Tata Cara Pendirian Apotek
Tata Cara Pendirian Apotek
Tata Cara Pendirian Apotek
1. Untuk mendapatkan ijin apotek, apoteker atau apoteker yang bekerjasama dengan
pemilik sarana yang telah memenuhi persyaratan harus siap dengan tempat,
perlengkapan termasuk sediaan farmasi dan perbekalan lainnya yang merupakan milik
sendiri atau milik pihak lain.
2. Sarana apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan kegiatan pelayanan
komoditi lainnya di luar sediaan farmasi.
3. Apotek dapat melakukan kegiatan pelayanan komoditi lainnya di luar sediaan farmasi.
Sedangkan untuk persyaratan Apoteker Pengelola Apotek (APA) seperti yang tertulis
dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 922/MenKes/Per/X/1993 pasal 5
adalah sebagai berikut :
5. Tidak bekerja disuatu perusahaan farmasi dan tidak menjadi Apoteker Pengelola
Apotek di apotek lain.
Untuk membuka apotek maka diperlukan suatu izin. Berdasarkan Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia No. 1332/ Menkes/SK/X/2002 tentang ketentuan dan tata cara
pemberian izin apotek pasal 4, menyatakan:
d. Surat yang mengatakan status bangunan dalam bentuk akte hak milik/
sewa/kontrak
g. Surat pernyataan dari Apoteker Pengelola Apotek bahwa tidak bekerja tetap
pada perusahaan farmasi lain dan tidak menjadi Apoteker Pengelola Apotek
Lain
h. Asli dan salinan/fotocopi surat izin atasan bagi permohonan Pegawai Negeri,
anggota ABRI dan Pegawai Instansi Pemerintah lainnya
i. Akte perjanjian kerja sama Apoteker Pengelola Apotek dengan Pemilik Sarana
Apotek
4. Dalam pemeriksaan sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (2) dan (3) tidak
dilaksanakan, Apoteker pemohon dapat membuat surat pernyataan siap melakukan
kegiatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dengan tembusan
kepada Kepala Dinas Propinsi dengan menggunakan contoh Formulir Model APT-4.
5. Dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja setelah diterima laporan hasil
pemeriksaan sebagaimana dimaksud ayat (3) atau pernyataan dimaksud ayat (4),
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota setempat dalam waktu 12 (dua belas) hari
kerja mengeluarkan Surat Penundaan dengan menggunakan contoh Formulir Model
APT-5.
6. Dalam hal hasil pemeriksaan Tim Dinas Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM
dimaksud ayat (3) masih belum memenuhi syarat, Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota setempat dalam waktu 12 (dua belas) hari kerja mengeluarkan Surat
Penundaan dengan menggunakan contoh Formulir Model APT-6.
7. Terhadap Surat Penundaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (6), Apoteker diberi
kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi selambat-lambatnya
dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal Surat Penundaan.
Terhadap permohonan izin apotek yang ternyata tidak memenuhi persyaratan yang
dimaksud diatas atau lokasi apotek tidak sesuai dengan permohonan, maka Kepala
Dinas Kabupaten/Kota setempat dalam jangka waktu selambat-lambatnya 12 (dua
belas) hari kerja wajib mengeluarkan Surat Penolakan disertai dengan alasan-
alasannya dengan mempergunakan contoh Formulir Model APT-7.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.1027/MENKES/SK/IX/2004, sarana adalah suatu tempat tertentu tempat dilakukannya
pekerjaan kefarmasian sedangkan prasarana apotek meliputi perlengkapan, peralatan dan
fasilitas apotek yang memadai untuk mendukung pelayanan kefarmasian yang berkualitas.
Masyarakat harus diberi akses secara langsung dan mudah oleh Apoteker untuk memperoleh
informasi dan konseling. Lingkungan apotek harus dijaga kebersihannya. Apotek harus bebas
dari hewan pengerat, serangga/pest, apotek memiliki suplai listrik yang konstan, terutama
untuk lemari pendingin. Apotek harus memiliki:
3. Ruangan tertutup untuk konseling bagi pasien yang dilengkapi dengan meja dan
kursi serta lemari untuk menyimpan catatan medikasi pasien.
4. Ruang racikan.
Perabotan apotek harus tertata rapi, lengkap dengan rak-rak penyimpanan obat dan
barang-barang lain yang tersusun dengan rapi, terlindung dari debu, kelemababan dan
cahaya yang berlebihan serta diletakkan pada kondisi ruangan dengan temperatur
yang telah ditetapkan.
Timbangan miligram dengan anak timbangan yang sudah ditara minimal satu
set.
Timbangan gram dengan anak timbangan yang sudah ditara minimal satu set.
kebutuhan
kebutuhan
Harus dibuat seluruhnya dari kayu atau bahan lain yang kuat.
Wadah pengemas dan pembungkus dengan ukuran dan jumlah yang sesuai
dengan kebutuhan.
d. Alat administrasi:
kebutuhan
e. Buku standar yang diwajibkan yaitu Farmakope Indonesia edisi terbaru 1 buah.
Personalia Apotek
Sumber Daya Manusia yang dipekerjakan di Apotek dapat terdiri atas Tenaga
Kefarmasian dan Tenaga Non Kefarmasian, Menurut Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 pasal 33, Tenaga Kefarmasian adalah tenaga yang
melakukan Pekerjaan Kefarmasian, yang terdiri atas :
a. Apoteker; dan
b. Tenaga Teknis Kefarmasian, yang terdiri dari terdiri dari Sarjana Farmasi, Ahli Madya
Farmasi, Analis Farmasi, dan Tenaga Menengah Farmasi/Asisten Apoteker.
