Sepsis
Sepsis
Sepsis
UNIVERSITAS INDONESIA
SERIAL KASUS
VETINLY
1106142633
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi, Vetinly, FK UI, 2014
ii
UNIVERSITAS INDONESIA
SERIAL KASUS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Spesialis Gizi Klinik
VETINLY
1106142633
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi, Vetinly, FK UI, 2014
iii
Nama : Vetinly
NPM : 1106142633
Tanda tangan :
ii Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi, Vetinly, FK UI, 2014
iv
HALAMAN PENGESAHAN
DEWAN PENGUJI
Ditetapkan di : Jakarta
Tanggal : 3 Januari 2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur dan terima kasih kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat dan
karuniaNya, maka penulis dapat menyelesaikan laporan serial kasus ini. Laporan
serial kasus yang berjudul Tata Laksana Nutrisi Pasien Penyakit Kritis dengan
Sepsis, disusun sebagai tugas akhir dalam menempuh Program Pendidikan
Dokter Spesialis Gizi Klinik di Departemen Ilmu Gizi FKUI-RSCM, Jakarta.
Ucapan terima kasih yang setinggi-tingginya penulis haturkan kepada dr.
Samuel Oetoro, MS, SpGK selaku pembimbing akademik, karena selesainya
penyusunan laporan kasus serial ini tidak lepas dari bimbingan, perhatian dan
dukungan beliau.
Kepada Dr. dr. Fiastuti Witjaksono, MSc, SpGK selaku kepala departemen
Ilmu Gizi FKUI, dr. Sri Sukmaniah. MSc, SpGK selaku ketua program studi
PPDS-1 IGK FKUI, DR.dr. Johana Titus, MS, SpGK sebagai sekretaris program
studi PPDS-1 IGK FKUI dan seluruh dosen pembimbing di RSCM serta rumah
sakit jejaring di RSUD Tangerang, RS Sumber Waras, dan RSAB Harapan Kita,
atas bimbingan selama masa pendidikan.
Penulis menghaturkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada Dr. dr.
Luciana B. Sutanto, MS, SpGK, atas masukan dan bimbingan sepanjang
pengambilan data untuk laporan serial kasus ini.
Terima kasih kepada teman-teman peserta PPDS-1 IGK FKUI-RSCM
angkatan ketiga yang telah setia menemani dalam suka maupun duka selama
menjalani proses pendidikan di PPDS Ilmu Gizi Klinik FKUI. Kepada semua
rekan PPDS Ilmu Gizi Klinik FKUI-RSCM terima kasih atas dukungannya,
semoga persahabatan ini tetap berlanjut dan semoga kita dapat memanfaatkan
ilmu yang kita dapat untuk kebaikan dan kemajuan bersama.
Terima kasih kepada teman-teman dietisien RSCM, RSUD Tangerang, RS
Sumber Waras, dan RSAB Harapan Kita atas kerja sama yang terjalin baik selama
ini. Penghargaan tak terhingga kepada semua pasien di seluruh rumah sakit
pendidikan. Ucapan terima kasih kepada seluruh karyawan Departemen Ilmu Gizi,
atas bantuan dan dukungan selama menyelesaikan pendidikan ini.
iv Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi, Vetinly, FK UI, 2014
vi
Penulis
v Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi, Vetinly, FK UI, 2014
vii
Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalih
media/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat
dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya
sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik hak cipta.
Dibuat di Jakarta
Pada tanggal 3 Januari 2014
Yang menyatakan
(Vetinly)
vi Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi, Vetinly, FK UI, 2014
viii
ABSTRAK
Nama : Vetinly
Program Studi : Program Pendidikan Dokter Spesialis-1
Program Studi Ilmu Gizi Klinik
Judul : Tatalaksana Nutrisi Pasien Penyakit Kritis dengan
Sepsis
Pembimbing : dr. Samuel Oetoro, MS, SpGK
Sepsis adalah keadaan infeksi yang disertai dengan respon infeksi secara sistemik,
yang merupakan salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas pasien dengan
penyakit kiritis. Penyakit kritis dapat menyebabkan seorang pasien jatuh ke dalam
kondisi malnutrisi. Prevalensi malnutrisi pada pasien sakit kritis yang dirawat di
unit perawatan intensif adalah 50%. Tujuan penatalaksanaan nutrisi pasien sepsis
adalah untuk menurunkan stres metabolik, mencegah kerusakan sel akibat stres
oksidatif, dan memodulasi fungsi imun. Penatalaksanaan nutrisi meliputi kegiatan
skrining, assessment, terapi nutrisi, pemantauan dan evaluasi.
Pasien pada serial kasus ini adalah pasien dewasa dengan diagnosis sepsis
yang disebabkan oleh pneumonia (3 pasien) dan infeksi intraabdomen (1 pasien).
Komplikasi sepsis terbanyak dalam serial kasus ini adalah acute kidney injury
(AKI). Kebutuhan energi dihitung berdasarkan rule of thumb, yaitu 20-25 kkal/kg
BB/hari pada fase akut dan 25-30 kkal/kg BB/hari pada fase anabolik. Pada pasien
yang mendapat continuous renal replacement therapy (CRRT) diberikan energi
35 kkal/kg BB/hari. Pemberian protein dengan jumlah minimal 1,5 gram/kg
BB/hari diberikan kepada pasien tanpa AKI, sementara pada pasien dengan CRRT
diberikan protein 1,7 gram/kg BB/hari. Pemantauan terapi nutrisi meliputi tanda
klinis, toleransi asupan makanan, kapasitas fungsional, balans cairan, parameter
laboratorium dan antropometri.
Selama pemantauan didapatkan semua pasien dapat mencapai kebutuhan
energi total dalam waktu kurang dari tujuh hari, namun karena terjadi beberapa
efek samping seperti peningkatan volume residu lambung dan tekanan karbon
dioksida, maka dilakukan penurunan asupan pada 2 pasien. Pemberian nutrisi
pada pasien sakit kritis bersifat individual dan terintegrasi. Tatalaksana nutrisi
yang baik, diharapkan dapat menurunkan laju morbiditas dan mortalitas pasien
dengan sepsis.
ABSTRACT
Name : Vetinly
Study Programme : Study Programme of Clinical Nutrition Specialist,
Faculty of Medicine, Universitas Indonesia
Title : Nutritional Management in Critically Ill Patient with
Sepsis
Counselor : dr. Samuel Oetoro, MS, SpGK
DAFTAR ISI
3. KASUS ..................................................................................................... 25
3.1. Metode pemilihan kasus ..................................................................... 25
3.2. Resume Kasus ....................................................................................
3.2.1. Kasus 1 Sepsis e.c. infeksi intra abdomen e.c. appendicitis
perforasi ................................................................................. 25
3.2.2. Kasus 2 Sepsis e.c. pneumonia, fistula enterovesikokutan,
pasca laparotomi e.c. TBC usus ......... 28
3.2.3. Kasus 3 Sepsis e.c. pneumonia, AKI, pasca histerektomi
subtotal atas indikasi atonia uteri ................................... 32
3.2.4. Kasus 4 Sepsis e.c. pneumonia, AKI, eklampsia
gravidarum.............................................................................. 35
ix Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi, Vetinly, FK UI, 2014
xi
4. PEMBAHASAN ....... 39
5. KESIMPULAN DAN SARAN .... 55
DAFTAR REFERENSI ..... 57
x Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi, Vetinly, FK UI, 2014
xii
DAFTAR TABEL
xi Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi, Vetinly, FK UI, 2014
xiii
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR SINGKATAN
AA : asam arakhidonat
AARC : asam amino rantai cabang
AKG : Angka Kecukupan Gizi
AKI : acute kidney injury
ALI : acute lung injury
APACHE : acute physiology and chronic health evaluation
ARDS : acute respiratory distress syndrome
ASPEN : American Society for Parenteral and Enteral Nutrition
BB : berat badan
BTS : British Thoracic Society
CAP : community acquired pneumonia
CPIS : clinical pulmonary infection score
CRP : C-reactive protein
CRRT : continuous renal replacement therapy
CRT : capillary refill time
CT-scan : computerized tomography scan
CVC : central venous catheter
CVP : central venous pressure
CVVH : continuous venovenous haemofiltration
DHA : docosahexaenoic acid
DIC : disseminated intravascular coagulopathy
EE : energy expenditure
EGDT : early goal directed therapy
EPA : eicosapentaenoic acid
ESPEN : European Society of Parenteral and Enteral Nutrition
ETT : endo tracheal tube
FOS : fruktooligosakarida
GDS : glukosa darah sewaktu
GLA : gamma-linolenic acid
GLUTs : glucose transporters
GRV : gastric residual volume
HAP : hospitalized acquired pneumonia
HB : Harris-Benedict
HD : hemodialisis
HELLP : hemolysis elevated liver enzymes low platelet
HMGB1 : high mobility group box 1
ICU : intensive care unit
IFN : interferon
iNOS :inducible nitric oxide synthase
IL : interleukin
IMT : indeks massa tubuh
KEB : kebutuhan energi basal
KET : kebutuhan energi total
LCT : long-chain triglyceride
LLM : low-lactose milk
DAFTAR LAMPIRAN
xv Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi, Vetinly, FK UI, 2014
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1 Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi, Vetinly, FK UI, 2014
2
dipaparkan serial kasus mengenai tatalaksana nutrisi penyakit kritis pasien dewasa
dengan sepsis.
1.2. TUJUAN
1.2.1. Tujuan Umum
Tujuan umum penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui tatalaksana nutrisi
pasien dengan penyakit kritis.
1.3. MANFAAT
1. Manfaat untuk subyek serial kasus
Diharapkan dapat menjadi sumber informasi dan pengetahuan yang benar
tentang tatalaksana nutrisi pada pasien sepsis
2. Manfaat untuk institusi
Diharapkan dapat menjadi pengetahuan dan pengembangan untuk
memberikan tatalaksana nutrisi yang optimal pada pasien sepsis
3. Manfaat untuk penulis
Diharapkan dapat mengaplikasikan ilmu yang dapat didapat selama
pendidikan dan menjadikannya sarana berpikir dengan berdasarkan pada
pengetahuan dan penelitian yang sudah ada.
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi, Vetinly, FK UI, 2014
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Sepsis adalah suatu keadaan infeksi yang ditegakkan secara pasti maupun dugaan,
berdasarkan pemeriksaan penunjang, disertai dengan kumpulan gejala inflamasi
sistemik (systemic inflammatory response syndrome, SIRS) (Tabel.2.1).1 Keadaan
SIRS adalah bila terdapat dua atau lebih tanda-tanda berikut: (1) suhu >38C atau
<36C, (2) nadi >90 kali per menit, (3) frekuensi napas >20 kali per menit atau
PaCO2 <32 torr, (4) leukosit >12000/mm3 atau <4000/mm3 atau hitung jenis
batang lebih dari 10%.5
3 Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi, Vetinly, FK UI, 2014
4
Sepsis berat merupakan keadaan sepsis yang disertai satu atau lebih
disfungsi organ (Tabel.2.2). Syok septik adalah keadaan sepsis yang disertai
hipotensi refrakter, yaitu tekanan darah sistolik <90 mmHg, tekanan arteri rata-
rata (mean arterial pressure, MAP) <65 mmHg atau penurunan tekanan darah
darah sistolik >40 mmHg, yang tidak respon terhadap pemberian cairan kristaloid
sebanyak 20-40 mL/kg.5
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi, Vetinly, FK UI, 2014
5
dari mikroorganisme secara spesifik, sebagai contoh TLR-2 akan mengenali dan
berinteraksi dengan peptidoglikan yang terdapat pada bakteri gram positif,
sedangkan TLR-4 akan mengenali dan berinteraksi dengan lipopolisakarida yang
terdapat pada bakteri gram negatif. Terikatnya TLRs dengan epitop dari
mikroorganisme akan menstimulasi signaling intrasel, yang selanjutnya akan
menyebabkan terjadinya transkripsi sitokin proinflamasi seperti tumor necrosis
factor (TNF-) dan interleukin-1 (IL-1). Sitokin proinflamasi ini akan
menyebabkan adhesi molekul neutrofil dan sel endotel. Neutrofil yang teraktivasi
akan menghancurkan mikroorganisme, namun neutrofil tersebut juga akan
merusak sel endotel melalui pelepasan mediator-mediator yang meningkatkan
permeabilitas pembuluh darah, sehingga menyebabkan terjadinya edema paru dan
jaringan lain. Selain itu sel endotel yang terakivasi juga akan melepaskan nitric
oxide (NO) yang merupakan vasodilator, dan berperan pada kejadian syok septik
(Gambar 2.1).6
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi, Vetinly, FK UI, 2014
6
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi, Vetinly, FK UI, 2014
7
2.2. Respon stres dan perubahan metabolik terhadap injuri, trauma dan
sepsis
Respon metabolik tubuh terhadap penyakit kritis, terdiri atas dua fase, yaitu fase
ebb dan flow. Fase ebb terjadi sesaat setelah injuri, di mana terjadi keadaan
hipovolemia, syok dan hipoksia jaringan. Selain itu terdapat pula penurunan
cardiac output, konsumsi oksigen dan suhu tubuh. Berikutnya adalah fase flow,
yang ditandai oleh meningkatnya cardiac output, konsumsi oksigen, suhu tubuh,
energy expenditure serta katabolisme protein tubuh.8
Keadaan stres dan penyakit kritis pada umumnya, serta sepsis pada
khususnya menyebabkan perubahan metabolisme, di antaranya hipermetabolisme,
proteolisis, kehilangan nitrogen, serta meningkatnya glukoneogenesis dan
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi, Vetinly, FK UI, 2014
8
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi, Vetinly, FK UI, 2014
9
Pada fase ebb, dengan kadar insulin yang rendah, terdapat sedikit
peningkatan produksi glukosa. Namun pada fase flow terdapat peningkatan kadar
glukosa walaupun terdapat peningkatan kadar insulin. Hal ini menunjukkan
ketidaksesuaian antara sensitivitas insulin dengan penggunaan glukosa.11
Pada keadaan normal pengendalian kadar gula darah dilakukan oleh
insulin, namun pada keadaan sepsis terjadi resistensi insulin yang menyebabkan
gangguan pengendalian gula darah. Keadaan hiperglikemia pada pasien dengan
penyakit kritis tidak hanya sebagai penanda keparahan dan prediktor outcome,
tetapi keadaan hiperglikemia juga dapat memberi pengaruh buruk bagi berbagai
organ, di antaranya adalah terganggunya sistem imun dalam menghadapi infeksi
mikroorganisme. Hal ini disebabkan pada keadaan hiperglikemia akan terjadi
penurunan aktivitas neutrofil sebagai kemotaksis, terjadi pembentukan ROS,
peningkatan sitokin proinflamasi, dan penurunan pembentukan NO di endotel.12
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi, Vetinly, FK UI, 2014
10
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi, Vetinly, FK UI, 2014
11
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi, Vetinly, FK UI, 2014
12
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi, Vetinly, FK UI, 2014
13
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi, Vetinly, FK UI, 2014
14
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi, Vetinly, FK UI, 2014
15
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi, Vetinly, FK UI, 2014
16
Konsumsi oksigen (VO2) dapat pula dihitung menggunakan persamaan Fick dan
produksi CO2 dapat diperoleh dari nilai respiratory quotient (RQ), yaitu 0,85.
