100% menganggap dokumen ini bermanfaat (1 suara)
2K tayangan16 halaman

Teknologi Nano Dalam Industri Pangan

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1/ 16

MAKALAH PERANCANGAN PABRIK PENGOLAHAN PANGAN

APLIKASI NANO TEKNOLOGI DALAM INDUSTRI PANGAN

Oleh:
Kelompok 1A
Subhan Aristiadi
240210110021
Fitri Astutiningsih
240210120001
Michelle Cynthia
240210120002
Mila Syafaah
240210120003
Rismi Andiani Jabar
240210120004
Gemma Zulhaida
240210120005

UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PANGAN
JATINANGOR
2015

I.

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Seiring perkembangan zaman, teknologi pun terus berkembang. Banyak

ilmuan yang memiliki penemuan-penemuan baru yang bertujuan untuk


kesejahteraan manusia dan lingkungan sekitarnya. Salah satu penemuan yang
memberikan dampak positif bagi manusia dan lingkungan adalah ditemukannya
teknologi nano. Menurut Sukirno (2014), nanoteknologi diyakini sebagai konsep
teknologi yang akan melahirkan revolusi industri baru di abad ke-21. Beberapa
cabang ilmu terapan dan medis mengadopsi nanoteknologi dan nanosains menjadi
fondasi utamanya. Saat ini nanoteknologi telah merambah hampir di semua sektor
kehidupan, seperti komestik, kesehatan, pangan, kemasan pangan, berbagai
produk konsumen, dan lain-lain.
Institute of Science and Technologi atau IFST (2006) dalam Sudibyo dan
Djumarman (2008) mendefinisikan nanoteknologi sebagai suatu design produksi
dan penerapan dari struktur, peralatan, dan sistem melalui pengendalian bentuk
dan ukuran material pada skala nano (109 m) atau kreasi dan penggunaan material,
peralatan, dan sistem yang mengeksploitasi peningkatan karakteristik dari struktur
dan sifat-sifat bahan pada rentang ukuran nanometer, yaitu dalam ukuran antara 1
sampai dengan 100 nanometer. Sementara itu ilmu nanoteknologi oleh IFST
(2006) dalam Sudibyo dan Djumarman (2008) mendefiniskan sebagai studi
fenomena dan manipulasi material pada tingkat skala atom, molekuler, dan
makromolekuler, dimana karakteristik material tersebut berbeda dengan material
yang mempunyai ukuran lebih besar.
Pasar yang sangat kompetitif menyebabkan teknologi sangat penting untuk
menjaga agar konsumen tetap loyal pada suatu produk tertentu. Konsumen
membutuhkan makanan dengan kualitas baik, sehingga dimasa yang akan datang
produk yang mempunyai karakteristik kaya rasa, tahan lama, segar, dam aman
akan menguasai pangsa pasar. Pasar produk hasil nanoteknologi dan ilmu nano,
khususnya produk pangan menurut studi Kaiser (2004) dalam Sudibyo dan
Djumarman (2008) diperkirakan akan terus meningkat dengan nilai 2,6 milyar
dolar Amerika Serikat pada tahun 2004 menjadi 20,4 milyar dolar Amerika

