Askep Komunitas Napza
Askep Komunitas Napza
Askep Komunitas Napza
Oleh:
1. Cicik Kurniawati ( 13620828)
2. Darwadi (13620829)
3. Dasri Kirna Wati ( 13620830)
4. Dewi Triana Saputri ( 13620831)
5. Diana Maharani K.W ( 13620832)
6. Dwi Lusiana Maya Sari ( 13620833)
7. Eka Wahyu Ningsih ( 136208340
8. Erik Hermawan ( 13620835)
9. Erviana Agustin ( 13620836)
10. Fakih Ario David ( 13620837)
Pembimbing:
Fatma Sayekti, S.Kep.Ns.,
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya
melaksanakan pembangunan di segala bidang, baik pembangunan fisik
maupun pembangunan mental spiritual manusia seutuhnya lahir maupun batin.
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dewasa ini
berkembang pengaruh pemakaian obat-obatan dikalangan masyarakat.Hal ini
sebagai dampak kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin
lama semakin berkembang dengan pesat, dan salah satu yang paling marak
saat ini adalah Masalah Narkotika dan Psikotropika.
Masalah penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainya
(NAPZA) atau istilah yang populer dikenal masyarakat sebagai NARKOBA
(Narkotika dan Bahan/ Obat berbahanya) merupakan masalah yang sangat
kompleks, yang memerlukan upaya penanggulangan secara komprehensif
dengan melibatkan kerja sama multidispliner, multisektor, dan peran serta
masyarakat secara aktif yang dilaksanakan secara berkesinambungan,
konsekuen dan konsisten. Meskipun dalam Kedokteran, sebagian besar
golongan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) masih
bermanfaat bagi pengobatan,pelayanankesehatan dan pengembangan ilmu
pengetahuan, namun di sisi lain dapat pula menimbulkan addication
(ketagihan dan ketergantungan) tanpa adanya pembatasan, pengendalian dan
pengawasan yang ketat dan seksama dari pihak yang berwenang, dan juga jika
disalahgunakan atau digunakan tidak menurut indikasi medis atau standar
pengobatan akan berakibat sangat merugikan bagi individu maupun
masyarakat luas khususnya generasi muda.
BNN mencatat pengguna narkoba di Indonesia sekitar 3,2 juta orang, atau
sekitar 1,5% dari jumlah penduduk di Negeri ini. Dari jumlah tersebut
sebanyak 8.000 orang menggunakan narkotika dengan alat bantu berupa jarum
suntik, dan 60%nya terjangkit HIV AIDS, serta sekitar 15.000 orang
meninggal setiap tahun karena menggunakan NAPZA.
.2 RUMUSAN MASALAH
Bagaimana asuhan keperawatan komunitas pada NAPZA?
1.3 TUJUAN
.3.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu membuat asuhan keperawatan pada klien dengan
ganguan tetanus
.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui pengertian dari penggunaan NAPZA
2. Mengetahui faktor penyebab penggunaan NAPZA
3. Mengetahui gejala klinis penggunaan NAPZA
4. Mengetahui dampak penggunaan NAPZA
5. Mengetahui proses keperawatan pada gangguan penyalahgunaan
NAPZA meliputipengkajian, analisa data dan diagnosa, intervensi
dan evaluasi
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Psikotropika adalah suatu zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis
bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada
susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas
mental dan perilaku.
b. Demografi
Usia : 18- 25 tahun
Jenis kelamin : laki-laki > wanita
Ras dan etnik : kulit hitam > kulit putih
Daerah padat pendudukmetropolitan lebih tinggi
Daerah barat > timur
c. Kormobiditas
Ditemukan 76% laki-laki dan 65% wanita
Paling sering penggunaan alcohol dan zat lain
Gangguan kepribadian atau autisosial
Depresi dan bunuh diri
A. Golongan Narkotika
1) Narkotika Golongan I :
Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan,
dan tidak ditujukan untuk terapi serta mempunyai potensi sangat tinggi
menimbulkan ketergantungan. Contoh narkotika golongan 1
heroin/putauw, kokain, ganja .
