100% menganggap dokumen ini bermanfaat (1 suara)
1K tayangan125 halaman

Laporan Pendahuluan Demam Typoid

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1/ 125

Laporan Pendahuluan

Demam Thypoid
A.

Pengertian
Demam thypoid (enteric fever) adalah penyakit infeksi akut yang biasanya
mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu,
gangguan pada pencernaan, dan gangguan kesadaran (Nursalam dkk., 2005, hal
152).
Demam thypoid merupakan penyakit infeksi akut pada usus halus dengan
gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan
dengan atau tanpa gangguan kesadaran (Rampengan, 2007).
Demam thypoid adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh infeksi
salmonella typhi (Ovedoff, 2002: 514).

B.

Etiologi
Penyebab utama demam thypoid ini adalah bakteri salmonella thypi. Bakteri
salmonella typhi adalah berupa basil gram negatif, bergerak dengan rambut getar,
tidak berspora, dan mempunyai tiga macam antigen yaitu antigen O (somatik yang
terdiri atas zat kompleks lipopolisakarida), antigen H (flegella), dan antigen VI.
Dalam serum penderita, terdapat zat (aglutinin) terhadap ketiga macam antigen
tersebut. Kuman tumbuh pada suasana aerob dan fakultatif anaerob pada suhu 1541C (optimum 37C) dan pH pertumbuhan 6-8. Faktor pencetus lainnya adalah
lingkungan, sistem imun yang rendah, feses, urin, makanan/minuman yang
terkontaminasi, fomitus, dan lain sebagainya.

C.

Manifestasi klinis
Menurut ngastiyah (2005: 237), demam thypoid pada anak biasanya lebih
ringan daripada orang dewasa. Masa tunas 10-20 hari, yang tersingkat 4 hari jika
infeksi terjadi melalui makanan, sedangkan jika melalui minuman yang terlama
30 hari. Selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala prodromal, perasaan

tidak enak badan, lesu, nyeri, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat,
kemudian menyusul gejala klinis yang biasanya ditemukan, yaitu:
1. Demam
Pada kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu bersifat febris remitten dan
suhu tidak tinggi sekali. Minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur naik
setiap hari, menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari.
Dalam minggu ketiga suhu berangsur turun dan normal kembali.
2. Gangguan pada saluran pencernaan
Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah
(ragaden). Lidah tertutup selaput putih kotor (coated tongue), ujung dan tepinya
kemerahan. Pada abdomen dapat ditemukan keadaan perut kembung. Hati dan
limpa membesar disertai nyeri dan peradangan.
3. Gangguan kesadaran
Umumnya kesadaran pasien menurun, yaitu apatis sampai samnolen. Jarang
terjadi supor, koma atau gelisah (kecuali penyakit berat dan terlambat
mendapatkan pengobatan). Gejala lain yang juga dapat ditemukan pada punggung
dan anggota gerak dapat ditemukan reseol, yaitu bintik-bintik kemerahan karena
emboli hasil dalam kapiler kulit, yang ditemukan pada minggu pertama demam,
kadang-kadang ditemukan pula trakikardi dan epistaksis.
4. Relaps
Relaps (kambuh) ialah berulangnya gejala penyakit demam thypoid, akan tetap
berlangsung ringan dan lebih singkat. Terjadi pada minggu kedua setelah suhu
badan normal kembali, terjadinya sukar diterangkan. Menurut teori relaps terjadi
karena terdapatnya basil dalam organ-organ yang tidak dapat dimusnahkan baik
oleh obat maupun oleh zat anti.

D.

Patofisiologi
1. Kuman masuk ke dalam mulut melalui makanan atau minuman yang tercemar
oleh salmonella (biasanya >10.000 basil kuman). Sebagian kuman dapat

dimusnahkan oleh asam hcl lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus. Jika
respon imunitas humoral mukosa (igA) usus kurang baik, maka basil salmonella
akan menembus sel-sel epitel (sel m) dan selanjutnya menuju lamina propia dan
berkembang biak di jaringan limfoid plak peyeri di ileum distal dan kelejar getah
bening mesenterika.
2. Jaringan limfoid plak peyeri dan kelenjar getah bening mesenterika mengalami
hiperplasia. Basil tersebut masuk ke aliran darah (bakterimia) melalui ductus
thoracicus dan menyebar ke seluruh organ retikulo endotalial tubuh, terutama hati,
sumsum tulang, dan limfa melalui sirkulasi portar dari usus.
3. Hati membesar (hepatomegali) dengan infiltrasi limfosit, zat plasma, dan sel
mononuclear. Terdapat juga nekrosis fokal dan pembesaran limfa (splenomegali).
Di organ ini, kuman salmonlla thypi berkembang biak dan masuk sirkulasi darah
lagi, sehingga mengakibatkan bakterimia kedua yang disertai tanda dan gejala
infeksi sistemik (demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut, instabilitas
vaskuler, dan gangguan mental koagulasi).
4. Pendarahan saluran cerna terjadi akibat erosi pembuluh darah di sekitar plak
peyeri yang sedang mengalami nekrosis dan hiperplasia. Proses patologis ini
dapat berlangsung hingga ke lapisan otot, serosa usus, dan mengakibatkan
perforasi usus. Endotoksin basil menempel di reseptor sel endotel kapiler dan
dapat

mengakibatkan

komplikasi,

seperti

gangguan

neuropsikiatrik

kardiovaskuler, pernapasan, dan gangguan organ lainnya. Pada minggu pertama


timbulnya penyakit, terjadi hyperplasia plak peyeri. Disusul kemudian, terjadi
nekrosis pada minggu kedua dan ulserasi plak peyeri pada minggu ketiga.
Selanjutnya, dalam minggu ke empat akan terjadi proses penyembuhan ulkus
dengan meninggalkan sikatriks (jaringan parut).
Sedangkan penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai
cara, yang dikenal dengan 5F yaitu Food(makanan), Fingers(jari tangan/kuku),
Fomitus (muntah), Fly(lalat), dan melalui Feses.
E.

Komplikasi
1. Komplikasi intestinal

a. Perdarahan usus
b. Perporasi usus
c. Ilius paralitik
2. Komplikasi extra intestinal
a. Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi (renjatan sepsis), miokarditis,
trombosis, tromboplebitis.
b. Komplikasi darah : anemia hemolitik, trobositopenia, dan syndroma uremia
hemolitik.
c. Komplikasi paru : pneumonia, empiema, dan pleuritis.
d. Komplikasi pada hepar dan kandung empedu : hepatitis, kolesistitis.
e. Komplikasi ginjal : glomerulus nefritis, pyelonepritis dan perinepritis.
f. Komplikasi pada tulang : osteomyolitis, osteoporosis, spondilitis dan arthritis.
g. Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningiusmus, meningitis, polineuritis
perifer, sindroma Guillain bare dan sidroma katatonia.
F.

Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid adalah pemeriksaan
laboratorium, yang terdiri dari :
1. Pemeriksaan leukosit
Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat
leukopenia dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah
sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada
sediaan darah tepi berada pada batas-batas normal bahkan kadang-kadang terdapat
leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu,
pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna untuk diagnosa demam typhoid.
2. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi
dapat kembali normal setelah sembuhnya typhoid.
3. Biakan darah

Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila
biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid.
Hal ini dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari beberapa faktor :
1. Teknik pemeriksaan laboratorium
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang lain, hal
ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang digunakan. Waktu
pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam tinggi yaitu pada saat
bakteremia berlangsung.
2. Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit
Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu pertama
dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh
biakan darah dapat positif kembali.
3. Vaksinasi di masa lampau
Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat menimbulkan
antibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia sehingga
biakan darah negatif.
4. Pengobatan dengan obat anti mikroba
Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti mikroba
pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan mungkin
negatif.
4. Uji widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi
(aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam
serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan.
Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah
dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk
menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita
typhoid. Akibat infeksi oleh salmonella thypi, klien membuat antibodi atau
aglutinin yaitu :
a. Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh
kuman).

b. Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel


kuman).
c. Aglutinin VI, yang dibuat karena rangsangan antigen VI (berasal dari simpai
kuman)
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan
titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita
typhoid.
G.

Terapi dan pengobatan


1. Perawatan
a. Klien diistirahatkan 7 hari sampai demam tulang atau 14 hari untuk mencegah
komplikasi perdarahan usus.
b. Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya tranfusi bila ada
komplikasi perdarahan.
2. Diet
a. Diet yang sesuai, cukup kalori dan tinggi protein
b. Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.
c. Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim.
d. Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam selama 7 hari.
3. Obat-obatan
Antibiotika umum digunakan untuk mengatasi penyakit thypoid. Waktu
penyembuhan bisa makan waktu 2 minggu hingga satu bulan. Antibiotika, seperti
ampicillin, kloramfenikol, trimethoprim sulfamethoxazole, dan ciproloxacin
sering digunakan untuk merawat demam tipoid di negara-negara barat. Obat-obat
antibiotik adalah
a. Kloramfenikol diberikan dengan dosis 50 mg/kg BB/hari, terbagi dalam 3-4 kali
pemberian, oral atau intravena, selama 14 hari.
b. Bilamana terdapat indikasi kontra pemberian kloramfenikol, diberi ampisilin
dengan dosis 200 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3-4 kali. Pemberian intravena saat
belum dapat minum obat, selama 21 hari.

c. amoksisilin amoksisilin dengan dosis 100 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3-4 kali.
Pemberian oral/intravena selama 21 hari.
d. kotrimoksasol dengan dosis (tmp) 8 mg/kbBB/hari terbagi dalam 2-3 kali
pemberian, oral, selama 14 hari.
e. Pada kasus berat, dapat diberi ceftriakson dengan dosis 50 mg/kg BB/kali dan
diberikan 2 kali sehari atau 80 mg/kg BB/hari, sekali sehari, intravena, selama 5-7
hari.
f.

Pada kasus yang diduga mengalami MDR, maka pilihan antibiotika adalah
meropenem, azithromisin dan fluoroquinolon.
Bila tak terawat, demam thypoid dapat berlangsung selama tiga minggu
sampai sebulan. Kematian terjadi antara 10% dan 30% dari kasus yang tidak
terawat. Vaksin untuk demam thypoid tersedia dan dianjurkan untuk orang yang
melakukan perjalanan ke wilayah penyakit ini biasanya berjangkit (terutama di
Asia, Afrika, dan Amerika Latin).
Pengobatan penyulit tergantung macamnya. Untuk kasus berat dan dengan
manifestasi nerologik menonjol, diberi Deksametason dosis tinggi dengan dosis
awal 3 mg/kg BB, intravena perlahan (selama 30 menit). Kemudian disusul
pemberian dengan dosis 1 mg/kg BB dengan tenggang waktu 6 jam sampai 7 kali
pemberian. Tatalaksana bedah dilakukan pada kasus-kasus dengan penyulit
perforasi usus.

H.

Asuhan keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, suku/bangsa, agama,
status perkawinan, tanggal masuk rumah sakit, nomor register dan diagnosa
medik.

b. Keluhan utama
Keluhan utama demam thypoid adalah panas atau demam yang tidak turun-turun,
nyeri perut, pusing kepala, mual, muntah, anoreksia, diare serta penurunan
kesadaran.
c. Riwayat penyakit sekarang
Peningkatan suhu tubuh karena masuknya kuman salmonella typhi ke dalam
tubuh.
d. Riwayat penyakit dahulu
Apakah sebelumnya pernah sakit demam thypoid.
e. Riwayat penyakit keluarga
Apakah keluarga pernah menderita hipertensi, diabetes melitus.
f. Pola-pola fungsi kesehatan
1) Pola nutrisi dan metabolisme
Klien akan mengalami penurunan nafsu makan karena mual dan muntah saat
makan sehingga makan hanya sedikit bahkan tidak makan sama sekali.
2) Pola eliminasi
Klien dapat mengalami konstipasi oleh karena tirah baring lama. Sedangkan
eliminasi urine tidak mengalami gangguan, hanya warna urine menjadi kuning
kecoklatan. Klien dengan demam thypoid terjadi peningkatan suhu tubuh yang
berakibat keringat banyak keluar dan merasa haus, sehingga dapat meningkatkan
kebutuhan cairan tubuh.
3) Pola aktivitas dan latihan
Aktivitas klien akan terganggu karena harus tirah baring total, agar tidak terjadi
komplikasi maka segala kebutuhan klien dibantu.
4) Pola tidur dan istirahat
Pola tidur dan istirahat terganggu sehubungan peningkatan suhu tubuh.
5) Pola persepsi dan konsep diri

Biasanya terjadi kecemasan pada orang tua terhadap keadaan penyakit anaknya.
6) Pola sensori dan kognitif
Pada penciuman, perabaan, perasaan, pendengaran dan penglihatan umumnya
tidak mengalami kelainan serta tidak terdapat suatu waham pada klien.
7) Pola hubungan dan peran
Hubungan dengan orang lain terganggu sehubungan klien di rawat di rumah sakit
dan klien harus bed rest total.
8) Pola penanggulangan stress
Biasanya orang tua akan nampak cemas
g. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Didapatkan klien tampak lemah, suhu tubuh meningkat 38 410C, muka
kemerahan.
2) Tingkat kesadaran
Dapat terjadi penurunan kesadaran (apatis).
3) Sistem respirasi
Pernafasan rata-rata ada peningkatan, nafas cepat dan dalam dengan gambaran
seperti bronchitis.
4) Sistem kardiovaskuler
Terjadi penurunan tekanan darah, bradikardi relatif, hemoglobin rendah.
5) Sistem integumen
Kulit kering, turgor kulit menurun, muka tampak pucat, rambut agak kusam
6) Sistem gastrointestinal
Bibir kering pecah-pecah, mukosa mulut kering, lidah kotor (khas), mual, muntah,
anoreksia, dan konstipasi, nyeri perut, perut terasa tidak enak, peristaltik usus
meningkat.
7) Sistem muskuloskeletal
Klien lemah, terasa lelah tapi tidak didapatkan adanya kelainan.
8) Sistem abdomen

Saat palpasi didapatkan limpa dan hati membesar dengan konsistensi lunak serta
nyeri tekan pada abdomen. Pada perkusi didapatkan perut kembung serta pada
auskultasi peristaltik usus meningkat.
2. Diagnosa keperawatan
a. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses peradangan usus halus
b. Kurangnya volume cairan berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh, intake
cairan peroral yang kurang (mual, muntah)
c. Gangguan pola eliminasi berhubungan dengan proses peradangan pada usus halus
d. Perubahan nutrisi kurang dari yang dibutuhkan tubuh berhubungan dengan mual,
muntah, anoreksia
e. Intoleransi aktivitas terutama dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari dalam hal
nutrisi, eliminasi, personal hygiene berhubungan dengan kelemahan dan
imobilisasi
f. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan proses peradangan.
g. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri, demam
h. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai oksigen
dengan kebutuhan, dispnea.
i. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan penurunan kesadaran
j. Kelemahan berhubungan dengan intake inadekuat, tirah baring
k. Kecemasan orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit
dan kondisi anaknya.
3. Implementasi
a. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses peradangan usus halus
Tujuan : suhu tubuh kembali normal
Kriteria hasil ;
1) Tidak demam
2) Tanda-tanda vital dalam batas normal
Intervensi:
1) Observasi tanda-tanda vital terutama suhu tubuh tiap 2 4 jam.

R/: Mengetahui keadaan umum pasien


2) Berikan kompres dingin.
R/: Mengurangi peningkatan suhu tubuh
3) Atur suhu ruangan yang nyaman.
R/: Memberikan suasana yang menyenangkan dan menghilangkan ketidaknyamanan.
4) Anjurkan untuk banyak minum air putih
R/: Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan sehingga perlu diimbangi
dengan asupan cairan yang banyak
5) Kolaborasi pemberian antiviretik, antibiotik
R/: Mempercepat proses penyembuhan, menurunkan demam. Pemberian antibiotik
menghambat pertumbuhan dan proses infeksi dari bakteri
b. Kurangnya volume cairan b/d peningkatan suhu tubuh, intake cairan peroral yang
kurang (mual, muntah)
Tujuan : kebutuhan cairan terpenuhi
Kriteria hasil :
1) Tidak mual
2) Tidak demam
3) Muntah
4) Suhu tubuh dalam batas normal
Intervensi:
1) Jelaskan kepada pasien tentag pentingnya cairan
R/: Agar pasien dapat mengetahui tentang pentingnya cairan dan dapat memenuhi
kebutuhan cairan.
2) Monitor dan catat intake dan output cairan
R/: Untuk mengetahui keseimbangan intake da output cairan
3) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antiemetic
R/: Untuk mengetahui pemberian dosis yang tepat
4) Kaji tanda dan gejala dehidrasi hypovolemik, riwayat muntah, kehausan dan
turgor kulit

R/: Hipotensi, takikardia, demam dapat menunjukkan respon terhadap dan atau efek
dari kehilangan cairan
5) Observasi adanya tanda-tanda syok, tekanan darah menurun, nadi cepat dan
lemah
R/: Agar segera dilakukan tindakan/ penanganan jika terjadi syok
6) Berikan cairan peroral pada klien sesuai kebutuhan
R/: Cairan peroral akan membantu memenuhi kebutuhan cairan
7) Anjurkan kepada orang tua klien untuk mempertahankan asupan cairan secara
dekuat
R/: Asupan cairan secara adekuat sangat diperlukan untuk menambah volume cairan
tubuh

8) Kolaborasi pemberian cairan intravena


R/: Pemberian intravena sangat penting bagi klien untuk memenuhi kebutuhan cairan
yang hilang
c. Gangguan pola eliminasi b/d proses peradangan pada usus halus
Tujuan : pola eliminasi sesuai dengan kebiasaan sehari-hari
Kriteria hasil : konsistensi normal
Intervensi:
1) Kaji pola eliminasi pasien
R/: Untuk mengetahui output dan dapat ditentukan intake yang sesuai
2) Berikan minuman oralit
R/: Untuk menyeimbangkan elektrolit
3) Kolaborasi dengan dokter dalam obat
R/ : Untuk mengetahui dosis yang tepat menghentikan diare
4) Auskultasi bising usus
R/: Penurunan menunjukkan adanya obstruksi statis akibat inflamasi, penumpukan
fekalit
5) Selidiki keluhan nyeri abdomen

R/: Berhubungan dengan distensi gas


6) Observasi gerakan usus, perhatikan warna, konsistensi, dan jumlah feses
R/: Indikator kembalinya fungsi gi, mengidentifikasi ketepatan intervensi
7) Anjurkan makan makanan lunak, buah-buahan yang merangsang bab
R/: Mengatasi konstipasi yang terjadi
8) Kolaborasi berikan pelunak feses, supositoria sesuai indikasi
R/: Mungkin perlu untuk merangsang peristaltik dengan perlahan

d. Perubahan nutrisi kurang dari yang dibutuhkan tubuh b/d mual, muntah, anoreksia
Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil :
1) Tidak demam
2) Mual berkurang
3) Tidak ada muntah
4) Porsi makan tidak dihabiskan
Intervensi:
1) Berikan makanan yang tidak merangsang saluran cerna, dan sajikan dalam
keadaan hangat
R/: Untuk menimbulkan selera pasien dan mengembalikan status nutrisi
2) Monitor dan catat makanan yang dihabiskan pasien
R/ : Untuk mengetahui keseimbangan haluaran dan masukan
3) Kaji kemampuan makan klien
R/: Untuk mengetahui perubahan nutrisi klien dan sebagai indikator intervensi
selanjutnya
4) Berikan makanan dalam porsi kecil tapi sering
R/: Memenuhi kebutuhan nutrisi dengan meminimalkan rasa mual dan muntah
5) Beri nutrisi dengan diet lunak, tinggi kalori tinggi protein
R/: Memenuhi kebutuhan nutrisi adekuat
6) Anjurkan kepada orang tua klien/keluarga untuk memberikan makanan yang
disukai

R/: Menambah selera makan dan dapat menambah asupan nutrisi yang dibutuhkan
klien
7) Anjurkan kepada orang tua klien/keluarga untuk menghindari makanan yang
mengandung gas/asam, peda
R/: Dapat meningkatkan asam lambung yang dapat memicu mual dan muntah dan
menurunkan asupan nutrisi

8) Kolaborasi berikan antiemetik, antasida sesuai indikasi


R/: Mengatasi mual/muntah, menurunkan asam lambung yang dapat memicu
mual/muntah
e. Intoleransi aktivitas terutama dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari dalam hal
nutrisi, eliminasi, personal hygiene b/d kelemahan dan imobilisasi
Tujuan : kebutuhan sehari-hari terpenuhi setelah diberi tindakan keperawatan
Kriteria hasil :
1) Pasien mengatakan tidak lemah
2) Tampak rileks
Intervensi:
1) Kaji kemampuan pasien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari
R/ : Untuk mengetahui tingkat kemampuan pasien
2) Bantu pasien dalam melakukan aktivitas
R/ : Agar kebutuhan pasien dapat terpenuhi
f. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan proses peradangan
Tujuan : nyeri hilang/berkuran
Kriteria hasil

1) Tidak ada keluhan nyeri


2) Wajah tampak tampak rileks
3) Ttv dalam batas normal
Intervensi:

1) Kaji tingkat nyeri, lokasi, sifat dan lamanya nyeri


R/: Sebagai indikator dalam melakukan intervensi selanjutnya dan untuk mengetahui
sejauh mana nyeri dipersepsikan.
2) Berikan posisi yang nyaman sesuai keinginan klien.
R/: Posisi yang nyaman akan membuat klien lebih rileks sehingga merelaksasikan
otot-otot.
3) Ajarkan tehnik nafas

dalam

R/: Tehnik nafas dalam dapat merelaksasi otot-otot sehingga mengurangi nyeri
4) Ajarkan kepada orang tua untuk menggunakan tehnik relaksasi misalnya
visualisasi, aktivitas hiburan yang tepat
R/: Meningkatkan relaksasi dan pengalihan perhatian
5) Kolaborasi obat-obatan analgetik
R/: Dengan obat analgetik akan menekan atau mengurangi rasa nyeri
g. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri, demam
Tujuan : pola tidur efektif
Kriteria hasil

1) Melaporkan tidur nyenyak


2) Klien tidur 8-10 jam semalam
3) Klien tampak segar
Intervensi:
1) Kaji pola tidur klien
R/: Mengetahui kebiasaan tidur klien, mengetahui gangguan yang dialami,
memudahkan intervensi selanjutnya
2) Berikan bantal yang nyaman
R/: Meningkatkan kenyamanan meningkatkan pemenuhan istirahat tidur
3) Berikan lingkungan yang nyaman, batasi pengunjung
R/: Mengurangi stimulus yang dapat mengganggu istirahat tidur

4) Anjurkan untuk melakukan teknik relaksasi nafas dalam/masase punggung


sebelum tidur
R/: Meningkatkan relaksasi menstimulasi istirahat tidur yang nyaman
h. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai oksigen
dengan kebutuhan, dispnea.
Tujuan : jam pola napas efektif
Kriteria hasil :
1) Pola napas efektif
2) Tidak terdapat pernapasan cuping hidung
3) Tidak ada keluhan sesak
4) Frekuensi pernapasan dalam batas normal
Intervensi:
1) Kaji frekuensi, kedalaman, dan upaya pernapasan
R/: Pernapasan dangkal, cepat/dispnea sehubungan dengan peningkatan kebutuhan
oksigen
2) Selidiki perubahan kesadaran
R/: Perubahan mental dapat menunjukkan hipoksemia dan gagal pernapasan
3) Pertahankan kepala tempat tidur tinggi. Posisi miring
R/: Memudahkan pernapasan dengan menurunkan tekanan pada diafragma
4) Dorong penggunaan teknik napas dalam
R/: Membantu memaksimalkan ekspansi paru
5) Kolaborasi berikan tambahan okseigen sesuai indikasi
R/ : Perlu untuk mengatasi/mencegah hipoksia.

i. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan penurunan kesadaran


Tujuan

: persepsi sensori dipertahankan

Kriteria hasil

1) Tidak terjadi gangguan kesadaran


Intervensi:
1) Kaji status neurologis
R/: Perubahan endotoksin bakteri dapat merubah elektrofisiologis otak
2) Istirahatkan hingga suhu dan tanda-tanda vital stabil
R/: Istirahat yang cukup mampu membantu memulihkan kondisi pasien
3) Hindari aktivitas yang berlebihan
R/: Aktivitas yang berlebihan mampu memperburuk kondisi dan meningkatkan resiko
cedera
4) Kolaborasi kaji fungsi ginjal/elektrolit
R/: Ketidakseimbangan mempengaruhi fungsi otak dan memerlukan perbaikan
sebelum intervensi terapeutik dapat dimulai
j. Kelemahan berhubungan dengan intake inadekuat, tirah baring
Tujuan

: Tidak terjadi kelemahan

Kriteria hasil

1) Klien mampu melakukan aktivitas sehari-sehari secara mandiri


Intervensi:
1) Kaji tingkat intoleransi klien
R/: Menetapkan intervensi yang tepat
2) Anjurkan keluarga untuk membantu memenuhi aktivitas kebutuhan sehari-hari
R/: Mengurangi penggunaan energi yang berlebihan
3) Bantu mengubah posisi tidur minimal tiap 2 jam
R/: Mencegah dekubitus karena tirah baring dan meningkatkan kenyamanan
4) Tingkatkan kemandirian klien yang dapat ditoleransi
R/: Meningkatkan aktivitasringan dan mendorong kemandirian sejak dini
k. Kecemasan orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit
dan kondisi anaknya.
Tujuan
Kriteria hasil

: kecemasan teratasi
:

1) ekspresi tenang
2) orang tua klien tidak lagi sering bertanya tentang kondisi anaknya
intervensi:
1) Kaji tingkat kecemasan yang dialami orang tua klien
R/: Untuk mengeksplorasi rasa cemas yang dialami oleh orang tua klien yang menjadi
indikaor untuk menentukan intervensi selanjutnya
2) Beri penjelasan pada orang tua klien tentang penyakit anaknya
R/: Meningkatkan pengetahuan orang tua klien tentang penyakit anaknya
3) Beri kesempatan pada orang tua untuk mengungkapkan perasaannya
R/: Mendengarkan keluhan orang tua agar merasa lega dan merasa diperhatikan
sehingga beban yang dirasakan berkurang
4) Libatkan orang tua klien dalam rencana keperawatan terhadap anaknya
R/: Keterlibatan orang tua dalam perawatan anaknya dapat mengurangi kecemasan

5) Berikan dorongan spiritual


R/: Meyakinkan orang tua klien bahwa selain perawatan/ pengobatan masih ada yang
lebih kuasa yang dapat menyembuhkan

Daftar Pustaka

Arif mansjoer, dkk. 2000. Kapita selekta kedokteran. Penerbit

media aesculapius.

