3-Kartografi
3-Kartografi
3-Kartografi
Tabel 3.1 Perbedaan Sistim Komunikasi Lisan dengan Sistim Komunikasi Kartografi
KETERANGAN METODE METODE KOMUNIKASI
KOMUNIKASI LISAN KARTOGRAFI
Sumber data Orang yang sedang bicara Dunia nyata (real word)
Encoder Mulut Simbol-simbol peta
Saluran Gelombang suara Peta itu sendiri
Decoder Telinga Kemampuan pembaca dan
mengartikan symbol
Penerima Orang yang diajak bicara Pengguna peta
Noise Suara gaduh, tidak jelas dsb Peta salah simbol, penerangan
lampu jelek, cetakan peta jelek dsb
Wujud dari bahan-bahan kartografi adalah: (1) semua hal yang secara keseluruhan atau sebagian
menggambarkan bumi maupun benda angkasa dalam semua skala; (2) peta dan gambar rencana
dalam bentuk 2 maupun 3 dimensi; (3) peta-peta tematik seperti peta penerbangan, pelayaran,
dan angkasa; (4) bola peta bumi; (5) diagram balok; (6) belahan; (7) foto udara, satelit, dan foto
ruang akgkasa; (8) atlas; serta (9) gambar udara selayang pandang dan sebagainya.
BATASAN ISTILAH
Kartografi
Ada dua pendapat tentang konsep batasan istilah kartografi yang umumnya dikenal dan
digunakan para kartograf, yaitu: (1) menurut International Cartographic Asssociation (ICA) dan
(2) menurut United Nation (UN).
Menurut ICA, kartografi merupakan seni, ilmu pengetahuan, dan teknologi yang membahas
tentang pembuatan peta, termasuk didalamnya kegiatan-kegiatan melakukan studi sebagai
dokumen-dokumen ilmiah dan hasil karya seni . UN mendefinisikan kartaografi dalam cakupan
yang lebih luas, yaitu semua aktifitas yang mencakup pemetaan-pemetaan topografi dan tematik.
Pemetaan topografi itu sendiri meliputi surveying; fotogrametri, serta geodesi; sedangkan
pemetaan tematik meliputi survey tanah, survey geologi, survey penduduk, dan sejenisnya.
Mengingat luasnya cakupan definisi kartografi menurut UN, maka jarang ada yang
menggunakannya.
Peta
Peta mempunyai beberapa fungsi yaitu: (1) memperlihatkan posisi atau lokasi relative dari
sebuah tempat, (2) memperlihatkan ukuran dalam pengertian jarak dan arah sebuah lokasi. (3)
memperlihatkan bentuk dan unsur yang ada di permukaan bumi, dan (4) menghimpun dan
menseleksi data permukaan bumi.
Kegunaan peta tergantung pada jenisnya; peta topografi dengan sekala kecil, dapat memberikan
gambaran tentang muka bumi secara luas. Peta ini memperlihatkan posisi horizontal dan vertikal
unsur-unsur alam dan buatan manusia dalam suatu bentuk tertentu. Sebagian besar peta ini
digunakan dalam perencanaan pembangunan, sebab pada peta topografi disajikan unsur-unsur
permukaan bumi yang sesuai dengan kondisi pada saat pembuatan peta tersebut.
Peta tematik (peta khusus), menyajikan unsur-unsur tertentu dari permukaan bumi sesuai dengan
topik atau tema dari tujuan peta itu dibuat. Umumnya peta ini digunakan didalam pengambilan
suatu keputusan untuk pembangunan maupun tujuan-tujuan tertentu seperti peta sebaran
penduduk, peta iklim, peta sebaran flora dan fauna serta sejenisnya. Dasar yang digunakan dalam
pembuatan peta tematik adalah peta rupa bumi (peta topografi), yang kemudian ditambah dengan
hasil survey langsung (data primer) sesuai dengan tema-tema pembuatan peta tersebut. Dengan
demikian data tematik yang disajikan pada peta bisa dalam bentuk kualitatif, dan atau
kuantaitatif.
Pada dasarnya peta topografi maupun tematik digunakan untuk perencanaan regional dan dipakai
dalam kegiatan penelitian. Dalam perencanaan regional peta berguna untuk: (1) memberikan
informasi pokok dari aspek keruangan tentang karakter suatu daerah, (2) alat analisis untuk
mendapatkan suatu kesimpulan, dan (3) alat yang dipakai untuk menjelaskan rencana-rencana
yangdiusulkan atau diajukan.