2) Narkotika Golongan II :
B. Golongan Psikotropika
Menurut Kepmenkes RI No. 996/MENKES/SK/VIII/2002, psikotropika
adalah zat atau obat, baik sintesis maupun semisintesis yang berkhasiat
psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang
menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Zat yang
tergolong dalam psikotropika (Hawari, 2006) adalah: stimulansia yang
membuat pusat syaraf menjadi sangat aktif karena merangsang syaraf
simpatis. Termasuk dalam golongan stimulan adalah amphetamine, ektasy
(metamfetamin), dan fenfluramin. Amphetamine sering disebut dengan
speed, shabu-shabu, whiz, dan sulph. Golongan stimulan lainnya adalah
halusinogen yang dapat mengubah perasaan dan pikiran sehingga perasaan
dapat terganggu.Sedative dan hipnotika seperti barbiturat dan
benzodiazepine merupakan golongan stimulan yang dapat mengakibatkan
rusaknya daya ingat dan kesadaran, ketergantungan secara fisik dan
psikologis bila digunakan dalam waktu lama.
1) Psikotropika Golongan I :
Psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk kepentingan ilmu
pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi serta mempunyai
potensi amat kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. (Contoh :
ekstasi, shabu, LSD).
2) Psikotropika Golongan II :
4) Psikotropika Golongan IV :
2) Inhalasi
Yaitu gas yang dihirup dan solven (zat pelarut) mudah menguap
berupa senyawa organik, yang terdapat pada berbagai barang
keperluan rumah tangga, kantor, dan sebagai pelumas mesin. Yang
sering disalahgunakan adalah : Lem, Tiner, Penghapus Cat Kuku,
Bensin.
3) Tembakau
Pemakaian tembakau yang mengandung nikotin sangat luas di
masyarakat. Dalam upaya penanggulangan NAPZA di masyarakat,
pemakaian rokok dan alkohol terutama pada remaja, harus menjadi
bagian dari upaya pencegahan, karena rokok dan alkohol sering
menjadi pintu masuk penyalahgunaan NAPZA lain yang
berbahaya.
Berdasarkan efeknya terhadap perilaku yang ditimbulkan, NAPZA
dapat digolongkan menjadi 3 golongan :
3. Golongan Halusinogen
Adalah jenis NAPZA yang dapat menimbulkan efek halusinasi yang
bersifat merubah perasaan dan pikiran dan seringkali menciptakan daya
pandang yang berbeda sehingga seluruh perasaan dapat
terganggu.Golongan ini tidak digunakan dalam terapi medis. Golongan
ini termasuk :Kanabis (ganja), LSD, Mescalin.
b. Inteligensia
Hasil penelitian menunjukkan bahwa inteligensia pecandu yang datang
untuk melakukan konseling di klinik rehabilitasi pada umumnya berada
pada taraf di bawah rata-rata dari kelompok usianya.
c. Usia
Mayoritas pecandu narkoba adalah remaja. Alasan remaja
menggunakan narkoba karena kondisi sosial, psikologis yang
membutuhkan pengakuan, dan identitas dan kelabilan emosi; sementara
pada usia yang lebih tua, narkoba digunakan sebagai obat penenang.
d. Dorongan Kenikmatan dan Perasaan Ingin Tahu
Narkoba dapat memberikan kenikmatan yang unik dan
tersendiri.Mulanya merasa enak yang diperoleh dari coba-coba dan
ingin tahu atau ingin merasakan seperti yang diceritakan oleh teman-
teman sebayanya. Lama kelamaan akan menjadi satu kebutuhan yang
utama.
e. Pemecahan Masalah
Pada umumnya para pecandu narkoba menggunakan narkoba untuk
menyelesaikan persoalan.Hal ini disebabkan karena pengaruh narkoba
dapat menurunkan tingkat kesadaran dan membuatnya lupa pada
permasalahan yang ada.
2. Faktor Eksternal
a. Keluarga
Keluarga merupakan faktor yang paling sering menjadi penyebab
seseorang menjadi pengguna narkoba. Berdasarkan hasil penelitian
tim UKM Atma Jaya dan Perguruan Tinggi Kepolisian Jakarta pada
tahun 1995, terdapat beberapa tipe keluarga yang berisiko tinggi
anggota keluarganya terlibat penyalahgunaan narkoba, yaitu:
1) Keluarga yang memiliki riwayat (termasuk orang tua) mengalami
ketergantungan narkoba.
