Askep Komunitas Napza

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 40

KEPERAWATAN KOMUNITAS

ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS DENGAN


PENYALAHGUNAAN NAPZA

Oleh:
1. Cicik Kurniawati ( 13620828)
2. Darwadi (13620829)
3. Dasri Kirna Wati ( 13620830)
4. Dewi Triana Saputri ( 13620831)
5. Diana Maharani K.W ( 13620832)
6. Dwi Lusiana Maya Sari ( 13620833)
7. Eka Wahyu Ningsih ( 136208340
8. Erik Hermawan ( 13620835)
9. Erviana Agustin ( 13620836)
10. Fakih Ario David ( 13620837)

Pembimbing:
Fatma Sayekti, S.Kep.Ns.,

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS KADIRI
2016

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya
melaksanakan pembangunan di segala bidang, baik pembangunan fisik
maupun pembangunan mental spiritual manusia seutuhnya lahir maupun batin.
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dewasa ini
berkembang pengaruh pemakaian obat-obatan dikalangan masyarakat.Hal ini
sebagai dampak kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin
lama semakin berkembang dengan pesat, dan salah satu yang paling marak
saat ini adalah Masalah Narkotika dan Psikotropika.
Masalah penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainya
(NAPZA) atau istilah yang populer dikenal masyarakat sebagai NARKOBA
(Narkotika dan Bahan/ Obat berbahanya) merupakan masalah yang sangat
kompleks, yang memerlukan upaya penanggulangan secara komprehensif
dengan melibatkan kerja sama multidispliner, multisektor, dan peran serta
masyarakat secara aktif yang dilaksanakan secara berkesinambungan,
konsekuen dan konsisten. Meskipun dalam Kedokteran, sebagian besar
golongan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) masih
bermanfaat bagi pengobatan,pelayanankesehatan dan pengembangan ilmu
pengetahuan, namun di sisi lain dapat pula menimbulkan addication
(ketagihan dan ketergantungan) tanpa adanya pembatasan, pengendalian dan
pengawasan yang ketat dan seksama dari pihak yang berwenang, dan juga jika
disalahgunakan atau digunakan tidak menurut indikasi medis atau standar
pengobatan akan berakibat sangat merugikan bagi individu maupun
masyarakat luas khususnya generasi muda.
BNN mencatat pengguna narkoba di Indonesia sekitar 3,2 juta orang, atau
sekitar 1,5% dari jumlah penduduk di Negeri ini. Dari jumlah tersebut
sebanyak 8.000 orang menggunakan narkotika dengan alat bantu berupa jarum
suntik, dan 60%nya terjangkit HIV AIDS, serta sekitar 15.000 orang
meninggal setiap tahun karena menggunakan NAPZA.

.2 RUMUSAN MASALAH
Bagaimana asuhan keperawatan komunitas pada NAPZA?

1.3 TUJUAN
.3.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu membuat asuhan keperawatan pada klien dengan
ganguan tetanus
.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui pengertian dari penggunaan NAPZA
2. Mengetahui faktor penyebab penggunaan NAPZA
3. Mengetahui gejala klinis penggunaan NAPZA
4. Mengetahui dampak penggunaan NAPZA
5. Mengetahui proses keperawatan pada gangguan penyalahgunaan
NAPZA meliputipengkajian, analisa data dan diagnosa, intervensi
dan evaluasi

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Definisi

NAPZA adalah kependekan dari Narkotika,Psikotropika Dan Zat Adiktif


Lainnya.
Narkotika adalah suatu zat atau obat yg berasal dari tanaman atau bukan
tanaman baik sintetis maupun semisintetis yg dpt menyebabkan penurunan
atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai
menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan ( Undang-
undang RI No.22 thn 1997 ttg Narkotika)

Psikotropika adalah suatu zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis
bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada
susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas
mental dan perilaku.

Zat adiktif lain adalah bahan/zat yg berpengaruh psikoaktif diluar yang


disebut Narkotika dan Psikotropika.

Menurut undang undang No.22 Tahun 1997 yang dimaksud dengan


narkotika yaitu:

1. Golongan opioid : heroin, morfin, madat dan lain-lain.


2. Golongan kanabis : ganja, hashish
3. Golongan koka : kokain, crack.
Alkohol adalah minuman yang mengandung etanol (etil alkohol)
Psikotropika menurut undang-undang nomor 5 tahun 1997 meliputi
: ecxtasy, shabu-shabu, isd. Obat penenang/ obat tidur, obat anti
depresi dan anti psikokis.
Zat adiktif lainnya termasuk inhalansi (aseton, thinner cat, lem,
atau glue) nikotin (tembakau), kafein (kopi).

NAPZA tergolong zat psikoaktif. Yang dimaksud dengan zat psikoaktif


adalah zat yang terutama berpengaruh pada otak sehingga menimbulkan
perubahan pada perilaku, perasaan, pikiran,persepsi, dan kesadaran.

2.2 Epidemiologi, Demografi dan Kormobiditas


a. Epidemiologi
Di Amerika, prevalensi :
16,7 % > usia 18 tahun
Alkohol 13,8%
Non alcohol 6,2%
Marijuana 12- 33% per tahun, 5% pengguna baru
Zat psikotherapetic dan kokain : 12,5% zat psikotherapetic, 11,5%
kokin
Zat zat lain inhalan halusinogen : 9%

Di Indonesia, prevalensi 0,065% pada tahun 1971 Bakilah dan hasil


penelitian 10x lebih besar. Jumlah pecandu sampai sekarang 3.800.000
orang

b. Demografi
Usia : 18- 25 tahun
Jenis kelamin : laki-laki > wanita
Ras dan etnik : kulit hitam > kulit putih
Daerah padat pendudukmetropolitan lebih tinggi
Daerah barat > timur
c. Kormobiditas
Ditemukan 76% laki-laki dan 65% wanita
Paling sering penggunaan alcohol dan zat lain
Gangguan kepribadian atau autisosial
Depresi dan bunuh diri

2.3 Jenis-Jenis NAPZA

NAPZA dapat dibagi ke dalam tiga golongan yaitu:

A. Golongan Narkotika
1) Narkotika Golongan I :
Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan,
dan tidak ditujukan untuk terapi serta mempunyai potensi sangat tinggi
menimbulkan ketergantungan. Contoh narkotika golongan 1
heroin/putauw, kokain, ganja .

2) Narkotika Golongan II :

Narkotika yang berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan


terakhir dan dapat digunakan dalam terapi atau tujuan pengembangan
ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan
ketergantungan.Contoh kodein

3) Narkotika Golongan III :

Narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam


terapi atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai
potensi ringan mengakibatkan ketergantungan (Contoh :kodein).

Golongan narkotika berdasarkan bahan pembuatannya adalah:


1) Narkotika alami yaitu zat dan obat yang langsung dapat dipakai
sebagai narkotik tanpa perlu adanya proses fermentasi, isolasi dan
proses lainnya terlebih dahulu karena bisa langsung dipakai dengan
sedikit proses sederhana. Bahan alami tersebut umumnya tidak
boleh digunakan untuk terapi pengobatan secara langsung karena
terlaluberisiko. Contoh narkotika alami yaitu seperti ganja dan
daun koka.
2) Narkotika sintetis adalah jenis narkotika yang memerlukan proses
yang bersifat sintesis untuk keperluan medis dan penelitian sebagai
penghilang rasa sakit/analgesik. Contohnya yaitu seperti
amfetamin, metadon, dekstropropakasifen, deksamfetamin, dan
sebagainya.
Narkotika sintetis dapat menimbulkan dampak sebagai berikut:
a. Depresan : membuat pemakai tertidur atau tidak sadarkan diri.
b. Stimulan : membuat pemakai bersemangat dalam beraktivitas
kerja dan merasa badan lebih segar.
c. Halusinogen : dapat membuat si pemakai jadi berhalusinasi
yang mengubah perasaan serta pikiran.
Narkotika semi sintetis yaitu zat/obat yang diproduksi dengan cara
isolasi, ekstraksi, dan lain sebagainya seperti heroin, morfin,
kodein, dan lain-lain.

