunaan, dan
Efek Efek Sampingnya, Ed. Ke 6. Jakarta : EGC Weller, Barbara F. 2005.
Kamus Saku Perawat. Jakarta: EGC
http://www.slideshare.net/septianraha/penatalaksanaan-medik. diakses pada hari
Senin, 3 Maret 2014, 16:05 WIB.
https://sitimunadliroh69.wordpress.com/materi-kuliah/kumpulan-lpstase-anak/lp-demam-tifoid/
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Demam Thypoid merupakan salah satu jenis penyakit gangguan pada
system pencernaan yang dapat mengganggu mekanisme system pencernaan.
Demam Thypoid dapat disebabkan oleh bakteri salmonella typhi, atau jenis yang
virulensinya lebih rendah yaitu Salmonella paratyphi. Demam typhoid ditularkan
atau ditransmisikan kebanyakan melalui jalur fecal-oral. Penyebaran demam
typhoid dari orang ke orang sering terjadi pada lingkungan yang tidak higienis dan
pada lingkungan dengan jumlah penduduk yang padat, hal ini dikarenakan pola
BAB II
PEMBAHASAN
LAPORAN PENDAHULUAN
2.1 PENGERTIAN
Demam Thypoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran
pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada
pencernaan dan gangguan kesadaran ( Nursalam dkk, 2005 : 152 ). Dan pada anak
biasanya lebih ringan dari pada orang dewasa, masa inkubasi 10 20 hari, yang
tersingkat 4 hari jika inpeksi terjadi melalui makanan ( Ngastiyah , 1995 ).
Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi
salmonella thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang
sudah terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman
salmonella. ( Bruner and Sudart, 1994 ). Demam tifoid dan paratifoid merupakan
penyakit infeksi akut usus halus. Nama lain dari demam tifoid dan paratifoid
adalah typhoid dan paratyphoid fever, enteric fever, tifus, dan paratifus
abdominalis.
2.2 ETIOLOGI
Demam Thypoid disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi. Selain oleh
Salmonella typhi, demam typhoid juga bisa disebabkan oleh Salmonella
paratyphi A, B dan C namun gejalanya jauh lebih ringan.
Ada dua sumber penularan salmonella typhi yaitu pasien dengan demam
typhoid dan pasien dengan carier. Carier adalah orang yang sembuh dari demam
typhoid dan masih terus mengekresi salmonella typhi dalam tinja dan air kemih
selama lebih dari 1 tahun.
2.3 MANIFESTASI KLINIS
a.
Perut Kembung
f.
Sulit BAB
Minggu I
Pada umumnya demam berangsur naik, terutama sore hari dan malam hari.
Dengan keluhan dan gejala demam, nyeri otot, nyeri kepala, anorexia dan mual,
batuk, epitaksis, obstipasi / diare, perasaan tidak enak di perut.
b. Minggu II
Pada minggu II gejala sudah jelas dapat berupa demam, bradikardi, lidah
yang khas (putih, kotor, pinggirnya hiperemi), hepatomegali, meteorismus,
penurunan kesadaran.
2.4 PATOFISIOLOGI
Kuman salmonella thypi, salmonella paratyphy yang menjadi penyebab
demam thypoid masuk ke saluran cerna. Saat berada dalam saluran cerna sebagian
diantaranya dimusnahkan dalam asam lambung, namun sebagian lagi masuk
kedala usus halus, dan membentuk limfoid plaque peyeri. Ada yang hidup dan
bertahan ada juga yang menembus lamina propia dan masuk ke aliran limfe serta
masuk ke kelenjar limfe dan menembus aliran darah sehingga bersarang dihati dan
limfa. Dan terjadi hepatomegali yang akan menimbulkan nyeri tekan dan infeksi
yang menyebabkan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan meradang dan ini yang
menyebabkan demam tifoid sehingga terjadi peningkatan suhu badan atau panas.
Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang
dikenal dengan 5F yaitu Food(makanan), Fingers(jari tangan/kuku), Fomitus
(muntah), Fly(lalat), dan melalui Feses.
Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan kuman
salmonella thypi kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui
perantara lalat, dimana lalat akan hinggap dimakanan yang akan dikonsumsi oleh
orang yang sehat. Apabila orang tersebut kurang memperhatikan kebersihan
dirinya seperti mencuci tangan dan makanan yang tercemar kuman salmonella
thypi masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut. Kemudian kuman masuk
ke dalam lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung dan
sebagian lagi masuk ke usus halus bagian distal dan mencapai jaringan limpoid.
Di dalam jaringan limpoid ini kuman berkembang biak, lalu masuk ke aliran
darah dan mencapai sel-sel retikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotelial ini
kemudian melepaskan kuman ke dalam sirkulasi darah dan menimbulkan
bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa, usus halus dan kandung empedu.
Tanda-tanda Gejala
Sistemik
Berkembang biak
Lumen
Usus
Menembus usus lagi
reaksi Seperti Semula
Inflamasi sistemik
Reaksi Hiprsensitifitas
feses
Tipe lambat
Akumulasi
Mononuclear
Diradang usus
Gejala-gejala
Perforasi
Menembus lap. Mukosa
dan otot
Proses berjalan Terus
c.
Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila
biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid.
Hal ini dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari beberapa faktor :
2.
3.
Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai
kuman)
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan
titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita
typhoid.
Faktor faktor yang mempengaruhi uji widal :
a.
3.
typhoid
yang
tidak
dapat
menimbulkan
antibodi
seperti
terjadinya
pembentukan
antibodi
karena
supresi
sistem
retikuloendotelial.
6. Vaksinasi dengan kotipa atau tipa : seseorang yang divaksinasi dengan kotipa atau
tipa, titer aglutinin O dan H dapat meningkat. Aglutinin O biasanya menghilang
setelah 6 bulan sampai 1 tahun, sedangkan titer aglutinin H menurun perlahanlahan selama 1 atau 2 tahun. Oleh sebab itu titer aglutinin H pada orang yang
pernah divaksinasi kurang mempunyai nilai diagnostik.
7.
8.
b. Faktor-faktor Teknis
1. Aglutinasi silang : beberapa spesies salmonella dapat mengandung antigen O dan
H yang sama, sehingga reaksi aglutinasi pada satu spesies dapat menimbulkan
reaksi aglutinasi pada spesies yang lain.
2. Konsentrasi suspensi antigen : konsentrasi ini akan mempengaruhi hasil uji widal.
3.
Strain salmonella yang digunakan untuk suspensi antigen : ada penelitian yang
berpendapat bahwa daya aglutinasi suspensi antigen dari strain salmonella
setempat lebih baik dari suspensi dari strain lain.
Memberikan diet bebas yang rendah serat pada penderita tanpa gejala
meteorismus ( kembung perut), dan diet bubur saring pada penderita dengan
meteorismus. Hal ini dilakukan untuk menghindari komplikasi perdarahan saluran
cerna dan perforasi usus. Gizi penderita juga diperhatikan agar meningkatkan
keadaan umum dan mempercepat proses penyembuhan.b. Cairan yang adequat
untuk mencegah dehidrasi akibat muntah dan diare.