Dengan demikian dapat diperoleh KEB. 22
Persamaan Fick :
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi, Vetinly, FK UI, 2014
17
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi, Vetinly, FK UI, 2014
18
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi, Vetinly, FK UI, 2014
19
Tabel 2.3. Gambaran klinis akibat defisiensi vitamin dan mineral pada pasien
yang dirawat di ICU
Mikronutrien Tanda klinis
Vitamin B1 Gagal jantung kongestif, asidosis laktat
Asam askorbat Skurvi
Tembaga Aritmia, gangguan imunitas, pseudo skurvi
Selenium Kardiomiopati akut
Seng Gangguan penyembuhan luka, infeksi
Sumber: daftar referensi no. 28
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi, Vetinly, FK UI, 2014
20
2.6.5. Imunonutrisi
Imunonutrisi adalah nutrisi yang diberikan dengan tujuan untuk meningkatkan
respon sistem imun. Senyawa yang termaksuk dalam imunonutrisi adalah
glutamin, arginin, asam lemak omega-3 dan nukleotida.32 ESPEN
merekomendasikan pasien dengan sepsis ringan (skor APACHE II < 15) diberikan
imunonutrisi, namun pada pasien dengan sepsis berat tidak direkomendasikan
pemberian imunonutrisi.24
Asam amino glutamin dapat dipertimbangkan pemberiannya pada pasien
sepsis. Hal ini disebabkan dalam keadaan stres metabolik terdapat penurunan
kadar glutamin. Glutamin merupakan asam amino semi esensial dan merupakan
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi, Vetinly, FK UI, 2014
21
prekursor dari glutation. Sintesis glutamin dimulai dari glutamat, dengan bantuan
enzim glutamin sintetase. Pada keadaan stres, misalnya pada keadaan sepsis,
terdapat peningkatan sitokin inflamasi dan hormon glukokortikoid yang
mempengaruhi ekspresi enzim glutamin sintetase. Pada pasien dengan penyakit
kritis, kadar glutamin di sirkulasi dipertahankan oleh jaringan otot dan paru-paru.
Glutamin diperlukan sebagai donor nitrogen untuk sintesis amonia oleh ginjal.22,33
Glutamin juga diketahui meningkatkan fungsi sel imun dan produksi
sitokin. Peran ini dimediasi melalui beberapa mekanisme diantaranya adalah
nuclear factor-B (NF-B) (Gambar 2.6), protein kinase dan inhibisi peningkatan
ekspresi iNOS, memperbaiki interaksi antara limfosit polimorfonuklear dengan
endotel, dan menurunkan infiltrasi neutrofil.33
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi, Vetinly, FK UI, 2014
22
Glutamin bersifat relatif tidak larut, tidak tahan terhadap panas, dan tidak
stabil dalam larutan. Oleh karena itu glutamin jarang merupakan bagian dari
larutan nutrisi parenteral. Namun, terdapat sediaan nutrisi parenteral yang
mengandung glutamin, dan biasanya dalam bentuk dipeptida, seperti
glycylglutamin dan alanylglutamin. Dosis glutamin yang dianjurkan pada pasien
dengan penyakit kritis adalah 0,3-0,5 gram/kg BB/hari.32 Palmese dkk.34
menunjukkan bahwa pasien yang dirawat di ICU yang mendapat nutrisi enteral
yang diperkaya dengan fruktooligosakarida (FOS) dan glutamin intravena
mempunyai tingkat infeksi yang lebih rendah.
Arginin merupakan prekursor bagi poliamin, serta diperlukan bagi sintesis
asam nukleat dan stimulasi pelepasan hormon pertumbuhan, prolaktin, insulin dan
glukagon. Arginin dimetabolisme di hepatosit menjadi ornitin dan urea dengan
bantuan enzim arginase, serta menjadi sitrulin dengan bantuan enzim arginin
deaminase. Arginin merupakan substrat bagi sintesis NO, sehingga berperan
dalam mempertahankan integritas mukosa usus.13
Pada keadaan stres metabolik arginin menjadi asam amino semi esensial
karena kebutuhannya yang meningkat bila dibandingkan produksinya di dalam
tubuh. Arginin diperlukan untuk perbaikan jaringan, namun penggunaannya pada
pasien kritis atau sepsis masih kontroversial karena pengaruhnya terhadap
produksi NO yang bersifat vasodilator.13
Asam lemak omega-3 juga merupakan salah satu nutrien spesifik yang
sering ditambahkan pada formula enteral bagi pasien dengan penyakit kritis.
Eicosapentaenoic acid (EPA) dan docosahexaenoic acid (DHA) merupakan asam
lemak omega-3 yang sering digunakan. Asam lemak omega-3 berperan dalam
menghambat metabolisme asam arakhidonat (AA).35 Pontes-Arruda dkk.36
menunjukkan bahwa pemberian EPA dan gamma-linolenic acid (GLA)
memperlambat progresivitas sepsis menjadi disfungsi organ. Selain itu Prabha
dkk.37 mengemukakan bahwa pada pasien sepsis terdapat kadar GLA, EPA dan
AA yang rendah. Asam lemak EPA dan DHA dapat menekan produksi TNF-,
yang berperan pada kejadian sepsis.35
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi, Vetinly, FK UI, 2014
23
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi, Vetinly, FK UI, 2014
24
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi, Vetinly, FK UI, 2014
25
BAB 3
KASUS
25 Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi, Vetinly, FK UI, 2014
26
atau nabati satu porsi dan sayur. Pasien biasa mengonsumsi gorengan dua hingga
tiga potong per hari (1500-1700 kkal). Dua puluh empat jam terakhir pasien
mendapatkan makanan cair dan nutrisi melalui parenteral, dengan jumlah kalori
kurang lebih 400 kkal. Pasien menyangkal adanya penurunan BB, BB sebelum
sakit 60 kg.
Pada pemeriksaan fisik yang dilakukan tanggal 16 Juli 2013 (hari ke-7
pasca bedah), didapatkan keadaan umum tampak sakit berat, dengan kesadaran
kompos mentis namun pasien gelisah. Hemodinamik tidak stabil, dengan tekanan
darah 140/80 mmHg, tekanan nadi rata-rata 84 mmHg, nadi 140 x/menit,
frekuensi napas 22 x/menit (dengan ventilator), suhu 38,9C, dan CVP +9 s/d +17
cm H2O.
Pemeriksaan fisik lainnya menunjukkan adanya konjungtiva mata yang
pucat, terpasang nasogastric tube (NGT) pada hidung, tanpa aliran balik. Pada
mulut terlihat mukosa bibir tampak pucat dan kering serta terpasang endotracheal
tube (ETT) dan guidel. Central venous catheter (CVC) terpasang pada leher.
Pemeriksaan toraks menunjukkan jantung dan paru dalam batas normal. Pada
pemeriksaan abdomen terlihat abdomen distensi, luka operasi yang tertutup
verban dan terdapat rembesan. Pada auskultasi abdomen didapatkan bising usus
menurun dan dinding abdomen tegang pada palpasi. Pada ekstremitas didapatkan
edema pada kedua tungkai. Pemeriksaan antropometri menunjukkan panjang
badan (PB) 153 cm, BB 60 kg, sehingga didapatkan indeks massa tubuh (IMT)
25,6 kg/m2.
Pemeriksaan laboratorium menunjukkan hemoglobin (Hb) 8 g/dL,
hematokrit (Ht) 22,9%, leukosit 7,35x103/L, trombosit 390.000/L, kolinesterase
1261 u/L, albumin 2,96 g/dL. Selain itu juga dilakukan pemeriksaan ultra
sonografi (USG) abdomen, yang menunjukkan adanya cairan di daerah parakolika
bilateral hingga perivesika. Esoknya, hari ke-8 pasca operasi (17 Juli 2013), pada
pemeriksaan didapatkan abdomen cembung dengan defence muscular (+) dan
bising usus yang menurun sehingga oleh teman sejawat bedah diputuskan untuk
dilakukan relaparotomi.
Pada operasi kedua didapatkan adanya bekuan darah pada bagian lateral
dinding posterior peritoneum kanan dan rembesan perdarahan dari mesokolon
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi, Vetinly, FK UI, 2014
27
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi, Vetinly, FK UI, 2014
28
Pasien mencapai 100% KET (1500 kkal) pada hari keempat pasca bedah
ketiga (Gambar 3.2). Pemberian protein pada pasien ini juga ditingkatkan secara
bertahap (16-19% KET) sesuai dengan peningkatan energi. Hari kelima, keadaan
umum pasien membaik, dan dilakukan ekstubasi kemudian pada hari ketujuh
pasien pindah ke ruang rawat bedah.
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi, Vetinly, FK UI, 2014
29
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi, Vetinly, FK UI, 2014
30
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi, Vetinly, FK UI, 2014
31
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi, Vetinly, FK UI, 2014
32
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi, Vetinly, FK UI, 2014
33
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi, Vetinly, FK UI, 2014
34
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi, Vetinly, FK UI, 2014
35
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi, Vetinly, FK UI, 2014
36
sesak napas, sehingga mengganggu aktivitas. Terdapat pula keluhan mual dan
muntah.
Pada awal perawatan di RSCM didapatkan pasien mengalami anemia (Hb
4 g/dL), sehingga dilakukan transfusi packed red cell (PRC) empat kantong,
hingga Hb mencapai 9 g/dL. Selain itu terdapat pula penyulit lain berupa edema
paru, AKI dan sindrom hemolysis elevated liver enzymes low platelet (HELLP).
Satu hari pasca dirawat, pasien kejang sehingga dilakukan terminasi kehamilan
dan pasca terminasi pasien dirujuk ke ICU.
Kehamilan ini merupakan kehamilan kedua, pada kehamilan pertama
terdapat riwayat abortus pada pasien. Pasien mempunyai riwayat hipertensi sejak
kehamilan berusia tiga bulan. Pasien kontrol ke bidan setiap bulannya dan
mendapatkan obat nifedipin untuk hipertensinya. Dalam keluarga, ibu dan kakak
pasien juga menderita hipertensi, ayah pasien penyandang asma bronkiale.
Pasien tidak bekerja, sehari-hari pasien sebagai ibu rumah tangga.
Berdasarkan analisis asupan, sebelum sakit pasien biasa mengonsumsi sekitar
1300 kkal. Sejak awal kehamilan pasien mengalami mual, sehingga asupannya
turun bila dibandingkan sebelum hamil, namun pasien mengonsumsi susu hamil
2-3 kali per hari. Dua puluh empat jam terakhir pasien mendapatkan makanan cair
dengan jumlah kalori total kurang lebih 500 kkal. Berat badan sebelum kehamilan
60 kg, dan BB SMRS 64 kg.
Pada pemeriksaan fisik yang dilakukan tanggal 22 Agustus 2013,
didapatkan keadaan umum tampak sakit berat, dengan kesadaran yang sulit dinilai
karena pasien dalam pengaruh obat midazolam 3 mg/jam. Pasien baru saja
menjalani hemodialisis (HD). Hemodinamik relatif stabil, dengan tekanan darah
190/90 mmHg, tekanan nadi rata-rata 110 mmHg, Nadi 105 x/menit, frekuensi
napas 24 x/menit (dengan ventilator), suhu 37,3 C, dan CVP +8 cm H2O.
Pemeriksaan fisik lainnya menunjukkan konjungtiva mata pucat, terpasang
NGT pada hidung, tanpa aliran balik. Pada mulut, mukosa bibir tampak pucat dan
kering serta terpasang ETT dan guidel. Terpasang CVC pada leher. Pemeriksaan
toraks menunjukkan jantung dalam batas normal dan pemeriksaan paru
menunjukkan ronki basah pada kedua paru. Pemeriksaan abdomen menunjukkan
keadaan normal. Pada ekstremitas didapatkan edema di kedua tungkai bawah.
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi, Vetinly, FK UI, 2014
37
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi, Vetinly, FK UI, 2014
38
Protein yang direncanakan pada pasien ini adalah sebesar 1,2 gram/kg
BB/hari (23% KET), namun pada awal perawatan (hingga hari ke-5) kebutuhan
protein ini tidak terpenuhi karena intoleransi pasien terhadap nutrisi enteral.
Pasien mencapai 100% KET pada hari perawatan keenam, di mana 60% nya
berasal dari nutrisi enteral dan 40% nya berasal dari nutrisi parenteral, namun
terdapat lagi peningkatan produksi GRV (Gambar 3.9), sehingga nutrisi enteral
kembali diturunkan. Hari perawatan kedelapan pasien pindah ke ruang rawat
biasa.
