Obat Adrenergik

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 6

OBAT ADRENERGIK

Simpatomimetik / adrenergik ialah senyawa yang mempunyai kerja yang mirip dengan kerja
saraf simpatis jika dirangsang atau sama seperti adrenalin dan noradrenalin .
Obat ini disebut obat adrenergik karena efek yang ditimbulkannya mirip efek neurotransmitter
norepinefrin dan epinefrin (dikenal juga sebagai obat noradrenergik dan adrenergik atau simpatik atau
simpatomimetik).
Kerja obat adrenergik dibagi dalam 7 jenis yaitu:
Perangsangan organ perifer : otot polos pembuluh darah kulit dan mukosa, dan terhadap kelenjar liur
dan keringat.
Penghambatan organ perifer : otot polos, usus, bronkus, dan pembuluh darah otot rangka.
Perangsangan jantung, dengan akibat peningkatan denyut jantung dan kekuatan kontraksi.

Perangsangan SSP, misalnya perangsangan pernapasan, peningkatan kewaspadaan, aktivitas


psikomotor, dan pengurangan nafsu makan.

Efek metabolik, misalnya peningkatan glikogenolisis di hati dan otot, lipolosis dan penglepasan asam
lemak bebas dari jaringan lemak.
Efek endokrin, misalnya mempengaruhi sekresi insulin, renin dan hormon hipofisis.
Efek parasimpatik, dengan akibat hambatan atau peningkatan penglepasan neurotransmitter NE atau
Ach (secara fisiologis, efek hambatan lebih penting).
MEKANISME OBAT ADRENERGIK
Mekanisme kerja obat adrenergik adalah merangsang reseptor alfa dan beta pada sel efektor.
Penggunaan klinis epinefrin adalah pada:
1. Sistem kardiovaskular: terjadinya vasokonstriksi (tekanan darah meningkat), meningkatkan
denyut jantung dan kekuatan kontraksi jantung
2. Susunan Saraf Pusat: terjadinya kegelisahan, rasa kuatir, nyeri kepala dan tremor.
3. Otot polos : efeknya berbeda tergantung pada jenis reseptor yang terdapat pada organ
tersebut. Pada saluran cerna terjadi relaksasi otot polos saluran cerna, pada uterus terjadi
penghambatan tonus dan kontraksi uterus, pada kandung kemih terjadi relaksasi otot detrusor
kandung kemih, pada pernafasan menimbulkan relaksasi otot polos bronkus.
4. Proses metabolik: menstimulasi glikogenolisis di sel-sel hati dan otot rangka, lipolisis dan
pelepasan asam lemak bebas dari jaringan lemak

5. lain-lain : menhambat sekresi kelenjar , menurunkan tekanan intraokular, mempercepat


pembekuan darah
Efek samping epinefrin adalah perasaan takut, khawatir, gelisah, tegang, tremor, kepala
berdenyut, palpitasi.
OBAT-OBAT YANG TERMASUK GOLONGAN ADRENERGIK
Obat-obat yang termasuk golongan adrenergik yaitu:
1. Golongan katekolamin : epineprin, norepinefrin, isoproterenol, dopamin, dobutamin dan
sebagainya
2. Golongan nonkatekolamin: amfetamin, metamfetamin, fenilpropanolamin, metaproterenol
(orsiprenalin), terbutalin, efedrin dan sebagainya.
PENGGOLONGAN OBAT ADRENERGIK
Adrenergika dapat dibagi dalam 2 kelompok, yakni:
1. Obat adrenergik kerja langsung
Agonis bekerja langsung terikat pada reseptor adrenergik tanpa berinteraksi dengan neuron
presinaptik. Reseptor yang diaktifkan ini mengawali sintesis pembawa pesan kedua dan menimbulkan
sinyal di dalam sel.
Sama seperti adrenalin dan noradrenalin, merangsang reseptor adrenergik. Bergantung pada reseptor
yang mana senyawa tersebut bekerja, dibedakan atas -simpatomimetik dan -simpatomimetik.
Ciri obat adrenergik kerja langsung adalah bahwa responnya tidak berkurang setelah terlebih dulu
diberikan reserpin atau guanetidin yang menyebabkan deplesi NE dari saraf simpatis, tetapi bahkan
meningkat karena adanya peningkatan sintesis reseptor sebagai mekanisme kompensasi terhadap
hilangnya neurotransmiter.
2.