Pada kegiatan penelitian peta berfungsi sebagai: (1) alat bantu sebelum melakukan survey untuk
mendapatkan gambaran tentang daerah yang diteliti; (2) alat yang digunakan selama penelitian,
misalnya memasukkan data yang ditemukan di lapangan; dan (3) alat untuk melaporkan hasil
suatu penelitian.
KELEMAHAN PETA
Mengingat peta merupakan gambaran dari permukaan bumi, tidak mungkin dapat
menggambarkan permukaan bumi secara lengkap seperti kondisi aslinya. Oleh karena itulah peta
memiliki beberapa kelemahan seperti: (1) tidak ada yang benar-benar sempurna, (2) selalu
menjadi kedaluarsa, dan (3) selalu mengandung bias.
Pembuatan peta dilakukan dengan pengumpulan data menggunakan alat tertentu. Sekalipun
pembuatannya dilakukan dengan komputer, tetapi hasilnya tetap tergantung pada program dan
mesin yang di desain oleh manusia. Dalam pembuatan program, kendati sekecil apapun
programmer pasti memiliki kelemahan dan melakukan kesalahan; sedangkan mesin yang
digunakan dipastikan tidak pernah ada yang hasilnya benar-benar akurat. Pada saat perekaman
data di lapangan, juga tidak ada alat yang dapat untuk merekam setiap detail lansekap secara
sempurna seperti kondisi aslinya, sehingga hasil pengumpulan data yang benar-benar sempurna
itu tidak pernah ada. Oleh sebab itulah, apapun bentuknya peta bisa saja salah dan tidak akurat,
jika data atau kartografi itu salah, maka saat menentukan letak desa/ kampung tertentu pada peta
akan mengalami bias, sehingga hasilnya tidak tepat seperti kondisi aslinya; atau bisa saja puncak
pegunungan yang tergambar pada peta tidak setinggi obyek aslinya di alam.
Seorang kartografer yang menggunakan alat tradisional, seperti perekaman data secara manual
atau menggunakan fotografi altitude tinggi, mempunyai keterbatasan, yaitu berapa banyak obyek
dan seberapa kecil obyek yang dapat direkam oleh alat tersebut. Obyek yang terlalu kecil
kemungkinan tidak akurat penempatannya atau bisa saja malah tidak tampak. Alat kartografi
modern, seperti fotografi menggunakan satelit dengan sensor kepekaan tinggi, mampu merekam
detail sampai resolusi beberapa meter. Sebagian besar permukaan obyek yang penting dapat
terekam dengan imagery, kemudian dialihkan menjadi peta atau foto dengan akurasi lebih tinggi;
tetapi kartografer tetap masih harus melakukan intepretasi lagi, dan pasti terdapat data yang
error.
Peta selalu menjadi tidak up to date atau kedaluwarsa; hal ini disebabkan karena dunia secara
konstan pasti berubah, baik secara fisik maupun kultural/ budaya. Teknologi modern
menyediakan solusi komputer yang memungkinkan orang dapat memperbaharui peta dengan
mudah tanpa menggambar ulang. Namun demikian bagaimanapun informasi yang tepat patut
dipertimbangkan, perubahan dunia tetap harus dikumpulkan secara periodik dan digunakan
untuk perbaikan data- base peta.
Umumnya peta tidak menunjukkan setiap penampakan areal topografi secara terpisah; misalnya
setiap pohon, rumah, atau jalan, sehingga kartograf harus menentukan proyeksi dan skala peta
serta jumlah detail yang tersedia. Tujuan pemetaan dan latar belakan budaya kartograf si
pembuat peta juga sering berpengaruh pada proses ini, hal yang demikian ini diistilahkan sebagai
generalisasi. Informasi pada peta dan bagaimana distorsi yang terjadi juga berpengaruh terhadap
apa yang dipikirkan orang tentang dunia dan apa yang mereka lakukan.
PENGGOLONGAN PETA
Peta dapat digolongkan dalam tiga cara yaitu: (1) berdasarkan skala; (2) berdasarkan isi dan
fungsi, serta (3) berdasarkan tujuan pembuatan.
Penggolongan berdasarkan skala
Berdasarkan skala yang digunakan, peta dapat digolongkan menjadi tiga yakni, (a) skala sangat
besar; (b) skala besar, (c) skala sedang, dan (d) skala kecil.