B. Golongan Psikotropika
Menurut Kepmenkes RI No. 996/MENKES/SK/VIII/2002, psikotropika
adalah zat atau obat, baik sintesis maupun semisintesis yang berkhasiat
psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang
menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Zat yang
tergolong dalam psikotropika (Hawari, 2006) adalah: stimulansia yang
membuat pusat syaraf menjadi sangat aktif karena merangsang syaraf
simpatis. Termasuk dalam golongan stimulan adalah amphetamine, ektasy
(metamfetamin), dan fenfluramin. Amphetamine sering disebut dengan
speed, shabu-shabu, whiz, dan sulph. Golongan stimulan lainnya adalah
halusinogen yang dapat mengubah perasaan dan pikiran sehingga perasaan
dapat terganggu.Sedative dan hipnotika seperti barbiturat dan
benzodiazepine merupakan golongan stimulan yang dapat mengakibatkan
rusaknya daya ingat dan kesadaran, ketergantungan secara fisik dan
psikologis bila digunakan dalam waktu lama.

1) Psikotropika Golongan I :
Psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk kepentingan ilmu
pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi serta mempunyai
potensi amat kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. (Contoh :
ekstasi, shabu, LSD).

2) Psikotropika Golongan II :

Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalam


terapi, dan/atau tujuan ilmu pengetahuan serta menpunyai potensi kuat
mengakibatkan sindroma ketergantungan .( Contoh amfetamin,
metilfenidat atau ritalin).

3) Psikotropika Golongan III :

Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan


dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan
(Contoh : pentobarbital, Flunitrazepam).

4) Psikotropika Golongan IV :

Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan


dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindrom ketergantungan
(Contoh : diazepam, bromazepam, Fenobarbital, klonazepam,
klordiazepoxide, nitrazepam, seperti pil BK, pil Koplo, Rohip, Dum,
MG).

C. Zat Adiktif Lainnya


Zat adiktif lainnya adalah zat, bahan kimia, dan biologi dalam
bentuk tunggal maupun campuran yang dapat membahayakan
kesehatan lingkungan hidup secara langsung dan tidak langsung yang
mempunyai sifat karsinogenik, teratogenik, mutagenik, korosif, dan
iritasi.Bahanbahan berbahaya ini adalah zat adiktif yang bukan
termasuk ke dalam narkotika dan psikoropika, tetapi mempunyai
pengaruh dan efek merusak fisik seseorang jika disalahgunakan
(Wresniwiro dkk. 1999).
Adapun yang termasuk zat adiktif ini antara lain: minuman keras
(minuman beralkohol) yang meliputi
1) Minuman keras
Mengandung etanol etil alkohol, yang berpengaruh menekan
susunan syaraf pusat, dan sering menjadi bagian dari kehidupan
manusia sehari-hari dalam kebudayaan tertentu.Jika digunakan
sebagai campuran dengan narkotika atau psikotropika, memperkuat
pengaruh obat/zat itu dalam tubuh manusia. Ada 3 golongan
minuman beralkohol :
Golongan A (kadar ethanol 1% sampai 5%) seperti bir, green
sand;
Golongan B (kadar ethanol lebih dari 5% sampai 20%) seperti
anggur malaga;
Golongan C (kadar ethanol lebih dari 20% sampai 55%)
seperti brandy, wine, whisky.
Zat dalam alkohol dapat mengganggu aktivitas sehari-hari bila
kadarnya dalam darah mencapai 0,5% dan hampir semua akan
mengalami gangguan koordinasi bila kadarnya dalam darah 0,10%
(Marviana dkk. 2000).

2) Inhalasi
Yaitu gas yang dihirup dan solven (zat pelarut) mudah menguap
berupa senyawa organik, yang terdapat pada berbagai barang
keperluan rumah tangga, kantor, dan sebagai pelumas mesin. Yang
sering disalahgunakan adalah : Lem, Tiner, Penghapus Cat Kuku,
Bensin.
3) Tembakau
Pemakaian tembakau yang mengandung nikotin sangat luas di
masyarakat. Dalam upaya penanggulangan NAPZA di masyarakat,
pemakaian rokok dan alkohol terutama pada remaja, harus menjadi
bagian dari upaya pencegahan, karena rokok dan alkohol sering
menjadi pintu masuk penyalahgunaan NAPZA lain yang
berbahaya.
Berdasarkan efeknya terhadap perilaku yang ditimbulkan, NAPZA
dapat digolongkan menjadi 3 golongan :

1. Golongan Depresan (Downer)

Adalah jenis NAPZA yang berfungsi mengurangi aktifitas fungsional


tubuh.Jenis ini menbuat pemakaiannya merasa tenang, pendiam dan
bahkan membuatnya tertidur dan tidak sadarkan diri.Golongan ini
termasuk Opioida (morfin, heroin/putauw, kodein), Sedatif (penenang),
hipnotik (otot tidur), dan tranquilizer (anti cemas) dan lain-lain.

2. Golongan Stimulan (Upper)

Adalah jenis NAPZA yang dapat merangsang fungsi tubuh dan


meningkatkan kegairahan kerja. Jenis ini membuat pemakainya menjadi
aktif, segar dan bersemangat. Zat yang termasuk golongan ini
adalah :Amfetamin (shabu, esktasi), Kafein, Kokain.

3. Golongan Halusinogen
Adalah jenis NAPZA yang dapat menimbulkan efek halusinasi yang
bersifat merubah perasaan dan pikiran dan seringkali menciptakan daya
pandang yang berbeda sehingga seluruh perasaan dapat
terganggu.Golongan ini tidak digunakan dalam terapi medis. Golongan
ini termasuk :Kanabis (ganja), LSD, Mescalin.

2.4 Faktor Predisposisi


Penyebab penyalahgunaan NAPZA menurut Hawari (2000) adalah interaksi
antara faktor predisposisi, faktor kontribusi dan faktor pencetus.Faktor
kontribusi yaitu kondisi keluarga yang tidak baik (disfungsi keluarga) seperti
keluarga yang tidak utuh, kesibukan orang tua dan hubungan interpersonal
dalam keluarga yang tidak harmonis.Faktor pencetus yaitu pengaruh teman
sebaya serta tersedia dan mudahnya memperoleh barang yang dimaksud
(easy availability).
Faktor predisposisi terbagi dalam tiga kelompok yaitu :
1. Faktor biologik, Meliputi: kecenderungan keluarga, terutama
penyalahgunaan alkohol dan perubahan metabolisme alkohol yang
mengakibatkan respon fisiologik yang tidak nyaman.

2. Faktor psikologik, meliputi: kepribadian ketergantungan oral, harga diri


rendah, sering berhubungan dengan penganiayaan pada masa kanak-
kanak, perilaku maladaptif yang dipelajari secara berlebihan, mencari
kesenangan dan menghindari rasa sakit, sifat keluarga termasuk tidak
stabil, tidak ada contoh yang positif, rasa kurang percaya tidak mampu
memperlakukan anak sebagai individu serta orang tua yang adiksi.

