Protap TB Dalam Kehamilan
Protap TB Dalam Kehamilan
Protap TB Dalam Kehamilan
PANDUAN
PENATALAKSA
NAAN
TUBERKULOSIS
DALAM
KEHAMILAN
(DRAFT)
Kontributor:
HKFM senter Makassar
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
I.
Pendahuluan
Penyakit Tuberkulosis (TBC) merupakan penyakit infeksi yang kronis menular
dan secara global masih menjadi isu kesehatan global di semua negara. Dari
laporan tahunan WHO (2003) disimpulkan bahwa masih ada 22 negara
dengan kategori beban tinggi terhadap TBC (high burden of TBC numbers).
Sebanyak 8,9 juta penderita TBC dengan proporsi 80% pada 22 negara
berkembang dengan kematian 3 juta orang per tahun. Satu orang dapat
terinfeksi TBC setiap detik dan penyakit TBC membunuh 1 juta perempuan
per
tahun
pada
saat
kehamilan
dan
persalinan.
1,2
terakhir
adalah
meningkatnya
ko-infeksi
dengan
HIV/AIDS.
Definisi
Tuberculosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme
Mycobacterium yang menyebar melalui udara. TB biasanya mengenai paruparu, tetapi dapat juga mengnenai organ lain seperti otak, ginjal, dan tulang
belakang. [2]
III.
Etiologi
Mycobacterium tuberculosis
IV.
Klasifikasi TB
1. Tidak ada riwayat terpapar dan reaksi skin test tuberkulin negatif [5].
2. Memiliki riwayat terpapar tetapi memiliki reaksi skin test tuberkulin negatif.
[5]
Tindakan yang diambil untuk kelas ini adalah terutama tergantung dari
derajat dan lamanya tenggang waktu terpapar dengan M. Tuberculosis,
dimana sangat tergantung pada status immun dari orang yang terpapar.
Jika terdapat paparan yang signifikan dalam 3 bulan, harus dilakukan
follow up skin test tuberkulin dalam waktu 10 minggu setelah paparan.
3. Infeksi latent Tuberculosis, tidak ada gejala klinik [5]
Memiliki reaksi skin test tuberkulin yang positif (dinyatakan dalam satuan
mm (miliemeter), hasil pemeriksaan bakteriologi negatif (jika dilakukan)
dan tidak terdapat bukti adanya tuberkulosis aktif, baik secara klinik,
bakteriologik, maupun radiografi. Terapi infeksi tuberkulosis laten mungkin
diindikasikan untuk orang tertentu. Harus dicatat kemoterapi yang
sekarang diterima (tanggal dan jenis regimennya), kapan terapinya
selesai (waktu dan dan jadwal pemberian terapi) serta apakah terapinya
inkomplit atau tidak (waktu pemberian dan regimennya).[5]
4. Tuberculosis, secara klinik aktif. [5]
Seluruh pasien dengan tuberkulosis yang secara klinik aktif dan telah
menjalani prosedur diagnostik secara komplit. Jika prosedur diagnosis
masih belum dapat dijalankan dengan lengkap, pasien harus dimasukkan
dalam klasifikasi sebagai suspek tuberkulosis (kelas 5). Untuk memenuhi
kriteria 3 ini, pasien haruslah memiliki gejala klinik, bakteriologik, dan/atau
bukti radiografi akan adanya infeksi tuberkulosis.
Hal ini paling mungkin ditentukan dengan isolasi M. Tuberculosis. Pasien
yang memiliki riwayat tuberkulosis dan juga memiliki gejala klinik yang
sekarang aktif termasuk kelas 3.
Lokasi penyakit [5]
Pulmonar
Pleural.
Limfatik
Tulang dan sendi
Genitourinari
Disseminated (milier)
Meningeal
Peritoneal
Lain-lain
Status bakteriologis
Negatif [5]
Tidak dilakukan
Secara mikrroskopik (tanggal pemeriksaan)
Amplifikasi asam nukleat (tanggal pemeriksaan)
Kultur (tanggal pemeriksaan)
Positif [5]
diagnostik
telah
lengkap,
pasien
harus
telah
dapat
Patofisiologi
a. TB
Setelah inhalasi, nukleus droplet akan memasuki cabang-cabang
bronkus dan berimplantasi pada bronkiolus respiratorik dan alveolus.