Berdasarkan isi dan fungsinya, peta dapat digolongkan menjadi: (1) peta umum/ topografi
(general map); (2) peta tematik; dan (3) peta navigasi (chart).
Peta umum adalah peta yang memuat kenampakan umum sekumpulan obyek (lebih dari satu
jenis obyek). Peta umum lebih dikenal dengan nama peta topografi atau peta rupa bumi, isinya
memuat kenampakan fisis alamiah dan kenampakan budaya; peta ini lebih berfungsi sebagai
orientasi. Peta tematik, yaitu peta yang memuat hanya satu jenis obyek kenampakan tertentu
saja, baik kenampakan secara fisis maupun kenampakan budaya. Peta navigasi, adalah peta-peta
yang dirancang untuk kepentingan navigasi; baik untuk nautical (navigasi laut), maupun
aeronautical (navigasi udara).
Penggolongan peta berdasarkan tujuan pembuatannya yaitu pembuatan peta yang digunakan
untuk tujuan-tujuan tertentu, seperti: (1) pendidikan, (2) ilmu pengetahuan, (3) informasi umum,
(4) turisme, (5) navigasi, (6) aplikasi teknik, dan (7) perencanaan,
Jika dilihat penggolongan peta berdasarkan isinya, peta memang digolongkan menjadi tiga jenis,
yaitu peta umum, peta tematik, dan peta navigasi. Tetapi yang sangat umum digunakan hanya
ada dua yaitu peta umum (lebih dikenal dengan nama peta topografi atau peta rupa bumi), dan
peta tematik; sedangkan peta navigasi digunakan hanya untuk kepentingan navigasi pada jalur
penerbangan udara maupun jalur lalu lintas kapal di laut, sehingga jarang digunakan oleh umum.
Peta rupa bumi digunakan sebagai dasar untuk pembuatan peta-peta lainnya termasuk dalam
pembuatan peta tematik. Jadi fungsi utama peta rupa bumi adalah sebagi peta dasar untuk
pembuatan peta-peta lain.
Peta rupa bumi adalah dokumen negara, sebab memuat rahasia negara; menggambarkan sumber
daya alam yang ada. Penyebar-luasan peta rupa bumi sangat terbatas, dan kepemilikannya harus
menggunakan ijin khusus. Informasi peta menggambarkan tentang kemampuan di permukaan
bumi secara detail dan lengkap, sehingga peta ini bersifat baku dan tidak dapat diubah.
Pembuatan peta dilakukan secara terrestrial dengan mengadakan pengukuran langsung di
lapangan. Oleh sebab itu pembuatannya membutuhkan waktu lama dan beaya yang besar.
Wilayah yang dipetakan masih sangat terbatas, umumnya diambil pada wilayah yang potensial
saja. Dengan berkembangya teknik penginderaan jauh, pembuatan peta rupa bumi sangat
terbantu, walaupun demikian untuk hal-hal tertentu, tetap masih membutuhkan pekerjaan
terrestrial.
.
Peta tematik adalah peta yang memperlihatkan informasi atau data kualitatif dan atau kuantitatif
dari suatu tema/ maksud/ konsep tertentu dalam hubungannya dengan unsur-unsur atau detail
topografi yang spesifik sesuai dengan tema peta tersebut. Peta tematik umumnya mementingkan
penyajian data statistik, baik yang berupa data kualitatif atau data kuantitatif dalam bentuk
simbol. Pembuatan peta tematik membutuhkan peta rupa bumi sebagai peta dasar dalam
pembuatan detail-detail topografi, seperti batas administrasi, jalan, sungai, serta informasi lain
yang sesuai dengan tema peta yang dibuat. Pada pembuatan peta tematik, tidak ada penetapan-
penetapan baku seperti pada peta rupa bumi. Sifat peta tematik lebih sederhana, simple, dan
faktor subyektifitas dari kartografernya sangat mempengaruhi hasil akhir pembuatan peta. Jadi
kerapihan, ketelitian, dan seni dari pembuatan peta tematik ditentukan oleh kartografer
pembuatnya.
SIMBOLISASI PETA
Klasifikasi simbol peta dapat dapat didasarkan pada bentuk/ kenampakan geografi yang diwakili,
dan berdasarkan wujudnya.