3. Faktor sosiokultural, meliputi: ketersedian dan penerimaan sosial


terhadap pengguna obat, ambivalen sosial tentang penggunaan dan
penyalahgunaan zat, seperti tembakau, alkohol dan maryuana, sikap,
nilai, norma dan sosial kultural kebangsaan, etnis dan agama, kemiskinan
dengan keluarga yang tidak stabil dan keterbatasan kesempatan

2.5 Faktor Presipitasi


Harboenangin (dikutip dari Yatim, 1986) mengemukakan ada beberapa faktor
presipitasi yang menyebabkan seseorang menjadi pecandu narkoba yaitu
faktor eksternal dan faktor internal.
1. Faktor Internal
a. Faktor Kepribadian
Kepribadian seseorang turut berperan dalam perilaku ini. Hal ini lebih
cenderung terjadi pada usia remaja. Remaja yang menjadi pecandu
biasanya memiliki konsep diri yang negatif dan harga diri yang
rendah.Perkembangan emosi yang terhambat, dengan ditandai oleh
ketidakmampuan mengekspresikan emosinya secara wajar, mudah
cemas, pasif, agresif, dan cenderung depresi, juga turut mempengaruhi.

b. Inteligensia
Hasil penelitian menunjukkan bahwa inteligensia pecandu yang datang
untuk melakukan konseling di klinik rehabilitasi pada umumnya berada
pada taraf di bawah rata-rata dari kelompok usianya.

c. Usia
Mayoritas pecandu narkoba adalah remaja. Alasan remaja
menggunakan narkoba karena kondisi sosial, psikologis yang
membutuhkan pengakuan, dan identitas dan kelabilan emosi; sementara
pada usia yang lebih tua, narkoba digunakan sebagai obat penenang.
d. Dorongan Kenikmatan dan Perasaan Ingin Tahu
Narkoba dapat memberikan kenikmatan yang unik dan
tersendiri.Mulanya merasa enak yang diperoleh dari coba-coba dan
ingin tahu atau ingin merasakan seperti yang diceritakan oleh teman-
teman sebayanya. Lama kelamaan akan menjadi satu kebutuhan yang
utama.
e. Pemecahan Masalah
Pada umumnya para pecandu narkoba menggunakan narkoba untuk
menyelesaikan persoalan.Hal ini disebabkan karena pengaruh narkoba
dapat menurunkan tingkat kesadaran dan membuatnya lupa pada
permasalahan yang ada.
2. Faktor Eksternal
a. Keluarga
Keluarga merupakan faktor yang paling sering menjadi penyebab
seseorang menjadi pengguna narkoba. Berdasarkan hasil penelitian
tim UKM Atma Jaya dan Perguruan Tinggi Kepolisian Jakarta pada
tahun 1995, terdapat beberapa tipe keluarga yang berisiko tinggi
anggota keluarganya terlibat penyalahgunaan narkoba, yaitu:
1) Keluarga yang memiliki riwayat (termasuk orang tua) mengalami
ketergantungan narkoba.
2) Keluarga dengan manajemen yang kacau, yang terlihat dari
pelaksanaan aturan yang tidak konsisten dijalankan oleh ayah dan
ibu (misalnya ayah bilang ya, ibu bilang tidak).
3) Keluarga dengan konflik yang tinggi dan tidak pernah ada upaya
penyelesaian yang memuaskan semua pihak yang berkonflik.
Konflik dapat terjadi antara ayah dan ibu, ayah dan anak, ibu dan
anak, maupun antar saudara.
4) Keluarga dengan orang tua yang otoriter.
5) Keluarga yang perfeksionis, yaitu keluarga yang menuntut
anggotanya mencapai kesempurnaan dengan standar tinggi yang
harus dicapai dalam banyak hal.
6) Keluarga yang neurosis, yaitu keluarga yang diliputi kecemasan
dengan alasan yang kurang kuat, mudah cemas dan curiga, sering
berlebihan dalam menanggapi sesuatu.
b. Faktor Kelompok Teman Sebaya (Peer Group)
Kelompok teman sebaya dapat menimbulkan tekanan kelompok, yaitu
cara teman-teman atau orang-orang seumur untuk mempengaruhi
seseorang agar berperilaku seperti kelompok itu. Peer group terlibat
lebih banyak dalam delinquent dan penggunaan obat-obatan. Dapat
dikatakan bahwa faktor-faktor sosial tersebut memiliki dampak yang
berarti kepada keasyikan seseorang dalam menggunakan obat-obatan,
yang kemudian mengakibatkan timbulnya ketergantungan fisik dan
psikologis.

c. Faktor Kesempatan
Ketersediaan narkoba dan kemudahan memperolehnya juga dapat
disebut sebagai pemicu seseorang menjadi pecandu. Pengalaman feel
good saat mencoba drugs akan semakin memperkuat keinginan untuk
memanfaatkan kesempatan dan akhirnya menjadi pecandu. Seseorang
dapat menjadi pecandu karena disebabkan oleh beberapa faktor
sekaligus atau secara bersamaan.Karena ada juga faktor yang muncul
secara beruntun akibat dari satu faktor tertentu.
2.6 Tanda dan Gejala

Pengaruh NAPZA pada tubuh disebut intoksikasi. Selain intoksikasi, ada


juga sindroma putus zat yaitu sekumpulan gejala yang timbul akibat
penggunaan zat yang dikurangi atau dihentikan. Tanda dan gejala intoksikasi
dan putus zat berbeda pada jenis zat yang berbeda.

Tanda dan Gejala Intoksikasi

Opiate Ganja Sedative-hipnotik Alcohol Anfetamine


1. Eforia 1. eforia 1. pengendalian 1. mata merah 1. selalu
2. mengantuk 2. mata merah diri berkurang 2. bicara cadel terdorong
3. bicara cadel 3. mulut kering 2. jalan 3. jalan untuk
4. konstipasi 4. banyak sempoyongan bergerak
sempoyongan
5. penurunan 4. perubahan 2. berkeringat
bicara 3. mengantuk
kesadaran 3. gemetar
dan tertawa 4. memperpanjang persepsi
4. cemas
tidur 5. penurunan
nafsu makan 5. depresi
5. hilang kemampuan
6. paranoid
meningkat kesadaran menilai
5. gangguan
persepsi

Tanda dan Gejala Putus Zat

Opiate Ganja Sedative-hipnotik Alcohol Anfetamin


1. nyeri jarang 1. cemas 1. cemas 1. cemas
2. mata dan 2. tangan gemetar 2. depresi 2. depresi
ditemu
hidung berair 3. perubahan 3. muka merah 3. kelelahan
3. perasaan kan persepsi 4. mudah marah 4. energi
panas dingin 4. gangguan 5. tangan berkurang
4. diare daya ingat 5. kebutuhan
gemetar
5. gelisah 5. tidak bisa tidur tidur
6. mual muntah
6. tidak bisa meningkat
7. tidak bisa
tidur
tidur
2.7 Penatalaksanaan Masalah NAPZA

Penatalaksanaan masalah NAPZA terdiri dari pengobatan dan pemulihan


(rehabilitasi).

