Perda Ciamis No 15 Tahun-2012-RTRW
Perda Ciamis No 15 Tahun-2012-RTRW
Perda Ciamis No 15 Tahun-2012-RTRW
TENTANG
BUPATI CIAMIS,
dan
BUPATI CIAMIS
MEMUTUSKAN:
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan:
1. Daerah adalah Kabupaten Ciamis;
10
22. Wilayah Kabupaten adalah seluruh wilayah Kabupaten Ciamis yang meliputi
ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;
23. Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau budidaya;
24. Kawasan Lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama
melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam
dan sumberdaya buatan serta nilai sejarah dan budaya bangsa, guna
kepentingan pembangunan berkelanjutan;
25. Kawasan Rawan Bencana adalah kawasan dengan kondisi atau karakteristik
geologis, biologis, hidrologis, klimatologis dan geografis pada satu wilayah
untuk jangka waktu tertentu yang mengurangi kemampuan mencegah,
meredam, mencapai kesiapan dan mengurangi kemampuan untuk
menanggapi dampak buruk bahaya tertentu;
26. Kawasan Kars adalah kawasan batuan karbonat berupa batugamping dan
dolomite yang memperlihatkan morfologi kars;
27. Kawasan Bentang Alam Kars adalah Kars yang menunjukan bentuk
eksokars dan endokars tertentu;
28. Kawasan Budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama
untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumberdaya alam,
sumberdaya manusia, dan sumberdaya buatan;
29. Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah
untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap;
30. Kawasan Hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi
pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur
tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut,
dan memelihara kesuburan tanah;
31. Kawasan Hutan konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu,
yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan
satwa serta ekosistemnya;
32. Kawasan suaka alam adalah hutan dengan ciri khas tertentu, yang
mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman
tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya, yang juga berfungsi sebagai
wilayah sistem penyangga kehidupan;
33. Kawasan hutan pelestarian alam adalah hutan dengan ciri khas tertentu,
yang mempunyai fungsi pokok perlindungan sistem penyangga kehidupan,
pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan
secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya;
34. Kawasan Cagar Alam adalah kawasan suaka alam yang karena keadaan
alamnya mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa dan ekosistemnya atau
ekosistem tertentu yang perlu dilindungi dan perkembangannya berlangsung
secara alami;
35. Kawasan Suaka Margasatwa adalah kawasan suaka alam yang mempunyai
ciri khas berupa keanekaragaman dan atau keunikan jenis satwa yang
untuk kelangsungan hidupnya dapat dilakukan pembinaan terhadap
habitatnya;
36. Kawasan Taman Wisata Alam adalah kawasan pelestarian alam dengan
tujuan utama untuk dimanfaatkan bagi kepentingan pariwisata dan rekreasi
alam;
12
37. Kawasan Hutan produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi
pokok memproduksi hasil hutan;
38. Kawasan peruntukan pertambangan adalah kawasan yang memiliki sumber
daya bahan tambang yang berwujud padat, cair atau gas berdasarkan peta/
data geologi dan merupakan tempat dilakukannya seluruh tahapan kegiatan
pertambangan yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, Operasi
produksi, dan pasca tambang, baik di wilayah darat maupun perairan;
39. Wilayah Pengembangan yang selanjutnya disebut WP adalah bagian dari
kawasan budidaya, baik di ruang darat maupun ruang laut yang
pengembangannya diarahkan untuk mendorong pertumbuhan dalam segala
aspek pengembangan wilayah untuk mendorong pertumbuhan wilayah;
40. Kawasan Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan
lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi
sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat
kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan;
41. Kawasan Perkotaan adalah kawasan dengan kegiatan utama bukan
pertanian, dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman
perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan,
pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi;
42. Kawasan Perdesaan adalah kawasan dengan kegiatan utama pertanian dan
pengelolaan sumberdaya alam dengan fungsi kawasan sebagai tempat
permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan
kegiatan ekonomi;
43. Kawasan Strategis Nasional yang selanjutnya disebut KSN adalah wilayah
yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat
penting secara nasional terhadap kedaulatan negara, pertahanan keamanan
negara, ekonomi, sosial budaya, dan/atau lingkungan, termasuk wilayah
yang ditetapkan sebagai warisan dunia;
44. Kawasan Strategis Provinsi yang selanjutnya disebut KSP adalah wilayah
yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat
penting secara regional dalam aspek pertahanan keamanan negara, ekonomi,
sosial budaya, lingkungan, dan/atau pendayagunaan sumberdaya alam dan
teknologi tinggi;
45. Kawasan Strategis Kabupaten yang selanjutnya disebut KSK adalah wilayah
yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat
penting bagi Kabupaten Ciamis dalam aspek pertahanan keamanan negara,
ekonomi, sosial budaya, lingkungan, dan/atau pendayagunaan sumberdaya
alam dan teknologi tinggi;
46. Kawasan Pertahanan Keamanan adalah kawasan yang ditetapkan dengan
fungsi utama untuk kepentingan kegiatan pertahanan dan keamanan;
47. Kawasan Agropolitan adalah kawasan yang terdiri atas satu atau lebih
pusat kegiatan pada wilayah perdesaan sebagai sistem produksi pertanian
dan pengelolaan sumber daya alam tertentu yang ditunjukkan oleh adanya
keterkaitan fungsional dan hierarki keruangan satuan sistem permukiman
dan sistem agrobisnis;
48. Kawasan Minapolitan adalah kawasan kota perikanan dengan konsep
pembangunan ekonomi kelautan dan perikanan berbasis wilayah melalui
pendekatan dan sistem manajemen kawasan berprinsip integrasi, efisien,
kualitas, dan akselerasi tinggi;
13
BAB II
LUAS DAN BATAS WILAYAH KABUPATEN
Pasal 2
(1) Lingkup wilayah RTRW Kabupaten meliputi batas yang ditentukan
berdasarkan aspek administratif, mencakup :
a. wilayah daratan seluas 244.479 Ha;
b. wilayah pesisir dan laut sepanjang 4 (empat) mil dari garis pantai seluas
673,40 Km2;
c. wilayah udara; dan
d. wilayah dalam bumi.
(2) Batas koordinat kabupaten adalah 10802000 sampai dengan 10804000
Bujur Timur dan 704020 sampai dengan 704120 Lintang Selatan.
(3) Batas-batas wilayah kabupaten terdiri atas :
a. sebelah Utara adalah Kabupaten Majalengka dan Kabupaten Kuningan;
15
BAB III
TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENATAAN RUANG
Pasal 3
Penataan ruang wilayah Kabupaten bertujuan mewujudkan Kabupaten sebagai
kawasan agrobisnis dan pariwisata dengan memperhatikan kelestarian alam dan
mitigasi kebencanaan.
Pasal 4
(1) Untuk mewujudkan tujuan penataan ruang wilayah Kabupaten
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ditetapkan kebijakan penataan
ruang wilayah Kabupaten.
(2) Kebijakan penataan ruang wilayah Kabupaten sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi:
a. peningkatan pengelolaan kawasan lindung;
b. penataan lahan pertanian lahan basah;
c. pengembangan wisata potensial ramah lingkungan dan ramah budaya;
d. penataan lahan dan kawasan hutan;
e. penataan kawasan perkebunan;
f. pengembangan pemanfaatan potensi perikanan dan kelautan sesuai
potensi lestari;
g. pengembangan sektor industri, peternakan, dan perdagangan
mendukung agrobisnis;
h. pengembangan pusat kegiatan agrobisnis, pariwisata dan permukiman;
i. pengembangan sistem jaringan prasarana kegiatan agrobisnis,
pariwisata, dan permukiman;
j. pengembangan pemanfaatan sumberdaya alam dengan memperhatikan
kelestarian lingkungan dan kebencanaan;
k. peningkatan fungsi kawasan pertahanan dan keamanan negara; dan
l. Pengendalian kegiatan pada kawasan rawan bencana.