Jakarta : fkui
Donna l.wong, dkk. 2002 .buku ajar leperawatan pediatrik ed 6. Jakarta : egc
Herdman t. Heather. 2010. Diagnosis keperawatan. Jakarta : egc
Wong, dona l. 2008. Buku ajar keperawatan pediatrik. Jakarta : egc
Http://julismuharram.blogspot.com/
Http://ismiodewade.blogspot.com/2013/10/asuhan-keperawatan-anak-dengandemam.html

http://fahrinnizami.blogspot.com/2014/11/laporan-pendahuluanasuhan-keperawatan.html

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN DEMAM


THYPPOID DI RUMAH SAKIT SYEKH YUSUF GOWA

LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN DEMAM
THYPPOID
DI RUMAH SAKIT SYEKH YUSUF GOWA

OLEH
ISMI
14220100220
CI LAHAN
INSTITUSI

CI

(..)
(.....)

PRAKTIK KLINIK PROGRAM AKADEMIK


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2013
LAPORAN PENDAHULUAN
DEMEM THYPOID
A. DEFENISI
Demam tifoid (enteric fever) adalah penyakit infeksi akut yang
biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang
lebih dari satu minggu, gangguan pada pencernaan, dan gangguan
kesadaran (Nursalam dkk.,2005, hal 152).
Demam tifoid merupakan penyakti infeksi akut pada usus halus
dengan gejala demam satu minggu atau lebih desertai gangguan pada
saluran

pencernaan

dengan

atau

tanpa

gangguan

kesadaran.

(Rampengan, 2007).
Demam typoid adalah penyakit demam akut yang disebabkan
oleh infeksi salmonella typhi. ( Ovedoff, 2002: 514).
B. ETIOLOGI
Etiologi demam tifoid adalah salmonella typhi yang berhasil di
isolasi pertama kali dari seorang pasien demam typhoid oleh Geffkey di
Jerman pada tahun 1884.mikroorganisme ini merupakan bakteri gram
negative yang motil, bersifat aerob dan tidak membentuk spora.salmonella
typhi, dapat tumbuh dalam semua media, pada media yang selektif bakteri
ini
memfermentasi
glukosa
dan
manosa,tetapi
tidak
dapat
mempermentasikan laktosa.
Bakteri ini mempunyai beberapa komponen antigen yaitu :
a. Antigen dinding sel (O) yang merupakan lipop[olisakarida dan berifat
sfesifik group.
b. Antigen flagella (H) yang merupakan komponen protein berada dalam
flagella dan bersifat
spesifik spesies.

c. Antigen virulen (Vi) merupakan polisakarida dan berada di kapsul yang


melindungi seluruh permukaan sel.
d. Outer Membrane protein (OMP), Antigen OMP S. typhi merupakan
bagian dari dinding terluar yang terletak di luar membran sitoplasma dan
lapisan peptidoglikan yang membatasi sel dengan lingkungan
sekitarnya.OMP berfungsi sebagai barier fisik yang mengendalikan zat
dan cairan kedalam membrane sitoplasma.
Salmonella thypi hanya dapat hidup pada tubuh manusia maupun
suhu yang lebih rendah sedikit serta mati pada suhu 700 0C dan
antiseptik.. sumber penularan berasal dari tinja dan urine karier, dari
penderita pada fase akut dan penderita dalam fase penyembuhan.
(Soegeng Soegijanto, 2002)
C. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Ngastiyah (2005: 237), demam typoid pada anak
biasanya lebih ringan daripada orang dewasa. Masa tunas 10-20 hari,
yang tersingkat 4 hari jika infeksi terjadi melalui makanan, sedangkan jika
melalui minuman yang terlama 30 hari. Selama masa inkubasi mungkin
ditemukan gejala prodromal, perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri, nyeri
kepala, pusing dan tidak bersemangat, kemudian menyusul gejala klinis
yang biasanya ditemukan, yaitu:

Demam

Pada kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu bersifat febris


remitten dan suhu tidak tinggi sekali. Minggu pertama, suhu tubuh
berangsur-angsur naik setiap hari, menurun pada pagi hari dan meningkat
lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu ketiga suhu berangsur
turun dan normal kembali.

Gangguan Pada Saluran Pencernaan

Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecahpecah (ragaden). Lidah tertutup selaput putih kotor (coated tongue), ujung
dan tepinya kemerahan. Pada abdomen dapat ditemukan keadaan perut
kembung. Hati dan limpa membesar disertai nyeri dan peradangan.

Gangguan Kesadaran

Umumnya kesadaran pasien menurun, yaitu apatis sampai samnolen.


Jarang terjadi supor, koma atau gelisah (kecuali penyakit berat dan

terlambat mendapatkan pengobatan). Gejala lain yang juga dapat


ditemukan, pada punggung dan anggota gerak dapat ditemukan reseol,
yaitu bintik-bintik kemerahan karena emboli hasil dalam kapiler kulit, yang
ditemukan pada minggu pertama demam, kadang-kadang ditemukan pula
trakikardi dan epistaksis.

Relaps

Relaps (kambuh) ialah berulangnya gejala penyakit demam typoid, akan


tetap berlangsung ringan dan lebih singkat. Terjadi pada minggu kedua
setelah suhu badan normal kembali, terjadinya sukar diterangkan.
Menurut teori relaps terjadi karena terdapatnya basil dalam organ-organ
yang tidak dapat dimusnahkan baik oleh obat maupun oleh zat anti.
D. PATOFISIOLOGI
Transmisi terjadi melalui makanan dan minuman yang
terkontaminasi urin/feses dari penderita tifus akut dan para pembawa
kuman/karier. Selama masa inkubasi penderita tetap dalam keadaan
asimtomatis. Empat F (Finger, Files, Fomites dan fluids) dapat
menyebarkan kuman kemakanan, susu, buah dan sayuran yang sering
dimakan tanpa dicuci/dimasak sehingga dapat terjadi penularan penyakit.
Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara,
yangdikenal dengan 5 F yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan /
kuku), Fomitus(muntah), Fly (lalat), dan melalui Feses.
Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan
kuman salmonellathypi kepada orang lain. Kuman tersebut dapat
ditularkan melalui perantara lalat,dimana lalat akan hinggap dimakanan
yang akan dimakan oleh orang yang sehat. Apabila orang tersebut kurang
memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencucitangan dan makanan
yang tercemar kuman salmonella thypi masuk ke tubuh orangyang sehat
melalui mulut. Kemudian kuman masuk ke dalam lambung, sebagian
kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk
ke usushalus bagian distal dan mencapai jaringan limpoid. setelah berada
dalam usus halus mengadakan invasi ke jaringan limfoid usus halus
(terutama plak peyer) dan jaringan limfoid mesenterika. Setelah
menyebabkan peradangan dan nekrosis setempat kuman lewat pembuluh
limfe masuk ke darah (bakteremia primer) menuju organ retikuloendotelial
sistem (RES) terutama hati dan limpa. Di tempat ini kuman difagosit oleh
sel-sel fagosit retikuloendotelial sistem (RES) dan kuman yang tidak
difagosit berkembang biak.

Pada akhir masa inkubasi 5-9 hari kuman kembali masuk ke darah
menyebar ke seluruh tubuh (bakteremia sekunder) dan sebagian kuman
masuk ke organ tubuh terutama limpa, kandung empedu yang selanjutnya
kuman tersebut dikeluarkan kembali dari kandung empedu ke rongga
usus dan menyebabkan reinfeksi usus. Dalam masa bakteremia ini kuman
mengeluarkan endotoksin. Endotoksin ini merangsang sintesa dan
pelepasan zat pirogen oleh lekosit pada jaringan yang meradang.
Selanjutnya zat pirogen yang beredar di darah mempengaruhi pusat
termoregulator di hipothalamus yang mengakibatkan timbulnya gejala
demam.
Makrofag pada pasien akan menghasilkan substansi aktif yang
disebut monokines yang menyebabkan nekrosis seluler dan merangsang
imun sistem, instabilitas vaskuler, depresi sumsum tulang dan panas.
Infiltrasi jaringan oleh makrofag yang mengandung eritrosit, kuman,
limfosist sudah berdegenerasi yang dikenal sebagai tifoid sel. Bila sel ini
beragregasi maka terbentuk nodul terutama dalam usus halus, jaringan
limfe mesemterium, limpa, hati, sumsum tulang dan organ yang terinfeksi.
Di dalam jaringan limpoid inikuman berkembang biak, lalu masuk
ke aliran darah dan mencapai sel-selretikuloendotelial. Sel-sel
retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman kedalam sirkulasi
darah dan menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa,
usus halus dan kandung empedu.Semula disangka demam dan gejala
toksemia pada typhoid disebabkan olehendotoksemia. Tetapi berdasarkan
penelitian eksperimental disimpulkan bahwaendotoksemia bukan
merupakan penyebab utama demam pada typhoid.Endotoksemia
berperan pada patogenesis typhoid, karena membantu prosesinflamasi
lokal pada usus halus. Demam disebabkan karena salmonella thypi
danendotoksinnya merangsang sintetis dan pelepasan zat pirogen oleh
leukosit pada jaringan yang meradang.
E. PENYIMPANGAN KDM

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid adalah pemeriksaan
laboratorium, yang terdiri dari :
1. Pemeriksaan leukosit
Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat
leukopenia dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia
tidaklah sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah
leukosit pada sediaan darah tepi berada pada batas-batas normal bahkan
kadang-kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau
infeksi sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan jumlah leukosit tidak
berguna untuk diagnosa demam typhoid.

2. Pemeriksaan SGOT dan SGPT


SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi
dapat kembali normal setelah sembuhnya typhoid.
3. Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila
biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam
typhoid. Hal ini dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari beberapa
faktor :

Teknik pemeriksaan Laboratorium

Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang


lain, hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang
digunakan. Waktu pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam
tinggi yaitu pada saat bakteremia berlangsung.

Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit

Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu


pertama dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada
waktu kambuh biakan darah dapat positif kembali.

Vaksinasi di masa lampau

Vaksinasi

terhadap

demam

typhoid

di

masa

lampau

dapat

menimbulkan antibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan


bakteremia sehingga biakan darah negatif.

Pengobatan dengan obat anti mikroba

Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti


mikroba pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil
biakan mungkin negatif.
4. Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi
(aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat
dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah
divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi

salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari


uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien
yang disangka menderita typhoid. Akibat infeksi oleh salmonella thypi,
klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu :

Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari

tubuh kuman).

Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari

flagel kuman).

Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari

simpai kuman)
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan
titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita
typhoid.
A. TERAPI DAN PENGOBATAN
a. Perawatan.
Klien diistirahatkan 7 hari sampai demam tulang atau 14 hari untuk
mencegah komplikasi perdarahan usus.
Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya
tranfusi bila ada komplikasi perdarahan.
b. Diet.
- Diet yang sesuai ,cukup kalori dan tinggi protein
- Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.
- Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim.
Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam
selama 7 hari.
c. Obat-obatan.
- Klorampenikol
Keuntungannya adalah dapat menurunkan panas dengan cepat,
harga murah,masa toksik lebih singkat, gejala / keluhan lebih
cepat
hilang,
menurunkankomplikasi.Indikasi
penggunaan
kloramfenikol adalah :
a. Typus yang pertama, bukan yang relaps / karier
b. T i d a k a d a p e n s i t o p e n i
c. L e k o s i t > 3 0 0 0 / m m 4 . W a n i t a t i d a k h a m i l ( k a r e n a
d a p a t s e b a b k a n Gray Baby Sindrom)Dosis yang dianjurkan adalah
50-100 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3 dosis. Jika tidak bisa peroral
maka diberikan secara iv dengan dosis 50 mg, neonates

- Tiampenikol
M e m p u n ya i e f e k y a n g s a m a d e n g a n k l o r a m f e n i k o l ,
m e n g i n g a t s u s u n a n kimianya hampir sama, hanya komplikasi
hematogen pada tiamfenikol lebih jarang dilaporkan.Dosis oral yang
dianjurkan 50-100 mg/KgBB/hari dibagi dalam 3-4 dosis.Indikasi untuk
pengobatan demam tifoid relaps / karier (sebab disekrasikan lewat
empedu dalam bentuk aktif)
- Kotrimoxazol
Efektifitasnya terhadap demam tyiphoid masih banyak yang controversial.
kelebihan kotrimoxaol antara lain dapat digunakan d a p a t d i g u n a k a n
u n t u k k a s u s y a n g resisten terhadap kloramfenikol.Penyerapan di usus
cukup baik, kemungkinantimbulnya kekambuhan pengobatan lebih kecil
dibandingkan kloramfenikol. K e l e m a h a n
obat
ini
adalah
t e r j a d i n y a s k i n r a s h ( 1 - 5 % ) , S t e v e n t J h o n s o n Sindrom,
Agranulositosis, Trombositopeni, Megaloblastik anemia. Hemolisiseritrosit
terutama pada penderita defesiensi G6PD. D o s i s o r a l o b a t i n i
a d a l a h 3 0 - 4 0 m g / K g / K g B B / h a r i u n t u k t r i m e t r o p r i m , diberikan
dalam 2 kali pemberiaan
- Amoxilin dan ampicillin
Ampisilin utamanya lebih lambat menurunkan demam bila
d i b a n d i n g k a n dengan klorampenikol, tetapi lebih efektif untuk
mengobati karier serta kurngt o k s i k . K e l e m a h a n n y a
dapat
terjadi
skinrash(3-18%),diare
( 1 1 % ) . Amoksisilin
mempunyai daya anti bakteri yang sama dengan ampisilin,
tetapi p e n y e r a p a n p e r o r a l l e b i h b a i k , s e h i n g g a k a d a r o b a t
y a n g m e n c a p a i 2 k a l i lebih tinggi, timbulnya kekambuhan lebih sedikit
(2-5%) dan karier (0-5%).Dosis yang dilanjutkan pada obat ini adalah :
a) Ampisilin 100-200 mg/kgBB/hari
b) Amoksisilin 100 mg/kgBB/hari
H. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas klien
Meliputi nama,, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, suku/bangsa,
agama, status perkawinan, tanggal masuk rumah sakit, nomor register
dan diagnosa medik.
b. Keluhan utama
Keluhan utama demam tifoid adalah panas atau demam yang tidak turunturun, nyeri perut, pusing kepala, mual, muntah, anoreksia, diare serta
penurunan kesadaran.
c. Riwayat penyakit sekarang
Peningkatan suhu tubuh karena masuknya kuman salmonella typhi ke
dalam tubuh.

d. Riwayat penyakit dahul


Apakah sebelumnya pernah sakit demam tifoid.
e. Riwayat penyakit keluarga
Apakah keluarga pernah menderita hipertensi, diabetes melitus.
f. Pola-pola fungsi kesehatan
Pola nutrisi dan metabolisme
Klien akan mengalami penurunan nafsu makan karena mual dan muntah
saat makan sehingga makan hanya sedikit bahkan tidak makan sama
sekali.
Pola eliminasi
Eliminasi alvi. Klien dapat mengalami konstipasi oleh karena tirah baring
lama. Sedangkan eliminasi urine tidak mengalami gangguan, hanya
warna urine menjadi kuning kecoklatan. Klien dengan demam tifoid
terjadi peningkatan suhu tubuh yang berakibat keringat banyak keluar dan
merasa haus, sehingga dapat meningkatkan kebutuhan cairan tubuh.
Pola aktivitas dan latihan
Aktivitas klien akan terganggu karena harus tirah baring total, agar tidak
terjadi komplikasi maka segala kebutuhan klien dibantu.
Pola tidur dan istirahat
Pola tidur dan istirahat terganggu sehubungan peningkatan suhu tubuh.
Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan pada orang tua terhadap keadaan penyakit
anaknya.
Pola sensori dan kognitif
Pada penciuman, perabaan, perasaan, pendengaran dan penglihatan
umumnya tidak mengalami kelainan serta tidak terdapat suatu waham pad
klien.
Pola hubungan dan peran
Hubungan dengan orang lain terganggu sehubungan klien di rawat di
rumah sakit dan klien harus bed rest total.
Pola penanggulangan stress
Biasanya orang tua akan nampak cemas
g. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum
Didapatkan klien tampak lemah, suhu tubuh meningkat 38 410
C, muka kemerahan.
Tingkat kesadaran
Dapat terjadi penurunan kesadaran (apatis).
Sistem respirasi
Pernafasan rata-rata ada peningkatan, nafas cepat dan dalam dengan
gambaran seperti bronchitis.
Sistem kardiovaskuler
Terjadi penurunan tekanan darah, bradikardi relatif, hemoglobin rendah.

Sistem integumen
Kulit kering, turgor kullit menurun, muka tampak pucat, rambut agak
kusam
Sistem gastrointestinal
Bibir kering pecah-pecah, mukosa mulut kering, lidah kotor (khas), mual,
muntah, anoreksia, dan konstipasi, nyeri perut, perut terasa tidak enak,
peristaltik usus meningkat.
Sistem muskuloskeletal
Klien lemah, terasa lelah tapi tidak didapatkan adanya kelainan.
Sistem abdomen
Saat palpasi didapatkan limpa dan hati membesar dengan konsistensi
lunak serta nyeri tekan pada abdomen. Pada perkusi didapatkan perut
kembung serta pada auskultasi peristaltik usus meningkat.
2. Diagnosa keperawatan
1. Peningkatan suhu tubuh b/d proses peradangan usus halus
2. Kurangnya volume cairan b/d peningkatan suhu tubuh, intake cairan
peroral yang kurang (mual, muntah)
3. Gangguan pola eliminasi b/d proses peradangan pada usus halus
4. Perubahan nutrisi kurang dari yang dibutuhkan tubuh b/d mual,
muntah, anoreksia
5. Intoleransi aktivitas terutama dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari
dalam hal nutrisi, eliminasi, personal hygiene b/d kelemahan dan
imobilisasi
6. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan proses
peradangan.
7. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri, demam
8. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan ketidakseimbangan
suplai oksigen dengan kebutuhan, dispnea.
9. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan penurunan
kesadaran
10. Kelemahan berhubungan dengan intake inadekuat, tirah baring
11. Kecemasan orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan
tentang penyakit dan kondisi anaknya.
3. Implementasi
1. Peningkatan suhu tubuh b/d proses peradangan usus halus
Tujuan : Suhu tubuh kembali normal
Criteria hasil ;

- tidak demam
- tanda-tanda vital dalam batas normal
a. Observasi tanda-tanda vital terutama suhu tubuh tiap 2 4 jam.
R/ : Mengetahui keadaan umum pasien
b. Berikan kompres dingin.
R/: Mengurangi peningkatan suhu tubuh
c. Atur suhu ruangan yang nyaman.
R/ : Memberikan suasana yang menyenangkan dan menghilangkan
ketidaknyamanan.
d. Anjurkan untuk banyak minum air putih
R/: Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan sehingga perlu
diimbangi dengan asupan cairan yang banyak
e. Kolaborasi pemberian antiviretik, antibiotik
R/: Mempercepat proses penyembuhan, menurunkan demam. Pemberian
antibiotik menghambat pertumbuhan dan proses infeksi dari bakteri
2. Kurangnya volume cairan b/d peningkatan suhu tubuh, intake cairan
peroral yang kurang (mual, muntah)
Tujuan : Kebutuhan cairan terpenuhi
Criteria hasil :
- tidak mual
- tidak demam
- muntah
- suhu tubuh dalam batas normal
a. Jelaskan kepada pasien tentag pentingnya cairan
R/ : Agar pasien dapat mengetahui tentang pentingnya cairan dan
dapat memenuhi kebutuhan cairan.
b. Monitor dan catat intake dan output cairan
R/ : Untuk mengetahui keseimbangan intake da output cairan
c. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antiemetic
R/ : Untuk mengetahui pemberian dosis yang tepat
d. Kaji tanda dan gejala dehidrasi hypovolemik, riwayat muntah,
kehausan dan turgor kulit
R/: Hipotensi, takikardia, demam dapat menunjukkan respon terhadap dan
atau efek dari kehilangan cairan
e. Observasi adanya tanda-tanda syok, tekanan darah menurun, nadi
cepat dan lemah
R/: Agar segera dilakukan tindakan/ penanganan jika terjadi syok
f. Berikan cairan peroral pada klien sesuai kebutuhan
R/: Cairan peroral akan membantu memenuhi kebutuhan cairan
g. Anjurkan kepada orang tua klien untuk mempertahankan asupan
cairan secara dekuat
R/: Asupan cairan secara adekuat sangat diperlukan untuk menambah
volume cairan tubuh
h. Kolaborasi pemberian cairan intravena

R/: Pemberian intravena sangat penting bagi klien untuk memenuhi


kebutuhan cairan yang hilang
3. Gangguan pola eliminasi b/d proses peradangan pada usus halus
Tujuan : Pola eliminasi sesuai dengan kebiasaan sehari-hari
Criteria hasil : konsistensi normal
a. Kaji pola eliminasi pasien
R/ : Untuk mengetahui output dan dapat ditentukan intake yang sesuai
b. Berikan minuman oralit
R/ : Untuk menyeimbangkan elektrolit
c. Kolaborasi dengan dokter dalam obat
R/ : Untuk mengetahui dosis yang tepat menghentikan diare
d. Auskultasi bising usus
R/: Penurunan menunjukkan adanya obstruksi statis akibat inflamasi,
penumpukan fekalit
e. Selidiki keluhan nyeri abdomen
R/: Berhubungan dengan distensi gas
f. Observasi gerakan usus, perhatikan warna, konsistensi, dan jumlah
feses
R/: Indikator kembalinya fungsi GI, mengidentifikasi ketepatan intervensi
g. Anjurkan makan makanan lunak, buah-buahan yang merangsang BAB
R/: Mengatasi konstipasi yang terjadi
h. Kolaborasi Berikan pelunak feses, supositoria sesuai indikasi
R/: Mungkin perlu untuk merangsang peristaltik dengan perlahan
4. Perubahan nutrisi kurang dari yang dibutuhkan tubuh b/d mual,
muntah, anoreksia
Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi
Criteria hasil :
- tidak demam
- mual berkurang
- tidak ada muntah
- porsi makan tidak dihabiskan
a. Berikan makanan yang tidak merangsang saluran cerna, dan sajikan
dalam keadaan hangat
R/ : Untuk menimbulkan selera pasien dan mengembalikan status
nutrisi
b. Monitor dan catat makanan yang dihabiskan pasien
R/ : Untuk mengetahui keseimbangan haluaran dan masukan
c. Kaji kemampuan makan klien

R/: Untuk mengetahui perubahan nutrisi klien dan sebagai indikator


intervensi selanjutnya
d. Berikan makanan dalam porsi kecil tapi sering
R/: Memenuhi kebutuhan nutrisi dengan meminimalkan rasa mual dan
muntah
e. Beri nutrisi dengan diet lunak, tinggi kalori tinggi protein
R/: Memenuhi kebutuhan nutrisi adekuat
f. Anjurkan kepada orang tua klien/keluarga untuk memberikan makanan
yang disukai
g. R/: Menambah selera makan dan dapat menambah asupan nutrisi
yang dibutuhkan klien
h. Anjurkan kepada orang tua klien/keluarga untuk menghindari makanan
yang mengandung gas/asam, peda
R/: dapat meningkatkan asam lambung yang dapat memicu mual dan
muntah dan menurunkan asupan nutrisi
i. Kolaborasi Berikan antiemetik, antasida sesuai indikasi
R/: Mengatasi mual/muntah, menurunkan asam lambung yang dapat
memicu mual/muntah
5. Intoleransi aktivitas terutama dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari
dalam hal nutrisi, eliminasi, personal hygiene b/d kelemahan dan
imobilisasi
Tujuan : Kebutuhan sehari-hari terpenuhi setelah diberi tindakan
keperawatan
Kriteria hasil :
- pasien mengatakan tidak lemah
tampak rileks
a. Kaji kemampuan pasien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari
R/ : Untuk mengetahui tingkat kemampuan pasien
b. Bantu pasien dalam melakukan aktivitas
R/ : Agar kebutuhan pasien dapat terpenuhi
6.