1. Pengobatan
Terapi pengobatan bagi klien NAPZA misalnya dengan detoksifikasi.
Detoksifikasi adalah upaya untuk mengurangi atau menghentikan gejala
putus zat, dengan dua cara yaitu:
a. Detoksifikasi tanpa subsitusi
Klien ketergantungan putau (heroin) yang berhenti menggunakan zat
yang mengalami gajala putus zat tidak diberi obat untuk
menghilangkan gejala putus zat tersebut. Klien hanya dibiarkan saja
sampai gejala putus zat tersebut berhenti sendiri.
b. Detoksifikasi dengan substitusi
Putau atau heroin dapat disubstitusi dengan memberikan jenis opiat
misalnya kodein, bufremorfin, dan metadon. Substitusi bagi pengguna
sedatif-hipnotik dan alkohol dapat dari jenis anti ansietas, misalnya
diazepam. Pemberian substitusi adalah dengan cara penurunan dosis
secara bertahap sampai berhenti sama sekali.
2. Rehabilitasi
Rehabilitasi adalah upaya kesehatan yang dilakukan secara utuh dan
terpadu melalui pendekatan non medis, psikologis, sosial dan religi agar
pengguna NAPZA yang menderita sindroma ketergantungan dapat
mencapai kemampuan fungsional seoptimal mungkin.Tujuannya
pemulihan dan pengembangan pasien baik fisik, mental, sosial, dan
spiritual. Sarana rehabilitasi yang disediakan harus memiliki tenaga
kesehatan sesuai dengan kebutuhan (Depkes, 2001).
Alur Perawatan Klien di Rumah Sakit

Kenyataan menunjukkan bahwa mereka yang telah selesai menjalani


detoksifikasi sebagian besar akan mengulangi kebiasaan menggunakan
NAPZA, oleh karena rasa rindu (craving) terhadap NAPZA yang selalu
terjadi (DepKes, 2001). Dengan rehabilitasi diharapkan pengguna NAPZA
dapat:

1. Mempunyai motivasi kuat untuk tidak menyalahgunakan NAPZA lagi


2. Mampu menolak tawaran penyalahgunaan NAPZA
3. Pulih kepercayaan dirinya, hilang rasa rendah dirinya
4. Mampu mengelola waktu dan berubah perilaku sehari-hari dengan
baik
5. Dapat berkonsentrasi untuk belajar atau bekerja
6. Dapat diterima dan dapat membawa diri dengan baik dalam pergaulan
dengan lingkungannya.
Bagan tipe rehabilitasi

Psikososial Kejiwaan Komunitas Keagamaan


Program rehabilitasi Dengan menjalani Berupa program Pendalaman,
psikososial rehabilitasi terstruktur yang penghayatan, dan
merupakan diharapkan agar diikuti oleh mereka pengamalan keagamaan
persiapan untuk klien rehabilitasi yang tinggal dalam atau keimanan ini
kembali ke yang satu tempat. Dipimpin dapat menumbuhkan
masyarakat (reentry semua berperilaku oleh mantan pemakai kerohanian (spiritual
program). Oleh maladaptif yang dinyatakan power) pada diri
karena itu, klien berubah menjadi memenuhi seseorang
perlu dilengkapi adaptif atau syarat sebagai sehingga mampu
dengan pengetahuan dengan kata koselor, setelah menekan risiko
dan keterampilan lain sikap dan mengikuti pendidikan seminimal mungkin
misalnya dengan tindakan antisosial dan pelatihan. terlibat kembali
berbagai kursus dapat dihilangkan, Tenaga profesional dalam penyalahgunaan
atau balai latihan sehingga mereka hanya sebagai NAPZA apabila taat
kerja di pusat-pusat dapat konsultan saja. Di sini dan rajin menjalankan
rehabilitasi. Dengan bersosialisasi klien dilatih ibadah, risiko
demikian dengan sesama keterampilan kekambuhan hanya
diharapkan bila rekannya maupun mengelola waktu dan 6,83%; bila kadang-
klien selesai personil yang perilakunya secara kadang beribadah
menjalani program membimbing dan efektif dalam risiko kekambuhan
rehabilitasi dapat mengasuhnya kehidupannya sehari- 21,50%, dan apabila
melanjutkan hari, sehingga dapat tidak sama sekali
kembali mengatasi keinginan menjalankan
sekolah/kuliah atau mengunakan narkoba ibadah agama risiko
bekerja lagi atau nagih kekambuhan mencapai
(craving) dan 71,6%.
mencegah relaps.

Rehabilitasi dalam hal ini yang akan dibahas adalah modalitas terapi
Therapeutic Community (TC) yang menggunakan pendekatan perubahan
perilaku. Therapeutic Community direkomendasikan bagi pasien yang sudah
mengalami masalah penggunaan NAPZA dalam waktu lama dan berulang
kali kambuh atau sulit untuk berada dalam kondisi abstinen atau bebas dari
NAPZA. TC dapat digambarkan sebagai model yang cocok atau sesuai
dengan pasien yang membutuhkan lingkungan yang mendukung dan
dukungan lain yang bermakna dalam mempertahankan kondisi bebas NAPZA
atau abstinen.

2.8 Pencegahan Kekambuhan


Kambuh merupakan pengalaman yang sering terjadi dalam proses pemulihan
pasien gangguan penggunaan NAPZA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
faktor yang dapat diprediksi dalam kekambuhan adalah sistem keyakinan
yang salah dan menetap (....'Saya seorang pecandu dan saya tidak bisa
berhenti menggunakan NAPZA...'). Di bawah ini beberapa strategi yang
digunakan dalam pencegahan kekambuhan :
1. Tingkatkan komitmen untuk berubah (misal menggunakan wawancara
memotivasi)
2. Identifikasi situasi resiko tinggi yang menimbulkan kekambuhan (Kapan,
dimana, dengan siapa dan bagaimana penggunaan Napza bisa terjadi)
3. Mengajarkan kamampuan masing hadapi masalah (coping skill),
misalnya: ketrampilan sosial, ketrampilan manajemen diri, monitoring
diri dari penggunaan NAPZA,
4. Mengembangkan strategi untuk menghadapi situasi yang dapat
menyebabkan terjadinya kekambuhan :
a. apa yang harus dilakukan pasien dalam suatu kejadian yang dapat
menimbulkan kambuh?
b. Dimana pasien mendapatkan dukungan?
c. Apa peran yang dapat diberikan dari teman atau keluarga?
d. Seberapa cepat pasien harus membuat perjanjian untuk kembali
ketempat praktek?

Program 12 Langkah
Fokus dari Program 12 Langkah adalah penerapan langkah-langkah itu
dalam kehidupan sehari-hari.Disinilah penggunaan istilah falsafah menjadi
lebih relevan, karena langkah-langkah ini menjadi panduan untuk
menjalani kehidupan sebagai seorang pecandu yang ingin
mempertahankan kebersihannya dan membina perjalanan spiritualnya.Jadi,
lebih dari sekedar peraturan 12 Langkah menjadi "Falsafah Hidup"
seorang pecandu untuk diamalkan ketika menjalani kehidupan
kesehariannya.Dan berdasarkan paradigma Disease Model of Addiction,
penyakit kecanduan mempunyai potensi untuk kambuh sewaktu-waktu
apabila tidak diredam oleh program pemulihan yang berkesinambungan.
Dengan pengamalan atau praktek dari langkah-langkah inilah para
pecandu akan dapat meredam penyakitnya agar tidak kambuh sepanjang
hayatnya. Pada penjelasan ini, setiap langkah akan diuraikan secara
singkat maknanya dan karena setiap langkah di targetkan untuk mengatasi
setiap aspek spesifik dalam penyakit kecanduan, uraian ini akan mencakup
fungsi klinikal yang dapat diterapkan baik dalam kondisi di dalam atau
diluar institusi/panti rehabilitasi. Berikut ini adalah contoh 12 langkah
seperti yang tertera dalam program Narcotic Anonymous (NA).