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi, Vetinly, FK UI, 2014
39
BAB 4
PEMBAHASAN
Berdasarkan IMT, 1 pasien dari kasus serial ini mempunyai status gizi
malnutrisi berat, 1 orang overweight dan 2 orang obes derajat satu. Penentuan
IMT membutuhkan data BB dan TB/PB. Pengukuran panjang badan dilakukan
langsung ketika pasien berbaring, dan BB dinilai dengan penimbangan
menggunakan bed scale. Satu dari tiga pasien dengan overweight-obes meninggal
dunia. Arabi dkk.40 mengemukakan bahwa angka mortalitas di rumah sakit dan
ICU secara bermakna lebih rendah pada pasien dengan overweight dan obes bila
dibandingkan dengan pasien dengan IMT normal. Demikian pula yang
dikemukakan oleh Kuperman dkk.41 bahwa keadaan obes menurunkan angka
mortalitas pada pasien sepsis. Salah satu mediator yang berperan pada efek
proteksi ini adalah hormon leptin, karena hormon ini meningkatkan kadar TNF-
dan IL-6, yang berkaitan dengan peningkatan angka mortalitas.41
39 Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi, Vetinly, FK UI, 2014
40
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi, Vetinly, FK UI, 2014
41
redup pada perkusi, dan adanya pernapasan bronkial dan ronki pada
auskultasi.43,44
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk mendiagnosa VAP dan
CAP di antaranya adalah pemeriksaan sputum, kultur darah serta pemeriksaan
radiologi thoraks. Adanya gambaran infiltrat pada pemeriksaan radiologi thoraks
mengarah pada suatu pneumonia. Konsolidasi fokal ditemukan pada pneumonia
bakterial, sedangkan pneumonia yang disebabkan oleh virus biasanya
memberikan gambaran interstitial. Perjalanan penyakit yang cepat memburuk
disertai keterlibatan paru multifokal, mengindikasikan organisme legionella,
streptokokus pneumoniae atau stafilokokus aureus.45
Diagnosis VAP dan CAP dapat ditegakkan berdasarkan anamnesa
perjalanan penyakit, pemeriksaan fisik dan penunjang. Diagnosis VAP dan CAP
tidak bersifat sensitif maupun spesifik, di mana clinical pulmonary infection score
(CPIS) dapat digunakan untuk meningkatkan sensitivitas dan spesivisitas
diagnosis. Pengambilan kultur dari saluran pernapasan diperlukan untuk
pemilihan antibiotik.43
Diagnosis CAP menurut British Thoracic Society (BTS) adalah sebagai
berikut44 :
1. Adanya gejala penyakit saluran pernapasan bawah akut seperti batuk yang
disertai dengan gejala lainnya seperti dispnea, nyeri pleuritik.
2. Terdapat gejala fokal pada paru, misalnya pernapasan bronkial.
3. Terdapat salah satu gejala umum, seperti : demam, menggigil, mialgia atau
pireksia
4. Tidak ada penyebab lainnya yang dapat menjelaskan penyakit yang ada.
Gejala yang ada pada ketiga pasien ini adalah sesak disertai produksi
sputum, sedangkan gejala demam hanya terdapat pada pasien ketiga dan keempat,
pasien kedua mempunyai kecenderungan terjadi hipotermia. Hal ini sesuai dengan
gejala sepsis, di mana dapat terjadi peningkatan suhu tubuh (>38 C) atau
penurunan suhu tubuh (<36 C). Gambaran radiologi thoraks ketiga pasien
mengarah pada suatu pneumonia, yaitu adanya gambaran infiltrat. Selain itu pada
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi, Vetinly, FK UI, 2014
42
ketiga pasien juga dilakukan pemeriksaan kultur sputum dan darah, yang
diperlukan untuk pemilihan antimikrobial yang akan diberikan.
Identifikasi faktor risiko, juga merupakan salah satu komponen penting
dalam mendiagnosa CAP dan VAP. Faktor risiko yang berhubungan dengan
kejadian CAP diantaranya penggunaan alkohol dan obat-obatan, pajanan dengan
orang lain yang terdiagnosa pneumonia atau penyakit paru lainnya, riwayat
diabetes, riwayat penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), riwayat merokok,
pekerjaan, lingkungan, perjalanan dan penyakit yang ada saat ini.44 Pada kedua
pasien (pasien kedua dan keempat) tidak didapatkan riwayat batuk lama, namun
riwayat kontak dengan individu lain yang menderita paru tidak diketahui. Selain
itu pada pasien kedua terdapat riwayat TB intestinal. Rosado dkk.46
mengemukakan bahwa berdasarkan beberapa studi, hanya 15% pasien dengan TB
abdominal, mempunyai kelainan pada parunya, namun pada studi yang dilakukan
olehnya, seluruh pasien dengan TB intestinal mempunyai kelainan pada paru.
Faktor risiko VAP di antaranya adalah kolonisasi organisme patogen di
orofaring, posisi supine, luka bakar berat, penggunaan ventilasi mekanik,
pembedahan thoraks, keadaan acute respiratory distress syndrome (ARDS) serta
trauma kepala. Selain itu penggunaan obat-obatan penekan asam lambung (antasid
dan PPI) dapat meningkatkan risiko kejadian VAP.43 Pasien ketiga mempunyai
riwayat penggunaan ventilasi mekanik selama perawatannya di ICU, selain itu
posisi supine dan penggunaan obat-obatan di ICU di antaranya PPI dapat
merupakan salah satu faktor risiko terjadinya VAP pada pasien ini.
Tatalaksana CAP diantaranya meliputi penentuan derajat keparahan
penyakit. Penentuan derajat keparahan suatu CAP dapat digunakan beberapa
sistem skoring, di antaranya adalah menggunakan pneumonia severity index dan
CURB-65. Pneumonia severity index menilai pasien berdasarkan 20 variabel dan
mengelompokkan pasien menjadi 5 kelompok, sedangkan CURB-65 menilai
pasien berdasarkan lima variabel. Skor yang diperoleh oleh pasien, akan
menentukan apakah pasien dapat rawat jalan, rawat inap atau bahkan
membutuhkan perawatan di ICU.45 Rotstein.43 mengemukakan bahwa pasien
sepsis yang disebabkan oleh CAP merupakan indikasi untuk dirawat di ICU.
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi, Vetinly, FK UI, 2014
43
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi, Vetinly, FK UI, 2014
44
serta menurunnya usia hidup sel darah merah. Selain itu adanya disfungsi organ
seperti hepar dan ginjal, juga akan memperberat anemia pada pasien sepsis.
Keadaan anemia akan menurunkan kapasitas darah untuk mengangkut oksigen,
walaupun tubuh akan mengkompensasinya dengan meningkatkan indeks kardiak
dan ekstraksi oksigen.48
Leukositosis merupakan salah satu tanda sepsis, di mana pada hitung jenis
yang meningkat adalah netrofil (netrofilia). Penyebab terjadinya netrofilia pada
sepsis adalah meningkatnya produksi dan pelepasan netrofil dari sumsum tulang.
Sebaliknya keadaan netropenia disebabkan karena menurunnya produksi oleh
sumsum tulangdan ketidakseimbangan antara produksi dan ektravasasi.
Meningkatnya produksi dan aktivasi netrofil di sirkulasi merupakan salah satu
bentuk respon pejamu terhadap infeksi.48
Insiden trombositopenia pada sepsis adalah berkisar antara 35-59%.
Penyebab primer terjadinya trombositopenia pada sepsis adalah meningkatnya
penghancuran terhadap trombosit yang bersifat nonimunologi , namun dapat pula
disebabkan karena proses imunologi, yaitu terdapatnya antibodi yang melawan
glikoprotein IIb/IIIa.48
Prokalsitonin (PCT) merupakan salah satu parameter yang dinilai dalam
diagnosis sepsis. Prokalsitonin adalah 116-asam amino dengan 13 k-Da dan
merupakan prohormon kalsitonin. Dalam keadaan fisiologi, PCT akan melalui
proses proteolisis intraseluler spesifik, yang kemudian akan dilepaskan dalam
bentuk aktif kalsitonin oleh sel C glandula tiroid. Namun dalam keadaan infeksi
(bakteri) terdapat kegagalan dalam proteolisis spesifik, sehingga terjadi
peningkatan kadar PCT di dalam plasma. Ada pula pendapat yang mengatakan
bahwa dalam keadaan infeksi, PCT dihasilkan oleh jaringan ekstra tiroid. Waktu
paruh PCT di sirkulasi adalah 24-30 jam.49 Uzzan dkk.50 menunjukkan bahwa
PCT merupakan penanda biologi yang baik untuk sepsis, sepsis berat atau syok
sepsis. Selain itu PCT juga bersifat lebih superior bila dibandingkan C-reactive
protein (CRP) sebagai penanda sepsis.
Pasien ketiga dan keempat mengalami komplikasi berupa acute kidney
injury (AKI). Acute kidney injury adalah menurunnya fungsi ginjal secara
mendadak (kurang dari 48 jam), yang dinilai berdasarkan peningkatan kadar
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi, Vetinly, FK UI, 2014
45
kreatinin serum, menurunnya output urin, serta perlunya terapi pengganti ginjal.
Etiologi AKI dapat dibedakan menjadi tiga kategori yaitu pre renal, renal dan post
renal. Kategori pre renal biasanya disebabkan karena menurunnya perfusi ke renal
yang disebabkan oleh menurunnya volume intravaskular secara keseluruhan.
Sedangkan kategori renal disebabkan karena proses yang terjadi di ginjal, dan
kategori post renal disebabkan karena drainase urin distal ke ginjal yang tidak
adekuat. Pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk mendiganosa AKI di
antaranya adalah pemeriksaan kadar kreatinin serum, urinalisis, pemeriksaan
darah perifer lengkap, pemeriksaan elektrolit di urin, USG ginjal, serta biopsi
renal. Prinsip tatalaksana AKI adalah menjamin perfusi renal yang adekuat,
dengan cara mempertahankan stabilitas hemodinamik serta mencegah terjadinya
hipovolemia.51
Penyakit AKI merupakan komplikasi ginjal yang sering terjadi pada
pasien dengan sepsis. Dahulu diketahui bahwa penyebab terjadinya AKI pada
pasien sepsis adalah inadekuasi aliran darah ke ginjal, namun saat ini diketahui
terdapat penyebab lain, di antaranya adalah melalui mekanisme imunologi. Pada
keadaan sepsis terdapat pelepasan sitokin inflamasi seperti TNF- yang berperan
pada kejadian AKI pada syok septik akibat gram negatif, melalui pengaruhnya
terhadap endotelial glomerular dan sel tubulus, yang berakhir pada apoptosis.52
Penyakit AKI sendiri menyebabkan perubahan metabolisme energi, tanpa
menyebabkan perubahan resting energy expenditure (REE), namun pada pasien
AKI yang disebabkan oleh sepsis atau MOD akan terjadi peningkatan EE 20-
30%. Pemberian nutrisi secara berlebihan (overfeeding) pada pasien AKI, akan
lebih berbahaya bila dibandingkan dengan pemberian nutrisi yang kurang
(underfeeding). Oleh karena itu dianjurkan pemberian nutrisi sebanyak maksimal
30 kkal/kgBB/hari pada pasien AKI yang disertai dengan keadaan
hipermetabolisme sekalipun.53
Pada AKI sering terjadi keadaan resistensi insulin dan asidosis metabolik,
di mana keadaan ini akan menyebabkan katabolisme protein. Oleh karena itu
target dari pemberian nutrisi adalah mempertahankan kadar gula darah sehingga
tetap berada dalam status normoglikemia. Keadaan ini akan lebih menguntungkan
(meningkatkan survival) bila dibandingkan dengan keadaan hipoglikemia.52,53
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi, Vetinly, FK UI, 2014
46
Finfer dkk.54 mengemukakan bahwa kadar glukosa darah pasien yang dirawat di
unit perawatan intensif (ICU), maksimal 180 mg/dL, akan menurunkan mortalitas
bila dibandingkan dengan kadar glukosa darah 81-108 mg/dL.
Selain itu pada AKI juga akan terjadi peningkatan trigliserida (TG) yang
disebabkan karena menurunnya enzim lipoprotein lipase, sehingga bersihan TG
akan terganggu hingga 50%-nya. Pemberian emulsi lipid parenteral pada pasien
AKI harus sangat hati-hati karena emulsi lipid artifisial akan didegradasi seperti
lipid endogen, yang akan menyebabkan peningkatan TG di darah karena adanya
gangguan lipolisis. Pemberian lipid pada pasien AKI sebaiknya tidak melebihi
dari 30% KET dan pemberian lipid parenteral sebaiknya dihindari pada TG
plasma >350 mg/dL, keadaan DIC, asidosis (pH <7,2) serta pada keadaan
gangguan sirkulasi.52,53
Penyakit AKI menyebabkan penurunan bersihan kalium, magnesium dan
fosfat, oleh sebab itu komplikasi yang terjadi biasanya karena penumpukkan
elektrolit tersebut di dalam tubuh. Pemberian nutrisi enteral menggunakan MC
polimerik harus dengan pemantauan yang baik terhadap elektrolit tersebut di atas,
karena MC polimerik mengandung kalium dan fosfat yang cukup tinggi. 53 Pada
pasien ketiga didapatkan kecenderungan peningkatan kadar kalium di dalam
darah, namun setelah dilakukan tindakan CRRT kadar kalium menurun dalam
rentang normal.
Selain elektrolit terdapat pula penurunan mikronutrien seperti selenium,
seng, vitamin C dan E.56 Pemberian vitamin larut air (kecuali vitamin C) sejumlah
satu kali AKG dianjurkan bagi pasien AKI, sedangkan maksimal pemberian
vitamin C adalah tidak melebihi 250 mg/hari.53
Kedua pasien (pasien ketiga dan keempat) mendapatkan terapi pengganti
ginjal, di mana pasien ketiga mendapatkan terapi continuous venovenous
haemofiltration (CVVH), sedangkan pasien keempat mendapatkan terapi HD.
Terapi CVVH juga dikenal sebagai CRRT. Terapi pengganti ginjal merupakan
modalitas utama pada AKI yang disebabkan oleh sepsis. Secara umum terdapat
dua prinsip terapi pengganti ginjal, yaitu difusi dan konveksi. Dialisis
menggunakan prinsip difusi, sedangkan hemofiltrasi menggunakan prinsip
konveksi.52
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi, Vetinly, FK UI, 2014
47
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi, Vetinly, FK UI, 2014
48
ketiga, dilakukan tindakan CRRT selama lima hari berturut-turut, sehingga dalam
masa tindakan CRRT, pasien diberikan energi sebesar 35 kkal/kg BB/hari dan
protein sebesar 1,7 gram/kg BB/hari.