Bentuk yang digunakan bisa berupa simbol titik; simbol garis; dan simbol area. Simbol titik,
digunakan jika kenampakan-kenampakan geografi tidak memiliki dimensi (0-D) seperti titik
ketinggian, lokasi kota, pelabuhan, mercu suar, lokasi tambang dll. Simbol garis, digunakan pada
kenampakan-kenampakan geografis yang berdimensi satu (1-D), seperti jalan, sungai, jalur
Kereta Api, jalur penerbangan, arah angin dll. Simbol area, digunakan pada kenampakan-
kenampakan geografis yang berdimensi dua (2-D) seperti areal hutan, perkebunan, wilayah
administrasi dll.
Berdasarkan Wujudnya
Bentuk yang digunakan berdasarkan wujudnya adalah berupa simbol pictorial; simbol geometric;
dan simbol huruf. Simbol pictorial adalah suatu simbol yang dalam kenampakan wujudnya ada
kemiripannya dengan wujud unsure yang diwakilinya, misalnya simbol sekolahan berupa rumah,
pelabuhan laut berupa jangkar. Simbol geometric, yaitu simbol yang dalam wujudnya tidak ada
kemiripan dengan unsure yang digambarkan, misalnya sekolah diberi simbol kotak putih,
pelabuhan diberi simbol segi tiga warna hitam dll. Simbol huruf, yaiatu simbol yang dalam
wujudnya berbentuk huruf atau angka; biasanya diambil dari huruf pertama atau huruf ke dua
darai nama unsure yang digambarkannya; misalmnya S = sekolah; P = pelabuhan dll
Hubungan antar simbol berdasarkan bentuk dengan berdasarkan wujud seperti terlihat pada Tabel
3.1
Data Kualitatif
Dalam peta, data kualitatif hanya diungkapkan dalam bentuk distribusi keruangan dari obyek
yang dipetakan. Gambar 3.2, memperlihatkan contoh penyajian data kualitatif pada peta yang
dinyatakan dalam bentuk titik, garis, maupun area.
Data Kuantitatif
Data kuantitatif, selain menunjukkan lokasi dari obyek yang dipetakan juga menunjukkan nilai
atau jumlahnya, baik untuk data titik, garis, maupun area. Wujud peta dengan data kuantitatif
tersebut seperti pada Gambar 3.3 .
KOMPOSISI PETA
Komposisi peta adalah cara penempatan informasi lain (informasi tepi) disamping informasi dari
peta itu sendiri; sedangkan yang dimaksud informasi tepi adalah, semua informasi dan
keterangan tentang sebuah peta. Letaknya di tepi peta, pada bagian atas, bagian bawah, maupun
samping kiri dan kanan peta. Berfungsi untuk mengetahui identitas dan tema dari sebuah peta.
Informasi tepi antara lain memuat: (1) judul peta; (2) skala peta; (3) legenda/ keterangan peta; (4)
gratikul (lintang dan bujur peta); (5) diagram lokasi (indek peta); (6) sumber data yang dipakai
untuk pembuatan peta, dan (7) informasi lain yang dianggap penting
Komposisi informasi tepi peta yang diatur serta disusun dengan baik dan benar pada ruang garis
tepi peta, akan menyebabkan penampilan peta lebih menarik, yang mengundang pengguna peta
untuk mempelajarai dan memanfaatkan peta tersebut. Komposisi peta juga disebut tata letak atau
lay out peta; merupakan unsur terpenting dalam mengatur informasi tepi peta. Faktor utama yang
perlu diperhatikan dalam pengaturan komposisi peta adalah, adanya keseimbangan dalam
pengaturan komposisi atau tata letak semua informasi tepi peta. Pengaturan dan penempatan
informasi tepi peta ke dalam ruang-ruang kosong dalam garis tepi peta sangat menentukan hasil
komposisi peta. Komposisi peta rupa bumi berbeda dengan peta tematik, sebab sifat ke dua peta
tersebut memang berbeda.
Peta rupa bumi disuatu negara mempunyai komposisi baku, model komposisi antara negara satu
dengan lainnya kemungkinan bisa berbeda. Peta topografi di Indonesia merupakan peta rupa
bumi peninggalan masa penjajahan Belanda yang dibuat secara terestrial di lapangan, wilayah
yang dipetakan masih sangat terbatas, terutama wilayah-wilayah di Pulau Jawa.