3.
d. Pemberian Antimikroba
Obat obat antimikroba yang sering digunakan dalam melakukan tatalaksana
tifoid adalah:
1. Kloramfenikol. Dosis yang diberikan adalah 4 x 500 mg perhari, dapat diberikan
secara oral atau intravena, sampai 7 hari bebas panas
2.
3.
4. Ampisilin dan amoksilin. Dosis berkisar 50-150 mg/kg BB, selama 2 minggu
5. Sefalosporin Generasi Ketiga. dosis 3-4 gram dalam dekstrosa 100 cc, diberikan
selama jam per-infus sekali sehari, selama 3-5 hari
6. Kombinasi obat antibiotik. Hanya diindikasikan pada keadaan tertentu seperti:
Tifoid toksik, peritonitis atau perforasi, syok septik, karena telah terbukti sering
ditemukan dua macam organisme dalam kultur darah selain kuman Salmonella
typhi. (Widiastuti S, 2001)
7. Vit B komplek dan Vit C sangat diperlukan untuk menjaga kesegaran dan
kekuatan badan serta berperan dalam kestabilan pembuluh kafiler.
2.7 KOMPLIKASI
Komplikasi intestinal
a.
Perdarahan usus
b. Perporasi usus
c.
Ilius paralitik
b.
c.
f.
g.
Biodata Klien dan penanggung jawab (nama, usia, jenis kelamin, agama,
alamat)
2. Riwayat Kesehatan
a.
Keluhan utama
Biasanya klien dirawat di rumah sakit dengan keluhan sakit kepala, demam, nyeri
dan pusing
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya klien mengeluh kepala terasa sakit, demam,nyeri dan pusing, berat
badan berkurang, klien mengalami mual, muntah dan anoreksia, klien merasa
sakit diperut dan diare, klien mengeluh nyeri otot.
c.
: 95 mmHg
Nadi
: 60-120 x/menit
Suhu
: 34,7-37,3 0C
Pernapasan
: 15-26 x/menit
Pemeriksaan dada
1) Paru-paru
Inspeksi
2) Jantung
Inspeksi
Palpalsi
Perkusi
: batas-batas jantung
d. Pemeriksaan abdomen
Inspeksi
e.
Perkusi
Auskultasi
Pemeriksaan ekstremitas
Kaji warna kulit, edema, kemampuan gerakan dan adanya alat bantu.
Riwayat prenatal : ibu terinfeksi TORCH selama hamil, preeklamsi, BB ibu tidak
naik, pemantauan kehamilan secara berkala. Kehamilan dengan resiko yang tidak
dipantau secara berkala dapat mengganggu tumbang anak
b.
Riwayat kelahiran : cara melahirkan anak, keadaan anak saat lahir, partus
lamadan anak yang lahir dengan bantuan alat/ forcep dapat mengganggu tumbang
anak
c.
d. Pemeriksaan fisik : bentuk tubuh, keadaan jaringan otot (cubitan tebal untuk pada
lengan atas, pantat dan paha mengetahui lemak subkutan), keadaan lemak (cubitan
tipis pada kulit dibawah tricep dan subskapular), tebal/ tipis dan mudah / tidak
akarnya dicabut, gigi (14- 16 biji), ada tidaknya udem, anemia dan gangguan
lainnya.
e.
Riwayat imunisasi
Pola eliminasi
Yang perlu dikaji adalah pola defekasi klien, berkemih, penggunaan alat
bantu, penggunaan obat-obatan.
f.
j.
Etiologi
Kuman salmonella
terlihat
thypi
didaerah
saluran cerna
pada ujungnya
Data subjektif:
Masalah keperawatan
Hipertermi b.d proses
Data objektif:
Klien diare
suhu meningkat
Peningkatan suhu tubuh
Ektravasasi cairan
Intake kurang
Kekurangan
cairan
volume
berhubungan
dengan muntah
Volume plasma
berkurang
Penurunan volume cairan
tubuh
Data objektif:
BB klien menurun
Klien mual
Klien anoreksia
Nafsu makan
menurun
berhubungan dengan
intake tidak adekuat.
kering
Data subjektif:
NIC
Identifikasi penyebab /
factor
Bibir lembab
menyebabkan hipertermi
Aktifitas
kemampuan
yang
dapat
keluar,
sesuai dan
balance cairan
Beri
hitung
cairan
sesuai
aktifitas
Anjurkan
pasien
menggunakan
pakaian
Ciptakan
yang nyaman
Kolaborasi :
lingkungan
Pemberian antipiretik
Pemberian antibiotic
Kekurangan volume cairan Keseimbangan cairan
Pengelolaan cairan
berhubungan
Aktifitas:
dengan Indikator:
muntah
Pantau
berat
output 24 jam
biasanya
kecendrungannya
dan
Mempertahankan intake
dan output pasien
berlebihan
Batasan karakteristik :
badan
status
termasuk
badan.
PCWP
Ketidakseimbangan
Nutrisi
Kurang
Kebutuhan
Status nutrisi
dari Indikator:
Tubuh
dengan
Intake
intake tidak adekuat
cairan
Defenisi: ketidak cukupan
Aktivitas:
Intake nutrisi
berhubungan
Mengontrol Nutrisi
makanan
Energi
Berat tubuh
dan
Memantau
gejala
kebutuhan metabolik.
kekurangan
dan
Memantau
respon
dari ideal
yang
melibatkan
Memantau
interaksi
Mengontrol
keadaan
Memantau kekeringan,
tipisnya rambut sehingga
mudah rontok
Memantau
energy,
tingkat
rasa
tidak
memerah,
dan
kering
Memantau kemerahan,
: anak A
Umur
: 6 tahun
: Kelas 1 SD
Biodata ayah
Nama
: Tn J
Umur
: 43 tahun
: SMP
Pekerjaan
: Tani
Agama
: Islam
Alamat
Biodata ibu
Nama
: Ny A
Umur
: 38 tahun
: SD
Pekerjaan
Agama
: Islam
Alamat
b. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama
Klien telah demam sejak 1 minggu yang lalu. menurut ibu klien, klien
sebelumnya jatuh dan tangannya terkilir namun telah membaik setelah di urut.
Klien awal sakit mengeluh sakit perut, pusing, tidak nafsu makan dan merasa
lemas. Setelah diperiksa dipuskesmas terdekat, klien dinyatakan terkena gejala
tifus.
2. Riwayat Kesehatan Sekarang
Saat dilakukan pengkajian kondisi klien sudah mulai membaik. Sakit perut
klien sudah hilang namun klien masih tidak nafsu makan dan kadang
memuntahkan kembali makanannya. Klien juga masih terlihat lemah dan tidak
bersemangat.
3. Riwayat Kesehatan Dahulu
Klien sebelumnya belum pernah menderita penyakit ini. Menurut orang tua
klien, klien adalah anak yang jarang sakit. Kalau demam, biasanya klien akan
membaik setelah dibawa ke tukang urut.