5. Tidak bekerja di suatu perusahaan farmasi dan tidak menjadi Apoteker Pengelola Apotek
di apotek lain.
4. Mengusahakan agar apotek yang dikelolanya memberikan hasil yang optimal sesuai
dengan rencana kerja yang ditetapkan.
2. Mengganti obat merek dagang dengan obat generik yang sama komponen aktifnya atau
obat merek dagang lain atas persetujuan dokter dan/atau pasien
3. Menyerahkan obat keras, narkotika dan psikotropika kepada masyarakat atas resep dari
dokter sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Menurut Report of WHO Consultative Group on the Role of Pharmacist in the Health
Care System, aktivitas seseorang APA adalah sebagai berikut:
a. Penanganan Resep
APA bertanggung jawab memeriksa keabsahan resep dan juga memastikan ketepatan
jumlah obat (dosis) yang diberikan.
b. Penanganan Pasien
APA bertugas mengumpulkan dan melihat data riwayat penggunaan obat seseorang
pasien untuk kemudian mengevaluasi tujuan pengobatan, rentang dosis yang
dikehendaki maupun efek samping yang ditimbulkan. Respon terapi dan efek samping
yang ditimbulkan terus diamati dan dievaluasi sehingga memberikan jaminan ketepatan
sekaligus keamanan pada pasien.
APA turut berperan serta dalam proyek penelitian, mulai dari membuat rencana,
pengawasan penggunaan obat hingga menganalisis efektivitas dan reaksi yang tidak
diinginkan suatu obat.
APA bertugas member informasi obat atau konsultasi serta pengobatan untuk kasus-
kasus penyakit ringan.
f. Peracikan obat
APA memastikan agar dosis yang dikehendaki dapat tercapai dan reaksi in vitro yang
dapat menurunkan efektivitas atau meningkatkan toksisitas obat tidak terjadi.
APA tidak terbatas memberikan pelayanan kefaramasian untuk manusia tetapi juga
dibidang pertanian dan peternakan dalam hal pemberian serta pengawasan pemberian
obat-obatan hewan dan makanan hewan yang ditambah obat-obatan
1. Apabila APA berhalangan melakukan tugasnya pada jam buka apotek maka Apoteker
Pengelola Apotek harus menunjuk Apoteker Pendamping.
2. Apabila APA dan Apoteker Pendamping karena halhal tertentu berhalangan melakukan
tugasnya, APA menunjuk Apoteker Pengganti.
3. Penunjukan Apoteker Pendamping dan Apoteker Pengganti harus dilaporkan kepada
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada Kepala Dinas
Kesehatan Propinsi setempat dengan menggunakan contoh Formulir Model APT-9.
4. Apabila APA berhalangan melakukan tugasnya lebih dari 2 (dua) tahun secara terus
menerus, Surat Izin Apotek atas nama Apoteker bersangkutan dicabut.
3. Asisten Apoteker
a. Melayani obat dengan resep dan non resep, baik secara langsung maupun dengan telepon
atau faximile.
c. Mengatur penempatan obat-obatan agar mudah dijangkau dan diawasi untuk kecepatan
dan ketepatan dalam pelayanan.
d.Mengerjakan peracikan obat, pengemasan obat, penulisan etiket dan pembuatan turunan
resep.
e. Memeriksa kembali resep-resep yang telah dilayani dan nota-nota penjualan obat bebas
serta laporan-laporan obat apa yang harus ditandatangani oleh APA.
Tenaga administrasi
2. Kasir
3. Bagian Umum
b. Mengantarkan obat ke alamat pasien bagi apotek yang menawarkan jasa antar obat ke
alamat pasien.
Tetapi Tenaga non kefarmasian yang disebut diatas tidak harus ada di apotek, dan peran itu
dapat digantikan oleh APA dan AA terutama jika Apotek tersebut masih dalam tahap
perkembangan (Apotek yang masih baru).
Perbekalan Farmasi
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 922/Menkes/Per/X/1993, perbekalan
farmasi adalah obat, bahan obat, obat asli indonesia, (Obat Tradisional), bahan obat asli
indonesia (bahan Obat Tradisional), alat kesehatan dan kosmetika. Perbekalan farmasi yang
terdapat di suatu apotek dapat berupa sediaan farmasi, perbekalan kesehatan, alat kesehatan
maupun yang lainnya. Berdasarkan Peraturan Pemerintaah Republik Indonesia No. 51 Tahun
2009 yang dimaksud sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetik.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.1332/Menkes/SK/X/2002 alat kesehatan adalah instrument apparatus, mesin, implant
yang tidak mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis,
menyembuhkan, dan meringankan penyakit, merawat orang sakit serta pemulihan kesehatan
pada manusia, dan atau untuk membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh sedangkan
perbekalan kesehatan adalah semua bahan dan peralatan yang diperlukan untuk
menyelenggarakan upaya kesehatan. Berdasarkan Permenkes No. 922 tahun 1993 pasal 6
ayat 3, apotek dapat melakukan kegiatan pelayanan komoditi lainnya diluar sediaan farmasi.
Selain obat, ada juga perbekalan farmasi yang non obat, yaitu kosmetika dan alat
kesehatan. Definisi kosmetika berdasarkan Permenkes No.140 tahun 1991 adalah sediaan
atau paduan bahan yang digunakan pada bagian luar tubuh (lapisan epidermis, rambut, kuku,
bibir, dan organ kelamin luar), gigi dan rongga mulut, tidak dimaksudkan untuk mengobati
atau menyembuhkan penyakit, hanya ditujukan untuk membersihkan, menambah daya tarik,
memperindah, mengubah penampakan, melindungi agar selalu tetap baik