Selain itu juga dianjurkan suplementasi glutamin pada pasien yang
menjalani CRRT, karena asam amino ini bersifat semiesensial dan hilang pada
saat proses CRRT.56 Glutamin merupakan bahan bakar utama bagi limfosit,
makrofag, dan enterosit, sehingga diperlukan untuk mempertahankan integritas
mukosa usus, yang secara tidak langsung dapat mencegah terjadinya translokasi
bakteri. Selain itu pemberian glutamin juga dapat menjaga keseimbangan antara
Th1 terhadap Th2, menurunkan sekresi IL-6 pada organ non hepatik, menurunkan
IL-4, serta meningkatkan ekspresi IFN-.33 Namun demikian, terhadap keempat
pasien tidak diberikan suplementasi glutamin. ESPEN tidak merekomendasikan
pemberian glutamin pada pasien penyakit kritis secara umum, selain pasien luka
bakar dan trauma, karena dari beberapa studi menunjukkan bahwa pemberian
glutamin tidak berbeda bermakna dalam mencegah kejadian infeksi dan
menurunkan laju mortalitas serta masa rawat.24 Heyland dkk.57 dalam suatu uji
acak terkontrol menyatakan bahwa terdapat peningkatan laju mortalitas dalam 28
hari pada pasien yang mendapatkan glutamin, bila dibandingkan dengan yang
tidak mendapat glutamin.
Asidosis merupakan suatu keadaan yang sering terjadi pada pasien dengan
sepsis dan penyakit kritis lainnya, di mana keadaan ini sangat berkaitan dengan
buruknya outcome. Asidosis dapat disebabkan karena meningkatnya pCO2 di
arteri (asidosis respiratorik) atau karena pengaruh dari asam organik/inorganik
(asidosis metabolik). Asidosis metabolik dapat disebabkan oleh beberapa hal, di
antaranya adalah asidosis laktat, hiperkloremik, gagal ginjal dan ketoasidosis.
Asidosis metabolik dapat memicu terjadinya instabilitas hemodinamik, yang
diakibatkan oleh produksi inducible nitric oxide synthase (iNOS) yang
selanjutnya akan menyebabkan vasodilatasi dan syok.58 Kompensasi tubuh
terhadap keadaan asidosis metabolik adalah meningkatnya laju pernapasan,
sehingga akan meningkatkan pengeluaran CO2. Kompensasi respiratori biasanya
diawali dengan peningkatan laju pernapasan menjadi 15-30 kali per menit, di
mana kompensasi ini akan terjadi setiap penurunan 1 mEq/l bikarbonat.
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi, Vetinly, FK UI, 2014
49
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi, Vetinly, FK UI, 2014
50
sedangkan pemberian 25 kkal per kg BB ideal pasien setara dengan 100% KEB
berdasarkan HB. Tiga pasien dalam serial kasus ini memiliki IMT <40 kg/m2 dan
satu diantaranya memiliki IMT <18,5 kg/m2. Frankenfield dkk.62 mengemukakan
bahwa persamaan HB dapat digunakan pada individu dengan IMT maksimal 40
kg/m2. Selain itu pada penelitian lainnya yang dilakukan Frankefield dkk.63
menunjukkan bahwa penggunaan BB aktual pada perhitungan HB, menghasilkan
perhitungan yang overestimated 4% pada pasien obes dan underestimated 1,5%
pada pasien malnutrisi.
Berdasarkan beberapa persamaan yang pernah digunakan untuk pasien
penyakit kritis, diketahui bahwa belum ada persamaan yang lebih baik dari
kalorimetri indirek untuk menentukan KET (Tabel 4.2).23
Tabel 4.2. Persamaan untuk menghitung KET pada pasien dengan penyakit kritis
Persamaan Rekomendasi
Non obes Obes Pasien menggunakan
ventilator
Ireton-Jones 1992 Ya (akurasi 52%) Ya Ya
Penn State 1998 Tidak Ya Ya
Penn State 2003 Ya (akurasi 79%) Tidak Tidak
Swinamer Ya (akurasi 55%) Tidak Tidak
Harris-Benedict Tidak Tidak Tidak
American College of Tidak Tidak Tidak
Chest Physicians
Ireton-Jones 1997 Tidak Tidak Tidak
Sumber: daftar referensi no. 23
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi, Vetinly, FK UI, 2014
51
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi, Vetinly, FK UI, 2014
52
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi, Vetinly, FK UI, 2014
53
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi, Vetinly, FK UI, 2014
54
kepala, mual, muntah, diare, dan nyeri abdomen. Tidak ditemukan interaksi
flukonazol terhadap nutrisi.69 Anidulafungin merupakan obat antifungal yang
diindikasikan bagi kandidemia, peritonitis kandida dan abses intra abdominal.
Obat ini memberikan efek samping berupa diare, hipokalemia, sakit kepala, dan
mual. Anidulafungin menurunkan kadar natrium, kalium dan magnesium serum.69
Beberapa antibiotik yang digunakan berpengaruh terhadap flora normal
usus. Selain karena pengaruh pemberian antibiotik, perubahan flora normal di
usus pada pasien dengan penyakit kritis dapat dipengaruhi pula oleh hormon stres,
keadaan iskemia intestinal dan imunosupresi serta penggunaan obat-obatan
penekan asam lambung. Beberapa studi menunjukkan bahwa pemberian probiotik
pada pasien penyakit kritis pasca transplantasi, pembedahan abdominal mayor,
serta trauma berat, memberikan outcome yang baik, namun ASPEN belum
merekomendasikan pemberian probiotik pada pasien penyakit kritis secara umum.
70,71
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi, Vetinly, FK UI, 2014
55
BAB 5
SIMPULAN DAN SARAN
5.1. SIMPULAN
Berdasarkan paparan keempat kasus di atas, maka diperoleh kesimpulan sebagai
berikut:
1. Tatalaksana nutrisi pada pasien yang dirawat di rumah sakit pada
umumnya dan pada pasien penyakit kritis khususnya, diawali dari skrining
gizi untuk mendeteksi adanya malnutrisi atau risiko malnutrisi, karena
akan mempengaruhi laju morbiditas dan mortalitas pasien.
2. Malnutrition screening tools (MST) merupakan instrumen skrining yang
sederhana, cepat, valid dan reliable untuk mengidentifikasi pasien berisiko
malnutrisi pada pasien yang dirawat di rumah sakit.
3. Keadaan sepsis akan menyebabkan perubahan metabolisme makronutrien,
sehingga tatalaksana nutrisi merupakan bagian dalam tatalaksana sepsis
secara keseluruhan.
4. Penentuan kebutuhan energi pasien penyakit kritis, secara baku emas
adalah menggunakan kalorimetri indirek, dan belum ada rumus persamaan
yang dapat digunakan secara umum untuk pasien penyakit kritis.
5. Pemberian nutrisi pada pasien penyakit kritis yang menggunakan
ventilator adalah maksimal 120% REE.
6. Pemberian protein dalam jumlah yang cukup perlu dilakukan untuk
menjaga keseimbangan nitrogen. Protein diberikan sejumlah 1,5-2
gram/kgBB/hari.
7. Pemberian mikronutrien sebanyak minimal satu kali AKG dianjurkan bagi
pasien penyakit kritis
8. Pemberian nutrisi diutamakan melalui jalur enteral, dan apabila tidak
terdapat kontraindikasi, maka nutrisi enteral dapat dimulai dalam waktu
24-48 jam setelah admisi (nutrisi enteral dini).
9. Apabila terdapat kontraindikasi atau gangguan saluran cerna, maka
pemberian nutrisi melalui parenteral dapat dipertimbangkan.
55 Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi, Vetinly, FK UI, 2014
56
5.2. SARAN
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pemberian nutrisi, khusus pada
pasien penyakit kritis dengan sepsis.
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi, Vetinly, FK UI, 2014
57
DAFTAR REFERENSI
9. Newton LE, Heimburger DC. Critical Illness. In Heimburger DC, Ard JD.
Handbook of Clinical Nutrition. 4th edition. Elsevier. Philadelphia
2006:487-502
12. Hanazaki K. Blood Glucose Control in Patient with Severe Sepsis and
Septic Shock. World J Gastroenterol 2009;15:4132-6.
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi, Vetinly, FK UI, 2014
58
13. Furst P. Protein and Amino Acid Metabolism: Comparison of Stressed and
Nonstressed States. In Cresci G. Nutrition Support for the Critically Ill
Patient.1st edition. CRC Press Taylor and Francis. United States of
America 2005:27-47.
14. Waitzberg DL, Torrinhas RS, Nardi LD. Lipid Metabolism: Comparison
of Stressed and Nonstressed States. In Cresci G. Nutrition Support for the
Critically Ill Patient.1st edition. CRC Press Taylor and Francis. United
States of America 2005:49-67.
16. Nguyen HB, Rivers EP. The Clinical Practise of Early Goal-Directed
Therapy in Severe Sepsis and Septic Shock. Advances in Sepsis
2005;4:126-33
22. Slone DS. Nutritional Support of the Critically Ill and Injured Patient. Crit
Care Clin 2004;20:135-57
23. Walker RN, Heuberger RA. Predictive Equations for Energy Needs for the
Critically Ill. Respir Care 2009;54:509-21
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi, Vetinly, FK UI, 2014
59
26. Fanelli R. Branched Chain Amino Acids: The best compromise to achieve
anabolism. Curr Opin Clin Nutr Metab Care 2005;8:408-14.
28. Singer P, Berger MM, Berghe GVD, Biolo G, Calder P, Forbes A. ESPEN
Guidelines on Parenteral Nutrition : Intensive Care. Clin Nutr
2009;28:387-400
30. Ziegler TR. Parenteral Nutrition in the Critically Ill Patient. N Engl J Med
2009;361:1088-1097
31. Kan MN, Chang HH, Sheu WF, Cheng CH, Lee BJ, Huang YC.
Estimation of Energy Requirements for mechanically Ventilated, Critically
Ill Patient Using Nutritional Status. Crit Care 2003;7:R108-15
32. Lipp J, Sax HC. Novel (Immune) Nutrients in Critical Illness. In Cresci G.
Nutrition Support for the Critically Ill Patient.1st edition. CRC Press
Taylor and Francis. United States of America 2005:173-189.
33. Oliveira GP, Dias CM, Pelosi P, Rocco PRM. Understanding the
Mechanisms of Glutamine Action in Critically Ill Patients. An Acad Bras
Cienc 2010;82:417-30.
34. Palmese S, Odierna I, Scarano D, Scibilia AC, Natale A, Pezza M. Early
Enteral Nutrition Enriched with FOS and Intravenous Glutamine
Supplementation in Intensive Care Unit Patients. Nutritional Therapy and
Metabolism 2006;24:140-6
35. Das UN. Role of lipids in Sepsis. Crit Care and Shock 2004;7:87-92
36. Pontes-Arruda A, Martins LF, Lima SMD, Isola AM, Toledo D, Rezende
E, et al. Enteral Nutrition with Eicosapentaenoic acid, gamma linolenic
acid, and antioxidants in the Early treatment of Sepsis: Result from
multicenter, prospective, randomized, double-blinded, controlled study :
the INTERSEPT Study. Crit Care 2011;15:1-15
37. Prabha PS, Das UN, Ramesh G, et al. Free Radical Generation, Lipid
Peroxidation and Essential Fatty Acids in Patient with Septicemia.
Prostaglandins Leukot Essen Fatty Acids 1991;42:61-5
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi, Vetinly, FK UI, 2014
60
38. Moenajat Y. Luka Bakar Masalah dan Tata Laksana. Edisi ke-4. Balai
Penerbit FKUI. Jakarta. 2009
39. Malone AM, Brewer CK. Monitoring for Efficacy, Complications, and
Toxicity. In Rolandelli RH, Bankhead R, Boullate JI, Comphar CW.
Clinical Nutrition Enteral and Tube Feeding. 4th edition. Elsevier
Saunders. Philadelphia. 2005:276-90
40. Arabi YM, Dara SI, Tamim HM, Rishu AH, Bouchama A, Khedr MK, et
al. Clinical Characteristics, Sepsis Interventions and Outcomes in the
Obese patients with Septic Shock: an International Multicenter Cohort
Study. Crit Care 2013;17:1-13
41. Kuperman EF, Showalter JW, Lehman EB, Leib AE, Krascnewski JL. The
Impact of Obesity on Sepsis Mortality: a retrospective review. BMC Infect
Dis 2013;13:1-8
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi, Vetinly, FK UI, 2014
61
51. Rahman M, Shad F, Smith MC. Acute kidney injury : a guide to diagnosis
and management. Am Fam Physician 2012;86(7):631-639
59. Lucarelli MR, Pell LJ, Shirk MB, Mirtallo JM. Fluid, Electrolyte, and
Acid-Base Requirement. In Cresci G. Nutrition Support for the Critically
Ill Patient.1st edition. CRC Press Taylor and Francis. United States of
America 2005:125-49.
60. Throop JL,Kerl ME, Cohn LA. Albumin in Health and Disease:Causes
and Treatment of Hypoalbuminemia. An In Depth Look 2004:940-9
62. Frankenfield DC, Muth ER, Rowe WA. The HarrisBenedict studies of
human basal metabolism: history and limitations. J Am Diet Assoc
1998;98:43945.
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi, Vetinly, FK UI, 2014
62
63. Frankenfield DC, Rowe WA, Smith JS, Cooney RN. Validation of several
established equations for resting metabolic rate in obese and nonobese
people. J Am Diet Assoc 2003;103:11529.
64. Marik PE, Zaloga GP. Early enteral nutrition in acutely ill patients: a
systematic review. Crit Care Med 2001;29:226470.
66. Nguyen NQ, Chapman MJ, Fraser RJ, Bryant LK, Holloway RH.
Erythromycin is More Effective than Metoclopramide in the Treatment of
Feed Intolerance in Critical Illness. Crit Care Med 2007;35:483-9.