Gangguan

rasa

nyaman

nyeri

berhubungan

peradangan
Tujuan : nyeri hilang/berkuran
Kriteria hasil

Tidak ada keluhan nyeri

Wajah tampak tampak rileks

TTV dalam batas normal

a. Kaji tingkat nyeri, lokasi, sifat dan lamanya nyeri

dengan

proses

R/: Sebagai indikator dalam melakukan intervensi selanjutnya dan


untuk mengetahui sejauh mana nyeri dipersepsikan.
b. Berikan posisi yang nyaman sesuai keinginan klien.
R/: Posisi yang nyaman akan membuat klien lebih rileks sehingga
merelaksasikan otot-otot.
c. Ajarkan tehnik nafas dalam
R/: Tehnik nafas dalam dapat merelaksasi otot-otot sehingga
mengurangi nyeri
d. Ajarkan kepada orang tua untuk menggunakan tehnik relaksasi
misalnya visualisasi, aktivitas hiburan yang tepat
R/: Meningkatkan relaksasi dan pengalihan perhatian
e. Kolaborasi obat-obatan analgetik
R/: Dengan obat analgetik akan menekan atau mengurangi rasa nyeri
7. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri, demam
Tujuan : pola tidur efektif
Kriteria hasil

Melaporkan tidur nyenyak

Klien tidur 8-10 jam semalam

Klien tampak segar

a. Kaji pola tidur klien


R/: Mengetahui kebiasaan tidur klien, mengetahui gangguan yang dialami,
memudahkan intervensi selanjutnya
b. Berikan bantal yang nyaman
R/: Meningkatkan kenyamanan meningkatkan pemenuhan istirahat tidur
c. Berikan lingkungan yang nyaman, batasi pengunjung
R/: Mengurangi stimulus yang dapat mengganggu istirahat tidur
d. Anjurkan untuk melakukan teknik relaksasi nafas dalam/masase
punggung sebelum tidur
R/: Meningkatkan relaksasi menstimulasi istirahat tidur yang nyaman
8. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan ketidakseimbangan
suplai oksigen dengan kebutuhan, dispnea.
Tujuan : jam pola napas efektif
Kriteria hasil :
- Pola napas efektif
- Tidak terdapat pernapasan cuping hidung
- Tidak ada keluhan sesak
- Frekuensi pernapasan dalam batas normal
a. Kaji frekuensi, kedalaman, dan upaya pernapasan
R/: Pernapasan dangkal, cepat/dispnea sehubungan dengan
peningkatan kebutuhan oksigen
b. Selidiki perubahan kesadaran
R/: Perubahan mental dapat menunjukkan hipoksemia dan gagal
pernapasan

c. Pertahankan kepala tempat tidur tinggi. Posisi miring


R/: Memudahkan pernapasan dengan menurunkan tekanan pada
diafragma
d. Dorong penggunaan teknik napas dalam
R/: Membantu memaksimalkan ekspansi paru
e. Kolaborasi Berikan tambahan okseigen sesuai indikasi
R/ :Perlu untuk mengatasi/mencegah hipoksia.
9. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan

penurunan

kesadaran
Tujuan

: persepsi sensori dipertahankan

Kriteria hasil

Tidak terjadi gangguan kesadaran

a. Kaji status neurologis


R/: Perubahan endotoksin bakteri dapat merubah elektrofisiologis
otak
b. Istirahatkan hingga suhu dan tanda-tanda vital stabil
R/: Istirahat yang cukup mampu membantu memulihkan kondisi
pasien
c. Hindari aktivitas yang berlebihan
R/: Aktivitas yang berlebihan mampu memperburuk kondisi dan
meningkatkan resiko cedera
d. Kolaborasi Kaji fungsi ginjal/elektrolit
R/: Ketidakseimbangan mempengaruhi fungsi otak dan memerlukan
perbaikan sebelum intervensi terapeutik dapat dimulai
10. Kelemahan berhubungan dengan intake inadekuat, tirah baring
Tujuan

: tidak terjadi kelemahan

Kriteria hasil

Klien mampu melakukan aktivitas sehari-sehari secara mandiri

a. Kaji tingkat intoleransi klien


R/: Menetapkan intervensi yang tepat
b. Anjurkan keluarga untuk membantu memenuhi aktivitas kebutuhan
sehari-hari
R/: Mengurangi penggunaan energi yang berlebihan
c. Bantu mengubah posisi tidur minimal tiap 2 jam
R/: Mencegah dekubitus karena tirah baring dan meningkatkan
kenyamanan
d. Tingkatkan kemandirian klien yang dapat ditoleransi
R/: Meningkatkan aktivitasringan dan mendorong kemandirian sejak
dini

11. Kecemasan orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan


tentang penyakit dan kondisi anaknya.
Tujuan
Kriteria hasil

: kecemasan teratasi
:

ekspresi tenang

Orang tua klien tidak lagi sering bertanya tentang kondisi anaknya

a. Kaji tingkat kecemasan yang dialami orang tua klien


R/: Untuk mengeksplorasi rasa cemas yang dialami oleh orang tua
klien yang menjadi indikaor untuk menentukan intervensi selanjutnya
b. Beri penjelasan pada orang tua klien tentang penyakit anaknya
R/: Meningkatkan pengetahuan orang tua klien tentang penyakit
anaknya
c. Beri kesempatan pada orang tua untuk mengungkapkan perasaannya
R/: Mendengarkan keluhan orang tua agar merasa lega dan merasa
diperhatikan sehingga beban yang dirasakan berkurang
d. Libatkan orang tua klien dalam rencana keperawatan terhadap
anaknya
R/: Keterlibatan orang tua dalam perawatan anaknya dapat
mengurangi kecemasan
e. Berikan dorongan spiritual
R/: Meyakinkan orang tua klien bahwa selain perawatan/ pengobatan
masih ada yang lebih kuasa yang dapat menyembuhkan

DAFTAR PUSTAKA

Anonim.

2007.

Demam

http://cnennisa.files.wordpress.com/2007/08/

demam-

Thypoid.
thypoid.pdf

(diakses pada tanggal 27 Januari 2012, Jam 21.00 WITA)


Arif Mansjoer, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Penerbit
Aesculapius.

Media

Jakarta : FKUI

Donna L.Wong, dkk. 2002 .Buku Ajar Leperawatan Pediatrik Ed 6.


Jakarta : EGC
Herdman T. Heather. 2010. Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC
suriadi dan Yuliani. 2001. Asuhan Keperawatan pada anak. Jakarta : Cv
Sagung Seto
Soegeng

Soegijanto.

Penatalaksanaan.

2002.

Ilmu

Penyakit

Anak,

Diagnosa

dan

Jakarta : Salemba Medika

Wilkinson M. Judith. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 7.


Jakarta : EGC
Wong, Dona L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Jakarta : EGC

ismiodewadeha
Diposkan oleh Ismi Ode Wade di 5:03:00 AM
http://ismiodewade.blogspot.com/2013/10/asuhan-keperawatan-anakdengan-demam.html

LAPORAN PENDAHULUAN

DEMAM TIFOID
Di Ruang Anggrek RSUD Kota Salatiga

Disusun untuk memenuhi tugas Praktik Klinik Keperawatan Anak Semester VI

Pembimbing Klinik : Ns. Wiji Tri Lestari, S.Kep


Pembimbing Akademik: Ns. Meira Erawati, Msi Med

Oleh :
Siti Munadliroh
NIM 22020111130099
PRAKTIK KEPERAWATAN ANAK
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2014
DEMAM TIFOID

1. Definisi
Demam tifoid atau typhoid fever atau typhus abdominalis adalah penyakit yang
disebabkan oleh bakteri Salmonella typhii yang merupakan bakteri gram negatif
berbentuk batang yang masuk melalui makanan dan minuman yang
terkontaminasi (Tapan, 2004). Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi oleh
bakteri Salmonella typhii dan bersifat endemik yang termasuk dalam penyakit
menular (Cahyono, 2010). Demam tifoid adalah infeksi sistemik akut yang
disebabkan oleh Salmonella typhii (Elsevier, 2013.) Jadi, demam tifoid merupakan
penyakit yang disebabkan oleh bakteri gram negatif yang menurunkan sistem

pertahanan tubuh dan dapat menular pada orang lain melalui makanan dan
minuman yang terkontaminasi.
1. Etiologi
Etiologi dari penyakit ini antara lain:
1. Salmonella typhii
2. Paratyphii A, S. Paratyphii B, S. Paratyphii C.
3. S typhii atau paratyphii hanya ditemukan pada manusia
4. Demam bersumber dari makanan-makanan atau air yang terkontaminasi
5. Di USA, kebanyakan kasus demam bersumber baik dari wisatawan
mancanegara atau makanan yang kebanyakan diimpor dari luar.
Salmonella typii, Salmonella paratyphii A, Salmonella Paratyphii B, Salmonella
Paratyphii C merupakan bakteri penyebab demam tifoid yang mampu menembus
dinding usus dan selanjutnya masuk ke dalam saluran peredaran darah dan
menyusup ke dalam sel makrofag manusia. Bakteri ini masuk melalui air dan
makanan yang terkontaminasi dari urin dan feses yang terinfeksi dengan masa
inkubasi 3-25 hari. Pemulihan mulai terjadi pada minggu ke-4 dalam perjalanan
penyakit. Orang yang pernah menderita demam tifoid akan memperoleh
kekebalan darinya, sekaligus sebagai karier bakteri. Jadi, orang yang pernah
menderita demam tifoid atau tifus akan menjadi orang yang menularkan tifus pada
yang belum pernah menderita tifus.
1. Patofisiologi
Bakteri Salmonella typhi bersama makanan atau minuman masuk ke dalam tubuh
melalui mulut. Pada saat melewati lambung dengan suasana asam (pH < 2)
banyak bakteri yang mati. Keadaan-keadaan seperti aklorhidiria, gastrektomi,
pengobatan dengan antagonis reseptor histamin H2, inhibitor pompa proton atau
antasida dalam jumlah besar, akan mengurangi dosis infeksi. Bakteri yang masih
hidup akan mencapai usus halus. Di usus halus, bakteri melekat pada sel-sel
mukosa dan kemudian menginvasi mukosa dan menembus dinding usus, tepatnya
di ileum dan jejunum. Sel-sel M, sel epitel khusus yang melapisi Peyers patch,
merupakan tempat internalisasi Salmonella typhi. Bakteri mencapai folikel limfe
usus halus, mengikuti aliran ke kelenjar limfe mesenterika bahkan ada yang
melewati sirkulasi sistemik sampai ke jaringan RES di organ hati dan limpa.
Salmonella typhi mengalami multiplikasi di dalam sel fagosit mononuklear di
dalam folikel limfe, kelenjar limfe mesenterika, hati dan limfe (Soedarmo, dkk,
2012). Setelah melalui periode waktu tertentu (periode inkubasi) yang lamanya
ditentukan oleh jumlah dan virulensi kuman serta respons imun pejamu maka

Salmonella typhi akan keluar dari habitatnya dan melalui duktus torasikus masuk
ke dalam sirkulasi sistemik. Dengan cara ini organisme dapat mencapai organ
manapun, akan tetapi tempat yang disukai oeh Salmonella typhi adalah hati,
limpa, sumsum tulang belakang, kandung empedu dan Peyers patch dari ileum
terminal. Invasi kandung empedu dapat terjadi baik secara langsung dari darah
atau penyebaran retrograd dari empedu. Ekskresi organisme di empedu dapat
menginvasi ulang dinding usus atau dikeluarkan melalui tinja. Peran endotoksin
dalam patogenesis demam tifoid tidak jelas, hal tersebut terbukti dengan tidak
terdeteksinya endotoksindalam sirkulasi penderita melalui pemeriksaan limulus.
Diduga endotoksin dari Salmonella typhi menstimulasi makrofag di dalam hati,
limpa, folikel limfoma usus halus dan kelenjar limfe mesenterika untuk
memproduksi sitokin dan zat-zat lain. Produk dari makrofag inilah yang dapat
menimbulkan nekrosis sel, sistem vaskular yang tidak stabil, demam, depresi
sumsum tulang belakang, kelainan pada darah dan juga menstimulasi sistem
imunologik (Soedarmo, dkk, 2012). Pada minggu pertama sakit, terjadi
hiperplasia plaks Peyer. Ini terjadi pada kelenjar limfoid usus halus. Minggu
kedua terjadi nekrosis dan pada minggu ketiga terjadi ulserasi plaks Peyer. Pada
minggu keempat terjadi penyembuhan ulkus yang dapat menimbulkan sikatrik.
Ulkus dapat menyebabkan perdarahan, bahkan sampai perforasi usus. Selain itu
hepar, kelenjar-kelenjar mesenterial dan limpa membesar (Suriadi & Rita, 2006).
1. Manifestasi Klinik
Masa inkubasi biasanya 7-14 hari, tetapi dapat berkisar antara 3-30 hari
tergantung pada besar inokulum yang tertelan. Tanda dan gejala yang dapat
muncul pada demam tifoid antara lain:
1. Anak Usia Sekolah dan Remaja
Gejala awal demam, malaise, anokreksia, mialgia, nyeri kepala dan nyeri perut
berkembang selama 2-3 hari. Mual dan muntah dapat menjadi tanda komplikasi,
terutama jika terjadi pada minggu kedua atau ketiga. Pada beberapa anak terjadi
kelesuan berat, batuk, dan epistaksis. Demam yang terjadi bisa mencapai 40
derajat celsius dalam satu minggu. Pada minggu kedua, demam masih tinggi, anak
merasa kelelahan, anoreksia, batuk, dan gejala perut bertambah parah. Anak
tampak sangat sakit, bingung, dan lesu disertai mengigau dan pingsan (stupor).
Tanda-tanda fisik berupa bradikardia relatif yang tidak seimbang dengan tingginya
demam. Anak mengalami hepatomegali, splenomegali dan perut kembung dengan
nyeri difus. Pada sekitar 50% penderita demam tifoid dengan demam enterik,
terjadi ruam makulaatau makulo popular (bintik merah) yang tampak pada hari ke
tujuh sampai ke sepuluh. Biasanya lesi mempunyai ciri tersendiri, eritmatosa
dengan diameter 1-5 mm. Lesi biasanya berkhir dalam waktu 2 atau 3 hari.
Biakan lesi 60% menghasilkan organisme Salmonella.
2. Bayi dan balita

Pada balita dengan demam tifoid sering dijumpai diare, yang dapat menimbulkan
diagnosis gastroenteritis akut.
3. Neonatus
Demam tifoid dapat meyerang pada neonatus dalam usia tiga hari persalinan.
Gejalanya berupa muntah, diare, dan kembung. Suhu tubuh bervariasi dapat
mencapai 40,5 derajat celsius. Dapat terjadi kejang, hepatomegali, ikterus,
anoreksia, dan kehilangan berat badan.
1. Pemeriksaan Penunjang
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada penderita demam tipoid dilakukan secara berulang dan
regular. Semua tanda-tanda vital merupakan petunjuk yang relevan. Perhatian
khusus harus diberikan pada pemeriksaan jasmani harian yang kadang-kadang
harus dilakukan lebih sering sampai kepastian diagnosis didapat dan respon yang
diperkirakan terhadap pengobatan penyakitnya sudah tercapai. Begitu juga
dilakukan pemeriksaan secara teliti pada kulit, kelenjar limfe, mata, dasar kuku,
sistem kardiovaskuler, dada, abdomen, sistem musculoskeletal dan sistem saraf.
2. Pemeriksaan Laboratorium
3. Hematologi
Kadar hemoglobin dapat normal atau menurun bila terjadi penyulit perdarahan
usus.
1. Kimia darah
Pemeriksaan elektrolit, kadar glukosa, blood urea nitrogen dan kreatinin harus
dilakukan.
1. Imunorologi
Uji widal adalah pemeriksaan serologi yang ditujukan untuk mendeteksi adanya
antibody di dalam darah terhadap antigen kuman Salmonella typhi. Hasil positif
dinyatakan dengan adanya aglutinasi. Hasil negative palsu dapat disebabkan oleh
karena antara lain penderita sudah mendapatkan terapi antibiotika, waktu
pengambilan darah kurang dari 1 minggu sakit, keadaan umum pasien buruk, dan
adanya penyakit imunologik lain.
1. Urinalis

Protein: bervariasi dari negative sampai positif (akibat demam). Leukosit dan
eritrosit normal : bila meningkat kemungkinan terjadi penyulit.
1. Mikrobiologi
Sediaan apus dan kultur dari tenggorok, uretra, anus, serviks dan vagina harus
dibuat dalam situasi yang tepat. Pemeriksaan sputum diperlukan untuk pasien
yang demam disertai batuk-batuk. Pemeriksaan kultur darah dan kultur cairan
abnormal serta urin diperlukan untuk mengetahui komplikasi yang muncul.
1. Radiologi
Pembuatan foto toraks biasanya merupakan bagian dari pemeriksaan untuk setiap
penyakit demam yang signifikan.
1. Biologi molekuler
Dengan PCR (Polymerase Chain Reaction), dilakukan dengan perbanyakan DNA
kuman yang kemudian diidentifikasi dengan DNA probe yang spesifik. Kelebihan
uji ini dapat mendeteksi kuman yang terdapat dalam jumlah sedikit (sensifitas
tinggi) serta kekhasan (spesifitas) yang tinggi pula. Specimen yang digunakan
dapat berupa darah, urin, cairan tubuh lainnya serta jaringan biopsi.
1. Pathway
Terlampir
1. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan pada demam tifoid adalah sebagai berikut:
1. Perawatan
Pasien dengan demam tifoid perlu dirawat di rumah sakit untuk isolasi, observasi
dan pengobatan. Pasien harus tirah baring absolut sampai minimal 7 hari bebas
demam atau kurang lebih 14 hari. Mobilisasi pasien harus dilakukan secara
bertahap, sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien. Pasien dengan kesadaran yang
menurun, posisi tubuhnya harus diubah-ubah pada waktu tertentu untuk
menghindari komplikasi pneumonia hipostatik dan dekubitus. Defekasi dan buang
air kecil perlu di perhatikan karena kadang-kadang terjadi obstipasi dan retensi air
kemih.
2. Diet
Makanan yang dikonsumsi adalah makanan lunak dan tidak banyak serat.

3. Obat
4. Obat-obat antimikroba yang sering dipergunakan ialah:

Kloramfenikol

Menurut Damin Sumardjo (2009), kloramfenikol atau kloramisetin adalah


antibiotik yang mempunyai spektrum luas, berasal dai jamur Streptomyces
venezuelae. Dapat digunakan untuk melawan infeksi yang disebabkan oleh
beberapa bakteri gram posistif dan bakteri gram negatif. Kloramfenikol dapat
diberikan secara oral. Rektal atau dalam bentuk salep. Efek samping penggunaan
antibiotik kloramfenikol yang terlalu lama dan dengan dosis yang berlebihan
adalah anemia aplastik. Dosis pada anak : 25 50 mg/kg BB/hari per oral atau 75
mg/kg BB/hari secara intravena dalam empat dosis yang sama.

Thiamfenikol

Menurut Tan Hoan Tjay dan Kirana Raharja (2007, hal: 86), Thiamfenikol
(Urfamycin) adalah derivat p-metilsulfonil (SO2CH3) dengan spektrum kerja dan
sifat yang mirip kloramfenikol, tetapi kegiatannya agak lebih ringan. Dosis pada
anak: 20-30 mg/kg BB/hari.

Ko-trimoksazol

Adalah suatu kombinasi dari trimetoprim-sulfametoksasol (10 mg TMP dan 50


mg SMX/kg/24 jam). Trimetoprim memiliki daya kerja antibakteriil yang
merupakan sulfonamida dengan menghambat enzim dihidrofolat reduktase. Efek
samping yang ditimbulkan adalah kerusakan parah pada sel sel darah antara lain
agranulositosis dan anemia hemolitis, terutama pada penderita defisiensi glukosa6-fosfodehidrogenase. efek samping lainnya adalah reaksi alergi antara lain
urticaria, fotosensitasi dan sindrom Stevens Johnson, sejenis eritema multiform
dengan risiko kematian tinggi terutama pada anak-anak. Kotrimoksazol tidak
boleh diberikan pada bayi di bawah usia 6 bulan. Dosis pada anak yaitu
trimetoprim-sulfametoksasol (10 mg TMP dan 50 mg SMX/kg/24 jam, secara oral
dalam dua dosis). Pengobatan dengan dosis tepat harus dilanjutkan minimal 5-7
hari untuk menghindarkan gagalnya terapi dan cepatnya timbul resistensi, (Tan
Hoan Tjay & Kirana Rahardja, 2007, hal:140).