Pasal 5
(1) Untuk melaksanakan kebijakan penataan ruang wilayah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) ditetapkan strategi penataan ruang
wilayah Kabupaten.
16
BAB IV
RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 6
(1) Rencana struktur ruang wilayah Kabupaten terdiri atas:
a. sistem pusat kegiatan; dan
b. sistem jaringan prasarana wilayah Kabupaten.
(2) Rencana struktur ruang wilayah Kabupaten digambarkan dalam peta
dengan tingkat ketelitian 1 : 50.000 sebagaimana tercantum dalam
Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Daerah ini.
Bagian Kedua
Sistem Pusat Kegiatan
Pasal 7
(1) Sistem pusat kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf
a terdiri atas:
a. sistem perkotaan; dan
b. sistem perdesaan.
Pasal 8
(1) Sistem perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a meliputi:
a. PKNp Pangandaran sebagai pusat kebudayaan, pusat pelayanan rekreasi
terpadu skala nasional dan internasional;
b. PKW Pangandaran sebagai pusat koleksi dan distribusi skala regional;
c. PKL Ciamis sebagai pusat pelayanan skala kabupaten;
d. PKL Banjarsari sebagai pusat pelayanan wilayah tengah kabupaten
meliputi:
1. Kecamatan Banjarsari;
2. Kecamatan Padaherang;
3. Kecamatan Lakbok;
4. Kecamatan Mangunjaya; dan
5. Kecamatan Purwadadi.
20
3. Kecamatan Sukadana;
4. Kecamatan Cisaga;
5. Kecamatan Cihaurbeuti;
6. Kecamatan Jatinagara;
7. Kecamatan Rajadesa;
8. Kecamatan Panawangan;
9. Kecamatan Cipaku;
10. Kecamatan Lumbung;
11. Kecamatan Tambaksari;
12. Kecamatan Sukamantri;
13. Kecamatan Padaherang;
14. Kecamatan Lakbok;
15. Kecamatan Mangunjaya;
16. Kecamatan Cimaragas;
17. Kecamatan Cidolog;
18. Kecamatan Purwadadi;
19. Kecamatan Kalipucang;
20. Kecamatan Sidamulih;
21. Kecamatan Cimerak;
22. Kecamatan Cigugur; dan
23. Kecamatan Langkaplancar.
(2) Sistem perdesaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b berupa PPL
meliputi:
a. Desa Karangpaningal berada di Kecamatan Panawangan;
b. Desa Tigaherang berada di Kecamatan Rajadesa;
c. Desa Buanamekar di Kecamatan Panumbangan;
d. Desa Patakaharja berada di Kecamatan Rancah;
e. Desa Tambaksari berada di Kecamatan Tambaksari;
f. Desa Pusakanagara berada di Kecamatan Baregbeg;
g. Desa Sidamulya, Sukahurip, dan Bangunharja berada di Kecamatan
Cisaga;
h. Desa Pasirnagara dan Kertahayu berada di Kecamatan Pamarican;
i. Desa Cintajaya, Tambakreja, dan Desa Sidaharja berada di Kecamatan
Lakbok;
j. Desa Padaringan dan Sidarahayu berada di Kecamatan Purwadadi;
k. Desa Ciulu, Kalijaya, dan Cigayam berada di Kecamatan Banjarsari;
l. Desa Pangkalan, Jadikarya, dan Bojongbentar berada di Kecamatan
Langkaplancar;
22
Bagian Ketiga
Sistem Jaringan Prasarana Wilayah Kabupaten
Pasal 9
Sistem jaringan prasarana wilayah Kabupaten sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 6 ayat (1) huruf b terdiri atas:
a. sistem prasarana utama; dan
b. sistem prasarana lainnya.
Pasal 10
Sistem prasarana utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a terdiri
atas:
a. jaringan transportasi darat;
b. jaringan transportasi perkeretaapian;
c. jaringan transportasi laut; dan
d. jaringan transportasi udara.
Pasal 11
(1) Jaringan transportasi darat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf a
terdiri atas:
a. jaringan lalu lintas dan angkutan jalan; dan
b. jaringan transportasi sungai, danau, dan penyeberangan.
(2) Jaringan lalu lintas dan angkutan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a meliputi:
a. jaringan jalan;
b. jaringan prasarana lalu lintas angkutan jalan; dan
c. jaringan pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan.
(3) Jaringan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a meliputi:
a. jalan bebas hambatan;
b. jaringan jalan nasional pada wilayah Kabupaten;
23
(7) Jaringan jalan Kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d
meliputi:
a. pengembangan jaringan jalan arteri primer meliputi:
1. ruas jalan lingkar utara Kota Ciamis berada di Kecamatan Ciamis,
Kecamatan Sadananya, Kecamatan Baregbeg dan Kecamatan
Cijeungjing; dan
2. ruas jalan lingkar selatan Kota Ciamis berada di Kecamatan Ciamis
dan Kecamatan Cijeunjing.
b. pengembangan jaringan jalan kolektor primer meliputi:
1. PKN Cirebon-PKL Panjalu melalui ruas jalan meliputi:
a) Panjalu-Cibeureum;
b) Cirikip-Cibeureum;
c) Cibeureum-Jahim;
d) SukamantriBatas Majalengka;
e) SindangherangSindangbarang; dan
f) SindangbarangBatas Majalengka.
2. PKW Banjar-PKL Panjalu melalui ruas jalan meliputi:
a) CihaurbeutiPanumbangan;
b) Panumbangan-Panjalu;
c) PanjaluMandalare;
d) MandalareGolat;
e) Winduraja-Panjalu;
f) Hayawang-Rajadesa;
g) Rajadesa-Cileungsir;
h) Rancah-Cileungsir;
i) Rancah-Cipicung; dan
j) Cisaga-Cipicung.
3. PKW Pangandaran-PKL Banjarsari melalui ruas jalan meliputi:
a) Entrong-Kalijati;
b) Putrapinggan-Kersaratu;
c) Cikembulan-Kalijati;
d) Padaherang-Paledah;
e) Paledah-Mangunjaya; dan
f) Mangunjaya-Manganti.
4. PKW Banjar-PKL Banjarsari melalui ruas jalan :
a) Banjarsari-Nambo;
b) Muktisari-Lakbok;
c) Langensari-Nambo; dan
25
d) NamboManganti.
5. PKW PangandaranPKL Ciamis meliputi :
a) Cimaragas-Cidolog;
b) Cidolog-Jelegong;
c) Karangnangka-Jelegong;
d) Angsana-Gn.Kelir;
e) Gn. Kelir-Bj. Kondang;
f) Cibatu-Sp. Bojong Kondang;
g) Pangleseren-Cibatu; dan
h) Parigi-Pangleseran.
c. pengembangan jaringan jalan lokal primer meliputi:
1. PKL Rancah-PPK Panawangan melalui ruas jalan meliputi:
a) Panawangan-Kw. Larang; dan
b) Rancah-Kw. Larang.
2. PKL Kawali-PKL Sindangkasih-Cikoneng melalui ruas jalan meliputi:
a) Kawali-Sadananya; dan
b) Cikoneng-Sadananya.
3. PKL Ciamis-PPK Sadananya melalui ruas jalan Maleber-Sadananya;
4. PKL Rancah-PPK Baregbeg melalui ruas jalan meliputi:
a) Ciilat-Cileungsir; dan
b) Baregbeg-Ciilat.
5. PKL Rancah-PPK Cisaga melalui ruas jalan meliputi:
a) Cibarengkok-Tambaksari;
b) Tambaksari-Kaso; dan
c) Hayawang-Rajadesa.
6. PKL Banjarsari-PKL Cijulang-Parigi melalui ruas jalan Cikohkol-
Pangleseran;
7. PKL Banjarsari-PPK Padaherang-PPK Mangunjaya melalui ruas jalan
meliputi:
a) Sindanghayu-Mangunjaya;
b) Sidaharja-Sp. Mangunjaya;
c) Sopla-Sp. Mangunjaya; dan
d) SidarahayuPurwadadiPamarican
8. PKL Pamarican-PPK Sidamulih melalui ruas jalan meliputi:
a) Cikupa-Cigayam; dan
b) Kaligamping-Kalijati.