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Menurut ibu klien, beliau juga pernah dulu terkena tifus waktu berumur 5
tahun. Namun ayah klien dan keluarga yang lain tidak pernah menderita penyakit
ini ataupun sakit lainnya.
c.
Pemeriksaan Fisik
Pengkajian umum
1. Tingkat kesadaran
: composmentis
2. Keadaan umum
: sedang
3. Tanda-tanda vital
Tekanan darah
Nadi
Pernapasan
Suhu
4. Tinggi badan
: 95 cm
5. Berat badan
: 12 kg
Muka
: agak pucat.
Mata
: konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, reflek cahaya (+), tidak ada
gangguan penglihatan
Hidung
kelainan penciuman
Mulut
membesar
Telinga
3. Pemeriksaan dada
Paru-paru
Inspeksi
: simetris
Palpasi
Perkusi
Jantung
Inspeksi
Palpalsi
Perkusi
4. Pemeriksaan abdomen
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: timpani
Auskultasi
4.
BB
: 12 kg
TB
: 95 cm
BB/TB
: 12/95
BB/U
:12/6
TB/U
: 95/6
5.
Riwayat imunisasi: menurut ibu klien, klien selalu dibawa untuk di imunisasi.
Klien telah melakukan imunisasi lengkap.
e.
Riwayat sosial
Menurut ibu klien, klien adalah anak yang periang. Klien anak yang lincah dan
suka bermain kemana-mana. Klien malah jarang berada dirumah. Biasanya yang
menjaga klien sementara orang tua bekerja adalah kakaknya.
f.
Kebutuhan Normal
Persepsi-
Orang
tua
manajemen
mengetahui
kesehatan
sehat,
Fakta
Analisa
klien Orang
tua
(normal/tidak)
Tidak normal
pola kurang
mengtahui Hendaknya
pengetahuan seperti
klien
apa
pola diberikan
berhubungan tua
dengan
klien
pentingnya
dibawa
ke
nutrisi Kebutuhan
metabolic
Tidak normal
semenjak
lagi.
hanya
makanan
seperti
es
dengan
sambal
rending.
ada masalah.
BAK dan BAB klien BAK dan
lancar
klien lancar
BAB
Normal
Pola
latihan
terganggu,
kemampuan
tidak
bisa
Tidak normal
melakukan aktivitas
untuk seperti biasa karena
mengusahakan
melakukan aktivitas.
istirahat Tidur klien tidak Dua hari ini klien
tidur
mengalami
gangguan.
sudah
bisa
Klien dengan
Normal
tidur
nyaman
perut
lagi.
Klien
juga
tidur
siang
selama
Pola
2-3
jam
sehari.
kognitif Fungsi indra klien Klien tidak
ada
persepsi
dan
persepsi
Pola
normal
persepsi Persepsi
diri
kemampuan gangguan
klien indra
konsep diri
pada
dan
persepsinya.
klien Klien merasa takut
dan tentang
kemampuannya,
Normal
Tidak normal
Klien
ketika
hubungan
klien
Tidak normal
dan
sekitar
dapat terganggu.
menjalankan
perannya.
lagi.
Tidak ada gangguan Klien
Pola
tidak
mengalami
seksualitas
gangguan
Pola
dan
Klien
seksualitas
koping Klien mampu dalam Jika klien
ada
Normal
mulai
Normal
stress
memberikan bisa
mainan
klien
sehingga koping
akan
stress,
sibuk sehingga
dengan mainannya
kepercayaan
melskukan
peran
kepercayaan
yang kepercayaannya.
dianutnya
Klien
terlalu
mengerti
kadang
menuruti kepercayaan.
hendaknya
ibadah
membimbing anak
semenjak dini.
ANALISA DATA
Data objektif/subjektif
Data objektif:
tua
Etiologi
Peningkatan suhu
tubuh
Ektravasasi cairan
Masalah
keperawatan
Kekurangan volume
cairan
berhubungan
dengan muntah
pecah
Intake kurang
Volume plasma
berkurang
Penurunan volume
cairan tubuh
Data objektif:
Nafsu makan
Klien anoreksia
pecah
Turgor kulit jelek, kulit
kering
Data subjektif:
tubuh berhubungan
dengan intake tidak
Perubahan nutrisi
adekuat.
tidak adekuat
Nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
http://bangeud.blogspot.com/search/label/KEPERAWATAN%20ANAK
Diposkan oleh Cicilia Uzumaki di 08.07 1 komentar
LAPORAN PENDAHULUAN
THYPOID
A. Definisi
Thypoid fever/demam tifoid atau thypus abdominalis merupakan penyakit
infeksi akut pada usus halus dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai
gangguan pada saluran pencernaan dan dengan atau tanpa gangguan kesadaran.
Penularan penyakit ini hampir selalu terjadi melalui makanan dan minuman yang
terkontaminasi. (I.R. Laurentz, 2005)
Demam tifoid adalah penyakit menular yang bersifat akut, yang ditandai
dengan bakterimia, perubahan pada sistem retikuloendotelial yang bersifat difus,
pembentukan mikroabses dan ulserasi Nodus peyer di distal ileum. (Soegeng
Soegijanto, 2002)
Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh
kuman salmonella thypi dan salmonella para thypi A,B,C. sinonim dari penyakit
ini adalah Typhoid dan paratyphoid abdominalis, (Syaifullah Noer, 1996 ).
B. Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh infeksi kuman Samonella Thposa/Eberthela
Thyposa yang merupakan kuman negatif, motil dan tidak menghasilkan
spora, hidup baik sekali pada suhu tubuh manusia maupun suhu yang lebih rendah
sedikit serta mati pada suhu 700C dan antiseptik. Salmonella mempunyai tiga
macam antigen, yaitu Antigen O=Ohne Hauch=somatik antigen (tidak menyebar)
ada dalam dinding sel kuman, Antigen H=Hauch (menyebar), terdapat pada
flagella dan bersifat termolabil dan Antigen V1=kapsul ; merupakan kapsul yang
meliputi tubuh kuman dan melindungi O antigen terhadap fagositosis. Ketiga jenis
antigen ini di manusia akan menimbulkan tiga macam antibodi yang lazim disebut
aglutinin. (Ranuh, Hariyono, dkk, 2001)
Salmonella typhi yang menyebabkan infeksi invasif yang ditandai oleh
demam, toksemia, nyeri perut, konstipasi/diare. Komplikasi yang dapat
terjadi antara lain: perforasi usus, perdarahan, toksemia dan kematian.
(Ranuh, Hariyono, dkk, 2001)
C. Patofisiologi
Kuman salmonella typhosa masuk kedalam saluran cerna, bersama
makanan dan minuman, sabagian besar akan mati oleh asam lambung HCL dan
sebagian ada yang lolos (hidup), kemudian kuman masuk kedalam usus (plag
payer) dan mengeluarkan endotoksin sehingga menyebabkan bakterimia primer
Nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah, lidah putih kotor
(coated tongue) ujung dan tepi kemerahan, perut kembung, hati dan limpa
membesar. disertai nyeri pada perabaan.
