Nikel Laterit
Nikel Laterit
Nikel Laterit
Dibuat oleh :
Gambar 2
Distribusi nikel laterit di Indonesia.
Tabel 1
Unsur-unsur utama dan minor dalam struktur mineralogi laterit nikel
Elemen Stuktur Mineralogi
Al Gibbsite (Al(OH)2)
Goethite (-Alx-1 FexOOH)
Chromite (-Alx-1 FexCr2O4)
Fe Goethite (-FeOOH)
Chromite (FeCr2O4)
Magnesium iron silicate
Magnetite (Fe3O4)
Co Manganese partikel
Cr Goethite (-FeOOH)
Chromite (FeCr2O4)
Mg Magnesium iron silicate (amorphous)
Ni Goethite (-FeOOH)
Magnesium iron silicate
Manganese partikel
Gambar 3
Bagan alir proses pengolahan laterit nikel
Gambar 4
Tanur tiup (blast furnance)
Untuk melebur kalsin hasil kalsinasi/reduksi sehingga terbentuk fasa
lelehan matte dan Slag. Kalsin panas yang keluar dari tanur reduksi sebagai
umpan tanur pelebur dimasukkan kedalam surge bin lalu kemudian dibawa
dengan transfer car ke tempat penampungan. Furnace bertujuan untuk melebur
kalsin hingga terbentuk fase lelehan matte dan slag. Dinding furnace dilapisi
dengan batu tahan api yang didinginkan dengan media air melalui balok
tembaga. Matte dan slag akan terpisah berdasarka berat jenisnya. Slag
kemudian diangkut kelokasi pembuangan dengan kendaraan khusus.
Proses peleburan dalam electric furnace adalah proses utama dalam
rangkaian proses ini. Reaksi reduksi 80% terjadi secara langsung dan 20%
secara tidak langsung pada temperature sampai 1650 C. Reaksi reduksi
langsung yang terjadi adalah sebagai berikut:
NiO(l) + C(s) Ni(l) + CO(g)
FeO(l) + C(s) Fe(l) + CO(g)
Beberapa material yang mempunyai afinitas yang tinggi terhadap oksigen
juga tereduksi dan menjadi pengotor dalam logam.
SiO2(l) + 2C(s) Si(l) + 2CO(g)
Cr2O3(l) + 3C(s) 2Cr(l) + 3CO(g)
P2O5(l) + 5C(s) 2P(l) + 5CO(g)
3Fe(l) + C(s) Fe3C(l)
Karbon disupplay dari Antracite (tergantung desain), dan reaksi terjadi
pada zona leleh elektroda. CO(g) yang dihasilkan dari reaksi ini ditambah dengan
CO(g) dari reaksi boudoard mereduksi NiO dan FeO serta Fe2O3 melalui
mekanisme solid-gas reaction (reaksi tidak langsung):
NiO(s) + CO(g) Ni(s) + CO2(g)
CoO(s) + CO(g) Co(s) + CO2(g)
FeO(s) + CO(g) Fe(s) + CO2(g)
Fe2O3(s) + CO(g) 2FeO(s) + CO2(g)
Oksida stabil seperti SiO2, Cr2O3 dan P2O5 tidak tereduksi melalui
reaksi tidak langsung. Sampai di sini Crude Fe-Ni sudah terbentuk dan proses
sudah bisa dikatakan selesai.
4) Pengkayaan di Tanur Pemurni (refining)
Bertujuan untuk menaikkan kadar Ni di dalam matte dari sekitar 27
persen menjadi di atas 75 persen. Matte yang memiliki berat jenis lebih besar
dari slag diangkut ke tanur pemurni / converter untuk menjalani tahap pemurnian
dan pengayaan. Proses yang terjadi dalam tanur pemurni adalah peniupan udara
dan penambahan sililka. Silika ini akan mengikat besi oksida dan membentuk
ikatan yang memiliki berat jenis lebih rendah dari matte sehingga menjadi mudah
untuk dipisahkan.
Pada proses ini yang paling utama adalah menghilangkan/memperkecil
kandungan sulfur dalam crude Fe-Ni dan sering disebut Desulfurisasi.
Dilakukannya proses ini berkaitan dengan kebutuhan proses lanjutan yaitu
digunakannya Fe-Ni sebagai umpan untuk pembuatan Baja dimana baja yang
bagus harus mengandung Sulfur maksimal 20 ppm sedangkan kandungan Sulfur
pada Crude Fe-Ni masih sekitar 0,3% sehingga jika kandungan sulfur tidak
diturunkan maka pada proses pembuatan baja membutuhkan kerja keras untuk
menurunkan kandungan sulfur ini.
Sedangkan reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
CaC2 (S) + S CaS (S) + 2C (Sat)
Na2CO3 + S + Si Na2S + (SiO2) + CO
Na2Co3 + SiO2 Na2O . SiO2 + CO2
Reaksi ini merupakan reaksi eksotermik sehingga tidak membutuhkan
pemanasan lagi pasca smelting.
Proses selanjutnya adalah converting, sebenarnya proses ini masih
dalam bagian refining hanya untuk membedakan antara menurunkan sulfida
dengan menurunkan pengotor lain seperti Si, P, Cr dan C sesuai dengan
kebutuhan. Sedangkan prosesnya sama hanya saja reaksi lebih dominan
oksidasi dari oksigen.
5) Granulasi dan Pengemasan
Untuk mengubah bentuk matte dari logam cair menjadi butiran-butiran
yang siap diekspor setelah dikeringkan dan dikemas. Matte dituang kedalam
tandis sembari secara terus menerus disemprot dengan air bertekanan tinggi.
Proses ini menghasilkan nikel matte yang dingin yang berbentuk butiran-butiran
halus. Butiran-butiran ini kemudian disaring, dikeringkan dan siap dikemas.
b. Pembuatan Ni Mate
Gambar 5
Bagan alir proses PAL (pressure acid leaching)
b. Proses atmopheric leacing (AL)
Proses atmospheric leaching merupakan kombinasi proses piro dan
hidrometalurgi (Proses Caron), mula-mula bijih direduksi pada temperatur tinggi,
kemudian di leaching pada tekanan atmosfer. Proses ini lebih menguntungkan
dari pada proses pirometalurgi.
Proses lainnya dalam pelarutan logam dari bijih, yaitu proses heap
leaching menggunakan asam sulfat, pada suhu dan tekanan atmosfer, logam
yang sudah larut (nikel dan kobal), dipisahkan dengan solvent ekstraksi.
Kelemahan proses ini adalah presentase perolehan yang sangat rendah, hanya
mencapai 74% untuk nikel dan 51 % untuk kobal.
Proses ini dapat digunakan untuk memproses bijih laterit maupun saprolit
dengan melarutkan bijih dengan asam nitrat, kemudian besi dipisahkan sebagi
endapan, larutan kemudian dilarutkan kembali, aluminium dipisahkan, dengan
pengaturan pH, kemudian magnesium dipisahkan dari produk Ni Co MPH, yang
selanjutnya dikeringkan untuk menghasilkan fi-nal produk. Dengan demikian
produk yang dihasilkan dalam proses ini adalah MHP yang mengandung Ni 40-
45% dan Co 2-4 %. Produk samping adalah Fe2O3 dan MgO.
E. Kelemahan Masing Masing Teknologi Proses Pemrosesan
Nikel
Tabel 2
Kelemahan masing masing teknologi proses pemrosesan nikel
Produksi lama
Peleburan FeNi Nickel Pig Iron di China
Memerlukan bijih yang high
Pirometalurgi grade Konsumsi energi yang tinggi