Apakah suatau basil tuberkel yang telah terinhalasi akan dapat
menentukan infeksi paru atau tidak, tergantung baik pada virulensi
bakteri maupun dari kemampuan mikrobisidal makrofag alveolar yang
memakannya. [5]
Jika basil mampu bertahan hidup dari pertahanan tubuh awal, maka
bakteri ini akan bermultiplikasi dalam makrofag alveolus. Basil tuberkel
akan bertumbuh secara lambat, membagi diri dalam 25-32 jam dalam
makrofag.
Mycobacterium
tuberculosis
tidak
memiliki
endotoksin
otak,
dimana
meerupakan
lingkungan
yang
cocok
untuk
kompleks
primer
kadang-kadang
dapat
terlihat
pada
positif
merupakan
satu-satunya
indikasi
bahwa
berhubungan dengan
penyakit
tuberkulosis
meningkat.
Risiko
untuk
dengan
tidak
wanita
hamil,
meskipun
hal
ini
belum
pernah
VI.
Penularan TB
Tuberkulosis menyebar melaui udara dengan droplet nukleus, sebuah partikel
berdiameter 1-5 mm yang mengandung kompleks M. Tuberkulosis. Droplet nuklei
juga dihasilkan ketika pasien dengan tuberkulosis pulmonal atau laringeal batuk,
bersin, berbicara atrau bernyanyi.
VII.
Gejala TB
Karena TB dapat mengenai bermacam lokasi pada tubuh, gejalanya dapat sangat
bervariasi, beberapa diantaranya bahkan tidak spesifik dan akhirnya menyebabkan
diagnosis terlambat. [7]
Gejala TB pulmonal yang khas termasuk batuk kronik, kehilangan berat badan,
demam intermiten, keringat malam dan batuk darah. TB yang menyerang bagian
tubuh lain selain paru akan memiliki gejala tergantung lokasinya, dan mungkin akan
disertai demam intermiten dan kehilangan berat badan. TB merupakan diagnosis
yang perlu dipertimbangkan pada pasien dengan demam intermitten, kehilangan
berat badan dan gejala lain yang tidak jelas. TB laten tanpa infeksi aktif mungkin
tidak akan menunjukkan gejala apa-apa. [7]
VIII.
Diagnosis
beberapa daerah. Dan hal inilah yang merupakan salah satu faktor yang dianggap
dapat menyebabkan diagnosis terlambat dan pada akhirnya berperan dalam
kematian ibu. Penelitian yang dilakukan di Soweto, afrika selatan, skrining TB
dengan menggunakan sejumlah pertanyaan selama ANC dianggap cukup berguna
dan hanya memeakan waktu sedikit selama konsultasi pada ANC> [8]
Rekomendasi telah mengatakan bahwa pertanyaan mengnai TB untuk menskrining
harus diimplementasikan pada daerah dengan prevalensi HIV cukup tinggi,dimana
tingkat infeksi HIV pada wanita hamil cukup tinggi pada daerah terrsebut. Modalitas
laboratorium yang paling sering adalah pemeriksaan mikroskopik sputum untuk
mendeteksi adanya basil tahan asam, kultur sputum dan spesimen lain yang diduga
mengandung M. TB serta foto toraksmasih merupakan alat utama diagnostik. [8]
Test kulit tuberkulin memiliki nilai dalam mendiagnosis infeksi TB laten, kecuali di
area dimana terdapat prevalensi dan insidensi TB yang tinggi. Konfirmasi adanya
infeksi M. TB masih merupakan issue yang sulit, dengan teknologi yang sudah
ketinggalan dan inakurat, terutama pada daerah dengan fasilitas terbatas.