3. Gangguan kesadaran
Kesadaran menurun walaupun tidak berapa dalam yaitu apatis sampai
samnolen.
E. Pathways
F.Komplikasi
Dapat terjadi pada:
1. Usus halus
Umumnya jarang terjadi, akan tetapi sering fatal yaitu:
a.
Perdarahan usus bila sedikit hanya ditemukan jika dilakukan pemeriksaan tinja
dengan benzidin. Bila perdarahan banyak terjadi melena dan bila berat dapat
disertai perasaan nyari perut dengan tanda-tanda rejatan
b. Perforasi usus
c.
Peritonitis ditemukan gejala abdomen akut yaitu: nyeri perut yang hebat, diding
abdomen dan nyeri pada tekanan
2. Diluar anus
Terjadi karena lokalisasi peradangan akibat sepsis (bakterimia) yaitu
meningitis, kolesistitis, ensefelopati. Terjadi karena infeksi sekunder yaitu
bronkopneumonia
G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid adalah pemeriksaan
laboratorium, yang terdiri dari :
a. Pemeriksaan leukosit
Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat
leukopenia dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah
sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada
sediaan darah tepi berada pada batas-batas normal bahkan kadang-kadang terdapat
leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu
pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna untuk diagnosa demam typhoid.
b. Pemeriksaan SGOT DAN SGPT
SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat
kembali normal setelah sembuhnya typhoid.
c. Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila
biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid.
Hal ini dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari beberapa faktor :
a. Teknik pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang
lain, hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang
digunakan. Waktu pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam tinggi
yaitu pada saat bakteremia berlangsung.
b. Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit.
Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu
pertama dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh
biakan darah dapat positif kembali.
c. Vaksinasi di masa lampau
Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat menimbulkan
antibodi
dalam
darah
klien,
antibodi
ini
dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk
menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita
typhoid. Akibat infeksi oleh salmonella thypi, klien membuat antibodi atau
aglutinin yaitu :
a. Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh
kuman).
b. Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel
kuman).
c. Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai
kuman)
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan
titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita
typhoid.
H. Pengkajian Keperawatan
1.
a.
Pengumpulan data
Identitas klien
Meliputi nama,, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, suku/bangsa, agama,
status perkawinan, tanggal masuk rumah sakit, nomor register dan diagnosa
medik.
b. Keluhan utama
Keluhan utama demam tifoid adalah panas atau demam yang tidak turun-turun,
nyeri perut, pusing kepala, mual, muntah, anoreksia, diare serta penurunan
kesadaran.
c.
f.
g.
menjadi
kuning
peningkatan suhu tubuh yang berakibat keringat banyak keluar dan merasa
haus, sehingga dapat meningkatkan kebutuhan cairan tubuh.
3) Pola aktivitas dan latihan
Aktivitas klien akan terganggu karena harus tirah baring total, agar tidak
terjadi komplikasi maka segala kebutuhan klien dibantu.
4) Pola tidur dan istirahat
Pola tidur dan istirahat terganggu sehubungan peningkatan suhu tubuh.
5) Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan penyakitnya dan ketakutan
merupakan dampak psikologi klien.
6) Pola sensori dan kognitif
Pada penciuman, perabaan, perasaan, pendengaran dan penglihatan
umumnya tidak mengalami kelainan serta tidak terdapat suatu waham pad klien.
7) Pola hubungan dan peran
Hubungan dengan orang lain terganggu sehubungan klien di rawat di
rumah sakit dan klien harus bed rest total.
8) Pola reproduksi dan seksual
Gangguan
harus dirawat di rumah sakit sedangkan yang belum menikah tidak mengalami
gangguan.
9) Pola penanggulangan stress
Biasanya klien sering melamun dan merasa sedih karena keadaan
sakitnya.
10) Pola tatanilai dan kepercayaan
Dalam hal beribadah biasanya terganggu karena bedrest total dan tidak
boleh melakukan aktivitas karena penyakit yang dideritanya saat ini.`
h. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Didapatkan klien tampak lemah, suhu tubuh meningkat 380 C 410 C,
muka kemerahan.
2) Tingkat kesadaran
Dapat terjadi penurunan kesadaran (apatis).
3) Sistem respirasi
Pernafasan rata-rata ada peningkatan, nafas cepat dan dalam dengan
gambaran seperti bronchitis.
4) Sistem kardiovaskuler
Terjadi penurunan tekanan darah, bradikardi relatif, hemoglobin rendah.
5) Sistem integumen
Kulit kering, turgor kullit menurun, muka tampak pucat, rambut agak
kusam
6) Sistem gastrointestinal
Bibir kering pecah-pecah, mukosa mulut kering, lidah kotor (khas), mual,
muntah, anoreksia, dan konstipasi, nyeri perut, perut terasa tidak enak, peristaltik
usus meningkat.
7) Sistem muskuloskeletal
Klien lemah, terasa lelah tapi tidak didapatkan adanya kelainan.
8) Sistem abdomen
Saat palpasi didapatkan limpa dan hati membesar dengan konsistensi lunak
serta nyeri tekan pada abdomen. Pada perkusi didapatkan perut kembung serta
pada auskultasi peristaltik usus meningkat.
I.
Diagnosa Keperawatan
1.
2.
3.
Resiko tinggi kurang volume cairan b/d kehilangan cairan sekunder terhadap
diare
4.
5.
Kurang
pengetahuan
mengenai
kondisi
b/d
kesalahan
interpretasi
J.
Fokus Intervensi
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d arbsorpsi nutrisi
Tujuan: Kebutuhan nutrisi terpenuhi
Intervensi:
a.
d.
Sediakan
makanan
dalam
ventilasi
yang
baik,
lingkungan
menyenangkan
Rasional:
Lingkungan
untuk makan
menyenangkan
menurunkan
stress
dan konduktif
a.
b. Pantau suhu lingkungan, batasi atau tambahkan linen tempat tidur sesuai dengan
indikasi
Rasional: Suhu ruangan atau jumlah selimut harus dirubah, mempertahankan suhu
mendekati normal
c.
Awasi masukan dan keluaran perkiraan kehilangan cairan yang tidak terlihat
Rasional: Memberikan informasi tentang keseimbangan cairan dan elektrolit
penyakit usus yang merupakan pedoman untuk penggantian cairan.
b.
Observasi kulit kering berlebihan dan membran mukosa turgor kulit dan
pengisian kapiler.
Melaporkan
kemampuan
melakukan
peningkatan
toleransi
aktivitas
Intervensi:
a.
Tingkatkan tirah baring dan berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung
Rasional: Menyediakan energi yang digunakan untuk penyembuhan
Kurang
pengetahuan
mengenai
kondisi
b/d
kesalahan
interpretasi
Berikan
nformasi
tentang cara
mempertahankan
pemasukan makanan
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, L. J (1997). Buku Saku Keperawatan. Edisi VI.EGC: Jakarta
Doengoes M.E (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi III. EGC : Jakarta
Nelson. Ilmu Kesehatan Anak. Edisi XII. EGC : Jakarta
Soegeng
Soegijanto.