9. PKL Banjarsari-PPK Cigugur melalui ruas jalan meliputi:
a) Burujul-Pasawahan;
26
(12) Jaringan pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan sebagaimana dimaksud
ayat (11) huruf a berupa pengembangan rute trayek angkutan kota lokal
meliputi:
a. PKL Ciamis-PKL Cijulang;
b. PKL Ciamis-PKL Kawali;
c. PKW Pangandaran-PKL Banjarsari;
d. PKL Panjalu-PPK Panawangan-Batas Kabupaten;
e. PKL Rancah-PPK Panawangan;
f. PKL Kawali-PKL Cikoneng;
g. PKL Ciamis-PPK Sadananya;
h. PKL Rancah-PPK Baregbeg;
i. PKL Rancah-PPK Cisaga;
j. PKL Ciamis-PKL Parigi;
k. PKL Banjarsari-PKL Parigi;
l. PKL Banjarsari-PPK Padaherang-PPK Mangunjaya;
m. PKL Pamarican-PPK Sidamulih;
n. PKL Banjarsari-PPK Cigugur;
o. PKL Cijulang-PPK Cigugur;
p. PKL Cijeungjing-PPK Sukadana-PPK Baregbeg;
q. PKL Rancah-Batas Kabupaten;
r. PPK Mangunjaya-PPK Padaherang;
s. PKW Pangandaran-PPK Padaherang-PPK Kalipucang-PPK Sidamulih;
t. PPK Sukamantri-Batas Kabupaten;
u. PPK Lumbung-PPK Panawang;
v. PPK Panawangan-PPK Rajadesa;
w. PPK Cipaku-PPK Sadananya;
x. PPK Baregbeg-PPK Sadananya;
y. PPK Rajadesa-PPK Sukadana;
z. PPK Panumbangan-PPK Cihaurbeuti;
aa. PPK Lakbok-Batas Kabupaten;
bb. PPK Mangunjaya-PPK Padaherang;
cc. PPK Cimerak-PPK Cigugur;
dd. Antar PKL lainnya; dan
ee. Antar PPK lainnya.
(13) Jaringan pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan sebagaimana dimaksud
pada ayat (11) huruf b berupa pengembangan rute trayek angkutan Antar
Kota Dalam Provinsi meliputi:
1. PKL Cijulang-PKW Pangandaran-PKL Banjarsari PKW Tasikmalaya;
30
Pasal 12
(1) Jaringan perkeretaapian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf b
terdiri atas:
a. pengembangan prasarana kereta api;
b. pengembangan sarana kereta api; dan
c. peningkatan pelayanan kereta api.
(2) Pengembangan prasarana kereta api sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a meliputi:
a. optimalisasi jaringan kereta api yang melewati Kecamatan Ciamis dan
Cijeungjing; dan
b. reaktivasi jaringan kereta api antarkota jalur Banjar-Cijulang.
(3) Pengembangan sarana kereta api sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b meliputi:
a. optimalisasi stasiun kereta api berada di Kecamatan Ciamis dan
Kecamatan Cijeungjing; dan
b. reaktivasi stasiun kereta api meliputi:
1. Kecamatan Banjarsari;
2. Kecamatan Padaherang;
3. Kecamatan Kalipucang;
4. Kecamatan Pangandaran;
5. Kecamatan Sidamulih;
6. Kecamatan Parigi; dan
7. Kecamatan Cijulang.
(4) Peningkatan pelayanan kereta api sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c meliputi:
a. peningkatan akses terhadap layanan kereta api; dan
b. jaminan keselamatan dan kenyamanan penumpang.
32
Pasal 13
Jaringan transportasi laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf c
meliputi:
a. penyediaan pelabuhan umum sebagai pelabuhan pengumpan regional
berada di Bojongsalawe Kecamatan Parigi;
b. pembangunan pelabuhan pengumpan lokal berada di Kecamatan
Pangandaran; dan
c. pembangunan pelabuhan laut dan atau terminal khusus sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 14
(1) Jaringan transportasi udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf
d meliputi:
a. tatanan kebandarudaraan; dan
b. ruang udara untuk penerbangan.
(2) Tatanan kebandarudaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
berupa optimalisasi Bandar Udara Nusawiru berada di Cijulang sebagai
Bandar Udara Pengumpan.
(3) Ruang udara untuk penerbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b meliputi:
a. penetapan Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan berada di
Kecamatan Langkaplancar, Sidamulih, Cijulang, Parigi, Cimerak dan
Cigugur meliputi:
1. kawasan pendekatan dan lepas landas;
2. kawasan kemungkinan bahaya kecelakaan;
3. kawasan di bawah permukaan horizontal;
4. kawasan di bawah permukaan horizontal luar;
5. kawasan di bawah permukaan kerucut;
6. kawasan di bawah permukaan transisi; dan
7. kawasan di sekitar penempatan alat bantu navigasi udara.
b. penetapan Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan diatur lebih
lanjut oleh Peraturan Bupati.
Pasal 15
Sistem prasarana lainnya sebagaimana dimasud dalam Pasal 9 huruf b terdiri
atas:
a. sistem jaringan energi;
b. sistem jaringan telekomunikasi dan informasi;
c. sistem jaringan sumber daya air; dan
d. sistem jaringan prasarana wilayah lainnya.
33
Pasal 16
(1) Sistem jaringan energi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf a
terdiri atas:
a. jaringan pipa minyak dan gas bumi;
b. transmisi tenaga listrik;
c. tenaga listrik; dan
d. energi alternatif.
(2) Jaringan pipa minyak dan gas bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a berupa pengembangan jaringan pipa minyak dan gas bumi melalui
Kecamatan Kalipucang - Kecamatan Padaherang - Kecamatan Banjarsari -
Kecamatan Purwadadi - Kecamatan Lakbok - Kecamatan Cisaga -
Kecamatan Cijeungjing - Kecamatan Ciamis - Kecamatan Cikoneng -
Kecamatan Singdangkasih - Kecamatan Cihaurbeuti - Kecamatan
Panumbangan, selanjutnya penetapan kawasan yang akan dilalui diatur
lebih lanjut oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.
(3) Transmisi tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
meliputi:
a. Pengembangan jaringan transmisi tenaga listrik Saluran Udara
Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) 500 KV untuk Kabupaten Ciamis
penetapan kawasan yang akan dilalui diatur lebih lanjut oleh
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral;
b. pengembangan jaringan transmisi tenaga listrik saluran udara tegangan
menegah (SUTM) 150 (seratus lima puluh) KV melalui:
1. Kecamatan Tambaksari;
2. Kecamatan Rancah;
3. Kecamatan Rajadesa;
4. Kecamatan Jatinagara;
5. Kecamatan Cipaku;
6. Kecamatan Sadananya;
7. Kecamatan Cihaurbeuti;
8. Kecamatan Cisaga;
9. Kecamatan Cijeungjing;
10. Kecamatan Ciamis; dan
11. Kecamatan Cikoneng.
c. pengembangan jaringan transmisi tenaga listrik saluran udara tegangan
rendah (SUTR) 70 (tujuh puluh) KV melalui:
1. Kecamatan Rancah;
2. Kecamatan Sukadana;
3. Kecamatan Cisaga;
4. Kecamatan Banjarsari;
5. Kecamatan Padaherang;
34
Pasal 17
(1) Sistem jaringan telekomunikasi dan informasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 15 huruf b terdiri atas:
a. jaringan terrestrial atau kabel; dan
b. jaringan nirkabel.
(2) Jaringan terrestrial atau kabel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a berupa pengembangan jaringan kabel seluruh kecamatan.