Obat adrenergik kerja tidak langsung


Noradrenalin disintesa dan disimpan di ujung-ujung saraf adrenergik dan dapat
dibebaskan dari depotnya dengan jalan merangsang saraf bersangkutan, dan dapat pula dengan cara
perantaraan obat-obat seperti efedrin,amfetamin,guanetidin dan reserpin. Agonis adrenergik bekerja
tidak langsung menyebabkan pelepasan noreprinefrin dari ujung presinaptik.
Contoh obat adrenergik yang bekerja secara tidak langsung adalah amfetamin dan
tiramin, artinya menimbulkan efek adrenergik melalui penglepasan NE yang tersimpan dalam ujung
saraf adrenergik. Karena itu, efek obatobat ini menyerupai efek NE, tetapi timbulnya lebih lambat
dan masa kerjanya lebih lama. Senyawasenyawa yang tertahan dalam vesikel akan mengurangi
jumlah NE yang tersimpan. Jika saraf distimulasi, sejumlah tertentu gelembung sinaps akan

mengalami eksositosis dan mengeluarkan isinya. Jika gelembung ini mengandung feniletilamin yang
kuran poten disbanding NE, maka efek perangsangan simpatis akan berkurang.
PENGUNAAN OBAT ADRENERGIK
Berdasarkan titik kerjanya pada sel- sel efektor dari ujung adrenergic dibagi menjadi reseptor
() alfa dan () beta, dan berdasarkan efek fesiologisnya dibagi menjadi alfa1, alfa2,beta1, dan beta2.
Pada umumnya stimulasi pada reseptor menghasilkan efek- efek sebagai berikut:
Alfa 1, mengaktifkan organ- organ efektor seperti otot otot polos (vasokontriksi) dan sel- sel
kelenjar dengan efek tambahannya sekresi ludah dan keringat.
Alfa 2, menghambat pelepasan noradrenalin pada saraf- saraf adrenergic dengan efek turunya
tekanan darah.
Beta 1, memperkuat daya dan frekuensi kontraksi jantung.
Beta 2, bronkodilatasi dan stimulasi metabolism glikogen dan lemak.
Penggunaan obat-obat adrenergic, antara lain:
Shock, dengan memperkuat kerja jantung(1) dan melawan hipotensi (),contohnya adrenalin dan
noradrenalin.
Asma, dengan mencapai bronkodilatasi (2), contohnya salbutamol dan turunannya, adrenalin dan
efedrin.
Hipertensi, dengan menurunkan day atahan perifer dari dinding pembuluh melalui penghambat
pelepasan noradrenalin(2), contohnya metildopa dan klonidin.
Vasodilator perifer, dengan menciutkan pembuluh darah di pangkal betis dan paha (cladicatio
intermitens).
Pilek (rhinitis), guna menciutkan selaput lender yang bengkak() contohnya imidazolin, efedrin,
dan adrenalin.
Midriatikum, ysaitu dengan memperlebar pupil mata (), contohnya fenilefrin dan nafazolin.
Anoreksans, dengan mengurangi napsu makan pada obesitas (2), contohnya fenfluramin dan
mazindol.
Penghambat his dan nyeri haid (dysmenore) dengan relaksasi pada otot rahim (2), contohnya
isoxuprin dan ritordin.
FARMAKOKINETIKA OBAT OBAT ADRENERGIC
1.

Epineprin

Epinefrin terdapat dalam kelenjar adrenal atau dapat dibuat secara sintetis. Obat ini
merupakan katekolamin endogen dengan aktivitas pada medula adrenal. Bentuk levorotatori isomer
15X lebih aktif dibanding bentuk dekstrorotatori
Absorpsi

Pada pemberian per oral epinefrin tidak mencapai dosis terapi karena sebagian besar dirusak oleh
enzim COMT dan MAO yang banyak terdapat pada dinding usus dan hati.