Ampisilin dan Amoksilin

Ampisilin: Penbritin, Ultrapen, Binotal. Ampisilin efektif terhadap E.coli,


H.Inflienzae, Salmonella, dan beberapa suku Proteus. Efek samping,
dibandingkan dengan perivat penisilin lain, ampisilin lebih sering menimbulkan
gangguan lambung usus yang mungkin ada kaitannya dengan penyerapannya
yang kurang baik. Begitu pula reaksi alergi kulit (rash,ruam) dapat terjadi. Dosis

ampisilin pada anak (200mg/kg/24 jam, secara intravena dalam empat sampai
enam dosis). Dosis amoksilin pada anak (100 mg/kg/24 jam, secara oral dalam
tiga dosis), (Behrman Klirgman Arvin, 2000, hal:942).
1. Obat obat simptomatik:

Antipiretika (tidak perlu diberikan secara rutin)

Kortikosteroid (dengan pengurangan dosis selama 5 hari)

Vitamin B komplek dan C sangat di perlukan untuk menjaga kesegaran


dan kekutan badan serta berperan dalam kestabilan pembuluh darah
kapiler.

Secara fisik penatalaksanaannya antara lain:


1. Mengawasi kondisi klien dengan : pengukuran suhu secara berkala setiap
4-6 jam. Perhatikan apakah anak tidur gelisah, sering terkejut, atau
mengigau. Perhatikan pula apakah mata anak cenderung melirik keatas,
atau apakah anak mengalami kejangDemam yang disertai kejang yang terlalu lama akan berbahaya bagi
perkembangan otak, karena oksigen tidak mampu mencapai otak. Terputusnya
sulai oksigen ke otak akan berakibat rusaknya sel otak. Dalam kedaan demikian,
cacat seumur hidup dapat terjadi berupa rusaknya intelektual tertentu.
1. Buka pakaian dan selimut yang berlebihan
2. Memperhatikan aliran udara di dalam ruangan
3. Jalan nafas harus terbuka untuk mencegah terputusnya suplai oksigen ke
otak yang akan berakibat rusaknya sel-sel otak.
4. Berikan cairan melalui mulut, minum sebanyak- Minuman yang diberikan
dapat berupa air putih, susu (anak diare menyesuaikan), air buah atau air
teh. Tujuannya agar cairan tubuh yang menguap akibat naiknya suhu tubuh
memperoleh gantinya.
5. Tidur yang cukup agar metabolisme berkurang
6. Kompres dengan air hangat pada dahi, ketiak, dan lipatan Tujuannya untuk
menurunkan suhu tubuh di permukaan tubuh anak.

1. Proses Keperawatan

2. Pengkajian
3. Data demografi
Klien / pasien Tanggal pengkajian : Tanggal masuk
:
Ruangan
: Identitas Nama
: Tanggal lahir /
umur
: Jenis kelamin
: Agama
:
Suku
: Diagnosa
: Orangtua /
penanggung jawab Nama
: Hubungan dengan klien
:
Suku
: Agama
:
Alamat
: No. Telepon
:
1. Alasan datang ke rumah sakit
2. Riwayat penyakit sekarang
Mengalami muntah-muntah, BAB hingga 3 kali lebih, anak sering rewel, dan
badan lemas.
2. Riwayat penyakit dahulu
Pernah mengalami diare atau pernah menderita penyakit pencernaan.

Prenatal
o Pemeriksaan rutin

Umur kehamilan 1-28 minggu


: setiap 4 minggu sekali Umur kehamilan 28-36
minggu : setiap 2 minggu sekali Umur kehamilan > 36 minggu
: setiap 1
minggu sekali

Keluhan selama hamil

Keluhan mual dan muntah selama hamil trimester awal yang dirasakan oleh ibu,
dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan dengan jumlah lebih banyak dari
sebelum hamil namun proses makan dilakukan sedikit tetapi sering.

Riwayat terkena radiasi

Apakah selama hamil ibu klien pernah menjalani pemeriksaan radiologi.

Riwayat kenaikan berat badan selama hamil

IMT rendah < 18,5


14 20 kg

IMT normal 18,5-24,9


12,5 17,5 kg

IMT tinggi 25-29,9


7,5 12,5 kg

IMT obesitas > 30


5,5 10 kg

Natal

Tempat melahirkan

Puskesmas, rumah sakit, rumah bersalin

Jenis persalinan

Jenis persalinan adalah normal dan SC dengan presentasi kepala atau bokong

Penolong persalinan

Bidan, dokter, dukun bayi.

Komplikasi saat melahirkan

Ada atau tidak komplikasi saat melahirkan

Komplikasi setelah melahirkan

Ada atau tidak komplikasi setelah melahirkan

Post natal

Kondisi Neonatus

Warna kulit klien saat lahir berwarna kemerahan dan bayi langsung menangis
secara spontan dan keras serta bergerak aktif ketika pertama kali keluar atau
dilahirkan.

Imunisasi

Jenis
Imunisasi
BCG
Hepatitis 1
Hepatitis 2
Hepatitis 3
DPT 1
DPT 2
DPT 3
Polio 1

Umur
0
1

10

11

12

Polio 2
Polio 3
Polio 4
Campak

Pertumbuhan Fisik

Berat badan: 2500 4000 gram Tinggi badan: 50 cm

Perkembangan tiap tahap

Berguling
bulan Berdiri

: 6 bulan Duduk
: 10 bulan Berjalan

: 7 bulan Merangkak
: 10 bulan

:8

3. Riwayat penyakit keluarga


Genogram
laki
atap

Keterangan: : sudah meninggal : perempuan : laki: perkawinan : tinggal satu


: keturunan : Klien / An. A

1. Pengkajian Kebutuhan Dasar Manusia menurut Virginia Henderson


2. Kebutuhan Oksigenasi
Saat di rumah: Apakah klien pernah mengalami masalah dengan pernafasannya .
Berapa denyut nadi klien . Rentang normal berkisar antara 80 120 kali permenit
untuk dewasa. 120-130 kali permenit untuk anak-anak. Frekuensi pernapasan
normal berkisar antara 20-24 kali permenit untuk dewasa. 30-40 kali permenit
untuk anak-anak. Apakah klien mengalami sesak napas. Saat dikaji: Apakah klien
menggunakan alat bantu pernapasan. Berapa frekuensi pernapasan dan denyut
nadi klien. Apakah klien terlihat kesulitan ketika bernapas, kedalaman napas klien
normal atau tidak.
2. Kebutuhan Aktivitas dan Latihan
Sebelum sakit: Apa saja aktivitas yang biasa dilakukan klien selama satu hari. Saat
dikaji: Apa saja aktivitas yang biasa dilakukan klien selama satu hari saat dirumah
sakit. Apakah klien lemas atau sudah mulai bisa beraktivitas seperti sebelum sakit.
Tabel Tingkat Kemandirian
Kemampuan Perawatan Diri 0
Makan/minum
Toileting

Berpakaian
Mobilitas di tempat tidur
Berpindah
Keterangan : 0 = mandiri
1 = dengan alat bantu

3 = dibantu orang lain dan alat


4 = tergantung total 2 = dibantu orang lain

3. Kebutuhan Hygiene Integritas Kulit


No

Pembanding
Mandi
Keramas
Ganti pakaian
Sikat gigi
Memotong kuku

Sebelum Sakit
Berapa kali sehari
Berapa hari sekali
Berapa kali sehari
Berapa kali sehari
Berapa kali
seminggu

Saat Dikaji
Berapa kali sehari
Berapa hari sekali
Berapa kali sehari
Berapa kali sehari
Berapa kali seminggu

4. Kebutuhan Istirahat Tidur


Sebelum sakit: Klien biasa tidur berapa jam dalam sehari. Kualitas tidur klien
terpenuhi atau tidak. Adakah keluhan ketika bangun tidur. Saat dikaji: Klien biasa
tidur berapa jam dalam sehari. Kualitas tidur klien terpenuhi atau tidak. Adakah
keluhan ketika bangun tidur.
5. Kebutuhan Nutrisi dan Cairan
Klien terpasang saluran infus dengan cairan apa.
Pembanding
Frekuensi makanan
Jumlah makanan
Jenis makanan
Alergi makanan
Nafsu makan
Berat Badan
Tinggi Badan
Makanan Pantangan

Sebelum sakit
Saat dikaji
Berapa kali sehari
Berapa kali sehari
Berapa porsi, habis atau Berapa porsi, habis
tidak
atau tidak
Apa makanan yang
Apa makanan yang
dikonsumsi.
dikonsumsi.
Adakah makanan yang Adakah makanan yang
menyebabkan klien
menyebabkan klien
alergi
alergi
Baik/ berkurang/buruk Baik/ berkurang/buruk
Berapa kg
Berapa kg
Berapa Cm
Berapa Cm
Adakah makanan
Adakah makanan
pantangan
pantangan

Kebiasaan minum
Jenis minum
Perasaan haus

Berapa gelas perhari


Apa minuman yang
dikonsumsi
Biasa/ bertambah/
berkurang

Berapa gelas perhari


Apa minuman yang
dikonsumsi
Biasa/ bertambah/
berkurang

6. Kebutuhan Eliminasi
BAB
Pembanding
Frekuensi
Warna
Bau
Konsistensi

Sebelum sakit
Berapa kali sehari
Apa warna dari feses
Normal berbau amoniak
Padat/cair/keras

Saat dikaji
Berapa kali sehari
Apa warna dari feses
Normal berbau amoniak
Padat/cair/keras

Pembanding
Frekuensi
Warna
Bau
Perasaan

Sebelum sakit
Berapa kali sehari
Kuning jernih/pekat
Amoniak (normal)
Sakit atau tidak

Saat dikaji
Berapa kali sehari
Kuning jernih/pekat
Amoniak (normal)
Sakit atau tidak

BAK

7. Kebutuhan Persepsi Sensori dan Kognitif


Penglihatan
: Apakah menggunakan kacamata pada aktivitas sehari- hari.
Bisa melihat jarak jauh dan dekat dengan jelas atau tidak. Pendengaran
:
Apakah klien masih dapat mendengar dengan jelas, dan tidak mengeluh masalah
pendengarannya. Apakah klien bisa mendengar suara pelan seperti bisikan dan
suara yang keras. Penciuman
: Apakah klien masih dapat mencium baubauan dan tidak ada masalah dengan indera penciumannya. Klien bisa mencium
bau busuk dan harum atau tidak. Pengecapan
: Apakah klien masih dapat
membedakan rasa pahit, manis, asam dan asin. Perabaan
: Apakah klien
bisa merasakan sensasi ketika disentuh ataupun dicubit.
8. Kebutuhan Termoregulasi
Adakah demam pada klien dan berapa suhunya . Suhu normal 36-36,5oC untuk
dewasa. 36,5oC 37,5oC untuk anak-anak.

9. Kebutuhan Konsep Diri


Citra tubuh : Apakah klien sudah mulai memperhatikan tubuhnya. Identitas
: Apakah klien sudah mengetahui identitas dirinya. Harga diri : Apakah klien
sudah mengetahui tentang harga dirinya. Klien percaya diri atau masih malu.
Peran
: Apakah klien sudah mengetahui mengenai peran dirinya.
Bagaimana peran klien dalam kehidupan sehari-hari. Ideal Diri
: Bagaimana
ideal diri klien. Klien ingin cepat sembuh.
1. Kebutuhan Stress Koping
Sebelum sakit: Apakah klien senang bermain,bercanda atau bersosialisasi dengan
orang lain. Saat dikaji: Apakah klien senang bermain,bercanda atau bersosialisasi
dengan orang lain.
1. Kebutuhan Rasa Aman dan Nyaman
Jika klien mempunyai keluhan nyeri, kaji nyeri klien dengan pengkajian PQRST.
P : penyebab rasa nyeri Q : seperti apa kualitas nyeri ; tersayat, terbakar,diremasremas dll. R : dimana nyeri dirassakan S : berapa skala nyeri (0-10) T : kapan
nyeri dirasakan
2. Kebutuhan Seksual Reproduksi
Apakah klien sudah mengetahui jenis kelaminnya. Adakah kebutuhan seksualreproduksi klien
3. Kebutuhan Komunikasi Informasi
Sebelum sakit : Bagaimana komunikasi klien dengan teman dan orang-orang di
lingkungannya. Saat dikaji : Bagaimana komunikasi klien dengan teman dan
orang-orang di lingkungannya.
4. Kebutuhan Rekreasi Spiritual
1. Rekreasi
Sebelum sakit : Apakah klien biasanya bermain dan berinteraksi dengan orang lain
dilingkungannya. Apakah klien biasa berwisata dengan keluarga atau orang di
lingkungannya. Apa yang dilakukan klien untuk menyenangkan hatinya. Saat
dikaji : Apakah klien biasanya bermain dan berinteraksi dengan orang lain
dilingkungannya. Apakah klien biasa berwisata dengan keluarga atau orang di
lingkungannya. Apa yang dilakukan klien untuk menyenangkan hatinya.
1. Spiritual

Sebelum sakit : Apakah klien sudah mengerti mengenai agama yang dianutnya.
Apa saja ibadah yang dilakukan klien dalam sehari. Saat dikaji : Apakah klien
sudah mengerti mengenai agama yang dianutnya. Apa saja ibadah yang dilakukan
klien dalam sehari.
1. Pemeriksaan fisik
2. Pengkajian Umum
1. Tingkat Kesadaran
Spontan
Dengan perintah
Rangsangan nyeri
Tidak berespon
Menurut perintah
Melokalisasi nyeri
(menunjuk)
Reaksi menghindari nyeri
Fleksi abnormal
Ekstensi abnormal
Tidak berespon
Terorientasi
Bingung
Kata-kata tidak dimengerti
Suara tidak jelas
Tidak berespon

Eyes

Motorik

Verbal

4
3
2
1
6
5
4
3
2
1
5
4
3
2
1

Keterangan : Compos mentis : 14-15 Apatis


: 12-13 Somnolen
10-11 Delirium
: 7-9 Sporo coma
: 4-6 Coma
:3
1. Keadaan Umum
1. Tanpa dehidrasi : baik, sadar
2. Dehidrasi ringan / sedang : gelisah, rewel
3. Dehidrasi berat : lesu, lunglai / tidak sadar
2. Tanda-tanda Vital
1. Suhu : 36,5oC 37,5oC untuk anak-anak. 36 oC -36,5 oC untuk dewasa.

2. Nadi :120-130 kali per menit untuk anak-anak. 80- 120 kali per menit
untuk dewasa.
3. RR : 30-40 kali per menit untuk anak-anak. 20-24 kali per untuk dewasa.

2. Antropometri

LILA

Lingkar lengan atas merupakan salah satu pilihan untuk penentuan status gizi,
karena mudah, murah dan cepat. Tidak memerlukan data umur yang terkadang
susah diperoleh. Memberikan gambaran tentang keadaan jaringan otot dan lapisan
lemak bawah kulit.
Klasifikasi
Wanita Usia Subur
KEK
Normal
Bayi Usia 0-30 hari
KEP
Normal
Balita
KEP
Normal

IMT

Batas Ukur
< 23,5 cm
23,5 cm
< 9,5 cm
9,5 cm
< 12,5 cm
12,5 cm

IMT
= Berat badan (kg)/ (tinggi badan (cm) / 100)2

IMT
Status Gizi Kategori
< 17.0
Gizi Kurang Sangat Kurus
17.0 18.5 Gizi Kurang Kurus
18.5 25.0 Gizi Baik
Normal
25.0 27.0 Gizi Lebih Gemuk
> 27.0
Gizi Lebih Sangat Gemuk

Z-score

Z-score = BB Median BB/U SD reference

Nilai Z-Score
Z-score +2
+1 Z-score < +2
-2 Z-score < +1
-3 Z-score < -2
Z-score < -3

Klasifikasi
Obesitas
Gemuk
Normal
Kurus
Sangat Kurus

3. Pengkajian head to toe


4. Pemeriksaan Kepala
I: bentuk kepala mesocepal, simetris kanan kiri atau tidak, terdapat benjolan pada
kepala atau tidak, kulit kepala bersih/kotor, rambut tebal/tipis dan lurus/kriting,
distribusi rambut merata atau tidak dan berminyak atau tidak. Pa: adakah nyeri
tekan.
1. Pemeriksaan Mata
I: Apakah memakai alat bantu penglihatan. Terdapat kantung mata atau tidak.
Kelopak mata : simetris kanan dan kiri atau tidak, adakah lesi, apakah penyebaran
rambut alis merata. Konjungtiva dan sclera : konjunctiva anemis atau tidak, sclera
ikterik atau tidak Kornea : jernih atau keruh Pupil dan iris : ukuran pupil isokor
kanan kiri atau tidak. Pa: Adakah nyeri tekan pada kedua mata klien.
1. Pemeriksaan Hidung
I: bentuk hidung klien kecil/besar, warna kulit sama dengan warna bagian wajah
lain atau tidak. Adakah deviasi atau pembengkakan tulang hidung, lubang hidung
simetris kanan kiri atau tidak. Apakah terdapat secret dan pelebaran nares. Pa:
Adakah nyeri tekan pada batang dan jaringan lunak hidung.
1. Pemeriksaan Mulut
I : Apakah bibir simetris atas bawah, bibir kering atau lembab, mukosa
pucat/kering/lembab. Berapa jumlah gigi klien. Apakah terdapat bau mulut,
pembesaran tonsil dan permukaan lidah kotor/bersih. Pa : Adakah nyeri tekan
pada kedua dinding mulut.
1. Pemeriksaan Telinga
I: Apakah posisi telinga simetris kanan dan kiri, kulit bersih, liang telinga
kotor/bersih. Apakah menggunakan alat bantu pendengaran dan adakah benjolan.
Pa: Adakah nyeri tekan pada kedua telinga klien.

1. Pemeriksaan Leher
I : Apakah ada pembengkakan kelenjar tiroid, jika digerakkan fleksi ekstensi
terdapat terdapat nyeri atau tidak dan adakah nyeri telan. Pa: Adakah nyeri tekan,
benjolan dan pembesaran kelenjar tiroid.
1. Pemeriksaan dada dan paru
I : Apakah bentuk dada simetris kanan dan kiri, barel, fanel atau pigeon chest.
Ekspansi dada simetris atau tidak. Pa: Apakah vokal fremitus fibrasinya lebih
terasa di sebelah kanan. Apakah terdapat nyeri tekan bagian dada depan maupun
belakang. Pe : apakah terdengar suara sonor pada kedua lapang paru. Au : Apakah
terdengar suara dasar vesikular, ronchi, wheezing atau crackles
1. Pemeriksaan jantung
I: Apakah bentuk dada simetris kanan kiri. Adakah jaringan parut dan lesi. Apakah
terlihat ictus cordis pada rongga thoraks dan apakah iramanya teratur. Pe: Apakah
terdengar bunyi pekak. Dilakukan untuk mengetahui batas jantung Pa: Adakah
nyeri tekan. Au : Bunyi jantung 1 = Bunyi jantung 2. Apakah terdapat bunyi murmur.
1. Pemeriksaan Abdomen
I : Apakah perut buncit, warna kulit sama dengan warna kulit di sekitarnya,
bersih/kotor dan terdapat jaringan parut atau tidak, warna ikterik/tidak. Apakah
umbilikus mengalami inflamasi, posisi umbilicus tepat ditengah garis tubuh/tidak.
Au : Berapa frekuensi bising usus, normalnya 8-12 kali permenit Pe : Apakah
terdengar bunyi timpani. Pa : Apakah terdapat nyeri tekan.
1. Pemeriksaan Genetalia
I : Apakah terpasang kateter, terdapat luka/tidak dan terdapat radang pada area
genetalia atau tidak. Pa : Adakah nyeri tekan
1. Pemeriksaan Neurologis dan Ekstremitas
Status kesadaran: GCS dan kekuatan otot 5

55

1. Pemeriksaan Ekstremitas
Atas: Apakah simetris kanan dan kiri. Apakah klien dapat melakukan Range of
motion aktif pada tangan kanan dan kiri, terdapat nyeri pada sendi atau tidak.
Adakah edema dan akral dingin. Bawah: Apakah simetris kanan dan kiri. Apakah
klien dapat melakukan Range of motion aktif pada tangan kanan dan kiri, terdapat
nyeri pada sendi atau tidak. Adakah edema dan akral dingin.

1. Pemeriksaan kulit dan kuku


I: Bagaimana warna kulit klien, mukosa mulut pucat/tidak . Adakah edema dan
bagaimana elastisitas kulit dan kebersihan kuku. P: Adakah nyeri tekan. Berapa
capilary refill time normalnya < 3 detik
1. Analisa Data Keperawatan
Diagnosa yang mungkin muncul antara lain:
1. Hipertemia (00007)
DS : Ibu klien mengatakan anaknya panas DO :
1. Suhu tubuh klien lebih dari 36,50C
2. Kulit terasa hangat
3. Kulit terlihat kemerahan
4. Nadi klien lebih dari batas normal {anak,-anak (>120x/menit), prasekolah
(>140x/menit), di bawah 3 tahun (>150x/menit), bayi (>160x/menit)}
5. Nafas klien lebih dari batas normal {anak-anak (>30x/menit), prasekolah
(>34x/menit), di bawah 3 tahun (40x/menit), bayi (60x/menit)}
6. Terjadi kejang
7. Kekurangan volume cairan (00027)
DS :
1. Ibu klien mengatakan anaknya susah minum
2. Klien mengatakan anaknya buang air kecil terus
DO :
1. Bibir klien terlihat pecah-pecah
2. Mukosa klien kering dan pucat
3. Penurunan tugor kulit
4. Kulit klien terlihat lembab

5. Peningkatan konsentrasi urin


6. Klien terlihat lemas
7. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh (00002)
DS :
1. Ibu klien mengatakan anaknya susah makan
2. Klien mengatakan anaknya mengalami muntah
DO :
1. Klien tampak lemas dan tak memiliki stamina
2. Berat badan klien mengalami penurunan
3. Klien terlihat tidak memilki nafsu makan
4. Membra mukosa klien pucat
5. Adanya sariawan
6. Klien tanpak menghindari makanan

1. Rencana Keperawatan
No

Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil


Hipertermia (00007)
NOC:

Intervensi
NIC: Temperature regulation
(pengaturan suhu)

1. Hidration
2. Adherence behavior
3. Immune status

1. Monitor suhu minimal tiap dua


jam
2. Rencanakan monitoring suhu
secara kontinyu

4. Risk control
5. Risk detection
Kriteria hasil:
1. Keseimbangan antara

3. Monitor tekanan darah, nadi dan


respiratory rate
4. Monitor warna dan suhu kulit
5. Monitor tanda-tanda hipertermi

produksi panas, panas


yang diterima, dan
kehilangan panas
2. Seimbang antara
produksi panas, panas
yang diterima, dan
kehilangan panas
selama 28 hari
pertama kehidupan
3. Keseimbangan asam
basa bayi baru lahir
4. Temperature stabil :
36,5 37,5C
5. Tidak ada kejang
6. Tidak ada perubahan
warna kulit
7. Pengendalian risiko:
hipertermia

Kekurangan volume
cairan (00027)

dan hipotermi
6. Tingkatkan intake cairan dan
nutrisi

7. Selimuti pasien untuk mencegah


hilangnya kehangatan tubuh
8. Ajarkan pada orang tua pasien
cara mencegah keletihan akibat
panas

9. Diskusikan tentang pentingnya


pengaturan suhu dan
kemungkinan efek negative dari
kedinginan
10. Beritahu tentang indikasi
terjadinya keletihan dan
penanganann emergency yang
diperlukan

8. Pengendalian risiko:
hipotermia

11. Ajarkan indikasi dari hipotermia


dan penanganan yang diperlukan
yang diperlukan

9. Pengendalian risiko:
proses menular

12. Berikan anti piretik jika


diperlukan

10. Pengendalian risiko:


paparan sinar
matahari

13.