Semenjak penerbitan Tahun 1973, peta rupa bumi Indonesia, telah menggunakan sistim proyeksi
UTM. Peta ini diproduksi oleh Jantop dan Bakosurtanal dengan memanfaatkan teknologi
penginderaan jauh (remote sensing) menggunakan citra satelit dan foto udara, dengan tujuan
untuk memperoleh hasil peta yang lebih akurat. Perkembangan komposisi peta rupa bumi di
Indonesia dari tahun ke tahun relatif tetap. Namun demikian antara peta rupa bumi skala
1:250.000; dengan skala 1:50.000; dan skala 1:25.000, mempunyai komposisi yang berbeda.
Perbedaan tersebut hanya tampak pada ukuran kertas yang dipakai dan lokasi legenda peta saja;
sedangkan informasi lainnya, seperti judul, skala, orientasi, petunjuk peta, penerbit, dan
sebagainya relatif tetap, Contoh komposisi peta rupa bumi yang berlaku di Indonesia seperti pada
Gambar 3.4a.
(b) Peta Topografi Baru (Peta Rupa Bumi)
Pada peta tematik, disamping keserasian dalam ukuran dan tipe huruf, yang harus diperhatikan
terutama adalah keseimbangan tata letak. Unsur seni dari kartograaf memegang peranan yang
paling dominan, sebab baik buruknya penampilan peta tergantung pada rasa seni dari kartograf
yang membuatnya. Pada Gambar 3.4b, diberikan contoh komposisi peta tematik yang baik dan
yang kurang baik.
(1) Komposisi peta yang terlalu berat ke (2) Komposisi peta yang kurang teratur
kanan
Dengan memperhatikan komposisi peta, bentuk wilayah dan ruang-ruang kosong yang ada pada
peta dapat dihindari. Secara umum ada tiga model komposisi peta tematik, yaitu (1) model
komposisi dalam bingkai, (2) model komposisi berjajar dalam bingkai, dan (3) model komposisi
bersusun dalam bingkai
Pada model komposisi dalam bingkai, informasi tepi peta diletakkan di dalam garis tepi peta.
Pada model komposiisi sejajar dalam bingkai, informasi tepi peta diletakkan di sebelah kanan
atau kiri muka peta. Pada komposisi bersusun dalam bingkai, informasi tepi peta diletakkan di
sebelah bawah muka peta.
Keterangan
1. Judul peta tematik 6. Sumber peta
2. Skala angka dan garis 7. Legenda peta
3. Orientasi peta 8. Inset peta
4. Garis tepi peta 9. Pembuat peta
5. Lintang dan bujur
Gambar 3.4c. Model Komposisi dalam Bingkai
Model komposisi dalam bingkai merupakan tipe peta yang semua informasinya diletakkan di
dalam peta. Pada model ini diperlukan variasi dalam pengaturanletak informasi peeta, dengan
mempertimbangkan ruang-ruang kosong. Bentuk wilayah, sangat menentukan hasil komposisi
peta. Contoh model peta tematik dengan komposisi dalam bingkai terdapat pada Gambar 3.4c.
Pada peta model komposisi berjajar dalam bingkai, menekankan pada bentuk komposisi peta
yang semua informasi tepi petanya diletakkan secara mengelompok pada sisi samping kanan atau
kiri peta. Antara muka peta (kemapakan wilayah) dengan informasi tepi peta diberi garis
pemisah, namun masih terdapat dalam satu bingkai haris tepi peta. Contoh peta model
komposisi berjajar dalam bingkai terdapat pada Gambar 3.4d.
Informasi koordinat diletakan pada bingkai muka peta atau kenampakan wilayah. Penempatan
informasi tepi peta di sebelah kanan aatau kiri, tergantung pada informasi keseimgangan
wilayah. Dengan memperhitungkan kecondongan bentuk wilayah, bila bentuk wilayahnya
condong kea rah kiri, maka informasi tepi peta diletakkan di sebelah kanan, begitu pula
sebaliknya. Jika dibandingkan dengan bentuk peta yang pertama, bentuk komposisi semacam ini
memerlukan kertas yang lebih panjang. Sebab secara keseluruhan peta akan memanjang ke
samping. Jika dibuat sebagai laporan, bentuk ini masih dapat dilipat kesamping
Keterangan:
1. Judul peta tematik 6. Sumber peta
2. Skala angka dan garis 7. Legenda
3. Orientasi peta 8. Inset peta
4. Garis tepi peta 9. Pembuat peta
5. Lintang dan bujur
Gambar 3.4d. peta model komposisi berjajar dalam bingkai
Peta tematik dengan model komposisi bersusun dalam bingkai, meletakkan semua informasi peta
di bawah muka peta. Bentuk komposisi peta semacam ini akan menyebabkan penggunaan kertas
yang memanjang ke bawah. Jika dijilid dalam buku pelaporan menjadi tidak praktis. Model
petanya terdapat pada Gambar 3.4e.