2) Keluarga dengan manajemen yang kacau, yang terlihat dari
pelaksanaan aturan yang tidak konsisten dijalankan oleh ayah dan
ibu (misalnya ayah bilang ya, ibu bilang tidak).
3) Keluarga dengan konflik yang tinggi dan tidak pernah ada upaya
penyelesaian yang memuaskan semua pihak yang berkonflik.
Konflik dapat terjadi antara ayah dan ibu, ayah dan anak, ibu dan
anak, maupun antar saudara.
4) Keluarga dengan orang tua yang otoriter.
5) Keluarga yang perfeksionis, yaitu keluarga yang menuntut
anggotanya mencapai kesempurnaan dengan standar tinggi yang
harus dicapai dalam banyak hal.
6) Keluarga yang neurosis, yaitu keluarga yang diliputi kecemasan
dengan alasan yang kurang kuat, mudah cemas dan curiga, sering
berlebihan dalam menanggapi sesuatu.
b. Faktor Kelompok Teman Sebaya (Peer Group)
Kelompok teman sebaya dapat menimbulkan tekanan kelompok, yaitu
cara teman-teman atau orang-orang seumur untuk mempengaruhi
seseorang agar berperilaku seperti kelompok itu. Peer group terlibat
lebih banyak dalam delinquent dan penggunaan obat-obatan. Dapat
dikatakan bahwa faktor-faktor sosial tersebut memiliki dampak yang
berarti kepada keasyikan seseorang dalam menggunakan obat-obatan,
yang kemudian mengakibatkan timbulnya ketergantungan fisik dan
psikologis.
c. Faktor Kesempatan
Ketersediaan narkoba dan kemudahan memperolehnya juga dapat
disebut sebagai pemicu seseorang menjadi pecandu. Pengalaman feel
good saat mencoba drugs akan semakin memperkuat keinginan untuk
memanfaatkan kesempatan dan akhirnya menjadi pecandu. Seseorang
dapat menjadi pecandu karena disebabkan oleh beberapa faktor
sekaligus atau secara bersamaan.Karena ada juga faktor yang muncul
secara beruntun akibat dari satu faktor tertentu.
2.6 Tanda dan Gejala
1. Pengobatan
Terapi pengobatan bagi klien NAPZA misalnya dengan detoksifikasi.
Detoksifikasi adalah upaya untuk mengurangi atau menghentikan gejala
putus zat, dengan dua cara yaitu:
a. Detoksifikasi tanpa subsitusi
Klien ketergantungan putau (heroin) yang berhenti menggunakan zat
yang mengalami gajala putus zat tidak diberi obat untuk
menghilangkan gejala putus zat tersebut. Klien hanya dibiarkan saja
sampai gejala putus zat tersebut berhenti sendiri.
b. Detoksifikasi dengan substitusi
Putau atau heroin dapat disubstitusi dengan memberikan jenis opiat
misalnya kodein, bufremorfin, dan metadon. Substitusi bagi pengguna
sedatif-hipnotik dan alkohol dapat dari jenis anti ansietas, misalnya
diazepam. Pemberian substitusi adalah dengan cara penurunan dosis
secara bertahap sampai berhenti sama sekali.
2. Rehabilitasi
Rehabilitasi adalah upaya kesehatan yang dilakukan secara utuh dan
terpadu melalui pendekatan non medis, psikologis, sosial dan religi agar
pengguna NAPZA yang menderita sindroma ketergantungan dapat
mencapai kemampuan fungsional seoptimal mungkin.Tujuannya
pemulihan dan pengembangan pasien baik fisik, mental, sosial, dan
spiritual. Sarana rehabilitasi yang disediakan harus memiliki tenaga
kesehatan sesuai dengan kebutuhan (Depkes, 2001).