NOC

NIC Fluid management

1. Fluid balance

1. Timbang popok jika perlu

2. Hydration

2. Pertahankan catatan intake dan


output yang akurat

3. Nutritional status:
food and fluid intake

3. Monitor status hidrasi


(kelembaban membrane mukosa
nadi adekuat, tekanan darah

Kriteria hasil:
1. Mempertahankan
urine output sesuai
dengan usia dan berat
badan, berat jenis
urine normal , HT
normal
2. Tekanan darah, nadi,
suhu tubuh dalam
batas normal
3. Tidak ada tanda-tanda
dehidrasi, elastisitas
turgor kulit baik,
membran mukosa
lembab, tidak ada rasa
haus yang berlebihan.

ortostatik) jika diperlukan


4. Monitor vital sign

5. Monitor masukan makanan atau


cairan dan hitung intake kalori
harian

6. Kolaborasikan pemberian cairan


IV
7. Berikan cairan IV pada suhu
ruangan
8. Dorong masukan oral

9. Berikan nasogastrik sesuai outpu

10. Dorong keluarga untuk memban


pasien makan

11. Tawarkan makanan ringan (jus


buah, buah segar) untuk anak us
bermain sampai remaja/dewasa

12. Kolaborasi dengan dokter apabil


diperlukan transfusi
Hypovolemia management
1. Monitor status cairan termasuk
intake dan output cairan
2. Pelihara IV line
3. Monitor tingkat Hb dan Ht
4. Monitor tanda vital
5. Monitor respon pasien terhadap
penambahan cairan
6. Monitor berat badan
7. Dorong pasien atau orang tua

pasien untuk menambah intake


oral

8. Pemberian cairan IV monitor


untuk mengindikasi adanya tand
dan gejala kelebihan volume
cairan yang diberikan

9. Monitor adanya tanda gagal ginj


10.
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
(00002)

NOC:
1. Nutritional status
2. Nutritional status:
Food and fluid intake
3. Nutritional status:
nutrient intake
4. Weight control

NIC Weight Management (1260)

1. Bina hubungan dengan keluarga


klien

2. Jelaskan keluarga klien mengena


pentingnya pemberian makanan,
penambahan berat badan dan
kehilagan berat badan
3. Jelaskan kelurga klien tentang
kondisi berat badan klien

Kriteria Hasil:
1. Adanya peningkatan
berat badan sesuai
dengan tujuan
2. Berat badan ideal
sesuai dengan tinggi
badan
3. Mampu
mengidentifikasi
kebutuhan nutrisi
4. Tidak ada tanda
malnutrisi
5. Menunjukan
peningkatan fungsi
pengecapan dari

4. Jelaskan resiko dari kekurangan


berat badan

5. Berikan motivasi keluarga klien


untuk meningkatkan berat badan
klien
6. Pantau porsi makan klien
7. Anjurkan klien makan teratur

menelan
6. Tidak terjadi
penurunan berat
badan yang berarti
DAFTAR PUSTAKA Cahyono, J.B. Suharyo B.
2010. Vaksinasi, Cara Ampuh Cegah Penyakit Infeksi. Yogyakarta: Kanisius
Damin, Sumardjo. 2009. Pengantar Kimia : Buku Panduan Kuliah Mahasiswa
Kedokteran dan Program Strata I Fakultas Bioeksata. Jakarta : EGC Muslim.
2009. Patofisiologi untuk Keperawatan . Jakarta : EGC Nurarif, Amin Huda &
Hardhi Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis NANDA & NIC-NOC. Jakarta: Mediaction Publishing Rubenstein, David.
et all. 2007. Kedokteran Klinis. Jakarta : Erlangga Soedarmo, Sumarmo S
Poorwo, dkk. 2012. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis. Jakarta: IDAI
Sukandarrumidi. 2010. Bencana Alam dan Bencana Anthoropogene. Yogyakarta:
Kanisius Tapan, Erik. 2004. Flu, HFMD, Diare pada Pelancong, Malaria,
Demam Berdarah, Tifus. Jakarta: Pustaka Populer Obor Team Elsevier. 2013.
Ferris Clinical Advisor 2013: 5 Books in 1. Philadelphia: Elsevier, Inc. Tjay, Tan
Hoan dan Raharja, Kirana. 2007. Obat-Obat Penting: Khasiat, Penggunaan, dan
Efek Efek Sampingnya, Ed. Ke 6. Jakarta : EGC Weller, Barbara F. 2005.
Kamus Saku Perawat. Jakarta: EGC
http://www.slideshare.net/septianraha/penatalaksanaan-medik. diakses pada hari
Senin, 3 Maret 2014, 16:05 WIB.
https://sitimunadliroh69.wordpress.com/materi-kuliah/kumpulan-lpstase-anak/lp-demam-tifoid/

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Demam Thypoid merupakan salah satu jenis penyakit gangguan pada
system pencernaan yang dapat mengganggu mekanisme system pencernaan.
Demam Thypoid dapat disebabkan oleh bakteri salmonella typhi, atau jenis yang
virulensinya lebih rendah yaitu Salmonella paratyphi. Demam typhoid ditularkan
atau ditransmisikan kebanyakan melalui jalur fecal-oral. Penyebaran demam
typhoid dari orang ke orang sering terjadi pada lingkungan yang tidak higienis dan
pada lingkungan dengan jumlah penduduk yang padat, hal ini dikarenakan pola

penyebaran kuman S.typhi melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi


biasanya melalui feses penderita. Oleh karena itu penulis tertarik untuk membahas
kasus demam thypoid ini.
1.2 TUJUAN
a.

Mampu melakukan Pengkajian pada pasien demam Thypoid

b. Mampu menegakkan diagnosis yang muncul


c.

Mampu menyusun rencana keperawatan

d. Mampu melaksanakan rencana keperawatan yang telah dibuat


e.

Mampu mengevaluasi hasil kerja

BAB II
PEMBAHASAN
LAPORAN PENDAHULUAN
2.1 PENGERTIAN

Demam Thypoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran
pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada
pencernaan dan gangguan kesadaran ( Nursalam dkk, 2005 : 152 ). Dan pada anak
biasanya lebih ringan dari pada orang dewasa, masa inkubasi 10 20 hari, yang
tersingkat 4 hari jika inpeksi terjadi melalui makanan ( Ngastiyah , 1995 ).
Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi
salmonella thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang
sudah terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman
salmonella. ( Bruner and Sudart, 1994 ). Demam tifoid dan paratifoid merupakan
penyakit infeksi akut usus halus. Nama lain dari demam tifoid dan paratifoid
adalah typhoid dan paratyphoid fever, enteric fever, tifus, dan paratifus
abdominalis.
2.2 ETIOLOGI
Demam Thypoid disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi. Selain oleh
Salmonella typhi, demam typhoid juga bisa disebabkan oleh Salmonella
paratyphi A, B dan C namun gejalanya jauh lebih ringan.
Ada dua sumber penularan salmonella typhi yaitu pasien dengan demam
typhoid dan pasien dengan carier. Carier adalah orang yang sembuh dari demam

typhoid dan masih terus mengekresi salmonella typhi dalam tinja dan air kemih
selama lebih dari 1 tahun.
2.3 MANIFESTASI KLINIS
a.

Prodromal, yaitu perasaan tidak enak badan

b. Lesu, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat


c.

Nafsu makan berkurang

d. Bibir kering dan pecah-pecah


e.

Perut Kembung

f.

Sulit BAB

g. Gangguan kesadaran ( apatis dan somnolen)


Masa tunas typhoid 10 14 hari
a.

Minggu I
Pada umumnya demam berangsur naik, terutama sore hari dan malam hari.
Dengan keluhan dan gejala demam, nyeri otot, nyeri kepala, anorexia dan mual,
batuk, epitaksis, obstipasi / diare, perasaan tidak enak di perut.

b. Minggu II
Pada minggu II gejala sudah jelas dapat berupa demam, bradikardi, lidah
yang khas (putih, kotor, pinggirnya hiperemi), hepatomegali, meteorismus,
penurunan kesadaran.
2.4 PATOFISIOLOGI
Kuman salmonella thypi, salmonella paratyphy yang menjadi penyebab
demam thypoid masuk ke saluran cerna. Saat berada dalam saluran cerna sebagian
diantaranya dimusnahkan dalam asam lambung, namun sebagian lagi masuk
kedala usus halus, dan membentuk limfoid plaque peyeri. Ada yang hidup dan
bertahan ada juga yang menembus lamina propia dan masuk ke aliran limfe serta
masuk ke kelenjar limfe dan menembus aliran darah sehingga bersarang dihati dan
limfa. Dan terjadi hepatomegali yang akan menimbulkan nyeri tekan dan infeksi

yang menyebabkan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan meradang dan ini yang
menyebabkan demam tifoid sehingga terjadi peningkatan suhu badan atau panas.
Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang
dikenal dengan 5F yaitu Food(makanan), Fingers(jari tangan/kuku), Fomitus
(muntah), Fly(lalat), dan melalui Feses.
Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan kuman
salmonella thypi kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui
perantara lalat, dimana lalat akan hinggap dimakanan yang akan dikonsumsi oleh
orang yang sehat. Apabila orang tersebut kurang memperhatikan kebersihan
dirinya seperti mencuci tangan dan makanan yang tercemar kuman salmonella
thypi masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut. Kemudian kuman masuk
ke dalam lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung dan
sebagian lagi masuk ke usus halus bagian distal dan mencapai jaringan limpoid.
Di dalam jaringan limpoid ini kuman berkembang biak, lalu masuk ke aliran
darah dan mencapai sel-sel retikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotelial ini
kemudian melepaskan kuman ke dalam sirkulasi darah dan menimbulkan
bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa, usus halus dan kandung empedu.

Tanda-tanda Gejala
Sistemik

Berkembang biak

Lumen
Usus
Menembus usus lagi
reaksi Seperti Semula

Melepas Sitokin reaksi

Inflamasi sistemik

Reaksi Hiprsensitifitas

feses
Tipe lambat
Akumulasi
Mononuclear
Diradang usus

Gejala-gejala

Perforasi
Menembus lap. Mukosa
dan otot
Proses berjalan Terus

2.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG


a. Pemeriksaan Darah Perifer Lengkap
Dapat ditemukan leukopeni, dapat pula leukositosis atau kadar leukosit
normal. Leukositosis dapat terjadi walaupun tanpa disertai infeksi sekunder. Di
dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat leukopenia
dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah sering dijumpai.
Pada kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada sediaan darah tepi
berada pada batas-batas normal bahkan kadang-kadang terdapat leukosit
walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu
pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna untuk diagnosa demam typhoid.
b. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT sering meningkat, tetapi akan kembali normal setelah
sembuh. Peningkatan SGOT dan SGPT ini tidak memerlukan penanganan khusus

c.

Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila
biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid.
Hal ini dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari beberapa faktor :

1. Teknik pemeriksaan Laboratorium


Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang
lain, hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang digunakan.
Waktu pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam tinggi yaitu pada
saat bakteremia berlangsung.
2. Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit.
Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu
pertama dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh
biakan darah dapat positif kembali.
3. Vaksinasi di masa lampau
Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat menimbulkan
antibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia sehingga
biakan darah negatif.
4. Pengobatan dengan obat anti mikroba.
Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti mikroba
pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan mungkin
negatif.
d. Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi
(aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam
serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan.
Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah
dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk

menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita


typhoid. Akibat infeksi oleh salmonella thypi, klien membuat antibodi atau
aglutinin yaitu :
1.

Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh


kuman).

2.

Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel


kuman).

3.

Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai
kuman)
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan
titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita
typhoid.
Faktor faktor yang mempengaruhi uji widal :

a.

Faktor yang berhubungan dengan klien :

1. Keadaan umum : gizi buruk dapat menghambat pembentukan antibodi.


2.

Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit: aglutinin baru dijumpai dalam


darah setelah klien sakit 1 minggu dan mencapai puncaknya pada minggu ke-5
atau ke-6.

3.

Penyakit penyakit tertentu : ada beberapa penyakit yang dapat menyertai


demam

typhoid

yang

tidak

dapat

menimbulkan

antibodi

seperti

agamaglobulinemia, leukemia dan karsinoma lanjut.


4. Pengobatan dini dengan antibiotika : pengobatan dini dengan obat anti mikroba
dapat menghambat pembentukan antibodi.
5.

Obat-obatan imunosupresif atau kortikosteroid : obat-obat tersebut dapat


menghambat

terjadinya

pembentukan

antibodi

karena

supresi

sistem

retikuloendotelial.
6. Vaksinasi dengan kotipa atau tipa : seseorang yang divaksinasi dengan kotipa atau
tipa, titer aglutinin O dan H dapat meningkat. Aglutinin O biasanya menghilang
setelah 6 bulan sampai 1 tahun, sedangkan titer aglutinin H menurun perlahanlahan selama 1 atau 2 tahun. Oleh sebab itu titer aglutinin H pada orang yang
pernah divaksinasi kurang mempunyai nilai diagnostik.

7.

Infeksi klien dengan klinis/subklinis oleh salmonella sebelumnya : keadaan ini


dapat mendukung hasil uji widal yang positif, walaupun dengan hasil titer yang
rendah.

8.

Reaksi anamnesa : keadaan dimana terjadi peningkatan titer aglutinin terhadap


salmonella thypi karena penyakit infeksi dengan demam yang bukan typhoid pada
seseorang yang pernah tertular salmonella di masa lalu.

b. Faktor-faktor Teknis
1. Aglutinasi silang : beberapa spesies salmonella dapat mengandung antigen O dan
H yang sama, sehingga reaksi aglutinasi pada satu spesies dapat menimbulkan
reaksi aglutinasi pada spesies yang lain.
2. Konsentrasi suspensi antigen : konsentrasi ini akan mempengaruhi hasil uji widal.
3.

Strain salmonella yang digunakan untuk suspensi antigen : ada penelitian yang
berpendapat bahwa daya aglutinasi suspensi antigen dari strain salmonella
setempat lebih baik dari suspensi dari strain lain.

2.6 PENATALAKSAAN MEDIS DAN KEPERAWATAN


a. Pencegahan
Cara pencegahan yang dilakukan pada demam typhoid adalah cuci tangan
setelah dari toilet dan khususnya sebelum makan atau mempersiapkan makanan,
hindari minum susu mentah (yang belum dipsteurisasi), hindari minum air
mentah, rebus air sampai mendidih dan hindari makanan pedas
b. Istirahat dan Perawatan
Bertujuan untuk mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan.
Tirah baring dengan perawatan dilakukan sepenuhnya di tempat seperti makan,
minum, mandi, dan BAB/BAK. Posisi pasien diawasi untuk mencegah dukubitus
dan pnemonia orthostatik serta higiene perorangan tetap perlu diperhatikan dan
dijaga.
c.

Diet dan Terapi Penunjang

1. Mempertahankan asupan kalori dan cairan yang adekuat.


2.

Memberikan diet bebas yang rendah serat pada penderita tanpa gejala
meteorismus ( kembung perut), dan diet bubur saring pada penderita dengan
meteorismus. Hal ini dilakukan untuk menghindari komplikasi perdarahan saluran
cerna dan perforasi usus. Gizi penderita juga diperhatikan agar meningkatkan
keadaan umum dan mempercepat proses penyembuhan.b. Cairan yang adequat
untuk mencegah dehidrasi akibat muntah dan diare.

3.

Primperan (metoclopramide) diberikan untuk mengurangi gejala mual muntah


dengan dosis 3 x 5 ml setiap sebelum makan dan dapat dihentikan kapan saja
penderita sudah tidak mengalami mual lagi.

d. Pemberian Antimikroba
Obat obat antimikroba yang sering digunakan dalam melakukan tatalaksana
tifoid adalah:
1. Kloramfenikol. Dosis yang diberikan adalah 4 x 500 mg perhari, dapat diberikan
secara oral atau intravena, sampai 7 hari bebas panas
2.
3.

Tiamfenikol. Dosis yang diberikan 4 x 500 mg per hari.


Kortimoksazol. Dosis 2 x 2 tablet (satu tablet mengandung 400 mg
sulfametoksazol dan 80 mg trimetoprim)

4. Ampisilin dan amoksilin. Dosis berkisar 50-150 mg/kg BB, selama 2 minggu
5. Sefalosporin Generasi Ketiga. dosis 3-4 gram dalam dekstrosa 100 cc, diberikan
selama jam per-infus sekali sehari, selama 3-5 hari
6. Kombinasi obat antibiotik. Hanya diindikasikan pada keadaan tertentu seperti:
Tifoid toksik, peritonitis atau perforasi, syok septik, karena telah terbukti sering
ditemukan dua macam organisme dalam kultur darah selain kuman Salmonella
typhi. (Widiastuti S, 2001)
7. Vit B komplek dan Vit C sangat diperlukan untuk menjaga kesegaran dan
kekuatan badan serta berperan dalam kestabilan pembuluh kafiler.
2.7 KOMPLIKASI
Komplikasi intestinal
a.

Perdarahan usus

b. Perporasi usus
c.

Ilius paralitik

Komplikasi ekstra intestinal


a.

Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi (renjatan sepsis), miokarditis,


trombosis, tromboplebitis.

b.

Komplikasi darah : anemia hemolitik, trobositopenia, dan syndroma uremia


hemolitik.

c.

Komplikasi paru : pneumonia, empiema, dan pleuritis.

d. Komplikasi pada hepar dan kandung empedu : hepatitis, kolesistitis.


e.

Komplikasi ginjal : glomerulus nefritis, pyelonepritis dan perinepritis.

f.

Komplikasi pada tulang : osteomyolitis, osteoporosis, spondilitis dan arthritis.

g.

Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningiusmus, meningitis, polineuritis


perifer.
Perforasi usus terjadi pada 0,5-3% dan perdarahan berat pada 1-10%
penderita demam tifoid. Kebanyakan komplikasi terjadi selama stadium ke-2
penyakit dan umumnya didahului oleh penurunan suhu tubuh dan tekanan darah
serta kenaikan denyut jantung.Pneumonia sering ditemukan selama stadium ke-2
penyakit, tetapi seringkali sebagai akibat superinfeksi oleh organisme lain selain
Salmonella. Pielonefritis, endokarditis, meningitis, osteomielitis dan arthritis
septik jarang terjadi pada hospes normal. Arthritis septik dan osteomielitis lebih
sering terjadi pada penderita hemoglobinopati. (Behrman Richard, 1992)

2.8 ASUHAN KEPERAWATAN


Pengkajian
1.

Biodata Klien dan penanggung jawab (nama, usia, jenis kelamin, agama,
alamat)

2. Riwayat Kesehatan
a.

Keluhan utama

Biasanya klien dirawat di rumah sakit dengan keluhan sakit kepala, demam, nyeri
dan pusing
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya klien mengeluh kepala terasa sakit, demam,nyeri dan pusing, berat
badan berkurang, klien mengalami mual, muntah dan anoreksia, klien merasa
sakit diperut dan diare, klien mengeluh nyeri otot.
c.

Riwayat Kesehatan Dahulu


Kaji adanya riwayat penyakit lain/pernah menderita penyakit seperti ini
sebelumnya

d. Riwayat Kesehatan Keluarga


Kaji adanya keluarga yang menderita penyakit yang sama (penularan).
3. Pemeriksaan Fisik
Pengkajian umum
a.

Tingkat kesadaran : composmentis, apatis, somnolen,supor, dan koma

b. Keadaan umum : sakit ringan, sedang, berat


c.

Tanda-tanda vital, normalnya:


Tekanan darah

: 95 mmHg

Nadi

: 60-120 x/menit

Suhu

: 34,7-37,3 0C

Pernapasan

: 15-26 x/menit

Pengkajian sistem tubuh


a.

Pemeriksaan kulit dan rambut


Kaji nilai warna, turgor, tekstur dari kulit dan rambut pasien

b. Pemeriksaan kepala dan leher


Pemeriksaan mulai dari kepala, mata, hidung, telinga, mulut dan leher. Kaji
kesimetrisan, edema, lesi, maupun gangguan pada indera.
c.

Pemeriksaan dada

1) Paru-paru
Inspeksi

: kesimetrisan, gerak napas

Palpasi : kesimetrisan taktil fremitus


Perkusi

: suara paru (pekak, redup, sono, hipersonor, timpani)

2) Jantung
Inspeksi

: amati iktus cordis

Palpalsi

: raba letak iktus cordis

Perkusi

: batas-batas jantung

d. Pemeriksaan abdomen
Inspeksi

: keadaan kulit, besar dan bentuk abdomen, gerakan

Palpasi : hati, limpha teraba/tidak, adanya nyeri tekan

e.

Perkusi

: suara peristaltic usus

Auskultasi

: frekuensi bising usus

Pemeriksaan ekstremitas
Kaji warna kulit, edema, kemampuan gerakan dan adanya alat bantu.

4. Pemeriksaan pertumbuhan dan perkembangan


a.

Riwayat prenatal : ibu terinfeksi TORCH selama hamil, preeklamsi, BB ibu tidak
naik, pemantauan kehamilan secara berkala. Kehamilan dengan resiko yang tidak
dipantau secara berkala dapat mengganggu tumbang anak

b.

Riwayat kelahiran : cara melahirkan anak, keadaan anak saat lahir, partus
lamadan anak yang lahir dengan bantuan alat/ forcep dapat mengganggu tumbang
anak

c.

Pertumbuhan fisik : BB (1,8-2,7kg), TB (BB/TB, BB/U, TB/U), lingkar kepala


(49-50cm), LILA, lingkar dada, lingkar dada > dari lingkar kepala,

d. Pemeriksaan fisik : bentuk tubuh, keadaan jaringan otot (cubitan tebal untuk pada
lengan atas, pantat dan paha mengetahui lemak subkutan), keadaan lemak (cubitan
tipis pada kulit dibawah tricep dan subskapular), tebal/ tipis dan mudah / tidak
akarnya dicabut, gigi (14- 16 biji), ada tidaknya udem, anemia dan gangguan
lainnya.
e.

Perkembangan : melakukan aktivitas secara mandiri (berpakaian) , kemampuan


anak berlari dengan seimbang, menangkap benda tanpa jatuh, memanjat,
melompat, menaiki tangga, menendang bola dengan seimbang, egosentris dan
menggunakan kata Saya, menggambar lingkaran, mengerti dengan kata kata,

bertanya, mengungkapkan kebutuhan dan keinginan, menyusun jembatan dengan


kotak kotak.
f.

Riwayat imunisasi

5. Riwayat sosial: bagaimana klien berhubungan dengan orang lain.


Tumbuh kembang pada anak usia 6-12 tahun
Pertumbuhan merupakan proses bertambahnya ukuran berbagai organ fisik
berkaitan dengan masalah perubahan dalam jumlah, besar, ukuran atau dimensi
tingkat sel. Pertambahan berat badan 2 4 Kg / tahun dan pada anak wanita sudah
mulai mengembangkan ciri sex sekundernya. Perkembangan menitik beratkan
pada aspek diferensiasi bentuk dan fungsi termasuk perubahan sosial dan emosi.
a. Motorik kasar
1) Loncat tali
2) Badminton
3) Memukul
4) Motorik kasar di bawah kendali kognitif dan berdasarkan secara bertahap
meningkatkan irama dan kehalusan.
b. Motorik halus
1) Menunjukan keseimbangan dan koordinasi mata dan tangan
2) Dapat meningkatkan kemampuan menjahit, membuat model dan bermain alat
musik.
c. Kognitif
1) Dapat berfokus pada lebih dan satu aspek dan situasi
2) Dapat mempertimbangkan sejumlah alternatif dalam pemecahan masalah
3) Dapat membelikan cara kerja dan melacak urutan kejadian kembali sejak awal
4) Dapat memahami konsep dahulu, sekarang dan yang akan datang
d. Bahasa
1) Mengerti kebanyakan kata-kata abstrak
2) Memakai semua bagian pembicaraan termasuk kata sifat, kata keterangan, kata
penghubung dan kata depan
3) Menggunakan bahasa sebagai alat pertukaran verbal

4) Dapat memakai kalimat majemuk dan gabungan


6. Pengkajian Pola Fungsional Gordon
a. Pola persepsi kesehatan manajemen kesehatan
Yang perlu dikaji adalah bagaimana pola sehat sejahtera yang dirasakan,
pengetahuan tentang gaya hidup dan berhubungan dengan sehat, pengetahuan
tentang praktik kesehatan preventif, ketaatan pada ketentuan media dan
keperawatan. Biasanya anak-anak belum mengerti tentang manajemen kesehatan,
sehingga perlu perhatian dari orang tuanya.
b. Pola nutrisi metabolik
Yang perlu dikaji adalah pola makan biasa dan masukan cairan klien, tipe
makanan dan cairan, peningkatan / penurunan berat badan, nafsu makan, pilihan
makan.
c.