2002.
Ilmu
Penyakit
Anak,
Diagnosa
Demam Tifoid
Tweet
Filled under: Catatan Co-ass Anak
2. Demam Intermitten
Fluktuasi > 1 C, Pernah Normal
3. Demam Continous
Fluktuasi < 1 C, Tidak pernah Normal
Patomekanisme :
Kuman dari makanan yang dikonsumsi --> Masuk ke lambung -->
Masuk ke Usus --> Berkembang biak di usus --> Di usus kuman hidup
dalam Makrofag --> Masuk ke kelenjar getah bening mesenterica -->
Masuk ke duktus toracicus --> Masuk ke peredaran vaskuler --> Terjadi
Bakteremia I asimptomatik --> Menuju RES --> Masuk ke HATI, LIMPA,
dan Peredaran Vaskuler --> Masuk ke Vesica Fellea dari HATI --> Keluar
dg cairan empedu --> Masuk ke usus lagi --> Keluar bersama feses dan
menjadi sumber penularan baru --> Yg masuk ke darah lagi
menyebabkan Bakteremia I simptomatik.
Penurunan kesadaran pada pasien DT disebabkan karena toksin dan
bakteri.
Makrofag teraktivasi pada saat bakteremia II shg menimbulkan reaksi
inflamasi sistemik spt : Demam, Malaise, Mialgia, Sakit Kepala, Sakit
perut, Instabilitas Vascular, gangguan koagulasi.
Anoreksia
Mual Muntah --> Harus diinfus
Meteorismus ato Perut Kembung
Konstipasi ato Diare
Hepatomegali / Splenomegali
Status Tifosa :
-
http://www.catatandokter.com/2012/11/demam-tifoid.html
Musim Pancaroba.
Cuaca berubah seketika menjadi hujan, lembab atau dingin.
Perubahan cuaca yang ekstrim ini sering disebut dengan MUSIM
PANCAROBA. Dalam kondisi yang demikian, kondisi yang tidak
menentu, tubuh kita rentan terhadap penyakit, yang biasanya diawali
dengan demam dan sakit kepala serta nyeri pada bagian tubuh
tertentu.
Peluang untuk menjadi sakit makin besar bila kita mengalami stres,
akibat pekerjaan tinggi, akibat kemacetan di jalan dan lain sebagainya.
Bila seseorang sakit, biasanya akan disertai demam, nyeri atau sakit
kepala.
Demam sendiri dapat dikategorikan dalam beberapa
klasifikasi:
1. Demam Remiten atau Demam Tifoid.
Yaitu naik turun suhu rentang 1 derajat celcius, akan tetapi
penurunannya tidak pernah mencapai suhu normal.
2. Demam Intermen atau Demam Malaria.
Yaitu naik turun suhu, bisa mencapai batas normal.
3. Demam Kontinyu atau Demam Pneumonia.
Yaitu demam yang terjadi terus menerus dan disebabkan oleh infeksi
bakteri.
4. Demam Bifasik atau Demam Berdarah.
Yaitu demam dengan bentuk pelana kuda.
5. Demam Pel-Ebstein atau Penyakit Hodgkin.
Yaitu demam lama 1 minggu diselingi dengan periode tidak demam
dengan jumlah ahri yang sama, dan siklus berulang.
Saat ini banyak beredar obat sakit demam dan sakit kepala, namun
harusnya kita jeli dalam memilihnya.
Pilih saja obat demam dan sakit kepala yang mengandung
Paracetamol, karena paracetamol ini sudah diapprove oleh pemerintah
Indonesia sebagai obat yang aman untuk dikonsumsi. Terutama bagi
anak-anak, tidak menimbulkan iritasi pada lambung. Sesuaikan dosis
menurut petunjuk dokter.
Dosis paracetamol yang diberikan pada umumnya untuk dewasa
500mg/tablet dan 120mg/5mg bentuk sirup untuk anak-anak. Namun
relatif juga sih, tergantung dokter yang memberikan.
http://obatsakit2011.blogspot.com/2011/12/klasifikasi-dan-kategori-demam.html
http://infoaskepgratis.blogspot.com/2012/02/pathway-woc-demam-typoid.html
PENYUSUN:
MUHAMMAD SAZILI
51110054
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat ALLAH SWT yang telah memberikan taufik serta
hidayahnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas dengan judul Asuhan
Keperawatan Dengan Typhoid Pada Anak .
Selawat dan salam kita hadiahkan kepada Nabi Muhammad SAW, yang telah
membawa umat manusia dari zaman kegelapan menuju zaman yang penuh dengan
ilmu pengetahuan seperti kita rasakan saat ini.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dosen Mata Keperawatan Anak I yaitu
Ibu Ns. Eka Roza Wijaya,S.Kep., sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas ini
sesuai dengan sesuai harapan.
Penulis menyadari sebagai manusia biasa, tentunya banyak kesalahan dan
kekurangan. Maka dari itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun dari pembaca, untuk perbaiki tugas selanjutnya.
Batam, 05 April 2012
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi
2.2 Etiologi
2.3 Manifestasi klinis
2.4 Patofisiologi
2.5 Penatalaksanaan
2.6 Asuhan Keperawatan
2.7 DiagnosaKeperawatan , Tujuan , dan Intervensi
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Demam typhoid merupakan permasalahan kesehatan penting dibanyak
negaraberkembang. Secara global, diperkirakan 17 juta orang mengidap penyakit
ini tiap tahunnya. DiIndonesia diperkirakan insiden demam typhoid adalah 300
810 kasus per 100.000 penduduk pertahun, dengan angka kematian 2%. Demam
typhoid merupakan salah satu dari penyakitinfeksi terpenting. Penyakit ini di
seluruh daerah di provinsi ini merupakan penyakit infeksiterbanyak keempat yang
dilaporkan dari seluruh 24 kabupaten. Di Sulawesi Selatan melaporkandemam
typhoid melebihi 2500/100.000 penduduk (Sudono, 2006).Demam tifoid atau
typhus abdominalls adalah suatu infeksi akut yang terjadi pada ususkecil yang
disebabkan oleh kuman Salmonella typhi.
Typhi dengan masa tunas 6-14 hari.Demam tifoid yang tersebar di seluruh dunia
tidak tergantung pada iklim. Kebersihan peroranganyang buruk merupakan
sumber dari penyakit ini meskipun lingkungan hidup umumnya adalahbaik. Di
Indonesia penderita Demam Tifoid cukup banyak diperkirakan 800 /100.000
penduduk per tahun dan tersebar di mana-mana. Ditemukan hampir sepanjang
tahun, tetapi terutama padamusim panas. Demam tifoid dapat ditemukan pada
semua umur, tetapi yang paling sering padaanak besar, umur 5- 9 tahun dan lakilaki lebih banyak dari perempuan dengan perbandingan 2-3: 1.12 Penularan dapat
terjadi dimana saja, kapan saja, sejak usia seseorang mulai dapatmengkonsumsi
makanan dari luar, apabila makanan atau minuman yang dikonsumsi
kurangbersih. Biasanya baru dipikirkan suatu demam tifoid bila terdapat demam
terus-menerus lebihdari 1 minggu yang tidak dapat turun dengan obat demam dan
diperkuat dengan kesan anak baring pasif, nampak pucat, sakit perut, tidak buang
air besar atau diare beberapa hari (BahtiarLatif, 2008).