Serikat pada tahun 2010. Pasar terbesar tahun 2010 berada di wilayah Asia dengan
China menduduki peringkat pertama karena penduduknya yang besar. (El Amin,
2006 dalam Sudibyo dan Djumarman, 2008).
Nanoteknologi merupakan salah satu kunci teknologi untuk masa
mendatang dan mempunyai potensi besar untuk memunculkan produk-porduk
baru dengan berbagai keunggulan dan manfaatnya (Siegrist et al, 2007 dalam
Sudibyo dan Djumarman, 2008). Di sisi lain, informasi yang berkaitan dengan
risiko penanganan bahan atau material nano masih terbatas dan beberapa laporan
serta diskusi ilmiah bahkan mengindikasikan adanya kemungkinan partikel nano
berpotensi menimbulkan risiko keamanan dan kesehatan (ETC Group, 2005
dalam Sudibyo dan Djumarman, 2008).
Sukirno (2014) juga menyatakan bahwa dampak nanoteknologi pada
industri pangan sudah semakin jelas terlihat. Secara umum penerapan
nanoteknologi di industri pangan dapat ditemui pada berbagai sektor, diantaranya
pada pengolahan produk, pemantauan kualitas, dan pengemasan. Beberapa
industri pangan besar dunia sudah mulai melakukan pengembangan untuk lebih
menggali potensi penggunaan nanoteknologi pada pangan dan pengemasannya.
Menurut Chau et al. (2007) dalam Sudibyo dan Djumarman (2008),
kemajuan yang dicapai dan penemuan baru dalam nanoteknologi telah mulai
dirasakan dampaknya terhadap industri pangan dan industri terkaitnya. Hal ini
menimbulkan dampak terhadap isu keamanan pangan dan produk pangan baru
hasil sintesis molekuler dan ingrediennya yang mengandung nano, terutama
produk pangan fungsional yang digunakan untuk mengantarkan senyawa bioaktif
dalam pangan fungsional tersebut.
I.2

Tujuan
Penyusunan makalah ini bertujuan untuk mengetahui serta mempelajari

penerapan nanoteknologi dalam industri pengolahan pangan serta dampaknya


terhadap kualitas produk pangan yang dihasilkan.

II.

PEMBAHASAN

2.1

Definisi Nano Teknologi


Definisi dasar dari teknologi nano adalah suatu proses rekayasa dari fungsi

sistem pada tingkat molekular. Teknologi ini mengacu pada manipulasi atau
perakitan diri dari atom, molekul atau kelompok molekul menjadi material atau
alat dengan sifat-sifat baru (Riwayati, 2007). Satu nanometer adalah seper satu
milyar meter (10-9m), yang berarti sekitar 10000 kali lebih kecil dari diameter
rambut manusia yang berukuran sekitar 100.000 nm. Pada skala yang sangat kecil,
material memiliki sifat fisika dan kimia yang sama sekali berbeda dibandingkan
dengan material pada ukuran lazim (konvensional) sehingga sifat unik ini
digunakan dalam industri untuk menciptakan produk-produk baru.
Nano berasal dari kata Yunani yang berarti kerdil, kemudian diturunkan
menjadi kata nanometer. Jadi nanoteknologi adalah teknologi pada skala
nanometer. Nano merupakan satuan panjang sebesar 1/miliyar meter (1nm=109m).
Sebagai gambaran perbandingan skala meter dan nanometer adalah seperti
perbandingan luas bumi dan bola pimpong. Ukuran partikel yang sangat kecil
tersebut dimanfaatkan untuk mendesain, menyusun atau memanipulasi material
sehingga dihasilkan material dengan sifat dan fungsi baru. Dari waktu ke waktu
pemanfaatan nanoteknologi semakin pesat. Teknologi terbaru tersebut sudah
merambah ke berbagai sektor kehidupan, seperti tekstil, pangan, komestik,
kesehatan, kemasan pangan, dan berbagai produk konsumen lainnya (Riwayati,
2007).
Institute of Science and Technologi atau IFST (2006) dalam Sudibyo dan
Djumarman (2008) mendefinisikan nanoteknologi sebagai suatu design produksi
dan penerapan dari struktur, peralatan, dan sistem melalui pengendalian bentuk
dan ukuran material pada skala nano (109 m) atau kreasi dan penggunaan material,
peralatan, dan sistem yang mengeksploitasi peningkatan karakteristik dari struktur
dan sifat-sifat bahan pada rentang ukuran nanometer, yaitu dalam ukuran antara 1
sampai dengan 100 nanometer. Sementara itu ilmu nanoteknologi oleh IFST
(2006) dalam Sudibyo dan Djumarman (2008) mendefiniskan sebagai studi
fenomena dan manipulasi material pada tingkat skala atom, molekuler, dan