Pola eliminasi
Yang perlu dikaji adalah pola defekasi klien, berkemih, penggunaan alat
bantu, penggunaan obat-obatan.

d. Pola aktivas latihan


Yang perlu dikaji adalah pola aktivitas klien, latihan dan rekreasi,
kemampuan untuk mengusahakan aktivitas sehari-hari (merawat diri, bekerja),
dan respon kardiovaskuler serta pernapasan saat melakukan aktivitas.
e.

Pola istirahat tidur


Yang perlu dikaji adalah bagaimana pola tidur klien selama 24 jam,
bagaimana kualitas dan kuantitas tidur klien, apa ada gangguan tidur dan
penggunaan obat-obatan untuk mengatasi gangguan tidur.

f.

Pola kognitif persepsi


Yang perlu dikaji adalah fungsi indra klien dan kemampuan persepsi klien.

g. Pola persepsi diri dan konsep diri


Yang perlu dikaji adalah bagaimana sikap klien mengenai dirinya, persepsi
klien tentang kemampuannya, pola emosional, citra diri, identitas diri, ideal diri,
harga diri dan peran diri. Biasanya anak akan mengalami gangguan emosional
seperti takut, cemas karena dirawat di RS.

h. Pola peran hubungan


Kaji kemampuan klien dalam berhubungan dengan orang lain. Bagaimana
kemampuan dalam menjalankan perannya.
i.

Pola reproduksi dan seksualitas


Kaji adakah efek penyakit terhadap seksualitas anak.

j.

Pola koping dan toleransi stress


Yang perlu dikaji adalah bagaimana kemampuan klien dalam manghadapai
stress dan adanya sumber pendukung. Anak belum mampu untuk mengatasi stress,
sehingga sangat dibutuhkan peran dari keluarga terutama orang tua untuk selalu
mendukung anak.

k. Pola nilai dan kepercayaan


Kaji bagaimana kepercayaan klien. Biasanya anak-anak belum terlalu
mengerti tentang kepercayaan yang dianut. Anak-anak hanyan mengikuti dari
orang tua.
ANALISA DATA
Data objektif/subjektif
Data objektif:

Etiologi
Kuman salmonella

infeksi salmonella thypi

Suhu tubuh klien meningkat


Lidah
kotor/berselaput

terlihat

thypi

didaerah

tengah fdan tepi serta tremor

saluran cerna

pada ujungnya
Data subjektif:

Klien mengeluh kepala


terasa sakit, demam

Klien mengeluh kepala


terasa nyeri dan pusing

Masalah keperawatan
Hipertermi b.d proses

bersarang dihati dan


limfa
hepatomegali

zat pirogen oleh


leukosit pada jaringan
meradang
demam

Data objektif:

Suhu klien meningkat

Klien diare

Mukosa bibir pucat, bibir

suhu meningkat
Peningkatan suhu tubuh
Ektravasasi cairan
Intake kurang

Kekurangan
cairan

volume
berhubungan

dengan muntah

kering dan pecah-pecah


Data subjektif:

Volume plasma

klien mengeluh mual dan


muntah

Klien mengeluh haus

Klien mengeluh lemas

berkurang
Penurunan volume cairan
tubuh

Data objektif:

BB klien menurun

Klien mual

Klien anoreksia

Mukosa bibir pucat, bibir


kering dan pecah-pecah

Turgor kulit jelek, kulit

Nafsu makan

Perubahan nutrisi kurang


dari kebutuhan tubuh

menurun

berhubungan dengan
intake tidak adekuat.

Intake nutrisi tidak


adekuat

kering
Data subjektif:

Nutrisi kurang dari


kebutuhan tubuh

Klien mengatakan tidak


nafsu makan

Klien mengatakan tidak


tertarik dengan makanan

NURSING CARE PLAN


NANDA
NOC
Hipertermi b.d proses infeksi Indikator:
salmonella thypi

NIC
Identifikasi penyebab /

Suhu 36,5 37,5oC

factor

Bibir lembab

menyebabkan hipertermi

Kulit tidak teraba panas

Aktifitas
kemampuan

yang

dapat

Observasi cairan masuk

keluar,
sesuai dan
balance cairan

Beri

hitung

cairan

sesuai

kebutuhan bila tidak bila


kontraindikasi

Berikan kompres air


hangat.

Anjurkan pasien untuk


mengurangi

aktifitas

yang berlebihan saat suhu


naik / bedrest total

Anjurkan

pasien

menggunakan

pakaian

yang mudah menyerap


keringat

Ciptakan
yang nyaman
Kolaborasi :

lingkungan

Pemberian antipiretik
Pemberian antibiotic
Kekurangan volume cairan Keseimbangan cairan

Pengelolaan cairan

berhubungan

Aktifitas:

dengan Indikator:

muntah

Keseimbangan intake dan

Pantau

berat

Defenisi : penurunan cairan

output 24 jam

biasanya

intravaskuler intestinal dan


atau intraseluler, contohnya

Berat badan stabil

kecendrungannya

dehidrasi, kehilangan cairan


tanpa perubahan sodium.

Tidak ada rasa haus yang

Kelelahan, kehilangan berat

dan

Mempertahankan intake
dan output pasien

berlebihan

Elektrolit serum dalam


batas normal

Batasan karakteristik :

badan

Pantau ststus hidrasi


Memonitor
hemodynamic

Hidrasi kulit tidak ada

status
termasuk

CVP, MAP, PAP, dan

badan.

PCWP

Pantau tanda-tanda vital


pasien

Pantau status nutrisi


pasien

Ketidakseimbangan
Nutrisi

Kurang

Kebutuhan

Status nutrisi
dari Indikator:
Tubuh

dengan

Intake
intake tidak adekuat
cairan
Defenisi: ketidak cukupan

Aktivitas:

Intake nutrisi

berhubungan

intake nutrisi untuk

Mengontrol Nutrisi

makanan

Energi

Berat tubuh

dan

Menimbang berat badan


pasien pada jarak yang
ditentukan

Memantau

gejala

kebutuhan metabolik.

kekurangan

dan

penambahan berat badan


Batasan karakteristik

Berat badan 20% berkurang

Memantau

respon

emosional pasien ketika

dari ideal

ditempatkan pada situasi

Lemahnya kesehatan otot

yang

Tidak nafsu makan

makanan dan makan

melibatkan

Memantau

interaksi

orang tua/anak selama


makan, jika diperlukan

Mengontrol

keadaan

lingkungan ketika makan

Mengontrol turgor kulit,


jika diperlukan

Memantau kekeringan,
tipisnya rambut sehingga
mudah rontok

Memantau gusi saat


menelan, karang gigi, dan
penambahan luka

Mengontrol mual dan


muntah

Memantau
energy,

tingkat

rasa

tidak

nyaman, kelelahan, dan


kelemahan

Memantau jaringan yang


pucat,

memerah,

dan

kering

Memantau kemerahan,

bengkak, dan retak pada


mulut/bibir
2.9 LAPORAN KASUS
Pengkajian
a. Biodata Klien
Nama

: anak A

Umur

: 6 tahun

Jemis kelamin : Perempuan


Pendidikan

: Kelas 1 SD

Biodata ayah
Nama

: Tn J

Umur

: 43 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki


Pendidikan

: SMP

Pekerjaan

: Tani

Agama

: Islam

Alamat

: Jorong Air Putih, kecamatan Harau, kabupaten 50 kota

Biodata ibu
Nama

: Ny A

Umur

: 38 tahun

Jenis kelamin : Perempuan


Pendidikan

: SD

Pekerjaan

: Ibu rumah tangga

Agama

: Islam

Alamat

: Jorong Air Putih, kecamatan Harau, kabupaten 50 kota

b. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama

Klien telah demam sejak 1 minggu yang lalu. menurut ibu klien, klien
sebelumnya jatuh dan tangannya terkilir namun telah membaik setelah di urut.
Klien awal sakit mengeluh sakit perut, pusing, tidak nafsu makan dan merasa
lemas. Setelah diperiksa dipuskesmas terdekat, klien dinyatakan terkena gejala
tifus.
2. Riwayat Kesehatan Sekarang
Saat dilakukan pengkajian kondisi klien sudah mulai membaik. Sakit perut
klien sudah hilang namun klien masih tidak nafsu makan dan kadang
memuntahkan kembali makanannya. Klien juga masih terlihat lemah dan tidak
bersemangat.
3. Riwayat Kesehatan Dahulu
Klien sebelumnya belum pernah menderita penyakit ini. Menurut orang tua
klien, klien adalah anak yang jarang sakit. Kalau demam, biasanya klien akan
membaik setelah dibawa ke tukang urut.
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Menurut ibu klien, beliau juga pernah dulu terkena tifus waktu berumur 5
tahun. Namun ayah klien dan keluarga yang lain tidak pernah menderita penyakit
ini ataupun sakit lainnya.
c.

Pemeriksaan Fisik
Pengkajian umum

1. Tingkat kesadaran

: composmentis

2. Keadaan umum

: sedang

3. Tanda-tanda vital

Tekanan darah

: 80/50 mmHg (N=95 mmHg)

Nadi

: 124x/menit (N=60-120 x/menit)

Pernapasan

: 30x/menit (N=15-26 x/menit

Suhu

: 36,5 0 C (N=34,7-37,3 0C)

4. Tinggi badan

: 95 cm

5. Berat badan

: 12 kg

Pengkajian sistem tubuh


1. Pemeriksaan kulit dan rambut
Warna kulit sawo matang, kulit dan rambut klien kering. Normalnya tekstur kulit
anak yang masih kecil sangat halus,agak kering, dan tidak berminyak atau
lembab.
2. Pemeriksaan kepala dan leher
Kepala

: tidak ada tanda-tanda trauma atau luka.

Muka

: agak pucat.

Mata

: konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, reflek cahaya (+), tidak ada

gangguan penglihatan
Hidung

: tidak ada tanda-tanda trauma, lesi, maupun perdarahan, tidak ada

kelainan penciuman
Mulut

: mukosa bibir pucat, bibir kering dan pecah-pecah, tonsil tidak

membesar
Telinga

:simetris, tidak ada kelainan bentuk, tidak ada gangguan pendengaran

3. Pemeriksaan dada
Paru-paru
Inspeksi

: simetris

Palpasi

: taktil fremitus kiri=kanan

Perkusi

: suara paru sonor

Jantung
Inspeksi

: iktus cordis tidak tampak

Palpalsi

: letak iktus cordis normal

Perkusi

: batas-batas jantung normal

4. Pemeriksaan abdomen
Inspeksi

: tdak ada trauma ataupun ascites

Palpasi

: tidak ada teraba massa

Perkusi

: timpani

Auskultasi

: frekuensi bising usus normal

5. Pemeriksaan ekstremitas: tidak ada kelainan


6. Neurologis: refleks normal
d. Pemeriksaan pertumbuhan dan perkembangan
1. Riwayat prenatal : ibu tidak ada sakit selama hamil, BB ibu tidak naik, ibu ada
melakukan pemantauan kehamilan secara berkala ke puskesmas, namun ibu tidak
pernah meminum susu ataupun makanan bergizi yang lainnya selama sakit. Ibu
klien hanya makan dan minum seadanya saja.
2. Riwayat kelahiran : klien dilahirkan secara normal di puskesmas. Keadaan klien
saat lahir juga normal. Klien menyusui selama 2 tahun dan tidak ada diberikan
susu tambahan maupun bubur.
3. Pertumbuhan fisik :

4.

BB

: 12 kg

TB

: 95 cm

BB/TB

: 12/95

BB/U

:12/6

TB/U

: 95/6

Perkembangan : klien sebelum sakit dapat melakukan aktivitas secara mandiri


(seperti berpakaian, mandi, dan lain-lain), klien mampu berlari dengan seimbang,
menangkap benda tanpa jatuh, memanjat, melompat, menaiki tangga, menendang
bola dengan seimbang, menggambar, mengerti dengan kata kata, bertanya,
mengungkapkan kebutuhan dan keinginan. Saat ini klien tidak mampu bermain
seperti biasa karena kondisi yang lemah.

5.

Riwayat imunisasi: menurut ibu klien, klien selalu dibawa untuk di imunisasi.
Klien telah melakukan imunisasi lengkap.

e.

Riwayat sosial
Menurut ibu klien, klien adalah anak yang periang. Klien anak yang lincah dan
suka bermain kemana-mana. Klien malah jarang berada dirumah. Biasanya yang
menjaga klien sementara orang tua bekerja adalah kakaknya.

f.

Pengkajian Pola Fungsional Gordon


Pola Gordon

Kebutuhan Normal

Persepsi-

Orang

tua

manajemen

mengetahui

kesehatan

sehat,

Fakta

Analisa

klien Orang

tua

(normal/tidak)
Tidak normal

pola kurang

mengtahui Hendaknya

pengetahuan seperti

klien

apa

pola diberikan

tentang gaya hidup hidup sehat. Orang penyuluhan


yang

berhubungan tua

dengan

klien

tidak kepada orang tua

sehat, terlalu memikirkan klien

pentingnya

pengetahuan tentang tentang gizi dalam pengetahuan gizi


praktik
preventif

kesehatan makanan. Biasanya untuk anak


kalau klien sakit,
hanya

dibawa

ke

tukang urut atau ke


Pola

nutrisi Kebutuhan

metabolic

orang pintar saja.


kalori Klien jarang makan,

(umur 6 tahun): 40- apalagi

Tidak normal

semenjak

45 kal/kg, protein 32 sakit. Klien hanya


gr, VIT A 360, B1 mau makan lontong
0,7 mg, B2 0,9 mg, sedikit dan kadang
niasin 7,6 mg, B12 dimuntahkan
0,7 mg, vit C 25 mg. Biasanya
Ca 500 mg, fosfor jajan
350 mg, besi 9 mg, ringan

lagi.
hanya

makanan
seperti

es

seng 10 mg, iodium kiko, sosis, dan mie.


100 mg.

Klien biasanya suka


makan

dengan

sambal

rending.

Minum klien tidak


Pola eliminasi

ada masalah.
BAK dan BAB klien BAK dan
lancar

klien lancar

BAB

Normal

Pola

aktivas Aktivitas klien tidak Klien

latihan

terganggu,
kemampuan

tidak

bisa

Tidak normal

melakukan aktivitas
untuk seperti biasa karena

mengusahakan

masih lemah. Klien

aktivitas sehari-hari hanya merengek di


(merawat

diri, gendongan ibunya.

bekerja), dan respon


kardiovaskuler serta
pernapasan baik saat
Pola

melakukan aktivitas.
istirahat Tidur klien tidak Dua hari ini klien

tidur

mengalami
gangguan.

sudah

bisa

Klien dengan

Normal

tidur

nyaman

dapat tidur 8-10 jam karena tidak sakit


per hari.

perut

lagi.

Klien

juga

tidur

siang

selama
Pola

2-3

jam

sehari.
kognitif Fungsi indra klien Klien tidak

ada

persepsi

dan
persepsi

Pola

normal
persepsi Persepsi

diri

kemampuan gangguan
klien indra

konsep diri

pada
dan

persepsinya.
klien Klien merasa takut

dan tentang
kemampuannya,

Normal

Tidak normal

dan cemas ketika


dijenguk oleh orang

pola emosional, citra lain.

Klien

diri, identitas diri, menangis

ketika

ideal diri, harga diri diperiksa.


dan peran diri klien
Pola

tidak ada gangguan


peran Klien
dapat Hubungan

hubungan

klien

berhubungan dengan dengan teman dan

Tidak normal

orang lain dengan orang


lancer

dan

sekitar

dapat terganggu.

menjalankan

semenjak sakit tidak

perannya.

ada keluar rumah

lagi.
Tidak ada gangguan Klien

Pola

tidak

reproduksi dan seksualitas.

mengalami

seksualitas

gangguan

Pola
dan

Klien

seksualitas
koping Klien mampu dalam Jika klien

ada

Normal

mulai

Normal

toleransi manghadapai stress merengek, ibu klien Anak-anak belum

stress

dan adanya sumber akan


pendukung

memberikan bisa

mainan
klien

sehingga koping
akan

Pola nilai dan Klien tahu tentang Klien masih belum


nilai

stress,

sibuk sehingga

dengan mainannya

kepercayaan

melskukan
peran

orang tua sangat


penting
Normal

dan terlalu tahu tenatang Anak-anak belum

kepercayaan

yang kepercayaannya.

dianutnya

Klien

terlalu

mengerti

kadang- tentang nilai dan

kadang

menuruti kepercayaan.

orang tuanya ketika Orang


melaksanakan

hendaknya

ibadah

membimbing anak
semenjak dini.

ANALISA DATA
Data objektif/subjektif
Data objektif:

Mukosa bibir pucat,


bibir kering dan pecah-

tua

Etiologi
Peningkatan suhu
tubuh
Ektravasasi cairan

Masalah
keperawatan
Kekurangan volume
cairan

berhubungan

dengan muntah

pecah

Intake kurang

Turgor kulit kering


Data subjektif:

Klien mengeluh haus

Klien mengeluh lemas

Volume plasma
berkurang
Penurunan volume
cairan tubuh

Data objektif:

Nafsu makan

Klien anoreksia

Mukosa bibir pucat,

kurang dari kebutuhan


menurun
Intake nutrisi

pecah
Turgor kulit jelek, kulit
kering
Data subjektif:

Klien mengatakan tidak


nafsu makan

tubuh berhubungan
dengan intake tidak

bibir kering dan pecah

Perubahan nutrisi

adekuat.

tidak adekuat
Nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh

Klien mengatakan tidak


tertarik dengan makanan

http://bangeud.blogspot.com/search/label/KEPERAWATAN%20ANAK
Diposkan oleh Cicilia Uzumaki di 08.07 1 komentar

LAPORAN PENDAHULUAN
THYPOID
A. Definisi
Thypoid fever/demam tifoid atau thypus abdominalis merupakan penyakit
infeksi akut pada usus halus dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai
gangguan pada saluran pencernaan dan dengan atau tanpa gangguan kesadaran.

Penularan penyakit ini hampir selalu terjadi melalui makanan dan minuman yang
terkontaminasi. (I.R. Laurentz, 2005)
Demam tifoid adalah penyakit menular yang bersifat akut, yang ditandai
dengan bakterimia, perubahan pada sistem retikuloendotelial yang bersifat difus,
pembentukan mikroabses dan ulserasi Nodus peyer di distal ileum. (Soegeng
Soegijanto, 2002)
Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh
kuman salmonella thypi dan salmonella para thypi A,B,C. sinonim dari penyakit
ini adalah Typhoid dan paratyphoid abdominalis, (Syaifullah Noer, 1996 ).
B. Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh infeksi kuman Samonella Thposa/Eberthela
Thyposa yang merupakan kuman negatif, motil dan tidak menghasilkan
spora, hidup baik sekali pada suhu tubuh manusia maupun suhu yang lebih rendah
sedikit serta mati pada suhu 700C dan antiseptik. Salmonella mempunyai tiga
macam antigen, yaitu Antigen O=Ohne Hauch=somatik antigen (tidak menyebar)
ada dalam dinding sel kuman, Antigen H=Hauch (menyebar), terdapat pada
flagella dan bersifat termolabil dan Antigen V1=kapsul ; merupakan kapsul yang
meliputi tubuh kuman dan melindungi O antigen terhadap fagositosis. Ketiga jenis
antigen ini di manusia akan menimbulkan tiga macam antibodi yang lazim disebut
aglutinin. (Ranuh, Hariyono, dkk, 2001)
Salmonella typhi yang menyebabkan infeksi invasif yang ditandai oleh
demam, toksemia, nyeri perut, konstipasi/diare. Komplikasi yang dapat
terjadi antara lain: perforasi usus, perdarahan, toksemia dan kematian.
(Ranuh, Hariyono, dkk, 2001)
C. Patofisiologi
Kuman salmonella typhosa masuk kedalam saluran cerna, bersama
makanan dan minuman, sabagian besar akan mati oleh asam lambung HCL dan
sebagian ada yang lolos (hidup), kemudian kuman masuk kedalam usus (plag
payer) dan mengeluarkan endotoksin sehingga menyebabkan bakterimia primer

dan mengakibatkan perdangan setempat, kemudian kuman melalui pembuluh


darah limfe akan menuju ke organ RES terutama pada organ hati dan limfe.
Di organ RES ini sebagian kuman akan difagosif dan sebagian yang tidak
difagosif akan berkembang biak dan akan masuk pembuluh darah sehingga
menyebar ke organ lain, terutama usus halus sehingga menyebabkan peradangan
yang mengakibatkan malabsorbsi nutrien dan hiperperistaltik usus sehingga
terjadi diare. Pada hipotalamus akan menekan termoregulasiyang mengakibatkan
demam remiten dan terjadi hipermetabolisme tubuh akibatnya tubuh menjadi
mudah lelah.
Selain itu endotoksin yang masuk kepembuluh darah kapiler menyebabkan
roseola pada kulit dan lidah hiperemi. Pada hati dan limpa akan terjadi
hepatospleno megali. Konstipasi bisa terjadi menyebabkan komplikasi intestinal
(perdarahan usus, perfarasi, peritonitis) dan ekstra intestinal (pnemonia,
meningitis, kolesistitis, neuropsikratrik).
D. Manifestasi Klinis
Gejala klinis demam tifoid pada anak biasanya lebih ringan jika
dibandingkan dengan penderita dewasa. Masa tunas rata-rata 10-20 hari.
Yang tersingkat 4 hari jika infeksi terjadi melalui makanan, sedangkan yang
terlama 30 hari jika infeksi melalui minuman. Selama masa inkubasi mungkin
ditemukan gejala prodomal yaitu perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri
kepala, pusing dan tidak bersamangat kemudian menyusul gejala klinis sbb:
1. Demam
Berlangsung selama 3 minggu, bersifat febris remiten dan suhu tidak
terlalu tinggi. Selama minggu pertama duhu berangsur-angsur meningkat,
biasanya turun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Pada
minggu ke-2 penderita terus demam dan minggu ke-3 penderita demamnya
berangsur-angsur normal.
2. Gangguan pada saluran pencernaan

Nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah, lidah putih kotor
(coated tongue) ujung dan tepi kemerahan, perut kembung, hati dan limpa
membesar. disertai nyeri pada perabaan.
3. Gangguan kesadaran
Kesadaran menurun walaupun tidak berapa dalam yaitu apatis sampai
samnolen.
E. Pathways
F.Komplikasi
Dapat terjadi pada:
1. Usus halus
Umumnya jarang terjadi, akan tetapi sering fatal yaitu:
a.

Perdarahan usus bila sedikit hanya ditemukan jika dilakukan pemeriksaan tinja
dengan benzidin. Bila perdarahan banyak terjadi melena dan bila berat dapat
disertai perasaan nyari perut dengan tanda-tanda rejatan

b. Perforasi usus
c.

Peritonitis ditemukan gejala abdomen akut yaitu: nyeri perut yang hebat, diding
abdomen dan nyeri pada tekanan
2. Diluar anus
Terjadi karena lokalisasi peradangan akibat sepsis (bakterimia) yaitu
meningitis, kolesistitis, ensefelopati. Terjadi karena infeksi sekunder yaitu
bronkopneumonia
G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid adalah pemeriksaan
laboratorium, yang terdiri dari :
a. Pemeriksaan leukosit
Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat
leukopenia dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah
sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada
sediaan darah tepi berada pada batas-batas normal bahkan kadang-kadang terdapat

leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu
pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna untuk diagnosa demam typhoid.
b. Pemeriksaan SGOT DAN SGPT
SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat
kembali normal setelah sembuhnya typhoid.
c. Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila
biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid.
Hal ini dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari beberapa faktor :
a. Teknik pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang
lain, hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang
digunakan. Waktu pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam tinggi
yaitu pada saat bakteremia berlangsung.
b. Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit.
Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu
pertama dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh
biakan darah dapat positif kembali.
c. Vaksinasi di masa lampau
Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat menimbulkan
antibodi

dalam

darah

klien,

antibodi

ini

dapat menekan bakteremia

sehingga biakan darah negatif.


d. Pengobatan dengan obat anti mikroba.
Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti
mikroba pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan
mungkin negatif.
d. Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi
(aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam
serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan.
Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah

dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk
menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita
typhoid. Akibat infeksi oleh salmonella thypi, klien membuat antibodi atau
aglutinin yaitu :
a. Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh
kuman).
b. Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel
kuman).
c. Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai
kuman)
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan
titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita
typhoid.
H. Pengkajian Keperawatan
1.
a.