Peningkatan teknologi diagnostik masih merupakan prioritas penelitian. Interferon-C
Release Assays dan Quanti-FERON-TB Gold In-Tube assay telah dipakai sebagai
metode diagnosis infeksi laten TB. Metode ini telah meningkatkan spesifitas dan
akurasi diagnostik dan tidak dipengaruhi oleh vaksinasi BCG atau infeksi dari
Mycobacteria non tuberkulosa. Quanti-FERON-TB Gold In-Tube assay aman
digunakan dalam kehamilan, meskipun belum divalidasi untuk kehamilan. [8]
Infeksi HIV mengubah gambaran infeksi TB aktif. TB dengan hasil smear negatif
sering ditemukan pada individu dengan infeksi TB dimana individu tersebut
cenderung untuk menghasilkan lebih sedikit bakteri basilus dan pemeriksaan
mikroskopik
saja
tidak
seharusnya
digunakan
untuk
membuat
diagnosis.
wanita
hamil
menerima
TST selama
test
ini
dikembangkan dan tidak ditemukan catatan akan adanya efek samping yag
membahayakan janin yang diakibatkan oleh TST. Tidak terdapat bukti bahwa
TST memiliki efek samping terhadap wanita hamil dan janin. Pasien harus ikut
menjalani test kulit serial sebagai bagian dari program pengendalian infeksi
ataupun pemeriksan kontak karena tidak ditemukan kontraindikasi terhadap
tes kulit yang ada. Guideline yang dikeluarkan oleh ACOG menekankan
kulit
tuberkulin
Mantoux
merupakan
metode
standar
untuk
CATATAN
Optimal
Alternatif yang dapat diterima untuk
setiap pasien TB baru yang terapinya
secara langsung diawasi
3 x seminggu
3 x seminggu
tidak
tinggal
pada
daerah
2HRZE/4HR1
Pemberian terapi ulangan dengan first-line drugs: 2HRZE/1HRZE/5HRE2
Regimen MDR. [10]
Isoniazid
Rifampicin
Pyrazinamide
Ethambutol
Harian
dan Maximum
range
(mg)
3 x seminggu
Dosis dan Dosis
range
maksimum
(mg/kg
(mg/kg
Harian
body
body
(mg)
weight)
10 (812)
10 (812)
35 (3040)
30 (2535)
900
600
weight)
5 (46)
10 (812)
25 (2030)
15 (1520)
300
600
X.
TB pada keadaan khusus
Beberapa rekomendasi mengenai MDR-TB:
Perlu mendiskusikan dengan ibu mengenai resiko dan keuntungannya [12]
Memulai terapi resistensi obat pada trimester kedua, atau sesegera mungkin jika
kondisi ibu tidak memungkinkan. Karena efek teratogenik terjadi pada trimester
Pasien TB yang gagal terapi atau relaps setelah terapi pertama sebaiknya
menerima regimen yang mengandung first line drugs 2HRZES/1HRZE/5HRE pada
daerah dengan dengan tingkat MDR rendah atau medium atau jika data sama sekali
tidak ada. [10]
Untuk terapi MDR, obat anti Tb digolongkan menurut efikasinya, pengalaman
penggunaan dan kelas obat. Seluruh obat anti TB yang termasuk dalam golongan
first line dimasukkan dalam group 1, kecuali streptomicyn, yang digolongkan
bersama dengan obat injeksi ke dalam group 2. Seluruh obat dalam group 2-5
(kecuali streptomisin) merupakan obat golongan second-line. Resistensi silang
berarti mutasi resistensi (pada bakteri M. Tuberkulosis) terhadap salah satu obat
anti TB dapat berubah ke beberapa atau bahkan semua obat dalam satu golongan
atau bahkan obat dalam lain golongan. [10]
Group 1
Obat golongan 1 merupakan obat yang paling poten dan paling dapat ditoleransi.
Jika terdapat bukti laboratorik dan riwayat klinik bahwa obat dari golongan ini efektif,
maka obat tersebut harus digunakan. Jika obat golongan 1 pada pemberian
sebelumnya gagal, maka efikasinya harus dipertanyakan bahkan walaupun jika hasil
DST menyatakan efektifitasnya. Rifampysin, seperti halnya rifabutin memiliki tingkat
resistensi silang yang tinggi terhadap rifampisin. [10]
Group 2.