12 LANGKAH NARCOTIC ANONYMOUS

1. Kita mengakui bahwa kita tidak berdaya terhadap adiksi kita sehingga
hidup kita menjadi tidak terkendali.
2. Kita menjadi yakin bahwa ada kekuatan yang lebih besar dari kita
sendiri yang dapat mengembatikan kita kepada kewarasan.
3. Kita membuat keputusan untuk menyerahkan kemauan dan arah
kehidupan kita kepada kasih Tuhan sebagaimana kita mamahamiNya.
4. Kita membuat inventaris moral diri kita sendiri secara penuh,
menyeluruh dan tanpa rasa gentar.
5. Kita mengakui kepada Tuhan, kepada diri kita sendiri dan kepada
seorang manusia lainnya, setepat mungkin sifat dari kesalahan-
kesalahan kita.
6. Kita siap sepenuhnya agar Tuhan menyingkirkan semua kecacatan
karakte kita.
7. Kita dengan rendah hati memohon kepadaNya untuk menyingkirkan
semua kekurangan-kekurangan kita.
8. Kita membuat daftar orang-orang yang telah kita sakiti dan menyiapkan
diri untuk meminta maaf kepada mereka semua.
9. Kita menebus kesalahan kita secara langsung kepada orang-orang
tersebut bila mana memungkinkan, kecuali bila melakukannya akan
justru melukai mereka atau orang lain.
10. Kita secara terus menerus melakukan inventarisasi pribadi kita dan
bila mana kita bersalah, segera mengakui kesalahan kita.
11. Kita melakukan pencarian melalui doa dan meditasi untuk
memperbaiki kontak sadar kita dengan Tuhan sebagaimana kita
memahamiNya, berdoa hanya untuk mengetahui kehendakNya atas
diri kita dan kekuatan untuk melaksanakannya.
12. Setelah mengalami pencerahan spiritual sebagai hasil dari langkah-
langkah ini, kita mencoba menyampaikan pesan ini kepada para
pecandu dan untuk menerapkan prinsip-prinsip ini dalam segala hal
yang kita lakukan.

.10 Bentuk Peran Orang Terdekat

Hubungan Tugas Keluarga dalam Pemulihan Pasien Ketergantungan


Narkoba Menurut Friedman (2003: 9) menyatakan bahwa keluarga memiliki
peran pendukung yang penting selama periode pemulihan dan rehabilitasi
klien.Jika dukungan ini tidak tersedia, keberhasilan pemulihan/rehabilitasi
menurun secara signifikan. Demikian pula sebaliknya jika dukungan tersedia
maka keberhasilan pemulihan akan berjalan dengan baik.
Peran keluarga dalam mengenal masalah kesehatan yaitu mampu
mengambil keputusan dalam kesehatan, Ikut merawat anggota keluarga yang
sakit, memodifikasi lingkungan, dan memanfaatkan fasilitas kesehatan yang
ada sangatlah penting dalam mengatasi kecemasan klien.(Friedman, 2003 :
146).
Menurut Willis (2010: 177) Keluarga merupakan salah satu kekuatan
pendukung yang dapat mempercepat penyembuhan pasien,sehingga
dukungan keluarga sangat dibutuhkan bagi pasien dalam menghadapi masa
masa pemulihannya. Menurut Mann dalam Willis (2010: 174) pemulihan
pasien yang mengalami ketergantungan narkoba tidak bisa hanya dengan
detoksifikasi tetapi juga harus dengan pendekatan rehabilitasi psikologis,
sosial, intelektual spiritual dan fisik.Hal ini secara tidak langsung
mengindikasikan bahwa peran sosial termasuk dalam hal ini keluarga dalam
upaya penyembuhan pasien memang tidak bisa dikesampingkan.
Selanjutnya Menurut Ali (2010: 38) tugas keluarga ketika pasien
menjalani perawatan dirumah sakit adalah mentaati semua anjuran tim
profesional, serta memberikan dukungan dalam bentuk perhatian.
Berdasarkan pemaparan diatas maka peneliti menyimpulkan bahwa tugas
keluarga tentang pemeliharaan kesehatan berhubungan dengan periode
perawatan remaja ketergantungan narkoba.
Menyadari bahwa masalah penyalahgunaan NAPZA sangat kompleks
dan bersifat multidimensi, maka partisipasi berbagai pihak dalam berbagai
tingkatan merupakan sesuatu yang harus diwujudkan.Keluarga mempunyai
peran yang sangat berarti dalam pemulihan pecandu.Permasalahannya,
banyak keluarga tidak memahami masalah penyalahgunaan NAPZA dan
upaya-upaya penaggulangannya. Pada dasarnya, penyalahgunaan NAPZA
akan menjadi penyakit keluarga dimana masalah kecanduan yang dialami
oleh seorang anggota keluarga pada akhirnya akan mempengaruhi keluarga
secara keseluruhan.
Pemulihan yang dijalani oleh pecandu selain memperbaiki kualitas hidup
dirinya sendiri juga merupakan kesempatan untuk membangun dan
memperbaiki peran serta fungsi keluarga. Namun ini hanya akan berhasil
apabila setiap anggota keluarga berupaya keras untuk turut serta dalam proses
pemulihan tersebut. Untuk dapat berpartisipasi dalam upaya ini, keluarga
perlu memahami fase pemulihan yang dijalani oleh korban penyalahguna
NAPZA. Motivasi keluarga merupakan tenaga kejiwaan yang dapat
membangkitkan seseorang dalam perjuangan hidupnya dan oleh karenanya
menjadi tenaga penggerak yang sangat vital bagi korban penyalahguna
NAPZA untuk keluar dari penderitaannya dan untuk mengatasi problem-
problem yang dihadapi.Motivasi mempunyai pengaruh besar dalam setiap
perbuatan dan merupakan latar belakang perbuatan itu dilakukan, sehingga
motivasi mampu menggerakkan rasa dan pikiran korban penyalahguna
NAPZA untuk kembali menjalani hidup sehat tanpa menggunakan NAPZA
lagi. Melihat bahwa keinginana sembuh seorang korban penyalahguna
NAPZA tidak selalu datang dari dalam diri sendiri dan dalam pengobatan
medis tidak selalu berhasil oleh karena itu dukungan keluarga diperlukan
korban penyalahguna NAPZA dalam pemulihan.
Menurut Syamsu Yusuf dan A. Juntika Nurihsan, motif dibedakan
kedalam dua bagian yaitu:
1. Motif intrinsik, yaitu motif yang tidak usah dirangsang dari luar, karena memang
dalam diri individu sendiri telah ada dorongan itu. Misalnya, seorang korban
penyalahguna NAPZA yang datang sendiri ke panti rehabilitasi bukan karena
paksaan dari orang tua atau merasa malu kepada temannya tetapi ada keinginaan
dalam diri sendiri untuk kembali sehat tanpa menggunakan NAPZA lagi.
2. Motif ekstrinsik, yaitu motif yang disebabkan oleh pengaruh rangsangan dari luar.
Misalnya, seorang penyalahguna NAPZA dibawa untuk mengikuti program
rehabilitasi oleh keluarga. Peran keluarga dan tempat penyelenggara program
rehabilitasi menjadi kekuatan utama penderita (korban) keluar dari problem yang
dihadapi.

Disini keluarga menjadi bagian dari kekuatan motif ekstrinsik.Keluarga


memberikan rangsangan, dorongan, dan dukungan serta mempunyai pengaruh
terhadap perubahan-perubahan perikaku yang positif pada diri korban
penyalahgunaan NAPZA. Sentuhan hangat keluarga seperti: perhatian, kasih
sayang dan empati merupakan bentuk rangsangan atau motivasi yang
membuat korban penyalahgunaan NAPZA dapat berubah menjadi lebih baik
dengan mulai rasa kesadaran untuk tidak mengkonsumsi NAPZA lagi dan
dapat kembali menjalani hidup sehat.

.11 Peran Perawat Komunitas ( CMHN) Dalam Penanggulangan NAPZA

Peran perawat didefinisikan sebagai tingkah laku yang diharapkan oleh


seseorang terhadap orang lain, dalam hal ini perawat untuk memberikan
asuhan keperawatan, melakukan pembelaan pada klien , sebagai peendidik
tenaga perawat dan masyarakat, koordinator dalam pelayanan klien,
kolaborasi dalam membina kerja sama dengan profesi lain dan sejawat,
konsultasi pada tenga kerja dan klien, agent of change dari sistem,
metodologi, serta sikap (CHS,1989).