Alur Perawatan Klien di Rumah Sakit
Rehabilitasi dalam hal ini yang akan dibahas adalah modalitas terapi
Therapeutic Community (TC) yang menggunakan pendekatan perubahan
perilaku. Therapeutic Community direkomendasikan bagi pasien yang sudah
mengalami masalah penggunaan NAPZA dalam waktu lama dan berulang
kali kambuh atau sulit untuk berada dalam kondisi abstinen atau bebas dari
NAPZA. TC dapat digambarkan sebagai model yang cocok atau sesuai
dengan pasien yang membutuhkan lingkungan yang mendukung dan
dukungan lain yang bermakna dalam mempertahankan kondisi bebas NAPZA
atau abstinen.
Program 12 Langkah
Fokus dari Program 12 Langkah adalah penerapan langkah-langkah itu
dalam kehidupan sehari-hari.Disinilah penggunaan istilah falsafah menjadi
lebih relevan, karena langkah-langkah ini menjadi panduan untuk
menjalani kehidupan sebagai seorang pecandu yang ingin
mempertahankan kebersihannya dan membina perjalanan spiritualnya.Jadi,
lebih dari sekedar peraturan 12 Langkah menjadi "Falsafah Hidup"
seorang pecandu untuk diamalkan ketika menjalani kehidupan
kesehariannya.Dan berdasarkan paradigma Disease Model of Addiction,
penyakit kecanduan mempunyai potensi untuk kambuh sewaktu-waktu
apabila tidak diredam oleh program pemulihan yang berkesinambungan.
Dengan pengamalan atau praktek dari langkah-langkah inilah para
pecandu akan dapat meredam penyakitnya agar tidak kambuh sepanjang
hayatnya. Pada penjelasan ini, setiap langkah akan diuraikan secara
singkat maknanya dan karena setiap langkah di targetkan untuk mengatasi
setiap aspek spesifik dalam penyakit kecanduan, uraian ini akan mencakup
fungsi klinikal yang dapat diterapkan baik dalam kondisi di dalam atau
diluar institusi/panti rehabilitasi. Berikut ini adalah contoh 12 langkah
seperti yang tertera dalam program Narcotic Anonymous (NA).
1. Kita mengakui bahwa kita tidak berdaya terhadap adiksi kita sehingga
hidup kita menjadi tidak terkendali.
2. Kita menjadi yakin bahwa ada kekuatan yang lebih besar dari kita
sendiri yang dapat mengembatikan kita kepada kewarasan.
3. Kita membuat keputusan untuk menyerahkan kemauan dan arah
kehidupan kita kepada kasih Tuhan sebagaimana kita mamahamiNya.
4. Kita membuat inventaris moral diri kita sendiri secara penuh,
menyeluruh dan tanpa rasa gentar.
5. Kita mengakui kepada Tuhan, kepada diri kita sendiri dan kepada
seorang manusia lainnya, setepat mungkin sifat dari kesalahan-
kesalahan kita.
6. Kita siap sepenuhnya agar Tuhan menyingkirkan semua kecacatan
karakte kita.
7. Kita dengan rendah hati memohon kepadaNya untuk menyingkirkan
semua kekurangan-kekurangan kita.
8. Kita membuat daftar orang-orang yang telah kita sakiti dan menyiapkan
diri untuk meminta maaf kepada mereka semua.
9. Kita menebus kesalahan kita secara langsung kepada orang-orang
tersebut bila mana memungkinkan, kecuali bila melakukannya akan
justru melukai mereka atau orang lain.
10. Kita secara terus menerus melakukan inventarisasi pribadi kita dan
bila mana kita bersalah, segera mengakui kesalahan kita.
11. Kita melakukan pencarian melalui doa dan meditasi untuk
memperbaiki kontak sadar kita dengan Tuhan sebagaimana kita
memahamiNya, berdoa hanya untuk mengetahui kehendakNya atas
diri kita dan kekuatan untuk melaksanakannya.
12. Setelah mengalami pencerahan spiritual sebagai hasil dari langkah-
langkah ini, kita mencoba menyampaikan pesan ini kepada para
pecandu dan untuk menerapkan prinsip-prinsip ini dalam segala hal
yang kita lakukan.