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang dan judul karya tulis di atas dapat diidentifikan
masalah keperawatandemam thypoid mulai dari pengkajian, riwayat kesehatan,
pola fungsional, pemeriksaan fisik danpemeriksaan laboratorium yang berguna
untuk menunjang dalam pemberian asuhankeperawatan. Asuhan keperawatan
ditentukan berdasarkan data focus yang diperoleh darikeluhan-keluhan yang
dirasakan oleh pasien dan keluarga. Dari keluhan yang dapat digunakan untuk
menentukan prioritas masalah keperawatan yang muncul, menentukan
intervensi,implementasi keperawatan dan mengevaluasi asuhan keperawatan yang
diberikan.
C. Tujuan
Tujuan penulisan karya tulis Ilmiah ini adalah:
1. Tujuan UmumUntuk mengetahui seluk beluk tentang demam thypoid pada para
pembaca sehingga dapatmenjadi referensi untuk pembelajaran atau upaya
preventif mencegah penyakit demam thypoid.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
1.1. Konsep Dasar
1. Defenisi
Demam typoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada
saluran cerna dan gejala demam lebih dari satu minggu, gangguan pada saluran
pencernaan dan gangguan kesadaran.(Ilmu Kesehatan Anak,jilid 2,2003)
Demam typoid adalah suatu penyakit pada usus yang menimbulkan gejalagejala sistemik yang disebabkan oleh salmonella typhosa,salmonella tipe A,B dan
C.Penularan terjadi secara fecal,oral melalui makanan dan minuman yang
terkontaminasi.(Mansjoer Arief,2000)
Demam tifoid adalah penyakit menular yang bersifat akut, yang ditandai dengan
bakterimia, perubahan pada sistem retikuloendotelial yang bersifat difus,
pembentukan mikroabses dan ulserasi Nodus peyer di distal ileum. (Soegeng
Soegijanto, 2002)
2. Etiologi
1. 96 % disebabkan oleh salmonella typhi, basil gram negative yang bergerak
dengan bulu getar, tidak berspora mempunyai sekuran-kurangnya 3 macam
antigen, yaitu :
a) Antigen O (somatic terdiri dari zat kompleklipolisakarida)
b) Antigen (flagella)
c) Antigen VI dan protein membrane hialin
2. Salmonella paratyphi A
3. Salmonella paratyphi B
4. Salmonella paratyphi C
5. Feces dan urin yang terkontaminasi dari penderita typus (Rahmad
Juwono,2002)
2. Anatomi Fisiologi
Susunan saluran pencernaan terdiri dari :oris (mulut), faring (tekak),
esofagus (kerongkongan),ventrikulus (lambung), intestinum minor (usus halus),
intestinum mayor(usus besar), rectum dan anus. Pada kasus typoid, salmonella
typi berkembang biak diusus halus.
Usus Halus adalah bagian dari system pencernaan makanan yang
berpangkal pada pylorus dan berakhir pada seikum, panjangnya lebih kurang 6
cm, merupakan saluran paling panjang tempat proses pencernaan dan absorbsi
hasil pencernaan yang terdiri dari : Lapisan usus halus, lapisan mukosa (sebelah
dalam ), lapisan otot melingkar (M sirkuler), lapisan otot memanjang (muskulus
longitudinal) dan lapisan serosa (sebelah luar).
Usus halus terdiri dari duodenum (usus 12 jari), yeyenum dan ileum.
Duodenum disebut juga usus dua belas jari, panjangnya lebih kurang 25 cm,
berbentuk sepatu kuda melengkung ke kiri, pada lengkungan ini terdapat
pancreas. Dari bagian kanan duodenum ini terdapat selaput lender yang membukit
yang disebut dengan papilla vateri. PAda papilla vateri ini bermuara saluran
empedu (duktus koledikus) dan saluran pancreas (duktus pankreatikus). Dinding
duodenum ini mempunyai lapisan mukosa yang banyak mengandung kelenjar.
Kelenjar ini disebut kelenjar brunner yang berfungsi untuk memproduksi getah
intestinum.
Yeyenum dan ileum mempunyai panjang lebih kurang 6 meter. Dua per
lima bagian atas adalah yeyenum dengan panjang lebih kurang 23 meter dari
ileum dengan panjang 4 5 meter. Lekukan yeyenum dan ileum yang berbentuk
kipas dikenal sebagai mesenterium. Akar mesenterium memungkinkan keluar dan
masuknya cabang-cabang arteri dan vena mesentrika superior, pembuluh limfe
dan saraf ke ruang antara 2 lapisan peritoneum yang membentuk mesenterium.
Sambungan antara yeyenum dan ileum tidak mempunyai batas yang tegas. Ujung
dibawah ileum berhubungan dengan seikum dengan perantaraan lubang yang
bernama orifisium ileoseikalis. Orifisium ini diperlukan oleh spinter ileosseikalis
dan pada bagian ini terdapat katup valuva seikalis atau valuva baukhim yang
berfungsi untuk mencegah cairan dalam asendens tdak masuk kembali ke dalam
ileum.
Mukosa usus halus, permukaan epitel yang sangat luas melalui lipatan
mukosa dan mikrovili memudahkan pencernaan dan absorpsi. Lipatan ini
dibentuk oleh mukosa dan sub mukosa yang dapat memperbesar permukaan usus.
Pada penampang melintang vili dilapisi oleh epitel dan kripta yang menghasilkan
bermacam macam hormon jaringan dan enzim yang memegang peranan aktif
dalam pencernaan. Di dalam dinding mukosa terdapat berbagai ragam sel
termasuk banyak leukosit. Disana disini terdapat beberapa nodula jaringan limfe
yang disebut kelenjar.
4. Manifestasi Klinis
Gejala Klinis demam typoid pada anak biasanya lebih ringan jika dibandingkan
dengan penderita dewasa. Masa tunas rata rata 10 20 hari. Yang tersingkat 4
hari jika infeksi terjadi melalui makanan, sedangkan yang terlama sampai 30 hari
jika infeksi melalui minuman selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala
prodromal yaitu perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing dan tidak
semangat.
Gejala Klinis yang biasa ditemukan, yaitu :
1. Demam
Pada kasus kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu. Bersifat febris
remitten dan suhu tidak berapa tinggi. Selama minggu pertama, suhu tubuh
berangsur angsur meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu
kedua,penderita terus berada dalam keadaan demam. Dalam minggu ketiga suhu
badan berangsur angsur turun dan normal kembali pada akhir minggu ketiga.