67. Deane AM, Fraser RJ, Chapman MJ. Prokinetic Drugs for Feed
Intolerance in Critical Illness Current and Potential Therapies. Crit care
Resusc 2009;11:132-43
71. Jacobi CA, Schulz C, Malfertheiner P. Treating Critically Ill Patient with
Probiotics: Beneficial or dangerous? Gut Pathogens 2011;3:1-5
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi, Vetinly, FK UI, 2014
63
Pemantauan pasien VA
17 Juli 2013 18 Juli 2013 19 Juli 2013 20 Juli 2013
Subyektif : Subyektif : Subyektif : Subyektif
Kontak tidak adekuat, rencana operasi kembali hari ini Kontak tidak adekuat Kontak tidak adekuat, rencana operasi lagi hari ini (aff Kontak adekuat, post operasi kembali, nyeri luka +, mual
tampon) -, muntah -
Obyektif : Obyektif : Obyektif : Obyektif :
Keadaan umum : Tampak sakit berat Keadaan umum : Tampak sakit berat Keadaan umum : Tampak sakit berat Keadaan umum : Tampak sakit berat
Kesadaran : dalam pengaruh obat Kesadaran : dalam pengaruh obat Kesadaran : dalam pengaruh obat Kesadaran : kompos mentis
Tanda-tanda vital : Tanda-tanda vital : Tanda-tanda vital : Tanda-tanda vital :
T : 110-140/ 50-80 mmHg T : 100-150/ 60-90 mmHg T : 100-150/ 60-90 mmHg T : 110-170/ 60-120 mmHg
N : 130-160 x/menit N : 100-150 x/menit N : 110-145 x/menit N : 120-150 x/menit
S : 38,3-39,6C S : 37,9-39,1C S : 36,7-39,7C S : 36,7-39,3C
RR : 12 16 x/menit RR : 12 36 x/menit RR : 16 30 x/menit RR : 16 30 x/menit
CVP : +7 - +15 CVP : +8 - +17 CVP : +7 - +18
MAP : 74-94 Pemeriksaan fisik : MAP : 85-110 MAP : 80-114
Mata :
Pemeriksaan fisik : konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/- Pemeriksaan fisik : Pemeriksaan fisik :
Mata : Hidung : terpasang NGT no 16, aliran balik + 350 ml / 24 Mata : Mata :
konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/- jam, warna coklat konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/- konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/-
Hidung : terpasang NGT no 16, tidak ada aliran balik Mulut : terpasang ETT Hidung : terpasang NGT no 16, aliran balik + 1150 ml / Hidung : terpasang NGT no 16, aliran balik + 100 ml / 24
Mulut : terpasang ETT Leher : terpasang CVC 24 jam, warna kuning hijau jam, warna hujau kehitaman
Leher : terpasang CVC Thoraks : cor dan pulmo kesan normal Mulut : terpasang ETT Mulut : terpasang ETT
Thoraks : cor dan pulmo kesan normal Abdomen : Leher : terpasang CVC Leher : terpasang CVC
Abdomen : Inspeksi : tampak luka operasi di linea mediana, Thoraks : cor dan pulmo kesan normal Thoraks : cor dan pulmo kesan normal
Inspeksi : distensi +, tampak luka operasi di linea tertutup verban, rembesan - Auskultasi : bising usus + Abdomen : Abdomen :
mediana, tertutup verban, rembesan +, terpasang minimal Inspeksi : tampak luka operasi di linea mediana, Inspeksi : tampak luka operasi di linea mediana,
drain (2 buah) kanan produksi 720 ml serohemoragik, Palpasi : supel tertutup verban, rembesan - Auskultasi : bising usus + tertutup verban, rembesan -, tampak stoma di regio
kiri produksi 220 ml serohemoragik Ekstremitas : edema tungkai +/+ minimal iliaka dekstra, vital +, produksi + 10-20 ml, serous
Auskultasi : bising usus Palpasi : tegang hemoragik, terpasang drain, produksi +, 900 ml,
Palpasi : tegang Analisa asupan : Ekstremitas : edema tungkai +/+ hemoragik.
Ekstremitas : edema tungkai +/+ 554 Kkal (P32, L25, KH46,5) Auskultasi : bising usus +
Analisa asupan : Palpasi : supel
Analisa asupan : Balance cairan : + 535,5 ml 1366 Kkal (P44, L39, KH231) Ekstremitas : edema tungkai +/+
870 Kkal (P35, L27, KH125) Input : 2685,5 ml
Output : 2150 ml (urin 1800 + NGT 350) Balance cairan : + 1973,8 ml Analisa asupan :
Balance cairan : + 1283 ml Input : 4273,8 ml 576 Kkal (P40, KH120,5)
Input : 3573 ml Laboratorium : Output : 2300 ml (urin 1150 + NGT 1150)
Output : 2290 ml (urin 1350 + drain 940) Hb : 9,6 Balance cairan : - 72,9 ml
Ht : 29,2 Laboratorium : Input : 2077,9 ml
Laboratorium : Leukosit : 8790 Elektrolit : Na : 138; K:3,69; Cl : 94,7 Output : 2150 ml (urin 1150 + Drain 900 + NGT 100)
Hb : 6,7 Trombosit : 365.000 Laktat : 1,3
63 Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi, Vetinly, FK UI, 2014
64
64 Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi, Vetinly, FK UI, 2014
65
65 Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi, Vetinly, FK UI, 2014
66
Leher : terpasang CVC Thoraks : cor dan pulmo kesan normal Leher : terpasang CVC Mulut : bibir pucat, cheilosis -
Thoraks : cor dan pulmo kesan normal Abdomen : Thoraks : cor dan pulmo kesan normal Leher : terpasang CVC
Abdomen : Inspeksi : tampak luka operasi di linea mediana, Abdomen : Thoraks : cor dan pulmo kesan normal
Inspeksi : tampak luka operasi di linea mediana, tertutup verban, rembesan -, tampak stoma di regio Inspeksi : tampak luka operasi di linea mediana, Abdomen :
tertutup verban, rembesan -, tampak stoma di regio iliaka dekstra, vital +, produksi + 2650 ml, warna tertutup verban, rembesan -, tampak stoma di regio Inspeksi : tampak luka operasi di linea mediana,
iliaka dekstra, vital +, produksi + 1600 ml, warna kuning, ampas +, terpasang drain, produksi +, 550 ml, iliaka dekstra, vital +, produksi + 2700 ml, warna tertutup verban, rembesan -, tampak stoma di regio
kuning, ampas +, terpasang drain, produksi +, 795 ml, serous hemoragik. kuning, ampas +, terpasang drain, produksi +, 670 ml, iliaka dekstra, vital +, produksi + 1950 ml, warna
serous hemoragik. Auskultasi : bising usus + serous hemoragik. kuning, ampas +, terpasang drain, produksi +, 290 ml,
Auskultasi : bising usus + Palpasi : supel Auskultasi : bising usus + minimal serous hemoragik.
Palpasi : supel Ekstremitas : edema tungkai +/+ Palpasi : tegang Auskultasi : bising usus +
Ekstremitas : edema tungkai +/+ Ekstremitas : edema tungkai +/+ Palpasi : supel
Analisa asupan : Ekstremitas : edema tungkai +/+
Analisa asupan : 1372 Kkal (P64, L31, KH240) Analisa asupan :
945 Kkal (P37, L20, KH167) 1533 Kkal (P69, L31, KH252) Analisa asupan :
Balance cairan : -522,6 ml Balance cairan : -667 ml Balance cairan : -2064 ml 1199 Kkal (P53, L36, KH172)
Input : 3292,4 ml Input : 4463 ml Input : 3736 ml Balance cairan : - 717,5 ml
Output : 3815 ml (urin 1370 + drain 795 + Stoma 1600 Output : 5130 ml (urin 1580 + drain 670 + stoma 2700 Output : 5800 ml (urin 2600 + drain 550 + stoma Input : 4022,5 ml
+NGT 50) + NGT 180) 2650) Output : 4740 ml (urin 2500 + Drain 290 + stoma
Laboratorium : Laboratorium : Laboratorium : 1950)
Hb : 8,8 Hb : 11 Elektrolit : Na : 132,7; K:3,07; Cl : 99,3 Laboratorium :
Ht : 27 Ht : 33,1 Laktat : 2 Hb : 11,4
Leukosit : 13.320 Leukosit : 15.570 Analisis gas darah : Ht : 33
Trombosit : 327.000 Trombosit : 404.000 pH 7,371 Leukosit : 17.140
Laktat : 1,9 Ureum : 20 PaO2 : 133,2 Trombosit : 533.000
Kalsium : 8 Kreatinin : 0,2 PaCO2 : 35,9 Elektrolit : Na : 135; K:3,19; Cl :106,4
Magnesium : 1,22 Albumin : 2,29 BE : -4,5 Laktat : 0,8
Prokalsitonin : 8,99 Elektrolit : Na : 136,2; K:3,58; Cl : 97,8 HCO3 : 20,9 Kalsium : 8,6
Analisis gas darah : Analisis gas darah : SaO2 : 98,8 Magnesium : 1,17
pH 7,340 pH 7,284 Analisis gas darah :
PaO2 : 136, 3 PaO2 : 146,2 pH 7,381
PaCO2 : 38,8 PaCO2 : 41,3 PaO2 : 189,2
BE : -4,8 BE : -7,1 PaCO2 : 28,6
HCO3 : 21,1 HCO3 : 19,8 BE : -8,2
SaO2 : 98,9 SaO2 : 98,9 HCO3 : 17,1
SaO2 : 99,6
Assessment : Assessment : Assessment : Assessment :
Sepsis ec infeksi intra abdomen ec appendicitis Sepsis ec infeksi intra abdomen ec appendicitis Sepsis perbaikan ec infeksi intra abdomen ec Sepsis perbaikan ec infeksi intra abdomen ec
perforasi, post relaparotomi dan ileostomi, status gizi perforasi, post relaparotomi dan ileostomi, status gizi appendicitis perforasi, post relaparotomi dan ileostomi, appendicitis perforasi, post relaparotomi dan ileostomi,
obes I, hipermetabolisme berat, anemia, leukositosis. obes I, hipermetabolisme berat, anemia, leukositosis, status gizi obes I, hipermetabolisme berat, anemia, status gizi obes I, hipermetabolisme berat, anemia,
hipoalbuminemia, asidosis metabolik hiponatremia, hipokalemia leukositosis, hipokalemia, asidosis metabolik
terkompensasi
66 Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi, Vetinly, FK UI, 2014
67
Total 1204 50 23 218 Total 1510 70 31 244 Micronutrien : cernevit 1 amp /hari Micronutrien : cernevit 1 amp /hari
N : NPC = 1 : 125 N : NPC = 1 : 110
Monitoring : Tanda-tanda vital, toleransi asupan, balance Monitoring : Tanda-tanda vital, toleransi asupan, balance
Micronutrien : cernevit 1 amp /hari Micronutrien : cernevit 1 amp /hari cairan, keseimbangan asam basa cairan, keseimbangan asam basa
Monitoring : Tanda-tanda vital, toleransi asupan, balance Monitoring : Tanda-tanda vital, toleransi asupan, balance
cairan, keseimbangan asam basa cairan, keseimbangan asam basa
67 Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi, Vetinly, FK UI, 2014
68
68 Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi, Vetinly, FK UI, 2014
69
Assessment : Assessment :
Sepsis perbaikan ec infeksi intra abdomen ec Sepsis ec infeksi intra abdomen ec appendicitis
appendicitis perforasi, post relaparotomi dan ileostomi, perforasi, post relaparotomi dan ileostomi, status gizi
status gizi obes I, hipermetabolisme berat, anemia, obes I, hipermetabolisme berat, anemia, leukositosis,
leukositosis, hiponatremia, hipomagnesemia, asidosis hipoalbuminemia, hipokalsemia, hipomagnesemia
metabolik terkompensasi
Planning : Planning :
KET : 1500 kkal (30 kkal/kgBB/24jam) KET : 1500 kkal (30 kkal/kgBB/24jam)
Protein:1,5 gram /kgBB = 75 gram (20%KET) Protein:1,5 gram /kgBB = 75 gram (20%KET)
Lemak: 25% KET = 42 gram Lemak: 25% KET = 42 gram
KH : 55% KET = 206 gram KH : 55% KET = 206 gram
Nutrisi E P L KH Nutrisi E P L KH
Enteral : MC Enteral :
LLM 9 x100 MC peptisol
ml/jam 900 36 28 130 2x250kkal 500 28 6 84
Peptisol 6x100 MC LLM
600 34 7 101 4x250 1000 40 31 144
Total 1500 70 35 231 Total 1500 68 37 228
N : NPC = 1 : 109 N : NPC = 1 : 113
69 Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi, Vetinly, FK UI, 2014
70
Pemantauan pasien FC
24 Juli 2013 25 Juli 2013 26 Juli 2013 27 Juli 2013
Subyektif : Subyektif : Subyektif : Subyektif :
Kontak tidak adekuat Kontak tidak adekuat Kontak tidak adekuat Kontak tidak adekuat
Obyektif : Obyektif : Obyektif : Obyektif :
Keadaan umum : Tampak sakit berat Keadaan umum : Tampak sakit berat Keadaan umum : Tampak sakit berat Keadaan umum : Tampak sakit berat
Kesadaran : dalam pengaruh obat Kesadaran : dalam pengaruh obat Kesadaran : dalam pengaruh obat Kesadaran : dalam pengaruh obat
Tanda-tanda vital : Tanda-tanda vital : Tanda-tanda vital : Tanda-tanda vital :
T : 130-190/ 50-60 mmHg T : 110-130/ 50-80 mmHg T : 100-130/ 60-80 mmHg T : 80-130/ 50-80 mmHg
N : 110-150 x/menit N : 100-130 x/menit N : 100-130 x/menit N : 80-130 x/menit
S : 34,3-36,5C S : 35-36,7C S : 35-36,3C S : 34,4-35,4C
RR : 20 40 x/menit RR : 20-28 x/menit RR : 20-32 x/menit RR : 18-24 x/menit
CVP : +2 - +8 CVP : +3-+10 CVP : +7-+12 CVP : +4-+9
MAP : 69-96 MAP : 70-94 MAP : 70-90 MAP : 65-90
70 Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi, Vetinly, FK UI, 2014
71
Output : 1650 ml (urin 1500 + fistula 150) Output : 2600 ml (urin 2350 + fistula 200) Output : 2000 ml (urin 1850 + NGT 100 + fistula 150)
Laboratorium :
Laboratorium : Laboratorium : Laboratorium : Hb : 11,7
Hb : 10,3 Na : 152 Hb : 9,8 Ht : 35
Ht : 32,6 K : 3,01 Ht : 31,1 Ureum : 21
Leukosit : 40350 Cl : 106,5 Leukosit : 34590 Kreatinin : 0,1
Trombosit : 141.000 GDS : 124 Trombosit : 106.000 Albumin : 2,67
GDS : 109 Laktat : 1,4 GDS : 114 Analisis gas darah :
Laktat : 1,3 Kalsium : 8,1 SGOT : 27 pH : 7,269
Kalsium : 8,5 Magnesium : 1,65 SGPT : 10 PaO2 : 65
Magnesium : 1,78 Prokalsitonin : 1,06 Ureum : 18 PaCO2 : 102,6
Prokalsitonin : 2,07 Analisis gas darah : Kreatinin : 0,1 BE : 20,3
Na : 146,1 pH : 7,346 Albumin : 2,02 HCO3 : 47,4
K : 3,75 PaO2 : 67,7 Na : 153 SaO2 : 87
Cl : 99,4 PaCO2 : 61,7 K : 3,74
Analisis gas darah : BE : 8,2 Cl : 95,6 Kultur darah :
pH : 7,312 HCO3 : 34,1 Analisis gas darah : Tangan kanan : candida albicans
PaO2 : 86,9 SaO2 : 91,4 pH : 7,252 Tangan kiri : candida albicans
PaCO2 : 60,9 PaO2 : 80 Kultur dahak dan sputum : candida albicans
BE : 4,1 PaCO2 : 87,5 Kultur ujung CVC : candida albicans
HCO3 : 31 BE : 11,5
SaO2 : 95,3 HCO3 : 38,9
HBSAg : non reaktif SaO2 : 92,4
Anti HCV : non reaktif
Rontgen thoraks : dibandingkan rontgen sebelumnya
tampak bendungan paru dan pneumonia , namun
infiltrat berkurang
Assessment : Assessment : Assessment : Assessment :
Sepsis ec pneumonia, fistula enterovesikokutan, pasca Sepsis ec pneumonia, fistula enterovesikokutan, pasca Sepsis ec pneumonia, fistula enterovesikokutan, pasca Sepsis ec pneumonia, fistula enterovesikokutan, pasca
laparatomi ec TB usus, status gizi malnutrisi berat, laparatomi ec TB usus, status gizi malnutrisi berat, laparatomi ec TB usus, status gizi malnutrisi berat, laparatomi ec TB usus, status gizi malnutrisi berat,
hipermetabolisme berat, anemia, leukositosis, hipermetabolisme berat, anemia, leukositosis, hipermetabolisme berat, anemia, leukositosis, hipermetabolisme berat, anemia, leukositosis,
trombositopenia, hipernatremia, asidosis respiratorik. trombositopenia, hipernatremia, hipokalemia, asidosis trombositopenia, hipernatremia, asidosis respiratorik. trombositopenia, hipernatremia, asidosis respiratorik.