Pengumpulan data

Identitas klien
Meliputi nama,, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, suku/bangsa, agama,
status perkawinan, tanggal masuk rumah sakit, nomor register dan diagnosa
medik.

b. Keluhan utama
Keluhan utama demam tifoid adalah panas atau demam yang tidak turun-turun,
nyeri perut, pusing kepala, mual, muntah, anoreksia, diare serta penurunan
kesadaran.
c.

Riwayat penyakit sekarang


Peningkatan suhu tubuh karena masuknya kuman salmonella typhi ke dalam
tubuh.

d. Riwayat penyakit dahulu


Apakah sebelumnya pernah sakit demam tifoid.
e. Riwayat penyakit keluarga
Apakah keluarga pernah menderita hipertensi, diabetes melitus.

f.

Riwayat psikososial dan spiritual


Biasanya klien cemas, bagaimana koping mekanisme yang digunakan.
Gangguan dalam beribadat karena klien tirah baring total dan lemah.

g.

Pola-pola fungsi kesehatan


1) Pola nutrisi dan metabolisme
Klien akan mengalami penurunan nafsu makan karena mual dan muntah
saat makan sehingga makan hanya sedikit bahkan tidak makan sama sekali.
2) Pola eliminasi
Eliminasi alvi. Klien dapat mengalami konstipasi oleh karena tirah baring
lama. Sedangkan eliminasi urine tidak mengalami gangguan, hanya warna
urine

menjadi

kuning

kecoklatan. Klien dengan demam tifoid terjadi

peningkatan suhu tubuh yang berakibat keringat banyak keluar dan merasa
haus, sehingga dapat meningkatkan kebutuhan cairan tubuh.
3) Pola aktivitas dan latihan
Aktivitas klien akan terganggu karena harus tirah baring total, agar tidak
terjadi komplikasi maka segala kebutuhan klien dibantu.
4) Pola tidur dan istirahat
Pola tidur dan istirahat terganggu sehubungan peningkatan suhu tubuh.
5) Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan penyakitnya dan ketakutan
merupakan dampak psikologi klien.
6) Pola sensori dan kognitif
Pada penciuman, perabaan, perasaan, pendengaran dan penglihatan
umumnya tidak mengalami kelainan serta tidak terdapat suatu waham pad klien.
7) Pola hubungan dan peran
Hubungan dengan orang lain terganggu sehubungan klien di rawat di
rumah sakit dan klien harus bed rest total.
8) Pola reproduksi dan seksual

Gangguan

pola ini terjadi pada klien yang sudah menikah karena

harus dirawat di rumah sakit sedangkan yang belum menikah tidak mengalami
gangguan.
9) Pola penanggulangan stress
Biasanya klien sering melamun dan merasa sedih karena keadaan
sakitnya.
10) Pola tatanilai dan kepercayaan
Dalam hal beribadah biasanya terganggu karena bedrest total dan tidak
boleh melakukan aktivitas karena penyakit yang dideritanya saat ini.`

h. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Didapatkan klien tampak lemah, suhu tubuh meningkat 380 C 410 C,
muka kemerahan.
2) Tingkat kesadaran
Dapat terjadi penurunan kesadaran (apatis).
3) Sistem respirasi
Pernafasan rata-rata ada peningkatan, nafas cepat dan dalam dengan
gambaran seperti bronchitis.
4) Sistem kardiovaskuler
Terjadi penurunan tekanan darah, bradikardi relatif, hemoglobin rendah.
5) Sistem integumen
Kulit kering, turgor kullit menurun, muka tampak pucat, rambut agak
kusam
6) Sistem gastrointestinal
Bibir kering pecah-pecah, mukosa mulut kering, lidah kotor (khas), mual,
muntah, anoreksia, dan konstipasi, nyeri perut, perut terasa tidak enak, peristaltik
usus meningkat.
7) Sistem muskuloskeletal
Klien lemah, terasa lelah tapi tidak didapatkan adanya kelainan.

8) Sistem abdomen
Saat palpasi didapatkan limpa dan hati membesar dengan konsistensi lunak
serta nyeri tekan pada abdomen. Pada perkusi didapatkan perut kembung serta
pada auskultasi peristaltik usus meningkat.
I.

Diagnosa Keperawatan

1.

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d arbsorpsi nutrisi

2.

Hipertermi b/d efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada hipotalamus

3.

Resiko tinggi kurang volume cairan b/d kehilangan cairan sekunder terhadap
diare

4.

Intoleransi aktivitas b/d peningkatan kebutuhan metabolisme sekunder terhadap


infeksi akut

5.

Kurang

pengetahuan

mengenai

kondisi

b/d

kesalahan

interpretasi

informasi, kurang mengingat

J.

Fokus Intervensi
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d arbsorpsi nutrisi
Tujuan: Kebutuhan nutrisi terpenuhi
Intervensi:

a.

Dorong tirah baring


Rasional: Menurunkan kebutuhan metabolic untuk meningkatkan penurunan
kalori dan simpanan energi

b. Anjurkan istirahat sebelum makan


Rasional: Menenangkan peristaltic dan meningkatkan energi makan
c.

Berikan kebersihan oral


Rasional : Mulut bersih dapat meningkatkan nafsu makan

d.

Sediakan

makanan

dalam

ventilasi

yang

baik,

lingkungan

menyenangkan
Rasional:

Lingkungan

untuk makan

menyenangkan

menurunkan

stress

dan konduktif

e. Jelaskan pentingnya nutrisi yang adekuat


Rasional: Nutrisi yang adekuat akan membantu proses
f.

Kolaborasi pemberian nutrisi, terapi IV sesuai indikasi


Rasional: Program ini mengistirahatkan saluran gastrointestinal, sementara
memberikan nutrisi penting.
2. Hipertermi b/d efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada hipotalamus
Tujuan: Mendemonstrasikan suhu dalam batas normal
Intervensi:

a.

Pantau suhu klien


Rasional: Suhu 380 C sampai 41,10 C menunjukkan proses peningkatan infeksius
akut

b. Pantau suhu lingkungan, batasi atau tambahkan linen tempat tidur sesuai dengan
indikasi
Rasional: Suhu ruangan atau jumlah selimut harus dirubah, mempertahankan suhu
mendekati normal
c.

Berikan kompres mandi hangat


Rasional : Dapat membantu mengurangi demam

d. Kolaborasi pemberian antipiretik


Rasional: Untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya hipotalamus
3. Resiko tinggi kurang volume cairan b/d kehilangan cairan sekunder
terhadap diare
Tujuan: Mempertahankan volume cairan adekuat dengan membran mukosa,
turgor kulit baik, kapiler baik, tanda vital stabil, keseimbangan dan kebutuhan urin
normal.
Intervensi:
a.

Awasi masukan dan keluaran perkiraan kehilangan cairan yang tidak terlihat
Rasional: Memberikan informasi tentang keseimbangan cairan dan elektrolit
penyakit usus yang merupakan pedoman untuk penggantian cairan.

b.

Observasi kulit kering berlebihan dan membran mukosa turgor kulit dan
pengisian kapiler.

Rasional: Menunjukkan kehilangan cairan berlebih atau dehidrasi


c.

Kaji tanda-tanda vital


Rasional : Dengan menunjukkan respon terhadap efek kehilangan cairan

d. Pertahankan pembatasan peroral, tirah baring


Rasional: Kalau diistirahkan utnuk penyembuhan dan untuk penurunan
kehilangan cairan usus
e. Kolaborasi utnuk pemberian cairan parenteral
Rasional: Mempertahankan istirahat usus akan memerlukan cairan untuk
mempertahankan kehilangan
4. Intoleransi aktivitas b/d peningkatan kebutuhan metabolisme sekunder terhadap
infeksi akut
Tujuan:

Melaporkan

kemampuan

melakukan

peningkatan

toleransi

aktivitas
Intervensi:
a.

Tingkatkan tirah baring dan berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung
Rasional: Menyediakan energi yang digunakan untuk penyembuhan

b. Ubah posisi dengan sering, berikan perawatan kulit yang baik


Rasional: Meningkatkan fungsi pernafasan dan meminimalkan tekanan pada area
tertentu untuk menurunkan resiko kerusakan jaringan
c.

Tingkatkan aktifitas sesuai toleransi


Rasional : Tirah baring lama dapat menurunkan kemampuan karena keterbatasan
aktifitas yang menganggu periode istirahat

d. Berikan aktifitas hiburan yang tepat (nonton TV, radio)


Rasional: Meningkatkan relaksasi dan hambatan energi
5.

Kurang

pengetahuan

mengenai

kondisi

b/d

kesalahan

interpretasi

informasi, kurang mengingat


Tujuan: Dapat menyatakan pemahaman proses penyakit
Intervensi:
a.

Berikan

nformasi

tentang cara

mempertahankan

yang memuaskan dilingkungan yang jauh dari rumah

pemasukan makanan

Rasional: Membantu individu untuk mengatur berat badan


b. Tentukan persepsi tentang proses penyakit
Rasional: Membuat pengetahuan dasar dan memberikan kesadaran kebutuhan
belajar individu
c.

Kaji ulang proses penyakit, penyebab/efek hubungan faktor yang menimbulkan


gejala dan mengidentifikasi cara menurunkan faktor pendukung
Rasional : Faktor pencetus/pemberat individu, sehingga kebutuhan pasien untuk
waspada terhadap makanan, cairan dan faktor pola hidup dapat mencetuskan
gejala

DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, L. J (1997). Buku Saku Keperawatan. Edisi VI.EGC: Jakarta

Doengoes M.E (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi III. EGC : Jakarta
Nelson. Ilmu Kesehatan Anak. Edisi XII. EGC : Jakarta
Soegeng

Soegijanto.

2002.

Ilmu

Penyakit

Anak,

Diagnosa

danPenatalaksanaan. Jakarta: Salemba Medika.


Diposkan oleh Iva Agustin di 03.45
http://communityofnurse.blogspot.com/2013/10/laporan-pendahuluan-thypoida.html

Demam Tifoid
Tweet
Filled under: Catatan Co-ass Anak

Penyebab utama : Salmonella thypi.


Gejala utama : Demam, gangguan saraf pusat/kesadaran.
Trias nya :
- Demam > 7 hari
- Gangguan Saluran Pencernaan
- Gangguan Kesadaran/Apati

Masa inkubasi : 7-20 hari (1-3 minggu)


Inkubasi terpendek : 3 hari
Inkubasi terpanjang : 60 hari
Klasifikasi Demam :
1. Demam Remitten :
Fluktuasi > 1 C, Tidak pernah Normal

2. Demam Intermitten
Fluktuasi > 1 C, Pernah Normal
3. Demam Continous
Fluktuasi < 1 C, Tidak pernah Normal

Patomekanisme :
Kuman dari makanan yang dikonsumsi --> Masuk ke lambung -->
Masuk ke Usus --> Berkembang biak di usus --> Di usus kuman hidup
dalam Makrofag --> Masuk ke kelenjar getah bening mesenterica -->
Masuk ke duktus toracicus --> Masuk ke peredaran vaskuler --> Terjadi
Bakteremia I asimptomatik --> Menuju RES --> Masuk ke HATI, LIMPA,
dan Peredaran Vaskuler --> Masuk ke Vesica Fellea dari HATI --> Keluar
dg cairan empedu --> Masuk ke usus lagi --> Keluar bersama feses dan
menjadi sumber penularan baru --> Yg masuk ke darah lagi
menyebabkan Bakteremia I simptomatik.
Penurunan kesadaran pada pasien DT disebabkan karena toksin dan
bakteri.
Makrofag teraktivasi pada saat bakteremia II shg menimbulkan reaksi
inflamasi sistemik spt : Demam, Malaise, Mialgia, Sakit Kepala, Sakit
perut, Instabilitas Vascular, gangguan koagulasi.

I. Demam --> Remitten


Minggu I : Meningkat, berangsur
Minggu II : Merata
Minggu III : Menurun, berangsur
Demam pada sore ato malam hari > tinggi dari pagi ato siang hari krn
pola kumannya yang aktif pada malam hari. Tanda khas Demam > 7
hari.
II. Gangguan Saluran Cerna
- Foeter Ex Ore ato Halitosis ato Oral Malodor ato Bau Mulut
- Bibir Kering
- Lidah Kotor

Anoreksia
Mual Muntah --> Harus diinfus
Meteorismus ato Perut Kembung
Konstipasi ato Diare
Hepatomegali / Splenomegali

III. Gangguan Kesadaran

Status Tifosa :
-

Penurunan Kesadaran : GCS 14/13


Rambut & Kulit Kering
Bibir Kering & Pecah-Pecah
Lidah Kotor + Tremor + Tepi Hiperemis
Muka Pucat (Anemia)

http://www.catatandokter.com/2012/11/demam-tifoid.html

Klasifikasi dan Kategori Demam


Perubahan cuaca biasanya berdampak pula untuk kesehatan manusia.
Akibat cuaca di Indonesia yang saat ini sangat sulit diprediksi, dimana
terkadang pada siang hari cuaca begitu terik, namun tiba-tiba saja
beberapa jam setelahnya hujan turun dengan derasnya.

Musim Pancaroba.
Cuaca berubah seketika menjadi hujan, lembab atau dingin.
Perubahan cuaca yang ekstrim ini sering disebut dengan MUSIM
PANCAROBA. Dalam kondisi yang demikian, kondisi yang tidak
menentu, tubuh kita rentan terhadap penyakit, yang biasanya diawali
dengan demam dan sakit kepala serta nyeri pada bagian tubuh

tertentu.
Peluang untuk menjadi sakit makin besar bila kita mengalami stres,
akibat pekerjaan tinggi, akibat kemacetan di jalan dan lain sebagainya.
Bila seseorang sakit, biasanya akan disertai demam, nyeri atau sakit
kepala.
Demam sendiri dapat dikategorikan dalam beberapa
klasifikasi:
1. Demam Remiten atau Demam Tifoid.
Yaitu naik turun suhu rentang 1 derajat celcius, akan tetapi
penurunannya tidak pernah mencapai suhu normal.
2. Demam Intermen atau Demam Malaria.
Yaitu naik turun suhu, bisa mencapai batas normal.
3. Demam Kontinyu atau Demam Pneumonia.
Yaitu demam yang terjadi terus menerus dan disebabkan oleh infeksi
bakteri.
4. Demam Bifasik atau Demam Berdarah.
Yaitu demam dengan bentuk pelana kuda.
5. Demam Pel-Ebstein atau Penyakit Hodgkin.
Yaitu demam lama 1 minggu diselingi dengan periode tidak demam
dengan jumlah ahri yang sama, dan siklus berulang.
Saat ini banyak beredar obat sakit demam dan sakit kepala, namun
harusnya kita jeli dalam memilihnya.
Pilih saja obat demam dan sakit kepala yang mengandung
Paracetamol, karena paracetamol ini sudah diapprove oleh pemerintah
Indonesia sebagai obat yang aman untuk dikonsumsi. Terutama bagi
anak-anak, tidak menimbulkan iritasi pada lambung. Sesuaikan dosis
menurut petunjuk dokter.
Dosis paracetamol yang diberikan pada umumnya untuk dewasa
500mg/tablet dan 120mg/5mg bentuk sirup untuk anak-anak. Namun
relatif juga sih, tergantung dokter yang memberikan.

http://obatsakit2011.blogspot.com/2011/12/klasifikasi-dan-kategori-demam.html

http://infoaskepgratis.blogspot.com/2012/02/pathway-woc-demam-typoid.html

PENYUSUN:
MUHAMMAD SAZILI
51110054

FAKULTAS KESEHATAN DAN ILMU KEDOKTERAN


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN (PSIK B )
UNIVERSITAS BATAM
TAHUN AJARAN 2010/2011

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat ALLAH SWT yang telah memberikan taufik serta
hidayahnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas dengan judul Asuhan
Keperawatan Dengan Typhoid Pada Anak .
Selawat dan salam kita hadiahkan kepada Nabi Muhammad SAW, yang telah
membawa umat manusia dari zaman kegelapan menuju zaman yang penuh dengan
ilmu pengetahuan seperti kita rasakan saat ini.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dosen Mata Keperawatan Anak I yaitu
Ibu Ns. Eka Roza Wijaya,S.Kep., sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas ini
sesuai dengan sesuai harapan.
Penulis menyadari sebagai manusia biasa, tentunya banyak kesalahan dan
kekurangan. Maka dari itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun dari pembaca, untuk perbaiki tugas selanjutnya.
Batam, 05 April 2012

Penyusun

DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi
2.2 Etiologi
2.3 Manifestasi klinis
2.4 Patofisiologi
2.5 Penatalaksanaan
2.6 Asuhan Keperawatan
2.7 DiagnosaKeperawatan , Tujuan , dan Intervensi
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Demam typhoid merupakan permasalahan kesehatan penting dibanyak
negaraberkembang. Secara global, diperkirakan 17 juta orang mengidap penyakit
ini tiap tahunnya. DiIndonesia diperkirakan insiden demam typhoid adalah 300
810 kasus per 100.000 penduduk pertahun, dengan angka kematian 2%. Demam
typhoid merupakan salah satu dari penyakitinfeksi terpenting. Penyakit ini di
seluruh daerah di provinsi ini merupakan penyakit infeksiterbanyak keempat yang
dilaporkan dari seluruh 24 kabupaten. Di Sulawesi Selatan melaporkandemam
typhoid melebihi 2500/100.000 penduduk (Sudono, 2006).Demam tifoid atau
typhus abdominalls adalah suatu infeksi akut yang terjadi pada ususkecil yang
disebabkan oleh kuman Salmonella typhi.
Typhi dengan masa tunas 6-14 hari.Demam tifoid yang tersebar di seluruh dunia
tidak tergantung pada iklim. Kebersihan peroranganyang buruk merupakan
sumber dari penyakit ini meskipun lingkungan hidup umumnya adalahbaik. Di
Indonesia penderita Demam Tifoid cukup banyak diperkirakan 800 /100.000
penduduk per tahun dan tersebar di mana-mana. Ditemukan hampir sepanjang
tahun, tetapi terutama padamusim panas. Demam tifoid dapat ditemukan pada
semua umur, tetapi yang paling sering padaanak besar, umur 5- 9 tahun dan lakilaki lebih banyak dari perempuan dengan perbandingan 2-3: 1.12 Penularan dapat
terjadi dimana saja, kapan saja, sejak usia seseorang mulai dapatmengkonsumsi
makanan dari luar, apabila makanan atau minuman yang dikonsumsi
kurangbersih. Biasanya baru dipikirkan suatu demam tifoid bila terdapat demam
terus-menerus lebihdari 1 minggu yang tidak dapat turun dengan obat demam dan
diperkuat dengan kesan anak baring pasif, nampak pucat, sakit perut, tidak buang
air besar atau diare beberapa hari (BahtiarLatif, 2008).
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang dan judul karya tulis di atas dapat diidentifikan
masalah keperawatandemam thypoid mulai dari pengkajian, riwayat kesehatan,
pola fungsional, pemeriksaan fisik danpemeriksaan laboratorium yang berguna
untuk menunjang dalam pemberian asuhankeperawatan. Asuhan keperawatan
ditentukan berdasarkan data focus yang diperoleh darikeluhan-keluhan yang
dirasakan oleh pasien dan keluarga. Dari keluhan yang dapat digunakan untuk
menentukan prioritas masalah keperawatan yang muncul, menentukan
intervensi,implementasi keperawatan dan mengevaluasi asuhan keperawatan yang
diberikan.

C. Tujuan
Tujuan penulisan karya tulis Ilmiah ini adalah:
1. Tujuan UmumUntuk mengetahui seluk beluk tentang demam thypoid pada para
pembaca sehingga dapatmenjadi referensi untuk pembelajaran atau upaya
preventif mencegah penyakit demam thypoid.

2. Tujuan KhususTujuan khusus laporan keperawatan ini adalah untuk: Untuk


mengetahui secara lebih mendalammengenai berbagai hal yang berhubungan
dengan penyakit demam thypoid untuk diusahakanmencari data-data beserta
pemecahanya kemudian mencocokan berdasarkan teori yang telah diperoleh dari
kuliah maupun literature.
D. Manfaat
1. Bagi Rumat Sakita. Memberi tambahan referensi bagi tenaga medis atau
petugas kesehatan untuk memberikan informasi tentang demam thypoid bila ada
yang membutuhkan informasi.b. Memberi masukan pada tenaga medis atau
petugas kesehatan untuk memperbaikiintervensi bila ada klien dengan demam
thypoid sesuai dengan standar operasionalprosedur.
2. Bagi Masyarakat (pembaca)Menambah wawasan untuk para pembaca yang
memiliki keluarga denan demam thypoidmaupun yang berkemauan untuk
mencegah keluarga dan orang terdekat dari demam thypoid.
3. Bagi InstitusiMengembangkan ilmu Keperawatan anak dan menambah
literature tentang demam thypoid.
4. Bagi PenulisMenambah pengetahuan dan wawasan tentang demam thypoid
yang dapat dijadikan tambahanreferensi untuk persiapan memasuki dunia kerja di
bidang keperawatan

BAB II
TINJAUAN TEORITIS
1.1. Konsep Dasar
1. Defenisi
Demam typoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada
saluran cerna dan gejala demam lebih dari satu minggu, gangguan pada saluran
pencernaan dan gangguan kesadaran.(Ilmu Kesehatan Anak,jilid 2,2003)
Demam typoid adalah suatu penyakit pada usus yang menimbulkan gejalagejala sistemik yang disebabkan oleh salmonella typhosa,salmonella tipe A,B dan
C.Penularan terjadi secara fecal,oral melalui makanan dan minuman yang
terkontaminasi.(Mansjoer Arief,2000)
Demam tifoid adalah penyakit menular yang bersifat akut, yang ditandai dengan
bakterimia, perubahan pada sistem retikuloendotelial yang bersifat difus,
pembentukan mikroabses dan ulserasi Nodus peyer di distal ileum. (Soegeng
Soegijanto, 2002)
2. Etiologi
1. 96 % disebabkan oleh salmonella typhi, basil gram negative yang bergerak
dengan bulu getar, tidak berspora mempunyai sekuran-kurangnya 3 macam
antigen, yaitu :
a) Antigen O (somatic terdiri dari zat kompleklipolisakarida)
b) Antigen (flagella)
c) Antigen VI dan protein membrane hialin
2. Salmonella paratyphi A
3. Salmonella paratyphi B
4. Salmonella paratyphi C
5. Feces dan urin yang terkontaminasi dari penderita typus (Rahmad
Juwono,2002)
2. Anatomi Fisiologi
Susunan saluran pencernaan terdiri dari :oris (mulut), faring (tekak),
esofagus (kerongkongan),ventrikulus (lambung), intestinum minor (usus halus),
intestinum mayor(usus besar), rectum dan anus. Pada kasus typoid, salmonella
typi berkembang biak diusus halus.
Usus Halus adalah bagian dari system pencernaan makanan yang
berpangkal pada pylorus dan berakhir pada seikum, panjangnya lebih kurang 6
cm, merupakan saluran paling panjang tempat proses pencernaan dan absorbsi

hasil pencernaan yang terdiri dari : Lapisan usus halus, lapisan mukosa (sebelah
dalam ), lapisan otot melingkar (M sirkuler), lapisan otot memanjang (muskulus
longitudinal) dan lapisan serosa (sebelah luar).
Usus halus terdiri dari duodenum (usus 12 jari), yeyenum dan ileum.
Duodenum disebut juga usus dua belas jari, panjangnya lebih kurang 25 cm,
berbentuk sepatu kuda melengkung ke kiri, pada lengkungan ini terdapat
pancreas. Dari bagian kanan duodenum ini terdapat selaput lender yang membukit
yang disebut dengan papilla vateri. PAda papilla vateri ini bermuara saluran
empedu (duktus koledikus) dan saluran pancreas (duktus pankreatikus). Dinding
duodenum ini mempunyai lapisan mukosa yang banyak mengandung kelenjar.
Kelenjar ini disebut kelenjar brunner yang berfungsi untuk memproduksi getah
intestinum.
Yeyenum dan ileum mempunyai panjang lebih kurang 6 meter. Dua per
lima bagian atas adalah yeyenum dengan panjang lebih kurang 23 meter dari
ileum dengan panjang 4 5 meter. Lekukan yeyenum dan ileum yang berbentuk
kipas dikenal sebagai mesenterium. Akar mesenterium memungkinkan keluar dan
masuknya cabang-cabang arteri dan vena mesentrika superior, pembuluh limfe
dan saraf ke ruang antara 2 lapisan peritoneum yang membentuk mesenterium.
Sambungan antara yeyenum dan ileum tidak mempunyai batas yang tegas. Ujung
dibawah ileum berhubungan dengan seikum dengan perantaraan lubang yang
bernama orifisium ileoseikalis. Orifisium ini diperlukan oleh spinter ileosseikalis
dan pada bagian ini terdapat katup valuva seikalis atau valuva baukhim yang
berfungsi untuk mencegah cairan dalam asendens tdak masuk kembali ke dalam
ileum.
Mukosa usus halus, permukaan epitel yang sangat luas melalui lipatan
mukosa dan mikrovili memudahkan pencernaan dan absorpsi. Lipatan ini
dibentuk oleh mukosa dan sub mukosa yang dapat memperbesar permukaan usus.
Pada penampang melintang vili dilapisi oleh epitel dan kripta yang menghasilkan
bermacam macam hormon jaringan dan enzim yang memegang peranan aktif
dalam pencernaan. Di dalam dinding mukosa terdapat berbagai ragam sel
termasuk banyak leukosit. Disana disini terdapat beberapa nodula jaringan limfe
yang disebut kelenjar.