Pada pemberian parenteral subkutan absorbsi lambat karena terjadi vasokonstriksi lokal, dapat
dipercepat dengan memijat tempat suntikan.

Absorpsi yang lebih cepat terjadi dengan penyuntikan intramuscular.

Pada pemberian lokal secara inhalasi efeknya terbatas terutama pada saluran napas, tetapi efek
sistemik dapat terjadi, terutama bila digunakan dosis besar.
Distribusi

Setelah diabsorpsi, obat didistribusikan keseluruhan jaringan melalui sirkulasi sistemik.

Epinefrin stabil dalam darah.

Dosis, Cara Pemberian dan Lama Pemberian:


Injeksi parenteral, Dewasa : 0.3-0.5 mg SC atau IM; dapat diulang bila perlu tiap 10-15 menit untuk
anafilaksis, atau tiap 20 menit hingga 4 jam untuk asthma. Dosis tunggal maksimal 1 mg. Pada kasus
syok yang berat, harus digunakan rute IV. Dosis 0.1-0.25 mg IV (diencerkan 1:10.000) pelan-pelan
dalam waktu 5-10 menit, bila perlu dapat diulang tiap 5-15 menit, dan diikuti pemberian infus IV 1-4
mcg/menit. Anak-anak dan bayi : 0.01 mg/kg atau 0.3 mg/m2 SC; bila perlu dapat diulang setelah 20
menit hingga 4-jam (dosis tunggal maksimal: 0.5 mg). Atau, 0.1 mg IV pelan-pelan dalam waktu 5-10
menit (diencerkan 1:100.000) diikuti 0.1-1.5 mcg/kg/menit infus IV.
Biotransformasi dan Ekskresi

Degradasi Epinefrin terutama terjadi dalam hati yang banyak mengandung kedua enzim COMT dan
MAO, tetapi jaringan lain juga dapat merusak zat ini.

Sebagian besar Epinefrin mengalami biotransformasi, mula-mula dirusak oleh COMT dan MAO,
kemudian terjadi oksidasi, reduksi dan atau konjugasi, menjadi metanefrin, asam 3-metoksi-4hidroksimandelat, 3-metoksi-4-hidroksifeniletilenglikol, dan bentuk konjugasi glukuronat dan sulfat.

Metabolit-metabolit ini bersama Epinefrin yang tidak diubah dikeluarkan melalui urine.

Pada orang normal, jumlah Epinefrin yang utuh dalam urine hanya sedikit.

Pada penderita feokromositoma, urine mengandung Epinefrin dan NE utuh dalam jumlah besar
bersama metabolitnya.
Sifat Fisikokimia

Epinefrin berbentuk mikrokristalin berwarna putih, mudah larut dalam air; sedikit larut dalam
etanol; praktis tidak larut dalam kloroform dan dalam eter.
Indikasi

Pengobatan anafilaksis berupa bronkospasme akut atau eksaserbasi asthma yang berat.