2. Gangguan pada saluran pencernaan
Pada mulut terdapat nafas bau tidak sedap, bibir kering dan pecah pecah. Lidah
ditutupi selaput putih kotor, ujung ditemukan kemerahan , jarang ditemui
tremor.Pada abdomen mungkin ditemukan keadaan perut kembung. Hati dan
limfa membesar disertai nyeri pada perabaan.Biasanya didapatkan
konstipasi akan tetapi mungkin pula normal bahkan dapat terjadi diare.
3. Gangguan keasadaran
Umumnya kesadaran penderita menurun walaupun tidak berapa dalam yaitu apatis
sampai samnolen. Jarang stupor, koma atau gelisah.
Disamping gejala gejala yang biasanya ditemukan tersebut, mungkin pula
ditemukan gejala lain. Pada punggung dan anggota gerak dapat ditemukan bintik
bintik kemerahan karena emboli basil dalam kapiler kulit.Biasanya dtemukan
alam minggu pertama demam kadang kadang ditemukan bradikardia pada anak
besar dan mungkin pula ditemukan epistaksis. .(Ilmu Kesehatan Anak,jilid 2,2003
Transmisi terjadi melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi urin/feses
dari penderita tifus akut dan para pembawa kuman/karier.Empat F (Finger, Files,
Fomites dan fluids) dapat menyebarkan kumanke makanan, susu, buah dan
sayuran yang sering dimakan tanpa dicuci/dimasak sehingga dapat terjadi
penularan penyakit terutama terdapat dinegara-negara yang sedang berkembang
dengan kesulitan pengadaan pembuangan kotoran (sanitasi) yang andal.
(Samsuridjal D dan heru S, 2003) Masa inkubasi demam tifoid berlangsung
selama 7-14 hari (bervariasiantara 3-60 hari) bergantung jumlah dan strain kuman
yang tertelan. Selamamasa inkubasi penderita tetap dalam keadaan asimtomatis.
(Soegeng soegijanto,2002)
5. WOC Patofisiologi
6. Pemeriksaan Laboratorium
1. Pemeriksaan Leukosit
Menurut buku buku disebutkan pada demam typoid terdapat leucopenia dan
limfositosis relative, tetapi kenyataan leucopenia tidaklah sering dijumpai. Pada
kebanyakan kasus demam typoid, jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada
batas- batas normal, malahan kadang-kadang terdapat leukositosis. Walaupun
tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu, pemeriksaan jumlah
leukosit tidak berguna untuk diagnosis demam typoid.
2. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
a.
1)
2)
3)
4)
5)
b.
1)
1)
2)
3)
4)
5)
1)
2)
3)
4)
9. Penatalaksanaan
1.1.10.1 Medis
Anti Biotik (Membunuh Kuman)
Klorampenicol
Amoxicilin
Kotrimoxasol
Ceftriaxon
Cefixim
Antipiretik (Menurunkan panas)
Paracetamol
1.1.10.2. Perawatan
Isolasi, observasi dan pengobatan
Pasien harus tirah baring absolute sampai 7 hari bebas demam atau kurang lebih
dari selam 14 hari. MAksud tirah baring adalah untuk mencegah terjadinya
komplikasi perforasi usus.
Mobilisasi bertahap bila tidak panas, sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien.
Pasien dengan kesadrannya yang menurun, posisi tubuhnya harus diubah-ubah
poada waktu-waktu tertentu untuk menghindari komplikasi pneumonia
hipopastatik dan dekubitus.
Defekasi dan buang air kecil perlu diperhatikan karena kadang-kadang terjadi
konstipasi dan diare.
1.1.10.3. Diet
Diet yang sesuai ,cukup kalori dan tinggi protein.
Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.
Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim
Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam selama 7 hari.
10. Prognosis
Prognosis demam typoid tergantung dari umur,keadaan umum, derajat kekebalan
tubuh, jumlah dan virulensi salmonella serta cepat dan tepatnya
pengobatan.Angka kematian pada anak-anak 2.6 % dan pada orang dewasa 7.4%
2. Asuhan Keperawatan Teoritis
2.1.
Pengkajian
1. Identitas
Didalam identitas meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, no
register, agama, tanggal masuk, tanggal pengkajian, diagnosa medis dan
penanggung jawab.
2. Alasan Masuk
a)
b)
c)
a.
b.
c.
d.
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
Biasanya klien masuk dengan alasan demam, perut tersa mual dan kembung,
nafsu makan menurun, diare/konstipasi, nyeri kepala.
3. Riwayat Kesehatan
Riwayat Kesehatan Sekarang
Pada umumnya penyakit pasien typoid adalah demam, anorexia, mual , muntah,
diare, perasaan tidak enak diperut, pucat, nyeri kepala, nyeri otot, lidah kotor,
gangguan kesadaran berupa samnolen sampai koma.
Riwayat Kesehatan Dahulu
Apakah sebelumnya pasien pernah mengalami sakit demam typoid atau pernah
menderita penyakit lainnya?
Riwayat Kesehatan Keluarga
Apakah dalam keluarga ada yang pernah menderita penyakit demam typoid atau
penyakit keturunan?
4. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum
: Biasanya badan lemah
TTV
: peningkatan suhu,perubahan nadi, respirasi
Kesadaran
: Dapat mengalami penurunan kesadaran.
Pemeriksaan Head To toe
Kepala
Keadaan kepala cukup bersih, tidak ada lesi / benjolan, distribusi rambut merata
dengan warna warna hitam, tipis, tidak ada nyeri tekan.
Mata
Kebersihan mata cukup, bentuk mata simetris kiri dan kanan, sclera tidak ikterik
konjungtiva kemerahan / tidak anemis.Reflek pupil terhadap cahaya baik.
Telinga
Kebersihan telinga bersih, bentuk tidak ada kelainan, tidak terdapat peradangan.
Hidung
Kebersihan hidung cukup, bentuk tidak ada kelainan, tidak terdapat tanda-tanda
peradangan pada mocusa hidung.Tidak terlihat pernafasan cuping hidung taka ada
epistaksis.
Mulut dan gigi
Kebersihan mulut kurang dijaga, lidah tampak kotor, kemerahan, mukosa
mulut/bibir kemerahan dan tampak kering.
Leher
Kebersihan leher cukup, pergerakan leher tidak ada gangguan.
Dada
Kebersihan dada cukup, bentuk simetris, ada nyeri tekan.tidak ada sesak., tidak
ada batuk.
8) Abdomen
Kebersihan cukup ,bentuk simetris,tidak ada benjolan/nnyeri tekan,bising usus
12x /menit,terdapat pembesaran hati dan limfa
9) Ekstremitas
Tidak ada kelainan bentuk antara kiri dan kanan,atas dan bawah,tidak terdapat
fraktur,genggaman tangan kiri dan kanan sama kuat
a.
b.
c.
a.
b.
c.
d.
e.
5. Data Psikologis
Biasanya pasien mengalami ansietas, ketakutan , perasaan tak berdaya dan
depresi.