Bentuk peta model komposisi bersusun dalam bingkai tipe a, lebih tepat digunakan untk peta-
peta yang lepas, bukan sebagai peta hasil penelitian yang dijilid dalam bentuk buku. Peta-peta
yang ditempelkan di dinding banyak menggunakan peta model ini, seperti jenis peta seri geologi,
peta seri hidrogeologi, peta tanah dan sejenisnya; hal ini disebabkan karena mempermudah
dalam penyimpanan dalan rak-rak peta, seperti pada penyimpanan peta rupa bumi.
Bentuk peta model komposisi bersusun dalam bingkai tipe b, merupakan bentuk komposisi yang
informasi legenda, inset, dan sumber petanya diletakkan di bagian bawah; sedangkan informasi
tentang judul peta, skala, dan orientasi peta diletakkan di bangian atas muka peta, dengan
pertimbangan data tersebut merupakan informasi utama, sehingga dipandang perlu diletakkan di
bagian atas peta. Komposisi peeta yang demikian ini sangat tepat diterapkan pada peta-peta
lepas, atau kalau bentuk petanya tidak terlalu panjang, dapat difungsikan sebagai gambar atau
lampiran pada suatu hasil penelitian yang dijilid dalam bentuk buku.
Model Peta Tipe a Model Peta Tipe b.
Gambar 3.4e. Peta Tmatik Model Komposisi Bersusun dalam Bingkai
SKALA PETA
Slala peta merupakan perbandingan jarak antara dua titik sembarang dip eta, dengan jarak
horizontal ke dua titik tersebut di permukaan bumi dalam satuan ukuran yang sama. Skala peta
dapat dinyatakan dalam tiga cara yaitu: (1) skala numeris, (2) skala dengan kalimat, dan (3) skala
grafis.
Skala numeris misalnya: 1 : 50.000 (numeric scale); 1/50.000 (representative fraction); artinya
satu satuan panjang dip eta ekivalen dengan 50.000 satuan panjang di lapangan. Skala dengan
kalimat,umumnya dipakai pada peta-peta buatan Inggris atau kegara-negara bekas jajahannya,
misalnya 1 inch to 1 mile (1 : 63.660). Skala grafis, misalnya untuk skala 1 : 50.000 digambarkan
sebagai Gambar 3.5a.
Ada kemungkinan, karena suatu hal, keterangan skala pada sebuah peta itu tidak terbaca. Untuk
mengetahui berapa skala peta tersebut ada tiga cara yangaa dapat digunakan yaitu: (1) dengan
membandingkan daerah yang ada pada peta itu, dengan daerah yang sama pada peta yang
berskala; (2) membandingkan suatu jarak horizontal di lapangan dengan jarak yang mewakili
dalam peta; (3) menghitung jarak pada meridian di peta.
Membandingkan daerah yang ada pada peta itu, dengan daerah yang sama, pada peta yang ada
skalanya, dilakukan menggunakan rumus sebagai berikut:
P2 = (d1/d2) x P1
Keterangan rumus:
Contohnya:
P2 = (d1/d2) x P1
= (2/4) x 50.000
= 25.000
\
Membandingkan suatu jarak horizontal di lapangan dengan jarak yang mewakili dalam peta,
misalnya dilakukan dengan perhitungan yang sangat sederhana. Misalnya, jarak antara tempat A
dan B dalam peta adalah 4 cm. Jika jarak horizontal tempat A dan B di lapangan adalah 10 km,
maka skala petanya adalah : (4 cm/ 10 km) atau 4 cm/ 1.000.000 cm = 1 : 250.000
Menghitung jarak pada meridian di peta, dilakukan berdasarkan prinsip bahwa jarak 1o bujir di
ekuator adalah 110,56 km; jika misalnya panjang 1o bujur di ekuator diukur dengan penggaris
aalah 2 cm maka:
2 cm 110,56 km = 11056000 cm
Maka skala peta adalah 1 : 5528000