Dosis, Cara Pemberian dan Lama Pemberian

Injeksi parenteral, Dewasa : 0.3-0.5 mg SC atau IM; dapat diulang bila perlu tiap 10-15 menit untuk
anafilaksis, atau tiap 20 menit hingga 4 jam untuk asthma. Dosis tunggal maksimal 1 mg. Pada kasus
syok yang berat, harus digunakan rute IV. Dosis 0.1-0.25 mg IV (diencerkan 1:10.000) pelan-pelan
dalam waktu 5-10 menit, bila perlu dapat diulang tiap 5-15 menit, dan diikuti pemberian infus IV 1-4
mcg/menit. Anak-anak dan bayi : 0.01 mg/kg atau 0.3 mg/m2 SC; bila perlu dapat diulang setelah 20
menit hingga 4-jam (dosis tunggal maksimal: 0.5 mg). Atau, 0.1 mg IV pelan-pelan dalam waktu 5-10
menit (diencerkan 1:100.000) diikuti 0.1-1.5 mcg/kg/menit infus IV.
Farmakologi
Farmakodinamika/Kinetika : Onset : Bronkodilatasi : SC : 5-10 menit; Inhalasi : 1 menit.
Metabolisme : diambil oleh saraf adrenergik dan dimetabolisme oleh monoamine oxidase dan
catechol-o-methyltransferase; obat dalam sirkulasi mengalami metabolisme di hepar. Ekskresi : Urin
(sebagai metabolit inaktif metanefrin, dan sulfat dan derivat hidroksi asam mandelat, jumlah kecil
dalam bentuk tidak berubah)
Stabilitas Penyimpanan
Penyiapan infus IV : Encerkan 1 mg dalam 250 mL D5W atau NS (4 mcg/mL). Kecepatan
pemberian awal 1 mcg/menit dan naikkan hingga efek yang dikehendaki. Stabil dalam : dextran 6%
dalam dextrose, dextran 6% dalam NS, D5LR, D51/4NS, D51/2NS, D5NS, D5W, D10W, D10NS,
LR, NS; inkompatibel dengan natrium bikarbonat 5%.
Penyimpanan
Epinefrin peka terhadap udara dan cahaya. Oksidasi akan mengubah warna larutan menjadi
merah jambu kemudian coklat. Jangan digunakan bila terjadi perubahan warna atau terdapat endapan.
Kontraindikasi
Meskipun diindikasikan untuk open-angled glaucoma, epinefrin kontraindikasi mutlak pada
closed-angle glaucoma karena dapat memperparah kondisi ini. Hindari ekstravasasi epinefrin, karena
dapat menyebabkan kerusakan jaringan da/atau gangren atau reksi injeksi setempat di sekitar
suntikan. Epinefrin jangan disuntikkan ke dalam jari tangan, ibu jari, hidung, dan genitalia, dapat
menyebabkan nekrosis jaringan karena terjadi vasokonstriksi pembuluh kapiler. Epinefrin, terutama
bila diberikan IV, kontraindikasi mutlak pada syok selain syok anafilaksi. Gangguan kardiovaskuler
yang kontraindikasi epinefrin misalnya syok hemoragi, insufisiensi pembuluh koroner jantung,
penyakit arteri koroner (mis., angina, infark miokard akut) dilatasi jantung dan aritmia jantung
(takikardi). Efek epinefrin pada kardiovaskuler (mis., peningkatan kebutuhan oksigen miokard,
kronotropik, potensial proaritmia, dan vasoaktivitas) dapat memperparah kondisi ini.
Efek Samping

Kardiovaskuler : Angina, aritmia jantung, nyeri dada, flushing, hipertensi, peningkatan


kebutuhan oksigen, pallor, palpitasi, kematian mendadak, takikardi (parenteral), vasokonstriksi, ektopi
ventrikuler.
Interaksi
- Dengan Obat Lain : Karena epinefrin merupakan obat simpatomimetik dengan aksi agonis
pada reseptor alfa maupun beta, harus digunakan hati-hati bersama obat simpatomimetik lain karena
kemungkinan efek farmakodinamik yang aditif, yang kemungkinan tidak diinginkan. Juga hati-hati
digunakan pada pasien yang menerima obat-obat seperti: albuterol, dobutamin, dopamin,
isoproterenol, metaproterenol, norepinefrin, fenilefrin, fenilpropanolamin, pseudoefedrin, ritodrin,
salmeterol dan terbutalin.
- Dengan Makanan : Epinefrin tidak digunakan melalui oral
Pengaruh
- Terahadap Kehamilan : Klasifikasi kehamilan untuk epinefrin adalah kategori C. Epinefrin
kontraindikasi mutlak sewaktu proses kelahiran karena merupakan agonis reseptor beta2, yang dapat
menunda kelahiran.
- Terhadap Ibu Menyusui : Tidak diketahui apakah epinefrin dikeluarkan melalui ASI. Secara
teori, epinefrin akan rusak di dalam saluran pencernaan bayi, jadi pemaparannya terbatas.
Bagaimanapun, tetap harus hati-hati jika diberikan pada ibu menyusu

Anda mungkin juga menyukai