respiratorik terkompensasi
Planning : Planning : Planning : Planning :
KET : 520 kkal (20 kkal/kgBB/24jam) KET : 650 kkal (25 kkal/kgBB/24jam) KET : 650 kkal (25 kkal/kgBB/24jam) KET : 650 kkal (25 kkal/kgBB/24jam)
Protein:1,3 gram /kgBB = 33 gram (25%KET) Protein:1,5 gram /kgBB = 39 gram (24%KET) Protein :1,5 gram /kgBB = 39 gram (24%KET) Protein :1,5 gram /kgBB = 39 gram (24%KET)
Lemak: 25% KET = 14 gram Lemak: 25% KET = 18 gram Lemak: 25% KET = 18 gram Lemak: 25% KET = 18 gram
KH : 50% KET = 65 gram KH : 51% KET = 83 gram KH : 51% KET = 83 gram KH : 51% KET = 83 gram
71 Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi, Vetinly, FK UI, 2014
72
Micronutrien : cernevit 1 amp /hari Micronutrien : cernevit 1 amp /hari Micronutrien : cernevit 1 amp /hari Micronutrien : cernevit 1 amp /hari
KCl, Ca glukonas, MgSO4 KCl, Ca glukonas, MgSO4 KCl, Ca glukonas, MgSO4 KCl, Ca glukonas, MgSO4
Monitoring : Tanda-tanda vital, toleransi asupan, balance Monitoring : Tanda-tanda vital, toleransi asupan, Monitoring : Tanda-tanda vital, toleransi asupan, balance Monitoring : Tanda-tanda vital, toleransi asupan, balance
cairan, keseimbangan asam basa, produksi fistula balance cairan, keseimbangan asam basa, produksi cairan, keseimbangan asam basa, produksi fistula cairan, keseimbangan asam basa, produksi fistula
fistula
72 Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi, Vetinly, FK UI, 2014
73
cor dalam batas normal cor dalam batas normal cor dalam batas normal cor dalam batas normal
pulmo : ronchi -/-, wheezing -/- pulmo : ronchi +/+, wheezing -/- pulmo : ronchi +/+, wheezing -/- pulmo : ronchi +/+, wheezing -/-
Abdomen : Abdomen : Abdomen : Abdomen :
Inspeksi : tampak luka operasi di linea mediana, Inspeksi : tampak luka operasi di linea mediana, Inspeksi : tampak luka operasi di linea mediana, Inspeksi : tampak luka operasi di linea mediana,
rembesan +, terpasang kantong stoma, produksi + rembesan +, terpasang kantong stoma, produksi + rembesan +, terpasang kantong stoma, produksi + rembesan +, terpasang kantong stoma, produksi +
150 ml, warna kuning, tampak kantong stoma di minimal warna kuning, tampak kantong stoma di 120 ml warna kuning, tampak kantong stoma di 400 ml warna kuning, tampak kantong stoma di
suprapubis, produksi urin + bercampur ampas (kesan suprapubis, produksi urin + bercampur ampas (kesan suprapubis, produksi urin + bercampur ampas (kesan suprapubis, produksi urin + bercampur ampas (kesan
feses) feses) feses) feses)
Auskultasi : bising usus + Auskultasi : bising usus + Auskultasi : bising usus + Auskultasi : bising usus +
Palpasi : supel Palpasi : supel Palpasi : supel Palpasi : supel
Ekstremitas : edema tungkai -/-, muscle wasting +/+, Ekstremitas : edema tungkai -/-, muscle wasting +/+, Ekstremitas : edema tungkai -/-, muscle wasting +/+, Ekstremitas : edema tungkai -/-, muscle wasting +/+,
lemak subkutan tipis lemak subkutan tipis lemak subkutan tipis lemak subkutan tipis
Balance cairan : + 76 ml Balance cairan : + 412 ml Balance cairan : + 236 ml Balance cairan : + 234 ml
Input : 1326 ml Input : 1362 ml Input : 1606 ml Input : 1826 ml
Output : 1250 ml (urin + feses) Output : 950 ml (urin + feses) Output : 1370 ml (urin campur feses 1250 + stoma Output : 2060 ml (urin campur feses 1660 + stoma
120) 400)
Laboratorium : Laboratorium :
Hb : 9,4 Hb : 9,2 Laboratorium : Laboratorium :
Ht : 32,3 Ht : 31,6 Na : 153,8 Hb : 9,6
Leukosit : 34140 Leukosit : 35450 K : 3,43 Ht : 31
Trombosit : 56.000 Trombosit : 53.000 Cl : 91 Leukosit : 33110
GDS : 129 Na : 156,5 Laktat : 0,6 Trombosit : 63.000
Na : 154,5 K : 3,31 Analisis gas darah : GDS : 108
K : 3,34 Cl : 94,4 pH : 7,365 Na : 149,2
Cl : 93,5 Ca : 9,3 PaO2 : 67,4 K : 3,7
Ca : 9,4 Mg : 2,17 PaCO2 : 79,9 Cl : 94,1
Mg : 1,78 Laktat : 0,6 BE : 20,5 Laktat : 0,8
Laktat : 1,1 Analisis gas darah : HCO3 : 46,1 Analisis gas darah :
Analisis gas darah : pH : 7,38 SaO2 : 90,9 pH : 7,273
pH : 7,299 PaO2 : 73,3 PaO2 : 96,5
PaO2 : 83,8 PaCO2 : 98,1 PaCO2 : 95,4
PaCO2 : 94,5 BE : 22,1 BE : 17,4
BE : 20,3 HCO3 : 51,9 HCO3 : 44,5
HCO3 : 46,9 SaO2 : 91,5 SaO2 : 95,5
SaO2 : 93,9
Assessment : Assessment : Assessment : Assessment :
Sepsis ec pneumonia, fistula enterovesikokutan, pasca Sepsis ec pneumonia, fistula enterovesikokutan, pasca Sepsis ec pneumonia, fistula enterovesikokutan, pasca Sepsis ec pneumonia, fistula enterovesikokutan, pasca
laparatomi ec TB usus, status gizi malnutrisi berat, laparatomi ec TB usus, status gizi malnutrisi berat, laparatomi ec TB usus, status gizi malnutrisi berat, laparatomi ec TB usus, status gizi malnutrisi berat,
hipermetabolisme berat, anemia, leukositosis, hipermetabolisme berat, anemia, leukositosis, hipermetabolisme berat, hipernatremia, hipokalemia, hipermetabolisme berat, hipernatremia, hipokalemia,
73 Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi, Vetinly, FK UI, 2014
74
trombositopenia, hipernatremia, asidosis respiratorik. trombositopenia, hipernatremia, hipokalemia, asidosis asidosis respiratorik terkompensasi perbaikan asidosis respiratorik.
respiratorik terkompensasi
Planning : Planning : Planning : Planning :
KET : 650 kkal (25 kkal/kgBB/24jam) KET : 650 kkal (25 kkal/kgBB/24jam) KET : 780 kkal (30 kkal/kgBB/24jam) KET : 650 kkal (25 kkal/kgBB/24jam)
Protein :1,5 gram /kgBB = 39 gram (24%KET) Protein :1,5 gram /kgBB = 39 gram (24%KET) Protein :1,5 gram /kgBB = 39 gram (20%KET) Protein :1,5 gram /kgBB = 39 gram (24%KET)
Lemak: 25% KET = 18 gram Lemak: 25% KET = 18 gram Lemak: 25% KET = 22 gram Lemak: 25% KET = 18 gram
KH : 51% KET = 83 gram KH : 51% KET = 83 gram KH : 55% KET = 107 gram KH : 51% KET = 83 gram
Micronutrien : cernevit 1 amp /hari Micronutrien : cernevit 1 amp /hari Micronutrien : cernevit 1 amp /hari Micronutrien : cernevit 1 amp /hari
KCl, Ca glukonas, MgSO4 KCl, Ca glukonas, MgSO4 KCl, Ca glukonas, MgSO4 KCl, Ca glukonas, MgSO4
Monitoring : Tanda-tanda vital, toleransi asupan, balance Monitoring : Tanda-tanda vital, toleransi asupan, balance Monitoring : Tanda-tanda vital, toleransi asupan, balance Monitoring : Tanda-tanda vital, toleransi asupan, balance
cairan, keseimbangan asam basa, produksi fistula cairan, keseimbangan asam basa, produksi fistula cairan, keseimbangan asam basa, produksi fistula cairan, keseimbangan asam basa, produksi fistula
74 Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi, Vetinly, FK UI, 2014
75
Balance cairan : + 318 ml Balance cairan : + 318 ml Balance cairan : + 202 ml Balance cairan : + 808 ml
Input : 2768 ml Input : 2099 ml Input : 2202 ml Input : 2068 ml
Output : 2450 ml (urin & feses 2350 + fistula 100 ) Output : 1400 ml (urin & feses 1400) Output : 2000 ml (urin campur feses 1600 + stoma Output : 1260 ml (urin campur feses 1210 + stoma
400) 150)
Laboratorium : Laboratorium :
GDS : 110 GDS : 91 Laboratorium : Laboratorium :
Na : 143,2 Na : 143,3 Hb : 9 Analisis gas darah :
K : 3,82 K : 3,43 Ht : 28,5 pH : 7,217
Cl : 94,2 Cl : 93,8 Leukosit : 37630 PaO2 : 119,2
Laktat : 1,2 Ca : 8,4 Trombosit : 109.000 PaCO2 : 89
Analisis gas darah : Mg : 1,79 GDS : 92 BE : 8,6
pH : 7,304 Ureum : 24 Na : 143,9 HCO3 : 36,5
PaO2 : 92,6 Kreatinin : 0,1 K : 3,28 SaO2 : 97,2
PaCO2 : 73 Laktat : 0,7 Cl : 99,8
BE : 10,1 Prokalsitonin : 0,49 Ca : 6,7 Terapi sejawat :
75 Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi, Vetinly, FK UI, 2014
76
76 Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi, Vetinly, FK UI, 2014
77
Monitoring : Tanda-tanda vital, toleransi asupan, balance Monitoring : Tanda-tanda vital, toleransi asupan, balance Monitoring : Tanda-tanda vital, toleransi asupan, balance
cairan, keseimbangan asam basa, produksi fistula cairan, keseimbangan asam basa, produksi fistula cairan, keseimbangan asam basa, produksi fistula
77 Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi, Vetinly, FK UI, 2014
78
793 kkal (P44,L24,5, KH106) 811 kkal (P45,L25, KH108,5) Analisa asupan : 684 kkal (P39,L19, KH89)
715 kkal (P40,L21, KH95,5)
Balance cairan : + 318 ml Balance cairan : + 397,5 ml Balance cairan : + 150,6 ml
Input : 2282 ml Input : 1997,5 ml Balance cairan : + 32,4 ml Input : 1470,6 ml
Output : 1800 ml (urin & feses 1500 + fistula 300 ) Output : 1600 ml (urin & feses 1500 + fistula 100) Input : 1632,4 ml Output : 1320 ml (urin campur feses 850 + fistula 470)
Output : 1600 ml (urin campur feses 1200 + fistula 350
Laboratorium : Laboratorium : + NGT 50) Laboratorium :
Na : 140,3 Hb : 9,2 SGOT : 59
K : 3,88 Ht : 30,4 Laboratorium : SGPT : 38
Cl : 97,4 Leukosit : 39000 SGOT : 51 Ureum : 32
Laktat : 0,9 Trombosit : 189.000 SGPT : 28 Kreatinin : 0,1
Analisis gas darah : GDS : 103 Ureum : 25 Laktat : 0,9
pH : 7,295 Ureum : 26 Kreatinin : 0,1 Na : 140,3
PaO2 : 139,3 Kreatinin : 0,1 Laktat : 1,3 K : 3,77
PaCO2 : 77,2 Na : 143,4 Analisis gas darah : Cl : 93,1
BE : 11,2 K : 4,14 pH : 7,277 Ca : 7,8
HCO3 : 37,9 Cl : 93 PaO2 : 54,6 Mg : 2,31
SaO2 : 98,5 Ca : 8,3 PaCO2 : 69,7 Analisis gas darah :
Mg : 1,27 BE : 5,8 pH : 7,4
Prokalsitonin : 1,58 HCO3 : 32,8 PaO2 : 91,8
Analisis gas darah : SaO2 : 82,4 PaCO2 : 58,7
pH : 7,201 BE : 6,7
PaO2 : 57,3 HCO3 : 36,7
PaCO2 : 102,1 SaO2 : 96,7
BE : 12,2
HCO3 : 40,4
SaO2 : 80,7
Rontgen thoraks : infiltrat di kedua lapang paru, relatif
berkurang.