makromolekuler, dimana karakteristik material tersebut berbeda dengan material


yang mempunyai ukuran lebih besar.
Nanoteknologi adalah manipulasi materi pada skala atomik dan skala
molekular. Diameter atom berkisar antara 62 pikometer (atom Helium) sampai
520 pikometer (atom Cesium), sedangkan kombinasi dari beberapa atom
membentuk molekul dengan kisaran ukuran nano. Deskripsi awal dari
nanoteknologi mengacu pada tujuan penggunaan teknologi untuk memanipulasi
atom dan molekul untuk membuat produk berskala makro. Deskripsi yang lebih
umum adalah manipulasi materi dengan ukuran maksimum 100 nanometer.
II.2

Sintesis Nanomaterial
Nanopartikel dapat terjadi secara alamiah ataupun melalui

proses sintesis oleh manusia. Sintesis nanopartikel bermakna


pembuatan partikel dengan ukuran yang kurang dari 100 nm dan
sekaligus mengubah sifat atau fungsinya. Sintesis nanopartikel
dapat dilakukan dalam fasa padat, cair, maupun gas. Proses
sintesis pun dapat berlangsung secara fisika atau kimia. Proses
sintesis secara fisika tidak melibatkan reaksi kimia yang terjadi
hanya pemecahan material besar menjadi material berukuran
nanometer, atau pengabungan material berukuran sangat kecil,
seperti kluster, menjadi partikel berukuran nanometer tanpa
mengubah sifat bahan. Proses sintesis secara kimia melibatkan
reaksi kimia dari sejumlah material awal (precursor) sehingga
dihasilkan material lain yang berukuran nanometer. Contohnya
adalah pembentukan nanopartikel garam dengan mereaksikan
asam dan basa yang bersesuaian (Abdullah, Yudistira, Nirmin dan
Khairurijal, 2008).
Secara

umum,

dengan dua cara.


berukuran
Pendekatan

besar
ini

sintesis

nanopartikel

dapat

dilakukan

Cara pertama adalah memecah partikel


menjadi
kadang

partikel
disebut

berukuran
pendekatan

nanometer.
top-down.

Pendekatan kedua adalah memulai dari atom-atom atau molekul-

molekul atau kluster-kluster yang diassembli membentuk partikel


berkuran nanometer yang dikehendaki. Pendekatan ini disebut
bottom-up. Berikut ini adalah gambar sintesis nanopartikel.

Gambar 2.1. Sintesis nanopartikel: top-down dan bottom-up


(Sumber: Abdullah, dkk., 2008)
Menurut Abdullah, dkk (2008) Sintesis nanomaterial dapat
dilakukan dengan beberapa metode sederhana, diantaranya
adalah sebagai berikut.
a. Pemanasan Sederhana dalam Larutan Polimer
Metode ini termasuk metode yang sangat sederhana dalam membuat
partikel berukuran beberapa puluh nanometer hingga beberapa ratus nanometer.
Metode pemanasan dalam larutan polimer hanya berlangsung beberapa puluh

menit dan tidak diperlukan peralatan yang terlalu mahal.

Metode ini hanya

membutuhkan sebuah oven yang dapat beroperasi pada suhu pemanasan di atas
suhu dekomposisi polimer. Suhu operasi di atas 500 oC sudah cukup untuk
mendekomposisi sejumlah polimer. Secara sederhana, prinsip kerja metode ini
adalah mencampurkan larutan logam nitrat di dalam air antara larutan polimer
dengan berat molekul tinggi (high molecular weight polymer, HMWP). Kedua
larutan dicampur dan diaduk secara merata disertai pemanasan sehingga
kandungan air hampir habis dan diperoleh larutan kental polimer. Di dalam
larutan tersebut diperkirakan ion-ion logam menempel secara merata pada rantai
polimer. Larutan polimer kemudian ditempatkan dalam krusibel alumina dan
dipanaskan pada suhu di atas suhu dekomposisi polimer. Suhu pemanasan
dinaikkan secara perlahan-lahan. Keberadaan polimer menghindari pertemuan
antar partikel yang terbentuk melalui proses nukleasi sehingga tidak terjadi
agglomerasi. Ketika polimer telah terdekomposisi akan didapatkan partikelpartikel yang hampir terpisah satu dengan lainnya. Secara sederhana diagram alir
pembuatan partikel dengan metode tersebut tampak pada Gambar 2.2 berikut ini.