Seluruh pasien yang menerima obat injeksi golongan 2 jika diduga efektifitasnya dan
ada data yang mendukung. Di antara golongan aminoglikosida, kanamisin dan
amikasin merupakan obat injeksi pilihan pertama, diberikan pada kasus MDR-TB
yang memiliki tingkat resistensi streptomisin yang tinggi. Sebagai tambahan, kedua
obat ini tidak mahal, toksisitasnya kurang dibanding streptomisin dan telah
digunakan luas untuk terapi TB-MDR. Amikasin dan kanamisin dianggap serupa dan
memiliki frekuensi yang tinggi untuk terjadinya resistensi silang. Jika kasus TB
tersebut hanya resisten terhadap baik streptomisin dan kanamisin, atau jika data
DRS menunjukkan resistensi yang tinggi terhadap amikasin dan kanamisin, maka
kapreomisin harus digunakan. [10]
Group 3.
Seluruh pasien harus menerima pengobatan dengan obat golongan 3 jika strain
M. Tuberculosis sensitif terhadap agen ini atau jika diketahui memiliki efikasi yang
baik. Salah satu generasi fluoroquinolon, seperti levofloxacyn atau moxifloxacin
merupakan pilihan fluoroquinolon. Siprofloksasin tidak lagi direkomendasikan
sebagai terapi bagi MDR-TB [10]
Group 4.
Etionamid atau protionamid seringkali ditambahkan ke dalam regimen karena
harganya yang murah. Jika biaya tidak menjadi pertimbangan, maka PAS
(p-aminosalicylic acid) harus ditambahkan, dalam formula salut enterik yang relatif
dapat ditoleransi dan tidak menyebabkan resistensi silang dengan obat lain. Jika
dibutuhkan 2 regimen lain, sikloserin dapat ditambahkan. Karena etinamid (atau
protionamid)
dan
PAS
seringkali
meyebabkan
efek
gastrointestinal
dan
hipotiroidisme, maka agen ini biasanya diberikan bersama hanya jika dibutuhkan
3 macam obat dari obat golongan 4, yaitu: etionamid (atau protionamid), sikloserin
dan PAS. Terizidone dapat digunakanselain sikloserin karena dianggap cukup efektif.
[10]
Group 5.
Obat yang termasuk dalam golongan 5 tidak direkomendasikan oleh WHO untuk
penggunaan rutin dalam terapi TB-MDR karena efikasinya masih belum jelas. Obatobat ini dapat digunakan pada kasus-kasus dimana tidak mungkin memberikan
regimen yang adekuat dengan obat-obat dari regimen 1-4. Pasien harus konsultasi
dengan ahli [10]
OBAT
Group 1:
Pyrazinamide (Z)
Ethambutol (E)
Group 2:
Rifabutin (Rfb)
Kanamycin (Km)
Injectable agents
Amikacin (Am)
Capreomycin (Cm)
Group 3:
Streptomycin (S)
Levofloxacin (Lfx)
Fluoroquinolones
Moxifloxacin (Mfx)
Group 4:
Ofloxacin (Ofx)
Para-Aminosalicylic Acid (PAS)
Oral
bacteriostatic
agents
Terizidone (Trd)
Ethionamide (Eto)
Group 5:
Protionamide (Pto)
Clofazimine (Cfz)
Linezolid (Lzd)
Amoxicillin/Clavulanate (Amx/Clv)
Thioacetazone (Thz)
Imipenem/Cilastatin (Ipm/Cln)
High-Dose Isoniazid (High-Dose H)B
Clarithromycin (Clr)
untuk
isoniazid,
rifampicin;
Suspek MDR-TB
Terapi
empirik
regimen MDR
dengan
Pada terapi MDR-TB, fase intensif didefinisikan dengan durasi terapi injeksi. Obat
injeksi harus dilanjutkan selama minimal 6 bulan dan sedikitnya 4 bulan mulai dari
ditemukan kultur atau smear yang negatif sampai tetap negatif. [10]
Konversi kultur juga menentukan durasi terapi TB keseluruhan. Direkomendasikan
untuk melanjutkan terapi selama minimum 18 bulan setelah konversi kultur.
Perpanjangan waktu 24 bulan mungkin diindikasikan paa kasus kronik dengan
kerusakan paru yang parah. [10]
TINJAUAN PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.