Masalah penanggulangan NAPZA merupakan masallah global dan


memerlukan partisipasi aktif seluruh komponen bangsa dalam
penanganannya, perawat sebagai bagian ddari tenaga kesehatan mutlak
wajib melaksanakan fungsi dan perannya untuk meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat termasuk penanganan penyalahgunaan NAPZA.

1. Fungsi Perawat
a. Independent
Fungsi independent perawat adalah those activies that are
considered to be within nursings scope of diagnosis and treatment
. Dalam fungsi ini tindakan perawat dalam penanganan klien
pengguna NAPZA tidak memerlukan dokter.Tindakan perawat
bersifat mandiri, berdasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan.
Dalam kaitan dengan penggunaan NAPZA tindakan perawat antara
lain :

1) Pengkkajian klien pengguna NAPZA


2) Membantu klien pengguna NAPZA memenuhi kebutuhan
sehari-hari
3) Mendororoong klien berprilaku secara wajar.

b. Interdependent

Fungsi perawat adalah carrier out in conjunction with other


health team members . Tindakan perawat berdasarkan pada kerja
sama dengan tim perawatan atau tim kesehatan lain. Fungsi ini
dilaksanakan dengan pembentukan tim yang dipimpin oleh seorang
dokter. Dan anggota tim lain bekerja sesuai kopetensinya masing-
masing. Contoh tidakannya adalah kolaborasi rehabilitas klien
pengguna NAPZA, dimana perawat bekerja dengan psikiater, sosial
worker, ahli gizi juga rahaniawan.

c. Dependent

Fungsi perawat adalah the activities performen based on the


physicians order . Dalam fungsi ini perawat bertindak membantu
dokter dalm memberikan pelayanan medik.Perawat membantu
dokter memberikan pelayanan pengobatab atau pemberian
psikofarmaka dan tindakan khusus yang menjadi wewenang dokter
dan seharusnya dilakukan oleh dokter.Contohnya pada tindakan
detoksifikasi NAPZA.

2. Peran Perawat
Peran perawat ini diterjemahkan dalam perannya sebagai :
a. Provider/ pelaksana
Peran ini menekankan kemampuan perawat sebagai media
penyedia layanan keperawatan (praknisi). Perawat baik secara
langsung maupun tidak langung membeerikan asuhan keperawatan
kepada klien dengan ketergantungan obat-obat terlarang baik
secaara individu, keluarga, ataupun masyarakat.peran ini biasanya
dilaksanakann oleh perawat di tatanan pelayana seperti rumah sakit
khusus ketergantungan obat terlarang, unit pelayanan psikiatri,
puskesmas dam masyarakat. Untuk memcapai peran ini seorang
perawat harus mempunyai kemampuan secaara mandiri dan
kolaborasi , memiliki kemampuan dan ilmu pengetahuan tentang
NAPZA. Dalam menjalankan perannya perawat memakai metode
pemecahan masalah dalam bentuk asuhan proses keperawat.

b. Edukator/pendidik

Peran ini menekankan kepada tindakan promotif. Perawat


mmelakukan pendidikan keesehatan tentang NAPZA dan
dampaknya bagi kesehatan kepada klien baik individu,kelompok,
maupun masyarakat. Dlam pelakukan peran ini perawat arus
mempunyai kemampuan dalam hubungan interpersonal yang
efektif, mengetahui prinsip, yaang dianut oleh klien,mempunyai
kemampuan proses belajar dan mengajar daan mempunyai
pengetahuan yan cukup tentang NAPZA.

c. Advokat

Di indonesiaa saat ini sudah ada peraturan yyang menyebutkan


bahwa pengguna NAPZA dapat dikirim ke panti rehabilitasi untuk
menjalani perawatan sebagai ganti hukuman kurungan. Namun
sayangnya, seemenjak peraturan tersebut berlaku tahhun 1997 (UU
no.22 tahun 1997 tentang narkotika & UU no.5 tahun 1997 tentang
psikotropika). Beelum banyaak yaang dikirim ke panti rehabilitasi
ataas perintah hhaki di pengadilan. Hal ini terjadi terutama karna
masih kurangnya batasabn aantar pengguna dan pengedar di dalam
UU narkotika yang berlaku. Disinilah peran perawat
dillakksannakan yait sebgai protektor dann avokat. Peran ini
dilaksanakan denagn upaya melindungi klien, selalu berbicara
untuk pasien dan menjadi penengah antara pasien dan orang llain,
membantu dan mendukung klien dalam membuat keputusan serta
berpartisipasi dalam penyusunan kebijakan kesehatan.

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

Kasus:

Desa X Rt:05/Rw:02 di Kelurahan Sukorame, Kecamatan Mojoroto,


Kabupaten Kediri dengan jumlah penduduk 500 orang dan jumlah remaja di
desa itu berjumlah 250 orang. Mayoritas remajanya pernah menyalahgunakan
narkoba. Berdasarkan data yang kami dapat dari BNN (Badan Narkotika
Nasional) di desa sukorame tersebut kami mendapatkan hasil bahwa sejumlah
60% pengguna narkotika dengn jenis sabu-sabu, heroin, ganja, cimeng dll pada
tahun 2010- 2015, dan kemungkinan meningkat dilihat dari kebiasaan remaja
dengan akses yang mudah untuk mendapatkan narkotika tersebut.

Warga mengatakan bahwa mereka sering melihat remaja keluar dari sebuah
rumah dengan keadaan kacau diantaranya jalan sempoyongan, wajah berkeringat
dan pucat, mata cekung dan merah, bicara cedal.Saat dilakukan bersih desa, warga
menemukan banyak botol-botol miras, pil-pil ekstasi, jarum suntik di beberapa
titik yang ada di desa tersebut. Data dari polsek setempat, ditemukan ladang ganja
disalah satu perkebunan milik warga di desa X. Pihak warga maupun polisi
setempat menemukan korban kecelakaan di area tikungan, Data dari polsek juga
menunjukkan bahwa tindak kejahatan terutamanya pemalakan atau pemerasan
dilakukan oleh remaja. Warga juga mengatakan bahwa remaja sering memaksa-
maksa minta uang pada sembarang orang dan mereka akan marah jika tidak
diberikan. Mereka juga tak segan memukul jika keinginan mereka tak segera
dituruti. Banyak orang tua yang mengatakan,uang yang diberikan pada anakmya
seharusnya digunakan untuk membayar sekolah disalahgunakan untuk membeli
narkoba.

DATA DAN HASIL PENGKAJIAN

Asuhan keperawatan komunitas pada kelompok pengguna NAPZA dengan


menggunakan pendekatan proses keperawatan yang meliputi pengkajian
status kesehatan komunitas, pengkajian peka budaya, perumusan diagnose
keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi.
A. Pengkajian
Data Inti:
Demografi : Desa X Rt:05/Rw:02 di Kelurahan Y, Kecamatan Z,
Kabupaten K dengan jumlah penduduk 500 orang dan jumlah remaja
di desa itu berjumlah 250 orang.
Status perkawinan :warga desa x Rt 05 Rw 02 kelurahan Y, kecamatan
Z menikah dan belum menikah.
Nilai, kepercayaan, dan agama:
Agama yang dianut oleh warga x Rt:05/Rw:02 di Kelurahan Y,
Kecamatan Z, Kabupaten K 70% Islam, 10% Kristen Protestan, 10%
Kristen Katolik, 10% Hindu

8 Data Sub Sistem


1. Lingkungan Fisik

Rumah warga sudah berpagar besi sehingga berkesan tertutup. Dan


di salah satu area perkebunan warga terdapat kebun ganja. Rumah
satu dengan rumah yang lain berdekatan. Banyak terdapat warung
yang menjual rokok dan minuman keras. Data remaja yang
ketergantungan obat sekitar 60% dari total jumlah
remaja..Kebanyakan kedua orang tua tidak memperhatikan anaknya.
Dikarenakan orang tua sibuk dengan pekerjaannya.