(3) Jaringan nirkabel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
a. pemakaian menara telekomunikasi bersama antar berbagai operator
telepon genggam yang ditetapkan dengan Peraturan Bupati;
b. penggunaan gelombang untuk komunikasi dan penyiaran diatur tata
laksananya sesuai ketentuan peraturan perundangan; dan
c. pengembangan prasarana teknologi informasi kawasan perkotaan dan
perdesaan.
Pasal 18
(1) Sistem jaringan sumberdaya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15
huruf c terdiri atas:
a. pengamanan sungai;
b. pengelolaan wilayah sungai;
c. penyediaan waduk;
d. pemanfaatan situ;
e. pengembangan embung;
35
2. Daerah Irigasi Lakbok Utara seluas kurang lebih 5.252 (lima ribu
dua ratus lima puluh dua) hektar; dan
3. Daerah Irigasi Rawa Onom seluas kurang lebih 432 (empat ratus
tiga puluh dua) hektar.
b. lintas kabupaten/kota meliputi:
1. Daerah Irigasi Cikembang seluas kurang lebih 663 (enam ratus
enam puluh tiga) hektar untuk wilayah Ciamis seluas kurang lebih
476 (empat ratus tujuh puluh enam) hektar;
2. Daerah Irigasi Wangundirja seluas kurang lebih 206 (dua ratus
enam) hektar dan untuk wilayah Ciamis seluas kurang lebih 180,86
(seratus delapan puluh koma delapan puluh enam) hektar;
3. Daerah Irigasi Ciputrahaji seluas kurang lebih 1.258 (seribu dua
ratus lima puluh delapan) hektar;
4. Daerah Irigasi Gunung Putri I seluas kurang lebih 470 (empat ratus
tujuh puluh) hektar; dan
5. Daerah Irigasi Merjan seluas kurang lebih 1.631 (seribu enam ratus
tiga puluh satu) hektar.
c. daerah irigasi di Kabupaten meliputi:
1. Daerah Irigasi Teknis terdiri dari:
a. Daerah Irigasi Cipalih/Nagawiru seluas kurang lebih 623 (enam
ratus dua puluh tiga) hektar;
b. Daerah Irigasi Danasari seluas kurang lebih 615 (enam ratus
lima belas) hektar;
c. Daerah Irigasi Cimuncang I seluas kurang lebih 80 (delapan
puluh) hektar;
d. Daerah Irigasi Cimuncang II seluas kurang lebih 255 (dua ratus
lima puluh lima) hektar;
e. Daerah Irigasi Cimuncang III seluas kurang lebih 100 (seratus)
hektar;
f. Daerah Irigasi Jagabaya seluas kurang lebih 547 (lima ratus
empat puluh tujuh) hektar;
g. Daerah Irigasi Nanggela seluas kurang lebih 376 (tiga ratus tujuh
puluh enam) hektar;
h. Daerah Irigasi Cikelebut seluas kurang lebih 355 (tiga ratus lima
puluh lima) hektar;
i. Daerah Irigasi Cibatukurung seluas kurang lebih 558 (lima ratus
lima puluh delapan) hektar;
j. Daerah Irigasi Cikaso seluas kurang lebih 474 (empat ratus
tujuh puluh empat) hektar;
k. Daerah Irigasi Citalahab seluas kurang lebih 570 (lima ratus
tujuh puluh) hektar;
l. Daerah Irigasi Gunung Putri I seluas kurang lebih 470 (empat
ratus tujuh puluh) hektar;
39
f. Kecamatan Lumbung;
g. Kecamatan Rancah;
h. Kecamatan Tambaksari;
i. Kecamatan Panjalu;
j. Kecamatan Panumbangan;
k. Kecamatan Sukamantri;
l. Kecamatan Ciamis;
m. Kecamatan Cikoneng;
n. Kecamatan Sadananya;
o. Kecamatan Baregbeg;
p. Kecamatan Cijeungjing;
q. Kecamatan Sukadana;
r. Kecamatan Cisaga;
s. Kecamatan Sindangkasih;
t. Kecamatan Cihaurbeuti;
u. Kecamatan Banjarsari;
v. Kecamatan Padaherang;
w. Kecamatan Lakbok;
x. Kecamatan Mangunjaya;
y. Kecamatan Pamarican;
z. Kecamatan Cimaragas;
aa. Kecamatan Cidolog;
bb. Kecamatan Purwadadi;
cc. Kecamatan Pangandaran;
dd. Kecamatan Kalipucang;
ee. Kecamatan Sidamulih;
ff. Kecamatan Cijulang;
gg. Kecamatan Cimerak;
hh. Kecamatan Parigi;
ii. Kecamatan Cigugur; dan
jj. Kecamatan Langkaplancar.
(9) Pengembangan sistem pengendalian banjir sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf h meliputi:
a. penyediaan embung;
b. waduk;
c. sumur resapan;
d. bio pori;
42
e. pembangunan tanggul;
f. normalisasi sungai;
g. pengerukan sungai; dan
h. pemanfaatan dataran banjir bagi ruang terbuka hijau.
Pasal 19
(1) Sistem jaringan prasarana wilayah lainnya sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 15 huruf d terdiri atas:
a. sistem jaringan persampahan;
b. sistem sumber air minum;
c. sistem jalur dan ruang evakuasi bencana; dan
d. sistem jaringan prasarana Kabupaten lainnya.
(2) Sistem jaringan persampahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
meliputi:
a. penyusunan rencana induk pengelolaan persampahan Kabupaten;
b. pengembangan teknologi komposing sampah organik dan sistem Reduce
(mengurangi), Reuse (menggunakan kembali), dan Recycle (mendaur
ulang) atau 3R lainnya sesuai kawasan permukiman;
c. Tempat Penampungan Sementara ditempatkan pada pusat kegiatan
masyarakat meliputi:
1. pasar;
2. permukiman;
3. perkantoran; dan
4. fasilitas sosial lainnya.
d. pengembangan TPPAS meliputi:
1. Kecamatan Cisaga;
2. Kecamatan Ciamis;
3. Kecamatan Banjarsari;
4. Kecamatan Pangandaran;
5. Kecamatan Panjalu; dan
6. Kecamatan Kawali.
e. pengembangan penyediaan sarana prasarana pengolahan sampah; dan
f. melakukan koordinasi antar lembaga pemerintah, masyarakat, dan
dunia usaha agar terpadu dalam pengelolaan sampah.
(3) Sistem sumber air minum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
berupa pengembangan daerah pelayanan meliputi:
a. daerah pelayanan sistem perpipaan sumber air baku Bendung Manganti
meliputi:
1. Kawasan Perkotaaan Padaherang;
2. Kawasan Perkotaaan Banjarsari;
43
2. Kecamatan Jatinagara;
3. Kecamatan Rajadesa;
4. Kecamatan Panawangan;
5. Kecamatan Cipaku;
6. Kecamatan Lumbung;
7. Kecamatan Rancah;
8. Kecamatan Tambaksari;
9. Kecamatan Panjalu;
10. Kecamatan Panumbangan; dan
11. Kecamatan Sukamantri.
g. penyediaan sarana prasarana pengolahan limbah industri, limbah
medis, limbah berbahaya beracun (B3) secara mandiri pada fasilitas
tertentu maupun secara terpadu.
(7) Sistem pengembangan dan peningkatan drainase sebagaimana dimaksud
pada ayat (5) huruf b meliputi:
a. saluran drainase sekunder tersendiri pada kawasan fungsional
perdagangan, perkantoran, pariwisata, dan kawasan terbangun lainnya;
b. saluran drainase tersier pada kawasan permukiman pada sepanjang sisi
jalan raya;
c. mewajibkan penghijauan, pembuatan sumur resapan dan bio pori pada
kawasan terbangun;
d. koordinasi pengelolaan saluran drainase di kawasan perkotaan; dan
e. Pengembangan drainase makro melalui normalisasi dan rehabilitasi
sungai.