1. Fungsi Perawat
a. Independent
Fungsi independent perawat adalah those activies that are
considered to be within nursings scope of diagnosis and treatment
. Dalam fungsi ini tindakan perawat dalam penanganan klien
pengguna NAPZA tidak memerlukan dokter.Tindakan perawat
bersifat mandiri, berdasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan.
Dalam kaitan dengan penggunaan NAPZA tindakan perawat antara
lain :
b. Interdependent
c. Dependent
2. Peran Perawat
Peran perawat ini diterjemahkan dalam perannya sebagai :
a. Provider/ pelaksana
Peran ini menekankan kemampuan perawat sebagai media
penyedia layanan keperawatan (praknisi). Perawat baik secara
langsung maupun tidak langung membeerikan asuhan keperawatan
kepada klien dengan ketergantungan obat-obat terlarang baik
secaara individu, keluarga, ataupun masyarakat.peran ini biasanya
dilaksanakann oleh perawat di tatanan pelayana seperti rumah sakit
khusus ketergantungan obat terlarang, unit pelayanan psikiatri,
puskesmas dam masyarakat. Untuk memcapai peran ini seorang
perawat harus mempunyai kemampuan secaara mandiri dan
kolaborasi , memiliki kemampuan dan ilmu pengetahuan tentang
NAPZA. Dalam menjalankan perannya perawat memakai metode
pemecahan masalah dalam bentuk asuhan proses keperawat.
b. Edukator/pendidik
c. Advokat
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
Kasus:
Warga mengatakan bahwa mereka sering melihat remaja keluar dari sebuah
rumah dengan keadaan kacau diantaranya jalan sempoyongan, wajah berkeringat
dan pucat, mata cekung dan merah, bicara cedal.Saat dilakukan bersih desa, warga
menemukan banyak botol-botol miras, pil-pil ekstasi, jarum suntik di beberapa
titik yang ada di desa tersebut. Data dari polsek setempat, ditemukan ladang ganja
disalah satu perkebunan milik warga di desa X. Pihak warga maupun polisi
setempat menemukan korban kecelakaan di area tikungan, Data dari polsek juga
menunjukkan bahwa tindak kejahatan terutamanya pemalakan atau pemerasan
dilakukan oleh remaja. Warga juga mengatakan bahwa remaja sering memaksa-
maksa minta uang pada sembarang orang dan mereka akan marah jika tidak
diberikan. Mereka juga tak segan memukul jika keinginan mereka tak segera
dituruti. Banyak orang tua yang mengatakan,uang yang diberikan pada anakmya
seharusnya digunakan untuk membayar sekolah disalahgunakan untuk membeli
narkoba.
6. Komunikasi
Tidak adanya tempat berkumpul untuk remaja dalam bertukar
informasi.
Alat komunikasi yang dimiliki keluarga seperti televisi, koran,
telepon dan ponsel.
Tidak ada alat komunikasi umum yang tersedia di desa X
Media komunikasi di masyarakat dengan arisan, PKK dan
pengajian.
Tidak ada konsultasi oleh tenaga medis dengan masyarakat desa
X
7. Pendidikan
Remaja banyak yang putus sekolah.
8. Rekreasi
Remaja memiliki kebiasaan untuk nongkrong bersama-sama dan
sering pergi ke warnet. Terbukti dengan banyaknya warnet-warnet
yang tersedia di desa X ini
B. Analisa Data
Do :
Data dari BNN bahwa
sebanyak 60% remaja
menggunakan
narkotika jenis sabu
sabu, heroin, ganja,
cimeng pada tahun
2010- 2011.
Data dari Polsek
setempat ladang ganja
disalah satu
perkebunan milik
warga.
Saat bersih desa
sering ditemukan
botol-botol miras, pil
ekstasi dan jarum
suntik di beberapa
titik desa
2. DO: Resiko peningkatan kenakalan
remaja pada remaja di desa X rt.