Gambar 2.2. Diagram Alir Pembuatan Nanopartikel dengan


Metode Pemanasan dalam Larutan Polimer
(Sumber: Abdullah, dkk., 2008)
b. Koloid
Sintesis material dalam bentuk koloid sebenarnya sudah
lama dilakukan jauh sebelum konsep nanoteknologi dikenal

orang.

Namun,

ketertarikan

pada

nanoteknologi

memaksa

peneliti untuk memiliki kemampuan mengontrol ukuran partikel


koloid yang dihasilkan. Hal ini dilatarbelakangi oleh adanya sifat
material yang bergantung pada ukuran. Usaha ke arah ini
ditempuh dengan melakukan deaktivasi permukaan partikel
koloid yang telah dibuat begitu ukuran sudah mencapai nilai
yang dinginkan. Jika tidak dideaktivasi maka ukuran partikel
koloid biasanya akan terus bertambah selama masih ada sisa
atom-atom prekursor di dalam larutan tersebut. Salah satu cara
deaktivasi

yang

banyak

dilakukan

adalah

menggunakan

surfaktan. Molekul surfaktan akan menempel pada permukan


koloid yang dibuat dan melindungi permukaan tersebut dari
pertambahan atom precursor lebih lanjut meskipun di dalam
koloid masih ada atom-atom precursor yang belum bereaksi.
Gambar 2.3 adalah ilustrasi bagaimana membuat koloid dengan
ukuran partikel tertentu menggunakan surfaktan.

Gambar 2.3 Contoh Membuat Nanopartikel Koloid dengan


Surfaktan
(Sumber: Abdullah, dkk., 2008)

c. Metode Spray
Spray adalah pembangkitan droplet-droplet kecil dari
medium fase cair. Ukuran droplet yang dihasilkan bergantung
pada

berbagai

faktor

seperti

viskositas

cairan,

tegangan

peemukaan cairan, ukuran lubang tempat droplet keluar, dan


sebagainya. Cara menghasilkan droplet spray juga bermacammacam. Salah satu yang cukup sederhana adalah mengalirkan
udara berkecapatan tinggi di ujung sebuah pipa berlubang kecil
dimana ujung lain pipa tersebut tercelup di dalam zat cair.
Tekanan yang kecil pada ujung yang dikenai udara yang mengalir
meyebabkan zat cair dalam wadah terdorong naik menuju ujung
pipa yang dikenai aliran udara. Ketika sampai di ujung pita, aliran
udara yang kencang mengebabkan zat cair terurai menjadi butirbutir kecil dan terbawa bersama aliran udara.
Sintesis nanomaterial dengan metode spray ini dapat dilakukan juga
dengan spray pirolisis. Proses yang berlangsung adalah melakukan reaksi pirolisis
pada droplet yang dihasilkan spray. Pirolisis adalah reaksi kimia pada suhu tinggi.
Spray pirolisis dilakukan pada sebuah reaktor yang terdiri dari pembangkit droplet
yang dikenal pula dengan nama nebulizer atau atomizer, reaktor berbentuk tabung,
dan penampung partikel.
Salt assited spray pyrolsis adalah metode spray pirolisis biasa dengan
memberikan perlakuan akhir pada partikel yangdihasilkan untuk mendapatkan
partikel yang lebih kecil. Cara yang ditempuh adalah menambahkan garam
dengan konsentrasi sangat tinggi ke dalam prekursor yang akan dispray. Garam
yang ditambahkan adalah garam yang tidak berekasi dengan prekursor. Di dalam
droplet yang dihasilkan terkandung prekursor dan garam. Saat reaksi pirolisis
berlangsung garam berperan sebagai medium pemisah partikel-partikel kecil yang
terbentuk sehingga tidak bersentuhan membentuk partikel besar. Secara singkat
dapat dikatakan bahwa yang keluar dari reaktor adalah partikel-partikel kecil yang
terdistribusi dalam matriks garam. Setelah partikel dikumpulkan para kolektor,
partikel kemudian dicuci berkali-kali dengan pembersih ultrasonik disertai