Assessment : Assessment : Assessment : Assessment :
Sepsis ec pneumonia, fistula enterovesikokutan, pasca Sepsis ec pneumonia, ARDS, fistula enterovesikokutan, Sepsis ec pneumonia, ARDS, fistula enterovesikokutan, Sepsis ec pneumonia, ARDS, fistula enterovesikokutan,
laparatomi ec TB usus, status gizi malnutrisi berat, pasca laparatomi ec TB usus, status gizi malnutrisi berat, pasca laparatomi ec TB usus, status gizi malnutrisi berat, pasca laparatomi ec TB usus, status gizi malnutrisi berat,
hipermetabolisme berat, anemia, leukositosis, hipermetabolisme berat, anemia, leukositosis, asidosis hipermetabolisme berat, anemia, leukositosis, asidosis hipermetabolisme berat, anemia, leukositosis, asidosis
trombositopenia, asidosis respiratorik. respiratorik. respiratorik. respiratorik terkompensasi
Planning : Planning : Planning : Planning :
KET : 650 kkal (25 kkal/kgBB/24jam) KET : 650 kkal (25 kkal/kgBB/24jam) KET : 650 kkal (25 kkal/kgBB/24jam) KET : 650 kkal (25 kkal/kgBB/24jam)
Protein :1,5 gram /kgBB = 39 gram (24%KET) Protein :1,5 gram /kgBB = 39 gram (24%KET) Protein :1,5 gram /kgBB = 39 gram (24%KET) Protein :1,5 gram /kgBB = 39 gram (24%KET)
Lemak: 25% KET = 18 gram Lemak: 25% KET = 18 gram Lemak: 25% KET = 18 gram Lemak: 25% KET = 18 gram
KH : 51% KET = 83 gram KH : 51% KET = 83 gram KH : 51% KET = 83 gram KH : 51% KET = 83 gram
78 Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi, Vetinly, FK UI, 2014
79
Jumlah : 650 kkal Jumlah : 650 kkal Jumlah : 650 kkal Jumlah : 650 kkal
Micronutrien : cernevit 1 amp /hari Micronutrien : cernevit 1 amp /hari Micronutrien : cernevit 1 amp /hari Micronutrien : cernevit 1 amp /hari
KCl, Ca glukonas, MgSO4 KCl, Ca glukonas, MgSO4 KCl, Ca glukonas, MgSO4 KCl, Ca glukonas, MgSO4
Monitoring : Tanda-tanda vital, toleransi asupan, balance Monitoring : Tanda-tanda vital, toleransi asupan, balance Monitoring : Tanda-tanda vital, toleransi asupan, balance Monitoring : Tanda-tanda vital, toleransi asupan, balance
cairan, keseimbangan asam basa, produksi fistula cairan, keseimbangan asam basa, produksi fistula cairan, keseimbangan asam basa, produksi fistula cairan, keseimbangan asam basa, produksi fistula
79 Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi, Vetinly, FK UI, 2014
80
Mulut : terpasang ETT Mulut : terpasang ETT Mulut : terpasang ETT Mulut : terpasang ETT
Leher : terpasang CVC Leher : terpasang CVC Leher : terpasang CVC Leher : terpasang CVC
Thoraks : Thoraks : Thoraks : Thoraks :
cor dalam batas normal cor dalam batas normal cor dalam batas normal cor dalam batas normal
pulmo : ronchi +/+, wheezing -/- pulmo : ronchi +/+ berkurang, wheezing -/- pulmo : ronchi -/- , wheezing -/- pulmo : ronchi -/-, wheezing -/-
Abdomen : Abdomen : Abdomen : Abdomen :
Inspeksi : tampak luka operasi di linea mediana, Inspeksi : tampak luka operasi di linea mediana, Inspeksi : tampak luka operasi di linea mediana, Inspeksi : tampak luka operasi di linea mediana,
rembesan +, terpasang kantong stoma, produksi + rembesan +, terpasang kantong stoma, produksi + rembesan +, terpasang kantong stoma, produksi + rembesan +, terpasang kantong stoma, produksi +
750 ml, warna kuning, tampak kantong stoma di 1050 ml, warna kuning, tampak kantong stoma di 650 ml warna kuning, tampak kantong stoma di 700 ml warna kuning, tampak kantong stoma di
suprapubis, produksi urin + bercampur ampas (kesan suprapubis, produksi urin + bercampur ampas (kesan suprapubis, produksi urin + bercampur ampas (kesan suprapubis, produksi urin + bercampur ampas (kesan
feses) feses) feses) feses)
Auskultasi : bising usus + Auskultasi : bising usus + Auskultasi : bising usus + Auskultasi : bising usus +
Palpasi : supel Palpasi : supel Palpasi : supel Palpasi : supel
Ekstremitas : edema tungkai -/-, muscle wasting +/+, Ekstremitas : edema tungkai -/-, muscle wasting +/+, Ekstremitas : edema tungkai -/-, muscle wasting +/+, Ekstremitas : edema tungkai -/-, muscle wasting +/+,
lemak subkutan tipis lemak subkutan tipis lemak subkutan tipis lemak subkutan tipis
Balance cairan : 0 ml Balance cairan : - 291 ml Balance cairan : -41 ml Balance cairan : +41 ml
Input : 1950 ml Input : 1959 ml Input : 2209 ml Input : 2091 ml
Output : 1950 ml (urin & feses 1200 + fistula 750 ) Output : 2250 ml (urin & feses 1200 + fistula 1050 ) Output : 2250 ml (urin campur feses 1600 + fistula Output : 2050 ml (urin campur feses 1350 + fistula
650) 700)
Laboratorium : Laboratorium :
Na : 140 Hb : 8,8 Laboratorium :
K : 3,4 Ht : 27,4 SGOT : 62 Laboratorium :
Cl : 92,9 Leukosit : 25110 SGPT : 52 Hb : 8,6
Ca : 8,6 Trombosit : 220.000 Ureum : 49 Ht : 27
Mg : 2 Na : 140,5 Kreatinin : 0,1 Leukosit : 25180
GDS : 70 K : 3,2 Na : 139,9 Trombosit : 272.000
SGOT : 46 Ca : 6,5 K : 3,99 SGOT : 67
SGPT : 35 Mg : 1,16 Cl : 103,4 SGPT : 52
Laktat : 1,7 GDS : 65 Ca : 8,9 GDS : 69
Analisis gas darah : Laktat : 0,6 Mg : 2,36 Ureum : 49
pH : 7,410 Laktat : 0,3 Kreatinin : 0,1
PaO2 : 138,7 Kultur sputum : acinobacter baumanii Analisis gas darah : Na : 134,8
PaCO2 : 55 Rontgen thoraks : Infiltrat di kedua lapang paru stqa, pH : 7,362 K : 3,91
BE : 10,5 PaO2 : 119,8 Cl : 101,1
HCO3 : 35,6 PaCO2 : 54,5 Ca : 8,9
SaO2 : 99,1 BE : 5,6 Mg : 2,36
HCO3 : 31,2 Laktat : 0,4
SaO2 : 98,5 Analisis gas darah :
pH : 7,370
80 Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi, Vetinly, FK UI, 2014
81
PaO2 : 123,4
PaCO2 : 59,4
BE : 9,2
HCO3 : 34,7
SaO2 : 98,4
Micronutrien : cernevit 1 amp /hari Micronutrien : cernevit 1 amp /hari Micronutrien : cernevit 1 amp /hari Micronutrien : cernevit 1 amp /hari
KCl, Ca glukonas, MgSO4 KCl, Ca glukonas, MgSO4 KCl, Ca glukonas, MgSO4 KCl, Ca glukonas, MgSO4
Monitoring : Tanda-tanda vital, toleransi asupan, balance Monitoring : Tanda-tanda vital, toleransi asupan, balance Monitoring : Tanda-tanda vital, toleransi asupan, balance Monitoring : Tanda-tanda vital, toleransi asupan, balance
cairan, keseimbangan asam basa, produksi fistula cairan, keseimbangan asam basa, produksi fistula cairan, keseimbangan asam basa, produksi fistula cairan, keseimbangan asam basa, produksi fistula
81 Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi, Vetinly, FK UI, 2014
82
Balance cairan : +309 ml Balance cairan : + 439 ml Balance cairan : +84 ml Balance cairan : +31 ml
Input : 1469 ml Input : 2509 ml Input : 3434 ml Input : 1661 ml
Output : 1160 ml (urin & feses 810 + fistula 350 ) Output : 2070 ml (urin & feses 1770 + fistula 300 ) Output : 3350 ml (urin campur feses 2750 + fistula Output : 1630 ml (urin campur feses 1130 + fistula
600) 500)
82 Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi, Vetinly, FK UI, 2014
83
83 Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi, Vetinly, FK UI, 2014
84
Nutrisi E P L KH
Enteral : Nutrisi E P L KH Nutrisi E P L KH Nutrisi E P L KH
- CF KH 5% 30 54 - - 13,5 Enteral : Enteral : Enteral :
ml/jam (9 jam) - CF KH 5% 30 54 - - 13,5 - MC RS 30 - MC RS 30
- MC RS 30 180 7 6 26 ml/jam (9 jam) ml/jam 450 18 14 65 ml/jam 450 18 14 65
ml/jam (6 jam) - MC RS 30 180 7 6 26 Parenteral: Parenteral:
Parenteral: ml/jam (6 jam) -AA 10% 210 ml 84 21 - - -AA 10% 210 ml 84 21 - -
-AA 10% 300 ml 120 30 - - Parenteral: -Lipid 20% 40 ml 80 - 8 - -Lipid 20% 40 ml 80 - 8 -
-Lipid 20% 64 ml 128 - 13 - -AA 10% 300 ml 120 30 - - -KH 40% 125 ml 170 - - 50 -KH 40% 125 ml 170 - - 50
-KH 40% 125 ml 170 - - 50 -Lipid 20% 64 ml 128 - 13 - Total 784 39 24 115 Total 784 39 24 115
Total 652 37 19 89,5 -KH 40% 125 ml 170 - - 50 N : NPC = 1 : 100 N : NPC = 1 : 100
N : NPC = 1 : 85 Total 652 37 19 89,5
N : NPC = 1 : 85 Micronutrien : cernevit 1 amp /hari Micronutrien : cernevit 1 amp /hari
Micronutrien : cernevit 1 amp /hari KCl, Ca glukonas, MgSO4 KCl, Ca glukonas, MgSO4
KCl, Ca glukonas, MgSO4 Micronutrien : cernevit 1 amp /hari
KCl, Ca glukonas, MgSO4 Monitoring : Tanda-tanda vital, toleransi asupan, balance Monitoring : Tanda-tanda vital, toleransi asupan, balance
Monitoring : Tanda-tanda vital, toleransi asupan, balance cairan, keseimbangan asam basa, produksi fistula cairan, keseimbangan asam basa, produksi fistula
cairan, keseimbangan asam basa, produksi fistula Monitoring : Tanda-tanda vital, toleransi asupan, balance
cairan, keseimbangan asam basa, produksi fistula
84 Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi, Vetinly, FK UI, 2014
85
85 Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi, Vetinly, FK UI, 2014
86
Sepsis ec pneumonia, ARDS, fistula enterovesikokutan, Sepsis ec pneumonia, ARDS, fistula enterovesikokutan, Sepsis ec pneumonia, ARDS, fistula enterovesikokutan,
pasca laparatomi ec TB usus, status gizi malnutrisi berat, pasca laparatomi ec TB usus, status gizi malnutrisi berat, pasca laparatomi ec TB usus, status gizi malnutrisi berat,
hipermetabolisme berat, anemia, peningkatan enzim hipermetabolisme berat, anemia, peningkatan enzim hipermetabolisme berat, anemia, peningkatan enzim
transaminase, leukositosis, asidosis respiratorik. transaminase, leukositosis, asidosis respiratorik. transaminase, leukositosis, asidosis respiratorik.