2. Kesehatan dan pelayanan social.


Jarak desa X dengan Puskesmas cukup jauh, jarak tempuhnya
sekitar 5 Km. Remaja jarang mendapatkan sosialisasi tentang
bahaya penggunaan NAPZA.
Waktu pelayanan prakti dokter pagi : pukul 05.30 sampai 07.30
dan sore : 17.00 sampai 20.00. Tetapi waktu pelayanan menjadi
fleksibel jika pasien banyak atau ada kasus darurat yang
membutuhkan pertolongan segera.
Data dari BNN (Badan Narkotika Nasional) di desa X tersebut
didapatkan hasil bahwa sejumlah 60% remaja merupakan
pengguna narkotika dengan jenis sabu-sabu, heroin, ganja,
cimeng dll pada tahun 2010- 2015, dan kemungkinan meningkat
dilihat dari kebiasaan remaja dengan akses yang mudah untuk
mendapatkan narkotika tersebut
3. Ekonomi
Pekerjaan penduduk 50% pengrajin pasir dan semen, sisanya
peternak, buruh, dan pekerja swasta.
Pendapatan keluarga rata-rata Rp 2.000.000.
Pengeluaran penduduk relative, masing-masing keluarga
mempunyai pengeluaran yang berbeda-beda
Masyarakat di desa X rata-rata mampu menyediakan makanan
yang bergizi tapi ada juga yang kesulitan memenuhi kebutuhan
sehari-hari
Ada sebagian masyarakat yang mempunyai tabungan kesehatan
berupa asuransi kesehatan, dan BPJS
Data dari pamong praja sekitar 40% remaja putus sekolah
Remaja yang putus sekolah tidak memiliki pekerjaan dan hanya
menganggur
4. Keamanan dan Transportasi
Di desa X sudah ada Poskampling.Remaja menggunakan sepeda
motor untuk beraktivitas. Para warga bersama dengan polisi sering
melakukan razia. Dalam razia tersebut ditemukan remaja yang
minum minuman keras, menggunakan narkoba, dan jarum suntik.
5. Politik dan Pemerintahan
Remaja tidak ada yang ikut serta dalam ormas. Remaja sulit untuk
dikumpulkan atau tidak pernah mengikuti kegiatan Karang Taruna

6. Komunikasi
Tidak adanya tempat berkumpul untuk remaja dalam bertukar
informasi.
Alat komunikasi yang dimiliki keluarga seperti televisi, koran,
telepon dan ponsel.
Tidak ada alat komunikasi umum yang tersedia di desa X
Media komunikasi di masyarakat dengan arisan, PKK dan
pengajian.
Tidak ada konsultasi oleh tenaga medis dengan masyarakat desa
X
7. Pendidikan
Remaja banyak yang putus sekolah.
8. Rekreasi
Remaja memiliki kebiasaan untuk nongkrong bersama-sama dan
sering pergi ke warnet. Terbukti dengan banyaknya warnet-warnet
yang tersedia di desa X ini

B. Analisa Data

No. Analisa data Masalah


1 Ds : warga mengatakan Resiko peningkatan
mereka sering melihat penyalahgunaan NAPZA pada
remaja keluar dari komunitas remaja di desa X rt.
sebuah rumah dengan 05 rw.02 berhubungan dengan
keadaanyang kacau kurang kondusifnya lingkungan
sepertiremaja jalannya remaja
sempoyongan, wajah
berkeringat, mata cekung
dan merah, bicara cedal

Do :
Data dari BNN bahwa
sebanyak 60% remaja
menggunakan
narkotika jenis sabu
sabu, heroin, ganja,
cimeng pada tahun
2010- 2011.
Data dari Polsek
setempat ladang ganja
disalah satu
perkebunan milik
warga.
Saat bersih desa
sering ditemukan
botol-botol miras, pil
ekstasi dan jarum
suntik di beberapa
titik desa
2. DO: Resiko peningkatan kenakalan
remaja pada remaja di desa X rt.
Ditemukan botolmiras
05 rw.02 berhubungan dengan
Ditemukan putung rokok perilaku penyalahgunaan
NAPZA
Ditemukan alat hisap

Ditemukan jarum suntik

DS:
Tokoh masyarakat/warga
mengatakan sering terjadi
tawuran antar pemuda Desa
X dengan Desa Y
Warga mengatakan di
desanya banyak remaja
yang hamil di luarnikah
Laporan dari kepala desa
setempatdan data yang ada
bahwa organisasi
masyarakat atau karang
taruna tidak aktif
Laporan dari polisi banyak
terjadi pemalakan
3. DS: Resiko tinggi cedera pada
Warga mengatakan bahwa remaja di desa X rt. 05 rw.02
mereka sering melihat remaja berhubungan dengan perilaku
keluar dari sebuah rumah dan dampak penyalahgunaan
dengan keadaan kacau NAPZA
diantaranya jalan
sempoyongan.

DO:
Pihak warga maupun polisi
setempat menemukan korban
kecelakaan di area tikungan,
setelah di periksa ternyata ada
pengaruh obat NAPZA

SKORING KEPERAWATAN KOMUNITAS


1.Paper And Pencil Tool (Ervin,2002)

No Masalah Pentingnya masalah Kemungkina Peningkatan Total


untuk dipecahkan: n perubahan terhadap
1: Rendah positif jika kualitas
2 :sedang diatasi : hidup bila
3 :Tinggi 0 : tidak ada diatasi:
1 : rendah 0 : tidak ada
2 : sedang 1 : rendah
3 : tinggi 2 : sedang
3 : Tinggi

Resiko
peningkatan
1 3 3 3 9
penyalahguna
an NAPZA

Resiko
peningkatan
2 kenakalan 3 2 3 8
remaja pada
remaja

Resiko
tinggi
3 cedera 3 2 2 7
pada
remaja

Diagnosa keperawatan prioritas berdasarkan skoring :


1. Resiko peningkatan penyalahgunaan NAPZA pada komunitas remaja di
desa X rt. 05 rw.02 berhubungan dengan kurang kondusifnya lingkungan
remaja
2. Kenakalan remaja pada remaja di desa X rt. 05 rw.02 berhubungan
dengan peningkatan penyalahgunaan NAPZA
3. Resiko cedera pada remaja di desa X rt 05 rw 02 berhubungan dengan
perilaku dan dampak penyalahgunaan NAPZA
RencanaAsuhanKeperawatanKomunitas

Dx.Kep. RencanaKegiatan Evaluasi


No Tujuan
Komunitas Strategi Intervensi KriteriaHasil Evaluator
1. Resiko Setelah dilakukan - Partnership Pencegahan primer 80% remaja Mahasiswa
- Proses
peningkatan tindakan 1. Berikan penyuluhan tentang mendapat FIK-UNIK
Kelompok
penyalahgunaan keperawatan dampak dari penyalahgunaan undangan
- Pendidikan
NAPZA pada selama 5 minggu narkoba Poster terpasang Kader
Kesehatan
2. Berikan bimbingan atau
komunitas remaja diharapkan : - Empowerment di depan
penyuluhan untuk taat
di desa X rt. 05 posyandu dan di Pokjakes
beragama dan patuh terhadap
rw.02 berhubungan masing-masing
hukum kepada semua lapisan
dengan kurang RT
masyarakat
kondusifnya
3. Salurkan kegiatan masyarakat 70% remaja dan
lingkungan remaja 50% kader di
terutama generasi muda yang
ada kepada kegiatan positif pokjakes an
seperti olahraga, kesenian dan tokoh masyarakat
lain-lain hadir pada acara
4. Lakukan kerja sama dengan penyuluhan
keluarga, sekolah, masyarakat
80% remaja yang
ataupun komunitas tertentu
diberi pertanyaan
untuk mengembangkan dapat menjawab
program pencegahan yang denganbenar
menekankan pada aspek
pendidikan ( edukasi
5. Anjurkan pada keluarga untuk
meningkatkan support system
dan memberi dukungan
terhadap anak-anak serta
remaja selama dalam fase
perkembangan