sentrifugasi. Tujuannya adalah agar garam terlarut dan partikel-partikel kecil


terlepas dari matriks garam. Proses pembentukan tersebut dapat diilustrasi pada
Gambar 2.4.

Gambar 2.4 Skema Pembentukan Nanopartikel dengan Metode Salt assited spray
pyrolisis
(Sumber: Abdullah, dkk., 2008)

II.3

Aplikasi Nano Teknologi dalam Industri Pangan


Pada tahun 2008, 104 jenis pangan, bahan tambahan pangan, food contact

materials (kemasan, dll), peralatan masak, dan kimia pertanian mengandung


partikel nano (FOE, 2008 dalam Hariyadi 2013). Sedangkan pada awal 2013,
Indonesia telah membuat beberapa produk hasil nanoteknologi dalam bidang
pangan. Misalnya, nanoteknologi untuk pewarna alami dan beberapa produk
nanoteknologi

pangan

fungsional

serta

produk

kemasan

pangan

yang

memanfaatkan bahan alami dari ampas buah dan sayuran (Henny, 2013).
Nanofood adalah makanan yang diproduksi, diproses atau dikemas dengan
menggunakan teknik atau alat nanoteknologi atau ditambahkan nanomaterial
(Joseph dan Morrison, 2006).

1. Dalam bidang proses (processing)


Teknologi nano memberikan alternatif dalam pemrosesan makanan
sehingga akan dihasilkan produk dengan kualitas yang lebih baik. Penerapan
nanoteknologi dalam bidang proses terdiri dari dua hal, yaitu:
a. Sintesa bahan
Proses sintesa bahan meliputi pembuatan makanan fungsional (interactive
food). Makanan fungsional merupakan makanan yang dapat merespon kebutuhan
tubuh akan suatu nutrien dan memenuhi kebutuhan itu dengan cara yang efisien.
Salah satu contoh yang sudah dikembangkan adalah nanocapsule yang
mengandung minyak ikan tuna (sumber asam lemak omega 3). Nanocapsule ini
didesign untuk dapat pecah setelah mencapai perut, sehingga rasa tak enak dari
minyak ikan tidak mengganggu.
Produk lain yang telah dikembangkan adalah Nano-Sized Self-Assembled
Liquid Structure (NSSL) merupakan teknologi yang dapat mengantarkan nutrien
dalam ukuran partikel nano ke dalam sel. Partikel nano yang dipergunakan dapat
berupa soft particle yang berupa bahan organik atau hard particle yang berupa
bahan non organik. Partikel nano yang dapat dimakan (edible) dapat dibuat dari
bahan silikon atau keramik. Bahan lain juga dapat digunakan apabila dapat
bereaksi dengan panas tubuh atau secara kimia dapat bereaksi dengan reaksi kimia
dalam tubuh seperti polimer. Produk hasil nanoteknologi bidang pangan
fungsional lainnya yaitu daun gambir untuk antioksidan, ekstrak pala, lemak
cokelat untuk meningkatkan serat fungsional, serta peningkatan vitamin dan zat
besi pada ubi kayu (Henny, 2013).
b. Proses pemecahan (fraksinasi)