(8) Pengembangan prasarana pemerintahan dan pelayanan umum
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf c meliputi:
a. sarana pemerintahan dan pelayanan umum tingkat Kabupaten berada
di Kawasan Perkotaan Ciamis;
b. sarana pemerintahan dan pelayanan umum tingkat kecamatan berada
di kawasan perkotaan tiap kecamatan;
c. sarana pemerintahan dan pelayanan umum tingkat desa/ kelurahan
berada di seluruh kecamatan sesuai jumlah desa; dan
d. sarana pemerintahan dan pelayanan umum tingkat Rukun Warga (RW)
berada di seluruh kecamatan sesuai jumlah RW.
(9) Pengembangan prasarana pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
huruf d meliputi:
a. sarana pendidikan pasca Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA)
meliputi:
1. Kawasan Perkotaan Ciamis;
2. Kawasan Perkotaan Baregbeg;
3. Kawasan Perkotaan Cijeungjing;
48
BAB V
RENCANA POLA RUANG
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 20
(1) Rencana pola ruang wilayah Kabupaten terdiri atas:
a. kawasan lindung; dan
b. kawasan budidaya.
(2) Rencana pola ruang wilayah Kabupaten digambarkan dalam peta dengan
tingkat ketelitian 1: 50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Bagian Kedua
Kawasan Lindung
Pasal 21
Kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) huruf a seluas
kurang lebih 103.915,94 (seratus tiga ribu sembilan ratus lima belas koma
sembilan puluh empat) hektar atau 42,51% (empat puluh dua koma lima puluh
satu persen) terdiri atas:
a. kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya;
b. kawasan perlindungan setempat;
51
Pasal 22
Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf a berupa kawasan resapan air
seluas kurang lebih 9.182 (sembilan ribu seratus delapan puluh dua) hektar
meliputi:
a. Kecamatan Cikoneng;
b. Kecamatan Cihaurbeuti;
c. Kecamatan Panjalu;
d. Kecamatan Lumbung;
e. Kecamatan Kawali;
f. Kecamatan Cipaku;
g. Kecamatan Sadananya;
h. Kecamatan Sindangkasih;
i. Kecamatan Sukamantri; dan
j. Kecamatan Panumbangan.
Pasal 23
(1) Kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21
huruf b terdiri atas:
a. sempadan pantai;
b. sempadan sungai;
c. kawasan sekitar danau/situ dan embung;
d. kawasan sekitar mata air; dan
e. ruang terbuka hijau.
(2) Sempadan pantai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a seluas
kurang lebih 9.100 (sembilan ribu seratus) hektar berupa daratan
sepanjang tepian yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi
fisik pantai meliputi:
a. Kecamatan Kalipucang;
b. Kecamatan Pangandaran;
c. Kecamatan Sidamulih;
d. Kecamatan Parigi;
e. Kecamatan Cijulang; dan
f. Kecamatan Cimerak.
52
(3) Sempadan sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b seluas
kurang lebih 2.500 (dua ribu lima ratus) hektar meliputi:
a. Sungai Citanduy;
b. Sungai Cimuntur;
c. Sungai Ciseel;
d. Sungai Cijulang Atas atau Ciwayang;
e. Sungai Cijulang Bawah;
f. Sungai Citonjong;
g. Sungai Cikelewung;
h. Sungai Cimadasari;
i. Sungai Ciparanti;
j. Sungai Cierang;
k. Sungai Cisingkir;
l. Sungai Cisadapmuara;
m. Sungai Cipeuteuy;
n. Sungai Ciharuman;
o. Sungai Cimedang;
p. Sungai Cidahon;
q. Sungai Cipodal;
r. Sungai Cimuntur Girang; dan
s. Sungai Cibening.
(4) Kawasan sekitar danau/situ dan embung sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf c seluas kurang lebih 40 (empat puluh) hektar meliputi:
a. Situ Rancamaya;
b. Situ Lengkong;
c. Situ Ciater;
d. Situ Cibubuhan;
e. Situ Cimaja;
f. Situ Hiyang;
g. Situ Wangi;
h. Situ Golempang;
i. Situ Padahurip;
j. Situ Rancagede;
k. Situ Bojongmengger/Rancabunar.
l. Embung Karya Tani;
m. Embung Wibawa mukti I;
n. Embung Nangka Pandak;
o. Embung Mekarjaya;
53
p. Embung Yudhasari;
q. Embung Karya Mukti IV;
r. Embung Karya Mukti VII;
s. Embung Buana Mukti;
t. Embung Sindangsari;
u. Embung Sangkanhurip;
v. Embung Mekarjaya;
w. Embung Margajaya IV;
x. Embung Maesa Jaya;
y. Embung Kaso;
z. Embung Rancabala/Cimari;
aa. Embung Icakan;
bb. Embung Maloya;
cc. Embung Tanjungsari;
dd. Embung Mekarsari;
ee. Embung Dayeuhluhur;
ff. Embung Giriharja;
gg. Embung Dadiharja;
hh. Embung Cibeureum;
ii. Embung Sukamantri;
jj. Embung Sindanglaya;
kk. Embung Ciganjeng;
ll. Embung Bangbayang/Muktisari;
mm. Embung Andapraja;
nn. Embung Nagarapageuh;
oo. Embung Bangunjaya;
pp. Embung Ciomas;
qq. Embung Bojong; dan
rr. Embung Sukahurip.
(5) Kawasan sekitar mata air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
seluas kurang lebih 3.512 (tiga ribu lima ratus dua belas) hektar sebanyak
64 (enam puluh empat) mata air meliputi:
a. Kecamatan Panjalu;
b. Kecamatan Panumbangan;
c. Kecamatan Cihaurbeuti;
d. Kecamatan Cikoneng;
e. Kecamatan Cipaku;
f. Kecamatan Kawali;
54
g. Kecamatan Rajadesa;
h. Kecamatan Cimaragas;
i. Kecamatan Cisaga;
j. Kecamatan Pamarican;
k. Kecamatan Banjarsari;
l. Kecamatan Langkaplancar; dan
m. Kecamatan Padaherang.
(6) Ruang terbuka hijau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d seluas
kurang lebih 5.742 (lima ribu tujuh ratus empat puluh dua) hektar atau
30% (tiga puluh) persen dari luasan kawasan perkotaan.
(7) Penetapan dan luasan Ruang Terbuka Hijau (RTH) sebagaimana dimaksud
pada ayat (6) dari setiap perkotaan akan diatur lebih lanjut melalui
Peraturan Bupati tentang Ruang Terbuka Hijau (RTH).
Pasal 24
(1) Kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan cagar budaya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 21 huruf c meliputi:
a. suaka margasatwa;
b. cagar alam laut dan cagar alam;
c. kawasan pantai berhutan bakau;
d. taman wisata alam; dan
e. kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan.
(2) Suaka margasatwa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berada di
Gunung Sawal seluas kurang lebih 5.567,37 (lima ribu lima ratus enam
puluh tujuh koma tigapuluh tujuh) hektar meliputi:
a. Kecamatan Sadananya;
b. Kecamatan Cikoneng;
c. Kecamatan Cihaurbeuti; dan
d. Kecamatan Cipaku.
(3) Cagar alam dan cagar alam laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b meliputi:
a. cagar alam meliputi:
1. Cagar Alam Pananjung Pangandaran seluas kurang lebih 419,30
(empat ratus sembilan belas koma tigapuluh) hektar; dan
2. Cagar Alam Nusa Gede Panjalu seluas kurang lebih 16 (enam belas)
hektar.
b. Cagar alam laut berupa Cagar Alam Laut Pananjung Pangandaran
seluas kurang lebih 470 (empat ratus tujuh puluh) hektar.
(4) Kawasan pantai berhutan bakau sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c seluas kurang lebih 265 (dua ratus enam puluh lima) hektar
meliputi:
55
a. Kecamatan Kalipucang;
b. Kecamatan Pangandaran;
c. Kecamatan Sidamulih;
d. Kecamatan Parigi;
e. Kecamatan Cijulang; dan
f. Kecamatan Cimerak.