Ditemukan botolmiras
05 rw.02 berhubungan dengan
Ditemukan putung rokok perilaku penyalahgunaan
NAPZA
Ditemukan alat hisap
DS:
Tokoh masyarakat/warga
mengatakan sering terjadi
tawuran antar pemuda Desa
X dengan Desa Y
Warga mengatakan di
desanya banyak remaja
yang hamil di luarnikah
Laporan dari kepala desa
setempatdan data yang ada
bahwa organisasi
masyarakat atau karang
taruna tidak aktif
Laporan dari polisi banyak
terjadi pemalakan
3. DS: Resiko tinggi cedera pada
Warga mengatakan bahwa remaja di desa X rt. 05 rw.02
mereka sering melihat remaja berhubungan dengan perilaku
keluar dari sebuah rumah dan dampak penyalahgunaan
dengan keadaan kacau NAPZA
diantaranya jalan
sempoyongan.
DO:
Pihak warga maupun polisi
setempat menemukan korban
kecelakaan di area tikungan,
setelah di periksa ternyata ada
pengaruh obat NAPZA
Resiko
peningkatan
1 3 3 3 9
penyalahguna
an NAPZA
Resiko
peningkatan
2 kenakalan 3 2 3 8
remaja pada
remaja
Resiko
tinggi
3 cedera 3 2 2 7
pada
remaja
Pencegahan Sekunder
1. Bentuklah hubungan dengan
pemakai dan coba tingkatkan
kesadaran akan akibat
pemakaian zat
2. Munculkan alasan untuk
berubah
3. Perkuat efikasi/kemampuan
diri untuk berubah
4. Lakukan pemeriksaan penuh
(full assessment) terhadap
pemakai
5. Anjurkan untuk
mengembangkan gaya hidup
sehat
6. Bantu pasien untuk
memutuskan langkah terbaik
untuk berubah
Perubahan tersier
1. Ajarkan beberapa
keterampilan pada pemakai
dan cara mengembangkan
starategi untuk hidup bebas
tanpa narkoba
2. Anjurkan untuk selalu
menerapkan strategi hidup
sehat tanpa narkoba untuk
mencegah kekambuhan
3. Persiapkan pemakai terlebih
dulu untuk memahai tahapan
kambuh
4. Gambarkan apa penyebab
kambuh dan bantu perbarui
kontemplasi lalu terapkan
rencana aksi lebih efektif
5. Persiapkan lingkungan dimana
pemakai tinggal agar bisa
menerima kembali
2. Kenakalan remaja Setelah dilakukan - Partnership 1. Karang taruna yang lama dan 80% remaja Mahasiswa
- Proses
pada remaja di tindakan pokjakes membentuk pengurus mendapat FIK-UNIK
Kelompok
desa X rt. 05 rw.02 keperawatan karang taruna yang baru undangan
- Pendidikan
berhubungan selama 5 minggu 2. Pasang poster dan pengumuman Poster terpasang Kader
Kesehatan
dengan diharapkan : - Empowerment melalui masjid dan kader untuk di depan
peningkatan kegiatan penyuluhan remaja. posyandu dan di Pokjakes
penyalahgunaan 3. Berikan materi penyuluhan masing-masing
NAPZA tentang :Tumbuh kembang RT
remaja Masalah yang berkaitan 70% remaja dan
dengan kenakalanremaja seperti 50% kader di
miras, AIDS pokjakes an
4. Cara menanggulangikenakalan tokoh masyarakat
remaja. hadir pada acara
penyuluhan
80% remaja yang
diberi pertanyaan
dapat menjawab
denganbenar
3 Resiko cedera pada Setelah dilakukan - Partnership 1. Identifikasi tingkat gejala 80% remaja Mahasiswa
- Proses
remaja di desa X rt tindakan putus alkohol, misalnya mendapat FIK-UNIK
keperawatan Kelompok
05 rw 02 tahap I diasosiasikan undangan
selama 5 minggu - Pendidikan
berhubungan diharapkan : dengan tanda/gejala Poster terpasang Kader
Kesehatan
dengan perilaku 1. Remaja tidak Empowerment hiperaktivitas (misalnya di depan
dan dampak menggunakan tremor, tidak dapat posyandu dan di Pokjakes
penyalahgunaan NAPZA beristirahat, mual/muntah, masing-masing
NAPZA diaforesis, takhikardi, RT
hipertensi); tahapII 70% remaja dan
dimanifestasikan dengan 50% kader di
peningkatan hiperaktivitas pokjakes an
ditambah dengan tokoh masyarakat
halusinogen; tingkat III hadir pada acara
gejala meliputi DTs dan penyuluhan
hiperaktifitas autonomik
80% remaja yang
yang berlebihan dengan
diberi pertanyaan
kekacauan mental berat,
dapat menjawab
ansietas, insomnia, demam.