6. Pemeriksaan Penunjang
Darah
Pada penderita demam tifoid bisa didapatkan anemia, jumlah leukosit normal, bisa
menurun atau meningkat.Penelitian oleh beberapa ilmuwan mendapatkan bahwa
hitung jumlah dan jenis leukosit serta laju endap darah tidak mempunyai nilai
sensitivitas, spesifisitas dan nilai ramal yang cukup tinggi untuk dipakai dalam
membedakan antara penderita demam tifoid atau bukan, akan tetapi adanya
leukopenia dan limfositosis relatif menjadi dugaan kuat diagnosis typoid
SGOT, SGPT
SGOT dan SGPT sering meningkat, tetapi akan kembali normal setelah sembuh.
Peningkatan SGOT dan SGPT ini tidak memerlukan penanganan khusus
Uji Widal
Titer 1/160 : masih dilihat dulu dalam 1 minggu ke depan, apakah ada kenaikan
titernya. Jika ada maka dinyatakan (+).Jika 1x pemeriksaan langsung 1/320 atau
1/640,langsung dinyatakan (+) pada pasien dengan gejala khas.
2.2.
Diagnosa Keperawatan
Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan infeksi Salmonella Typhi.
Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake yang tidak adekuat.
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan out put yang berlebihan.
Defisit perawatan diri berhubungan dengan bedrest total
Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan kelemahan fisik
(Suriadi. 2001. Asuhan Keperawatan pada Anak. )
2.3.
Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan
Intervensi
1
Peningkatan suhu tubuh Tujuan
: suhu tubuh kembali normal
berhubungan dengan infeksi Kriteria hasil : - Suhu turun 360 370 C
Nadi, RR dalam batas normal
Salmonella Typhi
Gangguan
keseimbangan
cairan dan elektrolit kurang
dari
kebutuhan
tubuh
berhubungan dengan out put
yang berlebihan
2.
Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang m
makanan/nutrisi.
R/ Untuk meningkatkan pengetahuan klien tentang
sehingga motivasi makan meningkat.
3.
Timbang berat badan klien setiap 2 hari
R/ Untuk mengetahui peningkatan dan penurunan
badan.
4.
Beri nutrisi dengan diet lembek, tidak menga
banyak serat, tidak merangsang maupun menim
banyak gas dan dihidangkan saat masih hangat.
R/untuk meningkatkan asupan makanan karena
ditelan.
5.
Beri makanan dalam porsi kecil dan frekuensi s
R/ Untuk menghindari mual dan muntah
6.
Lakukan oral hygiene dan anjurkan klien meng
gigi setiap hari
R/ Dapat mengurangi kepahitan selera dan menamba
nyaman di mulut
7.
Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian a
dan pemberian nutrisi parenteral
R/ Antasida mengurangi rasa mual dan muntah.
parenteral dibutuhkan terutama jika kebutuhan nutr
oral sangat kurang.
Tujuan : tidak terjadi gangguan keseimbangan cairan
Kriteria Hasil : - Turgor kulit baik
Wajah tidak tampak pucat
Rencana Tindakan
1. Berikan penjelasan tentang pentingnya kebutuhan
pada pasien dan keluarga.
R/ untuk mempermudah pemberian cairan (minum
pasien.
2.
Observasi pemasukan dan pengeluaran cairan
R/ Untuk mengetahui keseimbangan cairan.
3.Anjurkan pasien utuk minum 2.5 liter/24 jam
R/ Untuk pemenuhan kebutuhan cairan
4.
Observasi kelancaran tetesan infuse
R/ untuk pemenuhan kebutuhan cairan dan mencegah
edema
5.
Kolaborasi dengan dokter untuk terapi cairan
parenteral)
R/ untuk pemenuhan kebutuhan cairan yang
terpenuhi (secara parenteral)
4
Defisit
perawatan
diri Tujuan : Klien dapat melakukan perawatan diri sendir
berhubungan dengan bedrest bantuan keluarga
total
Kriteria Hasil : - Personal hygiene klien terpenuhi
- Klien tampak bersih
Rencana Tindakan
1.
Kaji tingkat personal hygiene klien
R/ Mengetahui tindakan personal hygiene yang
dilakukan.
2.
Bantu Klien dalam melakukan perawatan diri s
mandi, gosok gigi, cuci rambut dan potong kuku
R/ Membantu untuk memenuhi kebutuhan personall h
klien.
3.
Berikan motivasi pada klien untuk dapat bera
secara bertahap.
R/ Terwujudnya perawatan diri secara bertahap
mandiri.
Gangguan mobilisasi fisik Tujuan : Pasien bisa melakukan aktivitas kehidupan
berhubungan
dengan hari secara optimal.
kelemahan fisik
Kriteria Hasil : Dapat melakukan gerakan
bermanfaat bagi tubuh
Rencana Tindakan
1.
Kaji kemampuan pasien dalam beraktivitas (mak
minum)
R/ Untuk mengetahui sejauh mana kelemahan yang te
2.
Beri motivasi pada pasien dan keluarga untuk mela
mobilisasi sebatas kemampuan (misalnya miring
miring kiri).
R/ Agar pasien dan keluarga mengetahui pent
mobilisasi bagi pasien yang bedrest.
3.
Dekatkan keperluan pasien dalam jangkauannya.
R/ Untuk mempermudah pasien dalam melakukan ak
4.
Berikan latihan mobilisasi secara bertahap s
demam hilang.
R/ Untuk menghindari kekakuan sendi dan me
adanya dekubitus.
2.4.
Implementasi
Setelah semua rencana tindakan keperawatan disusun, maka langkah selanjutnya
melaksanakan dalam tindakan yang nyata yang bertujuan untuk mengatasi
masalah klien. Melaksanakan secara langsung, bekerja sama dengan profesi lain,
tenaga keperawatan lainnya. Untuk kelanjutan pelayanan keperawatan secara
berkesinambungan.
2.5.
Evaluasi
Merupakan tahap akhir dari suatu proses keperawatan atau penilaian akhir dari
proses keperawatan yang telah dilaksanakan. Dimana perawat mencari kepastian
keberhasilan dan juga mengetahui sejauh mana masalah klien dapat diatasi. Jika
belum berhasil dengan baik dilakukan kajian ulang atau merevisi rencanatindakan
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.
6. Samsuridjal Djauzi dan Heru Sundaru. Imunisasi Dewasa. FKUI. Jakarta. 2003.
7. Sjamsuhidayat. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi revisi. EGC. Jakarta. 1998.
8. Soegeng Soegijanto. Ilmu Penyakit Anak, Diagnosa dan Penatalaksanaan.
Salemba Medika. Jakarta. 2002.
9. Suriadi & Rita Yuliani. Buku Pegangan Praktek Klinik Asuhan Keperawatan
pada Anak.Edisi I. CV Sagung Seto. Jakarta. 2001.
10. Widiastuti Samekto. Belajar Bertolak dari Masalah Demam Typhoid. Badan
Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang. 2001.
11. http://www.tempointeraktif.com/hg/nusa/jawamadura/2005/02/03brk
Diposkan 31st May 2012 oleh Jili Oetamey
http://jilioetamey.blogspot.com/2012/05/asuhan-keperawatan-dengan-typhoidpada.html#!/2012/05/asuhan-keperawatan-dengan-typhoid-pada.html