(5) Taman wisata alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d berupa
Taman Wisata Alam Pananjung Pangandaran seluas kurang lebih 37,70
(tiga puluh tujuh koma tujuh puluh) hektar.
(6) Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf e meliputi:
a. Karangkamulyan berada di Kecamatan Cijeungjing;
b. Situ Lengkong Panjalu berada di Kecamatan Panjalu;
c. Situs Astana Gede Kawali berada di Kecamatan Kawali;
d. Kampung Kuta berada di Kecamatan Tambaksari;
e. Situs Gunung Susuru berada di Kecamatan Cijeungjing;
f. Candi Ronggeng berada di Kecamatan Pamarincan;
g. Jembatan Cirahong berada di Kecamatan Ciamis;
h. Situs Sanghiang Samida berada di Kecamatan Rajadesa;
i. Situs Urugkasang berada di Kecamatan Tambaksari;
j. Situs Penghulu Gusti berada di Kecamatan Panjalu;
k. Situs Batu Kalde berada di Kecamatan Pangandaran;
l. Situs Jambansari berada di Kecamatan Ciamis;
m. Cipanjalu berada di Kecamatan Panjalu; dan
n. Situs Hariang Kuning dan Hariang Kancana Kapunduhan di Kecamatan
Panjalu.
Pasal 25
(1) Kawasan rawan bencana alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf
d berupa kawasan rawan banjir seluas kurang lebih 6.250 (enam ribu dua
ratus lima puluh) hektar meliputi:
a. Kecamatan Cisaga;
b. Kecamatan Cijeungjing;
c. Kecamatan Pamarican;
d. Kecamatan Banjarsari;
e. Kecamatan Purwadadi;
f. Kecamatan Mangunjaya;
g. Kecamatan Padaherang;
h. Kecamatan Kalipucang;
56
i. Kecamatan Sidamulih;
j. Kecamatan Pangandaran;
k. Kecamatan Parigi; dan
l. Kecamatan Cijulang.
Pasal 26
(1) Kawasan lindung geologi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf e
terdiri atas:
a. kawasan rawan bencana alam geologi; dan
b. kawasan kars.
(2) Kawasan rawan bencana alam geologi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a meliputi:
a. kawasan rawan gempa bumi tektonik seluas kurang lebih 8.350
(delapan ribu tiga ratus lima puluh) hektar meliputi:
1. Kecamatan Cimerak;
2. Kecamatan Cijulang;
3. Kecamatan Cigugur;
4. Kecamatan Parigi;
5. Kecamatan Sidamulih;
6. Kecamatan Pangandaran; dan
7. Kecamatan Kalipucang.
b. kawasan rawan gerakan tanah seluas kurang lebih 27.474,57 (dua
puluh tujuh ribu empat ratus tujuh puluh empat koma lima puluh
tujuh) hektar di semua kecamatan; dan
c. kawasan rawan tsunami seluas kurang lebih 13.115 (tiga belas ribu
seratus lima belas) hektar meliputi:
1. Kecamatan Cimerak;
2. Kecamatan Cijulang;
3. Kecamatan Parigi;
4. Kecamatan Sidamulih;
5. Kecamatan Pangandaran; dan
6. Kecamatan Kalipucang.
d. Kawasan rawan bencana abrasi di kawasan pesisir.
(3) Kawasan kars sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b seluas kurang
lebih 16.079 (enam belas ribu tujuh puluh sembilan) hektar meliputi:
a. Kecamatan Cimerak;
b. Kecamatan Cijulang;
c. Kecamatan Parigi;
d. Kecamatan Sidamulih;
57
e. Kecamatan Pangandaran;
f. Kecamatan Kalipucang; dan
g. Kecamatan Cigugur.
Pasal 27
(1) Kawasan lindung lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf f
terdiri atas:
a. kawasan perlindungan plasma nuftah eks-situ;
b. kawasan terumbu karang;
c. kawasan koridor jenis satwa atau biota laut yang dilindungi;
d. kawasan konservasi laut; dan
e. kawasan sesuai hutan lindung.
(2) Kawasan perlindungan plasma nutfah eks-situ sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. Pantai Majingklak berada di Kecamatan Kalipucang;
b. Karangkamulyan berada di Kecamatan Cijeungjing;
c. Situ Panjalu berada di Kecamatan Panjalu; dan
d. Cukang Taneuh berada di Kecamatan Cijulang.
(3) Kawasan terumbu karang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
meliputi:
a. pantai Kecamatan Cimerak;
b. pantai Kecamatan Cijulang;
c. pantai Kecamatan Parigi;
d. pantai Kecamatan Sidamulih;
e. pantai Kecamatan Pangandaran; dan
f. pantai Kecamatan Kalipucang.
(4) Kawasan koridor jenis satwa atau biota laut yang dilindungi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c berupa tempat bertelur penyu hijau
meliputi:
a. pantai batukaras Kecamatan Cijulang;
b. pantai batu hiu Kecamatan Parigi; dan
c. pantai keusik luhur Kecamatan Cimerak.
(5) Kawasan konservasi laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d
seluas kurang lebih 29.823 (dua puluh sembilan ribu delapan ratus dua
puluh tiga) hektar meliputi:
a. Zona Inti seluas kurang lebih 709 (tujuh ratus sembilan) hektar berada
di Kecamatan Cijulang;
b. Zona Pemanfaatan A seluas kurang lebih 2.531 (dua ribu lima ratus
tiga puluh satu) hektar meliputi :
1. Kecamatan Cimerak; dan
58
2. Kecamatan Cijulang.
c. Zona Pemanfaatan B seluas kurang lebih 1.947 (seribu sembilan ratus
empat puluh tujuh) hektar meliputi :
1. Kecamatan Parigi;
2. Kecamatan Sidamulih; dan
3. Kecamatan Pangandaran.
d. Zona Pemanfaatan C seluas kurang lebih 1.366 (seribu tiga ratus enam
puluh enam) hektar meliputi :
1. Kecamatan Pangandaran; dan
2. Kecamatan Kalipucang.
e. Zona Perikanan berkelanjutan sampai dengan 4 (empat) mil laut seluas
23.471 (dua puluh tiga ribu empat ratus tujuh puluh satu) hektar yang
meliputi:
1. Kecamatan Kalipucang;
2. Kecamatan Pangandaran;
3. Kecamatan Sidamulih;
4. Kecamatan Parigi;
5. Kecamatan Cijulang; dan
6. Kecamatan Cimerak.
(6) Kawasan yang berfungsi sesuai dengan hutan lindung sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf e seluas kurang lebih 2.273 (dua ribu dua
ratus tujuh puluh tiga) hektar meliputi:
a. Kecamatan Parigi;
b. Kecamatan Sidamulih;
c. Kecamatan Pangandaran;
d. Kecamatan Kalipucang;
e. Kecamatan Cigugur;
f. Kecamatan Langkaplancar;
g. Kecamatan Banjarsari;
h. Kecamatan Padaherang;
i. Kecamatan Cidolog; dan
j. Kecamatan Pamarican.
59
Bagian Ketiga
Rencana Kawasan Budidaya
Pasal 28
Kawasan budidaya Kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf b
terdiri atas:
a. kawasan peruntukan hutan produksi;
b. kawasan hutan rakyat;
c. kawasan peruntukan pertanian;
d. kawasan peruntukan perikanan;
e. kawasan peruntukan pertambangan;
f. kawasan peruntukan industri;
g. kawasan peruntukan pariwisata;
h. kawasan peruntukan permukiman; dan
i. kawasan peruntukan lainnya.
Pasal 29
(1) Kawasan peruntukan hutan produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
28 huruf a terdiri atas:
a. hutan produksi terbatas; dan
b. hutan produksi tetap.