Pencegahan Sekunder
1. Bentuklah hubungan dengan
pemakai dan coba tingkatkan
kesadaran akan akibat
pemakaian zat
2. Munculkan alasan untuk
berubah
3. Perkuat efikasi/kemampuan
diri untuk berubah
4. Lakukan pemeriksaan penuh
(full assessment) terhadap
pemakai
5. Anjurkan untuk
mengembangkan gaya hidup
sehat
6. Bantu pasien untuk
memutuskan langkah terbaik
untuk berubah

Perubahan tersier
1. Ajarkan beberapa
keterampilan pada pemakai
dan cara mengembangkan
starategi untuk hidup bebas
tanpa narkoba
2. Anjurkan untuk selalu
menerapkan strategi hidup
sehat tanpa narkoba untuk
mencegah kekambuhan
3. Persiapkan pemakai terlebih
dulu untuk memahai tahapan
kambuh
4. Gambarkan apa penyebab
kambuh dan bantu perbarui
kontemplasi lalu terapkan
rencana aksi lebih efektif
5. Persiapkan lingkungan dimana
pemakai tinggal agar bisa
menerima kembali
2. Kenakalan remaja Setelah dilakukan - Partnership 1. Karang taruna yang lama dan 80% remaja Mahasiswa
- Proses
pada remaja di tindakan pokjakes membentuk pengurus mendapat FIK-UNIK
Kelompok
desa X rt. 05 rw.02 keperawatan karang taruna yang baru undangan
- Pendidikan
berhubungan selama 5 minggu 2. Pasang poster dan pengumuman Poster terpasang Kader
Kesehatan
dengan diharapkan : - Empowerment melalui masjid dan kader untuk di depan
peningkatan kegiatan penyuluhan remaja. posyandu dan di Pokjakes
penyalahgunaan 3. Berikan materi penyuluhan masing-masing
NAPZA tentang :Tumbuh kembang RT
remaja Masalah yang berkaitan 70% remaja dan
dengan kenakalanremaja seperti 50% kader di
miras, AIDS pokjakes an
4. Cara menanggulangikenakalan tokoh masyarakat
remaja. hadir pada acara
penyuluhan
80% remaja yang
diberi pertanyaan
dapat menjawab
denganbenar
3 Resiko cedera pada Setelah dilakukan - Partnership 1. Identifikasi tingkat gejala 80% remaja Mahasiswa
- Proses
remaja di desa X rt tindakan putus alkohol, misalnya mendapat FIK-UNIK
keperawatan Kelompok
05 rw 02 tahap I diasosiasikan undangan
selama 5 minggu - Pendidikan
berhubungan diharapkan : dengan tanda/gejala Poster terpasang Kader
Kesehatan
dengan perilaku 1. Remaja tidak Empowerment hiperaktivitas (misalnya di depan
dan dampak menggunakan tremor, tidak dapat posyandu dan di Pokjakes
penyalahgunaan NAPZA beristirahat, mual/muntah, masing-masing
NAPZA diaforesis, takhikardi, RT
hipertensi); tahapII 70% remaja dan
dimanifestasikan dengan 50% kader di
peningkatan hiperaktivitas pokjakes an
ditambah dengan tokoh masyarakat
halusinogen; tingkat III hadir pada acara
gejala meliputi DTs dan penyuluhan
hiperaktifitas autonomik
80% remaja yang
yang berlebihan dengan
diberi pertanyaan
kekacauan mental berat,
dapat menjawab
ansietas, insomnia, demam.
denganbenar
2. Membentukorganisasikaran
gtaruna, dengankaderremaja
yang
sudahdilatihuntukmenyalur
kanhobiataumengisiwaktulu
ang.
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Penyalahgunaan zat adalah penggunaan zat secara terus menerus
bahkan sampai setelah terjadi masalah.Ketergantungan zat menunjukkan
kondisi yang parah dan sering dianggap sebagai penyakit.Peran perawat
mempengaruhi pada keberhasilan dalam mencapai tujuan dan hasil akhir yang
diharapkan dalam perawatan.Dimana asuhan keperawatan pada pasien
penyalahgunaan NAPZA ditekankan pada aspek psikososial, kejiwaan,
komunitas dan keagamaan. Peran keluarga dan lingkungan juga sangat
diperlukan untuk mempercepat proses pemulihan pasien penyalahgunaan
NAPZA. Kebanyakan dari pengguna menjadikan NAPZA sebagai pelarian
atau pemecahan suatu masalah.

3.2 SARAN
Upaya mencegah kekambuhan klien dengan penyalahgunaan
NAPZA sangat tergantung dari motivasi internal dari klien itu sendiri untuk
terlepas dari kecanduan. Tidak kalah penting dari hal itu juga peran serta orang
terdekat untuk senantiasa memberi dukungan dan memberikan pengawasan
kepada penderita.

Daftar Pustaka
(2001). Buku pedoman praktis bagi petugas kesehatan (puskesmas) mengenai
penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya (NAPZA). Jakarta:
Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial RI Direktorat Jenderal
Kesehatan Masyarakat.
(2001). Buku pedoman tentang masalah medis yang dapat terjadi di tempat
rehabilitasi pada pasien ketergantungan NAPZA. Jakarta: Direktorat Kesehatan
Jiwa Masyarakat Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat Departemen
Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial RI.
Carpenito, L.J. (1995). Buku saku diagnosa keperawatan.Edisi 6. (terjemahan).
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Cokingting, P.S., Darst,E, dan Dancy, B. 1992. Mental Health and Psichiatric
Nursing.Chapter 8.Philadelpia : J.B.,Lippincott Company
Depkes.(2002). Keputusan Menteri kesehatan RI tentang pedoman penyelenggaraan
sarana pelayanan rehabilitasi penyalahgunaan dan ketergantungan narkotika,
psikotropika dan zat adiktif lainnya (NAPZA). Jakarta: Departemen Kesehatan
RI.
Gunawan, Weka.2006.Keren Tanpa Narkoba.Jakarta:Grasindo
Hawari, D. (2000). Penyalahgunaan dan ketergantungan NAZA (narkotik, alkohol
dan zat adiktif). Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Joewana, S. (2004).Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan Zat
Psikoaktif. Jakarta: EGC.
Marviana, dkk.(2000). Narkoba dan Remaja.Jakarta: Gramedia.
Partodihardjo,Subagyo.2010.Kenali Narkoba dan Musuhi
Penyalahgunaannya.Jakarta:Esensi
Purba, Jenny Marlindawani. Et al. 2008.Asuhan Keperawatan pada Klien dengan
Masalah Psikososial dan Gangguan Jiwa.Medan : USU Press
Stuart, Gail W. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 3rd ed. Jakarta : EGC
Winarno, Heri. Et al. 2008.Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Penggunaan
Jarum Suntik Bergantian Diantara Pengguna Napza Suntik di Semarang Jurnal
Promosi Kesehatan Indonesia.vol 3 no.2
Wresniwiro. (1999). Narkoba dan Pengaruhnya. Jakarta: Widya Medika.
http://usupress.usu.ac.id/files/Asuhan%20Keperawatan%20pada%20Klien
%20dengan%20Masalah%20Psikososial%20dan%20Gangguan
%20Jiwa_Normal_bab%201.pdf. diakses pada tanggal 9 Oktober 2013 pukul 14:00
WIB

Anda mungkin juga menyukai