4. Manifestasi Klinis
Gejala Klinis demam typoid pada anak biasanya lebih ringan jika dibandingkan
dengan penderita dewasa. Masa tunas rata rata 10 20 hari. Yang tersingkat 4
hari jika infeksi terjadi melalui makanan, sedangkan yang terlama sampai 30 hari

jika infeksi melalui minuman selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala
prodromal yaitu perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing dan tidak
semangat.
Gejala Klinis yang biasa ditemukan, yaitu :
1. Demam
Pada kasus kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu. Bersifat febris
remitten dan suhu tidak berapa tinggi. Selama minggu pertama, suhu tubuh
berangsur angsur meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu
kedua,penderita terus berada dalam keadaan demam. Dalam minggu ketiga suhu
badan berangsur angsur turun dan normal kembali pada akhir minggu ketiga.
2. Gangguan pada saluran pencernaan
Pada mulut terdapat nafas bau tidak sedap, bibir kering dan pecah pecah. Lidah
ditutupi selaput putih kotor, ujung ditemukan kemerahan , jarang ditemui
tremor.Pada abdomen mungkin ditemukan keadaan perut kembung. Hati dan
limfa membesar disertai nyeri pada perabaan.Biasanya didapatkan
konstipasi akan tetapi mungkin pula normal bahkan dapat terjadi diare.
3. Gangguan keasadaran
Umumnya kesadaran penderita menurun walaupun tidak berapa dalam yaitu apatis
sampai samnolen. Jarang stupor, koma atau gelisah.
Disamping gejala gejala yang biasanya ditemukan tersebut, mungkin pula
ditemukan gejala lain. Pada punggung dan anggota gerak dapat ditemukan bintik
bintik kemerahan karena emboli basil dalam kapiler kulit.Biasanya dtemukan
alam minggu pertama demam kadang kadang ditemukan bradikardia pada anak
besar dan mungkin pula ditemukan epistaksis. .(Ilmu Kesehatan Anak,jilid 2,2003
Transmisi terjadi melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi urin/feses
dari penderita tifus akut dan para pembawa kuman/karier.Empat F (Finger, Files,
Fomites dan fluids) dapat menyebarkan kumanke makanan, susu, buah dan
sayuran yang sering dimakan tanpa dicuci/dimasak sehingga dapat terjadi
penularan penyakit terutama terdapat dinegara-negara yang sedang berkembang
dengan kesulitan pengadaan pembuangan kotoran (sanitasi) yang andal.
(Samsuridjal D dan heru S, 2003) Masa inkubasi demam tifoid berlangsung
selama 7-14 hari (bervariasiantara 3-60 hari) bergantung jumlah dan strain kuman
yang tertelan. Selamamasa inkubasi penderita tetap dalam keadaan asimtomatis.
(Soegeng soegijanto,2002)

5. WOC Patofisiologi

6. Pemeriksaan Laboratorium
1. Pemeriksaan Leukosit
Menurut buku buku disebutkan pada demam typoid terdapat leucopenia dan
limfositosis relative, tetapi kenyataan leucopenia tidaklah sering dijumpai. Pada
kebanyakan kasus demam typoid, jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada
batas- batas normal, malahan kadang-kadang terdapat leukositosis. Walaupun
tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu, pemeriksaan jumlah
leukosit tidak berguna untuk diagnosis demam typoid.
2. Pemeriksaan SGOT dan SGPT

SGOT dan SGPT seringkali meningkat tetapi kembali ke normal setelah


sembuhnya demam typoid. KEnaikan SGOT dan SGPT ini tidak memerlukan
pembatasan pengobatan.
3. Biakan Darah
Biakan darah positif memastikan demam typoid, tetapi biakan darah negatif
menyingkirkan demam typoid. Hal ini disebabkan karena hasil biakan darah
bergantung pada beberapa factor antara lain :
a) Teknik Pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan laboratorium berbeda dengan yang lain, malahan hasil satu
laboratorium biasa berbeda dari waktu ke waktu. Hal ini disebabkan oleh
perbedaan teknik dan media biakan yang digunakan, karena jumlah kuman yang
berada dalam darah hanya sedikit, yaitu kurang dari 10 kuman/ml darah, maka
untuk keperluan pembiakan. Pada anak anak 2 5 ml. Bila darah yang dibiak
terlalu sedikit hasil biakan biasa negative,terutama pada orang yang sudah
mendapat pengobatan spesifik .Selain ini darah tersebut harus langsung dikirim ke
laboratorium. Waktu pengambilan darah paling baik adalah saat demam tinggi
pada waktu bakterimia berlangsung.
b) Saat pemeriksaan selama berjalan penyakit
Pada demam typoid biakan darah terhadap S.Typhi terutama positif pada minggu
pertama penyakit dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu
kambuh biakan bias positif lagi.
c) Vaksinasi dimasa lampau
Vaksinasi terhadap demam typoid dimasa lampau menimbulkan antibody dalam
darah pasien. Antibodi ini dapat menekan bakteriemia
d) Pengobatan dengan antimikroba
Bila pasien sebelum pembiakan darah sudah mendapat obat antimikroba,
pertumbuhan kuma dalam media biakan terhambat dan hasil biakan mungkin
negative.
4. Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibody,
aglutinin yang spesifik terhadap salmonella terdapat dalam serum pasien demam
typoid pada orang yang pernah ketularan salmonella dan pada orang yang pernah
divaksinasi terhadap demam typoid.
Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella
yang sudah dimatikan dan diolah laboratorium.Maksud uji widal adalah

menentukan adanya agglutinin dalam serum pasien yang disangka menderita


demam typoid.Akibat infeksi oleh S.Typhi, pasien membuat anti bodi
(aglutini),yaitu:
a. Aglutinin O,yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh
kuman).
b. Aglutinin H, karena rangsangan antigen H (berasal dari flagela kuman).
c. Aglutinin Vi, karena rangsangan antigen Vi (berasal sari simapi kuman)
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan
titernya untuk diagnosis. Mungkin tinggi titernya, mungkin besar kemungkinan
pasien menmderita demam typoid. Pada infeksi yang aktif, titer uji widal akan
meningkat pada pemeriksaan ulang yang dilakukan selang paling sedikit 5 hari.
Titer widal biasanya angka kelipatan : 1/32 , 1/64 , 1/160 , 1/320 ,
1/640. Peningkatan titer uji Widal 4 x (selama 2-3 minggu) : dinyatakan (+). Titer 1/160 : masih dilihat dulu dalam 1 minggu kedepan, apakah ada kenaikan
titer. Jika ada, maka dinyatakan (+).
Jika 1 x pemeriksaan langsung 1/320 atau 1/640, langsung dinyatakan (+) pada
pasien dengan gejala klinis khas.
7. Diagnosis
Biakan darah positif memastikan demam typoid, tetapi biakan negative tidak
menyingkirkan demam typoid. Biakan tinja positif menyokong diagnosis klinis
demam typoid. Peningkatan titer uji widal empat kali lipat selama 2 samapi 3
minggu memastikan diagnosis demam typoid. Reaksi widal dengan titer antibodi
O 1/320 atau titer antibodi H 1/640 menyokong diagnosis demam typoid pada
pasien dengan gambaran klinis yang khas. Pada beberapa pasien uji widal tetap
negatif pada pemeriksaan ulang, walaupun biakan darah positif.
8. Komplikasi
Komplikasi demam typoid terbagi atas dua, yaitu :
1.1.9.1. Komplikasi Intestinal
Pendarahan usus,perforasi usus.
1.1.9.2. Komplikasi Ekstra Intestinal
Typoid encepalogi, meningitis pneumonia,endocarditis

a.
1)
2)
3)
4)
5)
b.
1)
1)
2)

3)
4)

5)

1)
2)
3)
4)

9. Penatalaksanaan
1.1.10.1 Medis
Anti Biotik (Membunuh Kuman)
Klorampenicol
Amoxicilin
Kotrimoxasol
Ceftriaxon
Cefixim
Antipiretik (Menurunkan panas)
Paracetamol
1.1.10.2. Perawatan
Isolasi, observasi dan pengobatan
Pasien harus tirah baring absolute sampai 7 hari bebas demam atau kurang lebih
dari selam 14 hari. MAksud tirah baring adalah untuk mencegah terjadinya
komplikasi perforasi usus.
Mobilisasi bertahap bila tidak panas, sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien.
Pasien dengan kesadrannya yang menurun, posisi tubuhnya harus diubah-ubah
poada waktu-waktu tertentu untuk menghindari komplikasi pneumonia
hipopastatik dan dekubitus.
Defekasi dan buang air kecil perlu diperhatikan karena kadang-kadang terjadi
konstipasi dan diare.
1.1.10.3. Diet
Diet yang sesuai ,cukup kalori dan tinggi protein.
Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.
Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim
Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam selama 7 hari.
10. Prognosis
Prognosis demam typoid tergantung dari umur,keadaan umum, derajat kekebalan
tubuh, jumlah dan virulensi salmonella serta cepat dan tepatnya
pengobatan.Angka kematian pada anak-anak 2.6 % dan pada orang dewasa 7.4%
2. Asuhan Keperawatan Teoritis
2.1.
Pengkajian
1. Identitas
Didalam identitas meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, no
register, agama, tanggal masuk, tanggal pengkajian, diagnosa medis dan
penanggung jawab.
2. Alasan Masuk

a)

b)

c)

a.
b.
c.
d.
1)

2)

3)
4)

5)

6)
7)

Biasanya klien masuk dengan alasan demam, perut tersa mual dan kembung,
nafsu makan menurun, diare/konstipasi, nyeri kepala.
3. Riwayat Kesehatan
Riwayat Kesehatan Sekarang
Pada umumnya penyakit pasien typoid adalah demam, anorexia, mual , muntah,
diare, perasaan tidak enak diperut, pucat, nyeri kepala, nyeri otot, lidah kotor,
gangguan kesadaran berupa samnolen sampai koma.
Riwayat Kesehatan Dahulu
Apakah sebelumnya pasien pernah mengalami sakit demam typoid atau pernah
menderita penyakit lainnya?
Riwayat Kesehatan Keluarga
Apakah dalam keluarga ada yang pernah menderita penyakit demam typoid atau
penyakit keturunan?
4. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum
: Biasanya badan lemah
TTV
: peningkatan suhu,perubahan nadi, respirasi
Kesadaran
: Dapat mengalami penurunan kesadaran.
Pemeriksaan Head To toe
Kepala
Keadaan kepala cukup bersih, tidak ada lesi / benjolan, distribusi rambut merata
dengan warna warna hitam, tipis, tidak ada nyeri tekan.
Mata
Kebersihan mata cukup, bentuk mata simetris kiri dan kanan, sclera tidak ikterik
konjungtiva kemerahan / tidak anemis.Reflek pupil terhadap cahaya baik.
Telinga
Kebersihan telinga bersih, bentuk tidak ada kelainan, tidak terdapat peradangan.
Hidung
Kebersihan hidung cukup, bentuk tidak ada kelainan, tidak terdapat tanda-tanda
peradangan pada mocusa hidung.Tidak terlihat pernafasan cuping hidung taka ada
epistaksis.
Mulut dan gigi
Kebersihan mulut kurang dijaga, lidah tampak kotor, kemerahan, mukosa
mulut/bibir kemerahan dan tampak kering.
Leher
Kebersihan leher cukup, pergerakan leher tidak ada gangguan.
Dada
Kebersihan dada cukup, bentuk simetris, ada nyeri tekan.tidak ada sesak., tidak
ada batuk.

8) Abdomen
Kebersihan cukup ,bentuk simetris,tidak ada benjolan/nnyeri tekan,bising usus
12x /menit,terdapat pembesaran hati dan limfa
9) Ekstremitas
Tidak ada kelainan bentuk antara kiri dan kanan,atas dan bawah,tidak terdapat
fraktur,genggaman tangan kiri dan kanan sama kuat

a.

b.
c.

a.
b.
c.
d.
e.

5. Data Psikologis
Biasanya pasien mengalami ansietas, ketakutan , perasaan tak berdaya dan
depresi.
6. Pemeriksaan Penunjang
Darah
Pada penderita demam tifoid bisa didapatkan anemia, jumlah leukosit normal, bisa
menurun atau meningkat.Penelitian oleh beberapa ilmuwan mendapatkan bahwa
hitung jumlah dan jenis leukosit serta laju endap darah tidak mempunyai nilai
sensitivitas, spesifisitas dan nilai ramal yang cukup tinggi untuk dipakai dalam
membedakan antara penderita demam tifoid atau bukan, akan tetapi adanya
leukopenia dan limfositosis relatif menjadi dugaan kuat diagnosis typoid
SGOT, SGPT
SGOT dan SGPT sering meningkat, tetapi akan kembali normal setelah sembuh.
Peningkatan SGOT dan SGPT ini tidak memerlukan penanganan khusus
Uji Widal
Titer 1/160 : masih dilihat dulu dalam 1 minggu ke depan, apakah ada kenaikan
titernya. Jika ada maka dinyatakan (+).Jika 1x pemeriksaan langsung 1/320 atau
1/640,langsung dinyatakan (+) pada pasien dengan gejala khas.
2.2.
Diagnosa Keperawatan
Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan infeksi Salmonella Typhi.
Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake yang tidak adekuat.
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan out put yang berlebihan.
Defisit perawatan diri berhubungan dengan bedrest total
Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan kelemahan fisik
(Suriadi. 2001. Asuhan Keperawatan pada Anak. )
2.3.
Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan
Intervensi
1
Peningkatan suhu tubuh Tujuan
: suhu tubuh kembali normal
berhubungan dengan infeksi Kriteria hasil : - Suhu turun 360 370 C
Nadi, RR dalam batas normal
Salmonella Typhi

Klien mengatakan badan tidak panas lagi .


Rencana Tindakan
1. Kaji pengetahuan pasien tentang hipertermia
R/ Pemahaman tentang hipertermi membantu memud
tindakan.
2.
Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga t
penngkatan suhu tubuh.
R/ agar klien dan keluarga mengetahui sebab
peningkatan suhu dan membantu mengurangi kece
yang timbul
3.
Anjurkan klien menggunakan pakaian tipi
menyerap keringat .
R/ untuk menjaga agar klien merasa nyaman, pakaia
akan membantu mengurangi penguapan tubuh.
4.
Batasi pengunjung
R/ Agar klien merasa tenang dan udara di dalam ru
tidak terasa panas.
5.
Observasi TTV tiap 4 jam sekali
R/ Tanda- tanda vital merupakn acuan untuk meng
keadaan umum pasien
6.
Anjurkan pasien minum 2.5 liter/24 jam
R/ Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan
meningkat sehingga perlu diimbangi dengan asupan
yang banyak
7.
Berikan kompres hangat
R/ R/ Untuk membantu menurunkan suhu tubuh
K 8. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian
antibiotik dan antipiretik
R/ antibiotik untuk mengurangi infeksi dan antipiretik
mengurangi panas.
Gangguan
pemenuhan Tujuan
: Nutrisi klien terpenuhi
kebutuhan nutrisi kurang dari Kriteria Hasil : - Nafsu makan meningkat
kebutuhan
tubuh - Pasien dapat menghabiskan makanan sesuai dengan
berhubungan dengan intake yang diberikan.
yang tidak adekuat
- BB dalam batas normal
Rencana Tindakan
1.
Kaji nutrisi pasien
R/ mengetahui langkah pemenuhan nutrisi.

Gangguan
keseimbangan
cairan dan elektrolit kurang
dari
kebutuhan
tubuh
berhubungan dengan out put
yang berlebihan

2.
Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang m
makanan/nutrisi.
R/ Untuk meningkatkan pengetahuan klien tentang
sehingga motivasi makan meningkat.
3.
Timbang berat badan klien setiap 2 hari
R/ Untuk mengetahui peningkatan dan penurunan
badan.
4.
Beri nutrisi dengan diet lembek, tidak menga
banyak serat, tidak merangsang maupun menim
banyak gas dan dihidangkan saat masih hangat.
R/untuk meningkatkan asupan makanan karena
ditelan.
5.
Beri makanan dalam porsi kecil dan frekuensi s
R/ Untuk menghindari mual dan muntah
6.
Lakukan oral hygiene dan anjurkan klien meng
gigi setiap hari
R/ Dapat mengurangi kepahitan selera dan menamba
nyaman di mulut
7.
Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian a
dan pemberian nutrisi parenteral
R/ Antasida mengurangi rasa mual dan muntah.
parenteral dibutuhkan terutama jika kebutuhan nutr
oral sangat kurang.
Tujuan : tidak terjadi gangguan keseimbangan cairan
Kriteria Hasil : - Turgor kulit baik
Wajah tidak tampak pucat
Rencana Tindakan
1. Berikan penjelasan tentang pentingnya kebutuhan
pada pasien dan keluarga.
R/ untuk mempermudah pemberian cairan (minum
pasien.
2.
Observasi pemasukan dan pengeluaran cairan
R/ Untuk mengetahui keseimbangan cairan.
3.Anjurkan pasien utuk minum 2.5 liter/24 jam
R/ Untuk pemenuhan kebutuhan cairan
4.
Observasi kelancaran tetesan infuse
R/ untuk pemenuhan kebutuhan cairan dan mencegah
edema

5.
Kolaborasi dengan dokter untuk terapi cairan
parenteral)
R/ untuk pemenuhan kebutuhan cairan yang
terpenuhi (secara parenteral)
4

Defisit
perawatan
diri Tujuan : Klien dapat melakukan perawatan diri sendir
berhubungan dengan bedrest bantuan keluarga
total
Kriteria Hasil : - Personal hygiene klien terpenuhi
- Klien tampak bersih
Rencana Tindakan
1.
Kaji tingkat personal hygiene klien
R/ Mengetahui tindakan personal hygiene yang
dilakukan.
2.
Bantu Klien dalam melakukan perawatan diri s
mandi, gosok gigi, cuci rambut dan potong kuku
R/ Membantu untuk memenuhi kebutuhan personall h
klien.
3.
Berikan motivasi pada klien untuk dapat bera
secara bertahap.
R/ Terwujudnya perawatan diri secara bertahap
mandiri.
Gangguan mobilisasi fisik Tujuan : Pasien bisa melakukan aktivitas kehidupan
berhubungan
dengan hari secara optimal.
kelemahan fisik
Kriteria Hasil : Dapat melakukan gerakan
bermanfaat bagi tubuh
Rencana Tindakan
1.
Kaji kemampuan pasien dalam beraktivitas (mak
minum)
R/ Untuk mengetahui sejauh mana kelemahan yang te
2.
Beri motivasi pada pasien dan keluarga untuk mela
mobilisasi sebatas kemampuan (misalnya miring
miring kiri).
R/ Agar pasien dan keluarga mengetahui pent
mobilisasi bagi pasien yang bedrest.
3.
Dekatkan keperluan pasien dalam jangkauannya.
R/ Untuk mempermudah pasien dalam melakukan ak
4.
Berikan latihan mobilisasi secara bertahap s
demam hilang.
R/ Untuk menghindari kekakuan sendi dan me

adanya dekubitus.

2.4.
Implementasi
Setelah semua rencana tindakan keperawatan disusun, maka langkah selanjutnya
melaksanakan dalam tindakan yang nyata yang bertujuan untuk mengatasi
masalah klien. Melaksanakan secara langsung, bekerja sama dengan profesi lain,
tenaga keperawatan lainnya. Untuk kelanjutan pelayanan keperawatan secara
berkesinambungan.
2.5.
Evaluasi
Merupakan tahap akhir dari suatu proses keperawatan atau penilaian akhir dari
proses keperawatan yang telah dilaksanakan. Dimana perawat mencari kepastian
keberhasilan dan juga mengetahui sejauh mana masalah klien dapat diatasi. Jika
belum berhasil dengan baik dilakukan kajian ulang atau merevisi rencanatindakan

DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.

Arif Mansjoer, Suprohaitan, Wahyu Ika W, Wiwiek S. Kapita Selekta


Kedokteran. Penerbit Media Aesculapius. FKUI Jakarta. 2000.
Arjatmo Tjokronegoro & Hendra Utama. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid
I. Edisi ke Tiga. FKUI. Jakarta. 1997.
Behrman Richard. Ilmu Kesehatan Anak. Alih bahasa: Moelia Radja Siregar &
Manulang. Editor: Peter Anugrah. EGC. Jakarta. 1992.
Joss, Vanda dan Rose, Stephan. Penyajian Kasus pada Pediatri. Alih bahasa
Agnes Kartini. Hipokrates. Jakarta. 1997.
Ranuh, Hariyono dan Soeyitno, dkk. Buku Imunisasi Di Indonesia, edisi
pertama. Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta. 2001.

6. Samsuridjal Djauzi dan Heru Sundaru. Imunisasi Dewasa. FKUI. Jakarta. 2003.
7. Sjamsuhidayat. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi revisi. EGC. Jakarta. 1998.
8. Soegeng Soegijanto. Ilmu Penyakit Anak, Diagnosa dan Penatalaksanaan.
Salemba Medika. Jakarta. 2002.
9. Suriadi & Rita Yuliani. Buku Pegangan Praktek Klinik Asuhan Keperawatan
pada Anak.Edisi I. CV Sagung Seto. Jakarta. 2001.
10. Widiastuti Samekto. Belajar Bertolak dari Masalah Demam Typhoid. Badan
Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang. 2001.
11. http://www.tempointeraktif.com/hg/nusa/jawamadura/2005/02/03brk
Diposkan 31st May 2012 oleh Jili Oetamey
http://jilioetamey.blogspot.com/2012/05/asuhan-keperawatan-dengan-typhoidpada.html#!/2012/05/asuhan-keperawatan-dengan-typhoid-pada.html

Anda mungkin juga menyukai