(2) Hutan produksi terbatas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
seluas kurang lebih 10.711 (sepuluh ribu tujuh ratus sebelas) hektar
meliputi:
a. Kecamatan Cimerak;
b. Kecamatan Parigi;
c. Kecamatan Cigugur;
d. Kecamatan Langkaplancar;
e. Kecamatan Cidolog;
f. Kecamatan Panumbangan;
g. Kecamatan Sadananya;
h. Kecamatan Cihaurbeuti;
i. Kecamatan Sukamantri;
j. Kecamatan Panawangan; dan
k. Kecamatan Pamarican.
(3) Hutan produksi tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b seluas
kurang lebih 18.450 (delapan belas ribu empat ratus lima puluh) hektar
meliputi:
a. Kecamatan Parigi;
60
b. Kecamatan Langkaplancar;
c. Kecamatan Sidamulih;
d. Kecamatan Pangandaran;
e. Kecamatan Kalipucang;
f. Kecamatan Padaherang;
g. Kecamatan Banjarsari;
h. Kecamatan Lakbok;
i. Kecamatan Pamarican;
j. Kecamatan Cisaga;
k. Kecamatan Rancah;
l. Kecamatan Tambaksari;
m. Kecamatan Sadananya;
n. Kecamatan Cipaku;
o. Kecamatan Cikoneng;
p. Kecamatan Sindangkasih;
q. Kecamatan Cihaurbeuti;
r. Kecamatan Panjalu;
s. Kecamatan Panumbangan;
t. Kecamatan Sukamantri; dan
u. Kecamatan Rancah.
Pasal 30
Kawasan hutan rakyat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf b seluas
kurang lebih 20.921 (dua puluh ribu sembilan ratus dua puluh satu) hektar
meliputi:
a. Kecamatan Kawali;
b. Kecamatan Jatinagara;
c. Kecamatan Rajadesa;
d. Kecamatan Panawangan;
e. Kecamatan Cipaku;
f. Kecamatan Lumbung;
g. Kecamatan Rancah;
h. Kecamatan Tambaksari;
i. Kecamatan Panjalu;
j. Kecamatan Panumbangan;
k. Kecamatan Sukamantri;
l. Kecamatan Ciamis;
m. Kecamatan Cikoneng;
61
n. Kecamatan Sadananya;
o. Kecamatan Baregbeg;
p. Kecamatan Cijeungjing;
q. Kecamatan Sukadana;
r. Kecamatan Cisaga;
s. Kecamatan Sindangkasih;
t. Kecamatan Cihaurbeuti;
u. Kecamatan Banjarsari;
v. Kecamatan Padaherang;
w. Kecamatan Lakbok;
x. Kecamatan Mangunjaya;
y. Kecamatan Pamarican;
z. Kecamatan Cimaragas;
aa. Kecamatan Cidolog;
bb. Kecamatan Purwadadi;
cc. Kecamatan Pangandaran;
dd. Kecamatan Kalipucang;
bb. Kecamatan Sidamulih;
cc. Kecamatan Cijulang;
dd. Kecamatan Cimerak;
ee. Kecamatan Parigi;
ff. Kecamatan Cigugur; dan
gg. Kecamatan Langkaplancar.
Pasal 31
(1) Kawasan peruntukan pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28
huruf c terdiri atas:
a. tanaman pangan;
b. hortikultura;
c. perkebunan; dan
d. peternakan.
(2) Tanaman pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. pertanian lahan basah; dan
b. pertanian lahan kering.
(3) Pertanian lahan basah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a seluas
kurang lebih 31.573 (tiga puluh satu ribu lima ratus tujuh puluh tiga)
hektar meliputi:
62
7. Kecamatan Rancah;
8. Kecamatan Tambaksari;
9. Kecamatan Panjalu;
10. Kecamatan Panumbangan;
11. Kecamatan Sukamantri;
12. Kecamatan Ciamis;
13. Kecamatan Cikoneng;
14. Kecamatan Sadananya;
15. Kecamatan Baregbeg;
16. Kecamatan Cijeungjing;
17. Kecamatan Sukadana;
18. Kecamatan Cidolog;
19. Kecamatan Cisaga;
20. Kecamatan Sindangkasih;
21. Kecamatan Cihaurbeuti;
22. Kecamatan Banjarsari;
23. Kecamatan Padaherang;
24. Kecamatan Lakbok;
25. Kecamatan Mangunjaya;
26. Kecamatan Pamarican;
27. Kecamatan Cimaragas;
28. Kecamatan Purwadadi;
29. Kecamatan Pangandaran;
30. Kecamatan Kalipucang;
31. Kecamatan Sidamulih;
32. Kecamatan Cijulang;
33. Kecamatan Cimerak;
34. Kecamatan Parigi;
35. Kecamatan Cigugur; dan
36. Kecamatan Langkaplancar.
c. sawah tadah hujan meliputi:
1. Kecamatan Kawali;
2. Kecamatan Jatinagara;
3. Kecamatan Rajadesa;
4. Kecamatan Panawangan;
5. Kecamatan Cipaku;
6. Kecamatan Lumbung;
64
7. Kecamatan Rancah;
8. Kecamatan Tambaksari;
9. Kecamatan Panjalu;
10. Kecamatan Panumbangan;
11. Kecamatan Sukamantri;
12. Kecamatan Ciamis;
13. Kecamatan Cikoneng;
14. Kecamatan Sadananya;
15. Kecamatan Baregbeg;
16. Kecamatan Cijeungjing;
17. Kecamatan Sukadana;
18. Kecamatan Cisaga;
19. Kecamatan Sindangkasih;
20. Kecamatan Cihaurbeuti;
21. Kecamatan Banjarsari;
22. Kecamatan Padaherang;
23. Kecamatan Lakbok;
24. Kecamatan Mangunjaya;
25. Kecamatan Pamarican;
26. Kecamatan Cimaragas;
27. Kecamatan Cidolog;
28. Kecamatan Purwadadi;
29. Kecamatan Pangandaran;
30. Kecamatan Kalipucang;
31. Kecamatan Sidamulih;
32. Kecamatan Cijulang;
33. Kecamatan Cimerak;
34. Kecamatan Parigi;
35. Kecamatan Cigugur; dan
36. Kecamatan Langkaplancar.
(4) Pertanian lahan kering sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b seluas
kurang lebih 6.168 (enam ribu seratus enam puluh delapan) hektar
meliputi:
a. Kecamatan Kawali;
b. Kecamatan Jatinagara;
c. Kecamatan Rajadesa;
d. Kecamatan Panawangan;
e. Kecamatan Cipaku;
65
f. Kecamatan Lumbung;
g. Kecamatan Rancah;
h. Kecamatan Tambaksari;
i. Kecamatan Panjalu;
j. Kecamatan Panumbangan;
k. Kecamatan Sukamantri;
l. Kecamatan Ciamis;
m. Kecamatan Cikoneng;
n. Kecamatan Sadananya;
o. Kecamatan Baregbeg;
p. Kecamatan Cijeungjing;
q. Kecamatan Sukadana;
r. Kecamatan Cisaga;
s. Kecamatan Sindangkasih;
t. Kecamatan Cihaurbeuti;
u. Kecamatan Banjarsari;
v. Kecamatan Padaherang;
w. Kecamatan Lakbok;
x. Kecamatan Mangunjaya;
y. Kecamatan Pamarican;
z. Kecamatan Cimaragas;
aa. Kecamatan Cidolog;
bb. Kecamatan Purwadadi;
cc. Kecamatan Pangandaran;
dd. Kecamatan Kalipucang;
ee. Kecamatan Sidamulih;
ff. Kecamatan Cijulang;
gg. Kecamatan Cimerak;
hh. Kecamatan Parigi;
ii. Kecamatan Cigugur; dan
jj. Kecamatan Langkaplancar.