denganbenar
2. Membentukorganisasikaran
gtaruna, dengankaderremaja
yang
sudahdilatihuntukmenyalur
kanhobiataumengisiwaktulu
ang.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Penyalahgunaan zat adalah penggunaan zat secara terus menerus
bahkan sampai setelah terjadi masalah.Ketergantungan zat menunjukkan
kondisi yang parah dan sering dianggap sebagai penyakit.Peran perawat
mempengaruhi pada keberhasilan dalam mencapai tujuan dan hasil akhir yang
diharapkan dalam perawatan.Dimana asuhan keperawatan pada pasien
penyalahgunaan NAPZA ditekankan pada aspek psikososial, kejiwaan,
komunitas dan keagamaan. Peran keluarga dan lingkungan juga sangat
diperlukan untuk mempercepat proses pemulihan pasien penyalahgunaan
NAPZA. Kebanyakan dari pengguna menjadikan NAPZA sebagai pelarian
atau pemecahan suatu masalah.
3.2 SARAN
Upaya mencegah kekambuhan klien dengan penyalahgunaan
NAPZA sangat tergantung dari motivasi internal dari klien itu sendiri untuk
terlepas dari kecanduan. Tidak kalah penting dari hal itu juga peran serta orang
terdekat untuk senantiasa memberi dukungan dan memberikan pengawasan
kepada penderita.
Daftar Pustaka
(2001). Buku pedoman praktis bagi petugas kesehatan (puskesmas) mengenai
penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya (NAPZA). Jakarta:
Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial RI Direktorat Jenderal
Kesehatan Masyarakat.
(2001). Buku pedoman tentang masalah medis yang dapat terjadi di tempat
rehabilitasi pada pasien ketergantungan NAPZA. Jakarta: Direktorat Kesehatan
Jiwa Masyarakat Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat Departemen
Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial RI.
Carpenito, L.J. (1995). Buku saku diagnosa keperawatan.Edisi 6. (terjemahan).
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Cokingting, P.S., Darst,E, dan Dancy, B. 1992. Mental Health and Psichiatric
Nursing.Chapter 8.Philadelpia : J.B.,Lippincott Company
Depkes.(2002). Keputusan Menteri kesehatan RI tentang pedoman penyelenggaraan
sarana pelayanan rehabilitasi penyalahgunaan dan ketergantungan narkotika,
psikotropika dan zat adiktif lainnya (NAPZA). Jakarta: Departemen Kesehatan
RI.
Gunawan, Weka.2006.Keren Tanpa Narkoba.Jakarta:Grasindo
Hawari, D. (2000). Penyalahgunaan dan ketergantungan NAZA (narkotik, alkohol
dan zat adiktif). Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Joewana, S. (2004).Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan Zat
Psikoaktif. Jakarta: EGC.
Marviana, dkk.(2000). Narkoba dan Remaja.Jakarta: Gramedia.
Partodihardjo,Subagyo.2010.Kenali Narkoba dan Musuhi
Penyalahgunaannya.Jakarta:Esensi
Purba, Jenny Marlindawani. Et al. 2008.Asuhan Keperawatan pada Klien dengan
Masalah Psikososial dan Gangguan Jiwa.Medan : USU Press
Stuart, Gail W. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 3rd ed. Jakarta : EGC
Winarno, Heri. Et al. 2008.Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Penggunaan
Jarum Suntik Bergantian Diantara Pengguna Napza Suntik di Semarang Jurnal
Promosi Kesehatan Indonesia.vol 3 no.2
Wresniwiro. (1999). Narkoba dan Pengaruhnya. Jakarta: Widya Medika.
http://usupress.usu.ac.id/files/Asuhan%20Keperawatan%20pada%20Klien
%20dengan%20Masalah%20Psikososial%20dan%20Gangguan
%20Jiwa_Normal_bab%201.pdf. diakses pada tanggal 9 Oktober 2013 pukul 14:00
WIB