Proses fraksinasi secara umum adalah pemecahan ukuran molekul suatu


senyawa sampai dengan ukuran partikel nano (ukuran diameter 1100 nm). Proses
ini banyak digunakan pada pembuatan emulsi, gel dan foam. Produk yang telah
dikembangkan adalah ice cream rendah lemak dengan kandungan lemak berkisar
16% sampai dengan 1%. Ice cream jenis ini dibuat dengan cara memperkecil

ukuran partikel emulsi sampai dengan ukuran nano. Partikel emulsi ini akan
memberi tekstur yang baik pada ice cream.
2. Peningkatan cita rasa (flavor and colour improvement)
Cita rasa adalah salah satu indikator kualitas dari suatu produk makanan.
Dalam hal ini konsumen sangat memegang peranan penting. Teknologi nano
memberikan pengembangan makanan interactive yang memberikan kebebasan
konsumen untuk memilih rasa dan warna dari makanan yang akan dimakan.
Pembuatan nanocapsule yang berisi warna dan rasa makanan memberikan peluang
pada konsumen untuk memilih rasa dan warna yang diinginkan. Nanocapsule ini
akan bersifat inert sampai dengan makanan dikunyah dalam mulut .
3. Pengawetan (preservation)
Makanan merupakan komoditas dengan karakteristik mudah rusak dan
tidak tahan lama. Untuk mempertahankan kualitas agar sama dengan pada saat
diproduksi, maka produk makanan harus melalui proses pengawetan baik secara
fisik maupun kimia. Teknologi nano memberikan cara baru dalam proses tersebut,
diantaranya adalah:
-

Pemberian nanopartikel silver dalam plastik pada saat produksi kaleng


untuk penyimpanan makanan. Nanopartikel silver dapat membunuh
bakteri yang hidup pada makanan yang disimpan dalam kaleng. Hal ini

dapat mengurangi resiko adanya bakteri yang membahayakan kesehatan.


Penggunaan nanopartikel silikat dalam plastik film yang digunakan untuk
pengemasan makanan. Partikel nano ini dapat berfungsi sebagai
penghalang yang dapat mencegah perpindahan gas seperti oksigen dan uap
air dari dan ke dalam kemasan makanan. Mekanisme ini dapat mencegah

terjadinya kerusakan makanan.


Penambahan nanopartikel zinc oksida pada plastik yang dipergunakan
untuk pengemasan makanan. Partikel zinc oksida dapat menghalangi sinar
ultraviolet. Disamping itu partikel tersebut memberikan efek antibakteri,

meningkatkan kekuatan dan stabilitas plastik film.


4. Keamanan (safety)
Faktor keamanan juga merupakan salah satu hal yang dipertimbangkan
oleh konsumen sebelum mereka membeli suatu produk makanan. Produsen harus