Planning : Planning : Planning :
KET : 780 kkal (30 kkal/kgBB/24jam) KET : 650 kkal (25 kkal/kgBB/24jam) KET : 650 kkal (25 kkal/kgBB/24jam)
Protein :1,5 gram /kgBB = 39 gram (20%KET) Protein :1,5 gram /kgBB = 39 gram (24%KET) Protein :1,5 gram /kgBB = 39 gram (24%KET)
Lemak: 25% KET = 22 gram Lemak: 25% KET = 18 gram Lemak: 25% KET = 18 gram
KH : 55% KET = 107 gram KH : 51% KET = 83 gram KH : 51% KET = 83 gram
86 Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi, Vetinly, FK UI, 2014
87
Pemantauan pasien K
13 Agustus 2013 14 Agustus 2013 15 Agustus 2013 16 Agustus 2013
Kontak tidak adekuat Kontak tidak adekuat Kontak tidak adekuat Kontak tidak adekuat
Keadaan umum : Tampak sakit berat Keadaan umum : Tampak sakit berat Keadaan umum : Tampak sakit berat Keadaan umum : Tampak sakit berat
Kesadaran : dalam pengaruh obat Kesadaran : dalam pengaruh obat Kesadaran : dalam pengaruh obat Kesadaran : dalam pengaruh obat
Tanda-tanda vital : Tanda-tanda vital : Tanda-tanda vital : Tanda-tanda vital :
T : 110-120/ 60-80 mmHg T : 110-120/ 70-80 mmHg T : 110-150/ 70-100 mmHg T : 100-140/ 60-80 mmHg
N : 120 x/menit N : 110-120 x/menit N : 120-135 x/menit N : 90-140 x/menit
S : 36-36,5C S : 36,5-36,8C S : 36-36,9C S : 37,2-37,4C
RR : 26 34 x/menit RR : 20 40 x/menit RR : 24 34 x/menit RR : 26 34 x/menit
CVP : +13 - +15 CVP : +10 - +15 CVP : +11 - +15 CVP : +10 - +11
MAP : 72 -94 MAP : 69 -86 MAP : 81-106 MAP : 87-102
87 Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi, Vetinly, FK UI, 2014
88
88 Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi, Vetinly, FK UI, 2014
89
Balance cairan : -1120 ml Balance cairan : +2483 ml Balance cairan : +1970 ml Analisa asupan :
Input : 2500 ml Input : 3353 ml Input : +2275 ml 1500 Kkal (P74, L30, KH237)
Output : 1380 ml (urin 1380) Output : 870 ml (urin 770+BAB 100) Output : 305 ml (urin 305 ml)
Balance cairan : +1829 ml
Laboratorium : Laboratorium : Laboratorium : Input : +2414 ml
Hb : 7,4 Hb : 10,5 Hb : 11 Output : 585 ml (urin 585 ml)
Ht : 21,4 Ht : 30,3 Ht : 31,1
Leukosit : 35,51 Leukosit : 23,70 Leukosit : 25,67 Laboratorium :
Trombosit : 161.000 Trombosit : 159.000 Trombosit : 183.000 Hb : 11,3
Ureum : 255 Ureum : 104 Ureum : 101 Ht : 32
Kreatinin : 3 Kreatinin : 1,7 Kreatinin : 1,8 Leukosit : 26,80
89 Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi, Vetinly, FK UI, 2014
90
KET : 1350 kkal (30 kkal/kgBB/24jam) KET : 1575 kkal (35 kkal/kgBB/24jam) KET : 1575 kkal (35 kkal/kgBB/24jam) KET : 1575 kkal (35 kkal/kgBB/24jam)
Protein : 1,7 gram/kgBB = 75 gram (22%KET) Protein : 1,7 gram/kgBB = 75 gram (19%KET) Protein : 1,7 gram/kgBB = 75 gram (19%KET) Protein : 1,7 gram/kgBB = 75 gram (19%KET)
Lemak: 25% KET = 37,5gram Lemak: 25% KET = 44 gram Lemak: 25% KET = 44 gram Lemak: 25% KET = 44 gram
KH : 53% KET = 179 gram KH : 56 % KET = 220 gram KH : 56 % KET = 220 gram KH : 56 % KET = 220 gram
90 Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi, Vetinly, FK UI, 2014
91
91 Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi, Vetinly, FK UI, 2014
92
Input : 2758 ml
Laboratorium : Laboratorium : Laboratorium : Output : 2940 ml (urin 2940 ml)
Hb : 10,1 Hb : 10,4 Ureum : 120
Ht : 28,7 Ht : 30,4 Kreatinin : 2,2 Laboratorium :
Leukosit : 28430 Leukosit : 42080 Albumin : 2,4 Hb : 9,2
Trombosit : 141.000 Trombosit : 158.000 Laktat : 1 Ht : 27
Ureum : 82 Ureum : 69 Na : 139,6 Leukosit : 25220
Kreatinin : 1,4 Kreatinin : 1,3 K : 3,82 Trombosit : 164.000
Laktat : 1,4 Albumin : 2,77 Cl : 100,9 GDS : 97
Na : 138 Laktat : 1,7 Analisis gas darah : Ureum : 194
K : 3,12 Na : 136 pH 7,326 Kreatinin : 2,6
Cl : 106,2 K : 3,66 PaO2 : 188,8 Albumin : 3,07
GDS : 90 Cl : 101,5 PaCO2 : 35,5 Laktat : 0,8
Analisis gas darah : Ca : 9,3 BE : -7,5 Prokalsitonin : 6,17
pH 7,392 Mg : 2,5 HCO3 : 18,7 Na : 141,7
PaO2 : 154,1 Prokalsitonin : 11,57 SaO2 : 99,6 K : 4,11
PaCO2 : 35 Analisis gas darah : Cl : 103
BE : -3,6 pH 7,397 Ca : 7,3
HCO3 : 21,5 PaO2 : 157,4 Mg : 1,4
SaO2 : 99,4 PaCO2 : 31,4 Ureum urin : 22
Laktat : 1,4 BE : -5,6 Nitrogen urin : 10,23
HCO3 : 19,5
SaO2 : 99 Analisis gas darah :
pH 7,345
Rontgen thoraks : PaO2 : 149,4
Pneumothoraks kiri tampak berkurang, infiltrat di kedua PaCO2 : 28
paru berkurang BE : -10,5
HCO3 : 15,4
Kultur darah : klebsiella pneumonia SaO2 : 99,2
Kultur urin : pseudomonas aerius
MRSA : -
Post histerektomi subtotal a/i atonia uteri dengan riwayat Post histerektomi subtotal a/i atonia uteri dengan riwayat Post histerektomi subtotal a/i atonia uteri dengan riwayat syok Post histerektomi subtotal a/i atonia uteri
syok hemoragik, sepsis ec HAP, AKI, obesitas 1, syok hemoragik, sepsis ec HAP, AKI, obesitas 1, hemoragik, sepsis ec HAP, AKI, obesitas 1, riwayat tension dengan riwayat syok hemoragik, sepsis ec
hipermetabolisme berat, anemia, leukositosis, asidosis hipermetabolisme berat, anemia, leukositosis, pneumothoraks on WSD, hipermetabolisme, HAP, AKI, obesitas 1, riwayat tension
metabolik terkompensasi hipoalbuminemia, asidosis metabolik terkompensasi hipoalbuminemia, asidosis metabolik. pneumothoraks on WSD, hipermetabolisme,
hipoalbuminemia, asidosis metabolik.
KET : 1575 kkal (35 kkal/kgBB/24jam) KET : 1350 kkal (30 kkal/kgBB/24jam) KET : 1350 kkal (30 kkal/kgBB/24jam) KET : 1350 kkal (30 kkal/kgBB/24jam)
Protein : 1,7 gram/kgBB = 75 gram (19%KET) Protein : 1,2 gram/kgBB = 55 gram (16%KET) Protein : 1 gram/kgBB = 45 gram (13%KET) Protein : 1 gram/kgBB = 45 gram (13%KET)
Lemak: 25% KET = 44 gram Lemak: 25% KET = 37,5gram Lemak: 25% KET = 37,5gram Lemak: 25% KET = 37,5gram
KH : 56 % KET = 220 gram KH : 53% KET = 199 gram KH : 62% KET = 209 gram KH : 62% KET = 209 gram
92 Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi, Vetinly, FK UI, 2014
93
Nutrisi E P L KH
Enteral : MC Nutrisi E P L KH Nutrisi E P L KH Nutrisi E P L KH
komersial tinggi 1500 74 30 237 Enteral : MC RS90 Enteral : MC RS + Enteral : MC
protein + MC RS ml/jam 1350 54 42 194 MC Komersial 1350 43 38 218 RS + MC 1350 43 38 218
100 ml/jam Total 1350 54 42 194 rendah protein 90 Komersial
Total 1500 74 30 237 N : NPC = 1 : 131 ml/jam rendah
N : NPC = 1 : 102 Monitoring : Tanda-tanda vital, toleransi asupan, balance Total 1350 43 38 218 protein 90
Monitoring : Tanda-tanda vital, toleransi asupan, balance cairan, keseimbangan asam basa N : NPC = 1 : 171 ml/jam
cairan, keseimbangan asam basa Monitoring : Tanda-tanda vital, toleransi asupan, balance Total 1350 43 38 218
cairan, keseimbangan asam basa N : NPC = 1 : 171
Monitoring : Tanda-tanda vital, toleransi
asupan, balance cairan, keseimbangan asam
basa
92
93 Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi, Vetinly, FK UI, 2014
94
Laboratorium : Laboratorium :
Ureum : 237 Hb : 10
Kreatinin : 2,7 Ht : 30,2
SGOT : 35 Leukosit : 17850
SGPT : 13 Trombosit : 173.000
Ca : 6,5 Ureum : 279
Mg : 2,35 Kreatinin : 3,4
Analisis gas darah : SGOT : 39
pH 7,228 SGPT : 9
PaO2 : 91 Na : 145
PaCO2 : 43,9 K : 8,08
BE : -8,10 Cl : 105,8
HCO3 : 19,5 Ca : 6
SaO2 : 95,10 Mg : 2,57
Prokalsitonin : 117
Rontgen thoraks : dibanding 21 Agustus 2013 Analisis gas darah :
Pneumothoraks kiri berkurang signifikan, infiltrat di kedua paru stqa pH 7,213
PaO2 : 117,70
PaCO2 : 41
BE : -9,9
HCO3 : 16,6
SaO2 : 97,6
Post histerektomi subtotal a/i atonia uteri dengan riwayat syok hemoragik, sepsis ec HAP, AKI, Post histerektomi subtotal a/i atonia uteri dengan riwayat syok hemoragik, sepsis ec HAP, AKI,
obesitas 1, riwayat tension pneumothoraks on WSD, hipermetabolisme, hipoalbuminemia, asidosis obesitas 1, riwayat tension pneumothoraks on WSD, hipermetabolisme, hipoalbuminemia, asidosis
metabolik. metabolik.
KET : 1350 kkal (30 kkal/kgBB/24jam) KET : 1350 kkal (30 kkal/kgBB/24jam)
Protein : 1 gram/kgBB = 45 gram (13%KET) Protein : 1 gram/kgBB = 45 gram (13%KET)
Lemak: 25% KET = 37,5gram Lemak: 25% KET = 37,5gram
KH : 62% KET = 209 gram KH : 62% KET = 209 gram
Preskripsi diet : Preskripsi diet :
94 Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi, Vetinly, FK UI, 2014
95
Nutrisi E P L KH Nutrisi E P L KH
Enteral : MC RS + MC Enteral : MC RS + MC
Komersial rendah 1350 43 38 218 Komersial rendah 1350 43 38 218
protein 90 ml/jam protein 90 ml/jam
Total 1350 43 38 218 Total 1350 43 38 218
N : NPC = 1 : 171 N : NPC = 1 : 171
Monitoring : Tanda-tanda vital, toleransi asupan, balance cairan, keseimbangan asam basa Monitoring : Tanda-tanda vital, toleransi asupan, balance cairan, keseimbangan asam basa
95 Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi, Vetinly, FK UI, 2014
96
Pemantauan pasien JA
23 Agustus 2013 24 Agustus 2013 25 Agustus 2013
Subyektif : Subyektif : Subyektif :
Kontak tidak adekuat Kontak tidak adekuat, pasien baru menjalani hemodialisa Kontak tidak adekuat
Obyektif : Obyektif : Obyektif :
Keadaan umum : Tampak sakit berat Keadaan umum : Tampak sakit berat Keadaan umum : Tampak sakit berat
Kesadaran : dalam pengaruh obat Kesadaran : dalam pengaruh obat Kesadaran : dalam pengaruh obat
Tanda-tanda vital : Tanda-tanda vital : Tanda-tanda vital :
T : 150-170/ 80-100 mmHg T : 130-170/ 70-100 mmHg T : 120-190/ 70-120 mmHg
N : 70-100 x/menit N : 80-130 x/menit N : 110-130 x/menit
S : 35,7-36,2C S : 36C S : 36,7-37C
RR : 12 18 x/menit RR : 14 20 x/menit RR : 18 22 x/menit
CVP : +5 - +8 CVP : +5 - +15 CVP : +5 - +11
MAP : 99 -125 MAP : 93 -126 MAP : 88 -119
96 Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi, Vetinly, FK UI, 2014
97
97 Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi, Vetinly, FK UI, 2014
98
Monitoring : Tanda-tanda vital, toleransi asupan, balance cairan, Monitoring : Tanda-tanda vital, toleransi asupan, balance cairan,
keseimbangan asam basa keseimbangan asam basa
98 Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi, Vetinly, FK UI, 2014
99
Hb : 9,8 Hb : 9,4
Laboratorium : Ht : 27,4 Ht : 26,3
Laktat : 0,8 Leukosit : 31.140 Leukosit : 28.430
Trombosit : 86.000 Trombosit : 98.000
GDS : 145 Albumin : 2,8
Ureum : 231 Ureum : 199
Kreatinin : 6,8 Kreatinin : 3,8
Laktat : 1,3 SGOT : 26
Kalsium : 9 SGPT : 5
Magnesium : 2,32 Laktat : 1,3
Analisis gas darah : Na : 133,7
pH 7,384 K : 3,12
PaO2 : 197 Cl : 99,1
PaCO2 : 26,9 Magnesium : 1,62
BE : -7,1 Analisis gas darah :
HCO3 : 16,2 pH 7,369
SaO2 : 99,6 PaO2 : 149,4
PaCO2 : 30,8
BE : -7,6
HCO3 : 17,9
SaO2 : 97
99 Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi, Vetinly, FK UI, 2014
100
100
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi, Vetinly, FK UI, 2014
101
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi, Vetinly, FK UI, 2014