mampu memberikan keyakinan kepada konsumen mengenai keamanan makanan


yang diproduksinya.
Teknologi nano mengembangkan cara untuk menjamin keamanan suatu
produk makanan. Penerapan nanosensor pada plastik yang dipergunakan untuk
pengemasan, memungkinkan untuk mendeteksi gas yang keluar dari makanan
yang sudah rusak. Gas tersebut akan memicu nanosensor sehingga nanosensor
akan memberi respon berupa perubahan warna pada kemasan. Dengan perubahan
warna tersebut, konsumen akan tahu bahwa makanan yang ada di dalam makanan
tersebut sudah tidak dapat dikonsumsi.
Penggunaan nanosensor tidak hanya pada kemasan, tetapi juga pada proses
produksi. Nanosensor dikembangkan untuk dapat mendeteksi bakteri dan berbagai
kontaminan seperti salmonella yang mungkin ada di dalam makanan pada unit
pengemasan. Dengan teknik ini, pengujian sampel dapat dilakukan lebih sering
tanpa harus mengirim sampel ke laboratorium dan menekan biaya pemeriksaan.
5. Pengemasan (packaging)
Pengembangan teknologi pengemasan ditujukan untuk memperpanjang
umur dan mempermudah distribusi produk kepada konsumen, memperbaiki
karakteristik dari bahan pengemas seperti kekuatannya, sifat menghambat. Sifat
antimikroba, dan sifat kestabilan terhadap suhu yang dikembangkan dari bahan
komposit nano. Sistem pengemasan untuk masa yang akan datang diharapkan
mampu menutup lubang-lubang kecil pada kemasan dan memiliki respon yang
baik terhadap lingkungan (contohnya perubahan suhu dan kelembaban).
Teknologi nano yang sudah diterapkan dalam bidang ini contohya adalah
penggunaan clay nanocomposite yang disebut imperm dalam botol ringan, karton
dan kemasan plastik film yang lain dan berfungsi sebagai penghalang yang
bersifat impermeable terhadap gas-gas seperti oksigen atau karbondioksida.
Nanocomposite ini banyak digunakan pada botol bir dan minuman ringan yang
membutuhkan kemasan bersifat impermeable terhadap gas. Selain itu juga
digunakan untuk pengemasan daging olahan, keju, dan produk confectionery.
Produk nanoteknologi yang dikembangkan Dr. Evi Savitri Iriani antara
lain wadah berupa cup yang diharapkan dapat dimanfaatkan untuk kemasan mi
instan. Bahan baku yang digunakan adalah ampas jagung dan ampas tapioka.

Selain cup dari ampas jagung dan tapioka, dia juga telah menghasilkan
pembungkus pangan dengan bahan baku ampas buah-buahan. Produk semacam
plastik ini diharapkan dapat digunakan untuk mengemas buah-buahan segar atau
makanan olahan seperti dodol, sehingga lebih awet atau tahan lama masa
kadaluwarsanya (Henny, 2013).

III.

KESIMPULAN
Adapun dari uraian diatas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Nanoteknologi merupakan salah satu kunci teknologi untuk masa
mendatang dan mempunyai potensi besar untuk memunculkan produkporduk baru dengan berbagai keunggulan dan manfaatnya.
2. Penerapan teknologi nano dalam industri pangan meliputi beberapa bidang
yaitu bidang proses, pengawetan, peningkatan cita rasa, keamanan serta
pengemasan.
3. Teknologi nano yang diterapkan pada industri pengolahan pangan secara
umum bertujuan untuk meningkatkan kualitas dari suatu produk pangan
yang dihasilkan sehingga dapat memenuhi keinginan konsumen.
4. Penggunaan teknologi nano pada industri pangan terus dikembangkan
sampai saat ini.

DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, M., Yudistira, V., Nirmin dan Khairurijal. 2008. Sintesis Nanomaterial.
Jurnal Nanosains & Nanoteknologi Vol. 1 No.2.
Hariyadi, P. 2013. Teknologi Nano (Nanotechnology) di Bidang Pangan. Available
at : http://phariyadi.staff.ipb.ac.id/ (Diakses pada tanggal 24 November
2015)
Henny. A. 2013. Nanoteknologi Bidang Pangan Indonesia Bisa Leading. Majalah
Sains Indonesia. PT. Sarana Komunikasi Utama. Bogor.
Joseph T. and M. Morrison. 2006. Nanotechnology in Agriculture and Food. A
Nanoforum report. European Nanotechnolgy Gateaway. 13 p.
Riwayati. 2007. Penerapan Teknologi Nano di Dalam Industri Pengolahan Bahan
Makanan. Available at: http://download.portalgaruda.org (Diakses pada
tanggal 24 November 2015)
Sudibyo, A. Dan Djumarman. 2008. Penerapan Nanoteknologi dalam Industri
Pangan
dan
Pengembangan
Regulasinya.
Available
at
http://ejournal.kemenperin.go.id. (Diakses pada tanggal 24 November
2015).
Sukirno. 2014. Penerapan Nanoteknologi pada Teknologi Hasil Pertanian Pasca
Panen. Available at https://coretantanganikhwan.wordpress.com. (Diakses
pada tanggal 24 November 2015).

Anda mungkin juga menyukai