(5) Hortikultura sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c seluas kurang
lebih 4.835 (empat ribu delapan ratus tiga puluh lima) hektar meliputi:
a. Kecamatan Cigugur;
b. Kecamatan Cihaurbeuti;
c. Kecamatan Cikoneng;
d. Kecamatan Cipaku;
66
e. Kecamatan Jatinagara;
f. Kecamatan Kawali;
g. Kecamatan Langkaplancar;
h. Kecamatan Lumbung;
i. Kecamatan Pamarican;
j. Kecamatan Panawangan;
k. Kecamatan Panjalu;
l. Kecamatan Panumbangan;
m. Kecamatan Rajadesa;
n. Kecamatan Sadananya;
o. Kecamatan Sindangkasih;
p. Kecamatan Sukadana; dan
q. Kecamatan Sukamantri.
(6) Perkebunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d seluas kurang
lebih 20.706 (dua puluh ribu tujuh ratus enam) hektar meliputi:
a. peruntukan perkebunan besar meliputi:
1. Kecamatan Purwadadi;
2. Kecamatan Pamarican;
3. Kecamatan Banjarsari;
4. Kecamatan Cimerak;
5. Kecamatan Tambaksari;
6. Kecamatan Cipaku;
7. Kecamatan Kawali;
8. Kecamatan Cisaga;
9. Kecamatan Kalipucang;
10. Kecamatan Langkaplancar; dan
11. Kecamatan Cigugur.
b. peruntukan perkebunan rakyat meliputi:
1. Kecamatan Kawali;
2. Kecamatan Jatinagara;
3. Kecamatan Rajadesa;
4. Kecamatan Panawangan;
5. Kecamatan Cipaku;
6. Kecamatan Lumbung;
7. Kecamatan Rancah;
8. Kecamatan Tambaksari;
9. Kecamatan Panjalu;
67
3. Kecamatan Cihaurbeuti;
4. Kecamatan Cipaku;
5. Kecamatan Sindangkasih;
6. Kecamatan Panumbangan;
7. Kecamatan Sukamantri;
8. Kecamatan Panawangan; dan
9. Kecamatan Langkaplancar.
c. budidaya ternak besar kuda meliputi:
1. Kecamatan Ciamis;
2. Kecamatan Sadananya;
3. Kecamatan Cikoneng;
4. Kecamatan Cihaurbeuti;
5. Kecamatan Banjarsari;
6. Kecamatan Lakbok;
7. Kecamatan Pangandaran;
8. Kecamatan Padaherang;
9. Kecamatan Parigi;
10. Kecamatan Cimerak; dan
11. Kecamatan Sidamulih.
d. budidaya ternak kecil domba dan kambing berada di seluruh
kecamatan; dan
e. budidaya ternak unggas ayam dan itik berada di seluruh kecamatan.
(9) Penyediaan pakan peternakan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf b
berupa pabrikasi pakan dan intensifikasi penyediaan makanan ternak
meliputi:
a. Kecamatan Ciamis;
b. Kecamatan Sadananya;
c. Kecamatan Cikoneng;
d. Kecamatan Cihaurbeuti;
e. Kecamatan Banjarsari;
f. Kecamatan Cijeungjing;
g. Kecamatan Pangandaran;
h. Kecamatan Padaherang;
i. Kecamatan Parigi;
j. Kecamatan Cimerak;
k. Kecamatan Sidamulih;
l. Kecamatan Panjalu;
m. Kecamatan Kawali;
69
n. Kecamatan Sindangkasih;
o. Kecamatan Panumbangan;
p. Kecamatan Sukamantri;
q. Kecamatan Panawangan; dan
r. Kecamatan Langkaplancar.
(10) Pengolahan hasil peternakan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf c
berupa pengembangan industri pengolahan hasil peternakan meliputi:
a. Kecamatan Ciamis;
b. Kecamatan Sadananya;
c. Kecamatan Cikoneng;
d. Kecamatan Cihaurbeuti;
e. Kecamatan Panumbangan;
f. Kecamatan Panjalu;
g. Kecamatan Cijeungjing;
h. Kecamatan Banjarsari;
i. Kecamatan Pangandaran;
j. Kecamatan Padaherang;
k. Kecamatan Parigi; dan
l. Kecamatan Cimerak.
Pasal 32
(1) Kawasan peruntukan perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28
huruf d seluas kurang lebih 4.197 (empat ribu seratus sembilan puluh
tujuh) hektar meliputi:
a. perikanan tangkap;
b. budidaya perikanan;
c. pengolahan ikan; dan
d. penyediaan prasarana perikanan.
(2) Perikanan tangkap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. perairan laut dengan daerah penangkapan ikan seluas kurang lebih 682
(enam ratus delapan puluh dua) kilometer persegi dan potensi lestari
15.486 (lima belas ribu empat ratus delapan puluh enam) ton per tahun
meliputi:
1. Kecamatan Pangandaran;
2. Kecamatan Parigi;
3. Kecamatan Cijulang;
4. Kecamatan Cimerak;
5. Kecamatan Sidamulih; dan
6. Kecamatan Kalipucang.
70
b. perairan umum rawa seluas kurang lebih 535 (lima ratus tiga puluh
lima) hektar meliputi:
1. Kecamatan Cimerak;
2. Kecamatan Kalipucang;
3. Kecamatan Padaherang;
4. Kecamatan Banjarsari;
5. Kecamatan Lakbok;
6. Kecamatan Tambaksari;
7. Kecamatan Rancah;
8. Kecamatan Purwadadi; dan
9. Kecamatan Mangunjaya.
c. perairan umum danau atau situ atau cekdam seluas kurang lebih 97
(sembilan puluh tujuh) hektar meliputi:
1. Kecamatan Cigugur;
2. Kecamatan Langkaplancar;
3. Kecamatan Kalipucang;
4. Kecamatan Padaherang;
5. Kecamatan Banjarsari;
6. Kecamatan Pamarican;
7. Kecamatan Cisaga;
8. Kecamatan Tambaksari;
9. Kecamatan Rajadesa;
10. Kecamatan Sadananya;
11. Kecamatan Panawangan;
12. Kecamatan Kawali;
13. Kecamatan Panjalu;
14. Kecamatan Panumbangan;
15. Kecamatan Sindangkasih;
16. Kecamatan Lumbung; dan
17. Kecamatan Sukamantri.
d. pemanfaatan danau atau situ seluas kurang lebih 65 (enam puluh lima)
hektar, cekdam dan perairan umum sungai seluas kurang lebih 32 (tiga
puluh dua) hektar; dan
e. perairan umum sungai sepanjang kurang lebih 890 (delapan ratus
sembilan puluh) kilometer meliputi:
1. Kecamatan Cimerak;
2. Kecamatan Cijulang;
3. Kecamatan Cigugur;
4. Kecamatan Langkaplancar;
71
5. Kecamatan Parigi;
6. Kecamatan Pangandaran;
7. Kecamatan Kalipucang;
8. Kecamatan Padaherang;
9. Kecamatan Banjarsari;
10. Kecamatan Lakbok;
11. Kecamatan Pamarican;
12. Kecamatan Cidolog;
13. Kecamatan Cimaragas;
14. Kecamatan Rancah;
15. Kecamatan Rajadesa;
16. Kecamatan Sukadana;
17. Kecamatan Ciamis;
18. Kecamatan Cikoneng;
19. Kecamatan Cipaku;
20. Kecamatan Panawangan;
21. Kecamatan Kawali;
22. Kecamatan Panjalu;
23. Kecamatan Panumbangan;
24. Kecamatan Lumbung;
25. Kecamatan Purwadadi; dan
26. Kecamatan Mangunjaya.
(3) Budidaya perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
a. budidaya air tawar kolam air tenang seluas kurang lebih 3.760 (tiga ribu
tujuh ratus enam puluh) hektar meliputi:
1. Kecamatan Cimerak;
2. Kecamatan Cijulang;
3. Kecamatan Cigugur;
4. Kecamatan Langkaplancar;
5. Kecamatan Parigi;
6. Kecamatan Sidamulih;
7. Kecamatan Pangandaran;
8. Kecamatan Kalipucang;
9. Kecamatan Padaherang;
10. Kecamatan Banjarsari;
11. Kecamatan Lakbok;
12. Kecamatan Pamarican;
72
1. Kecamatan Sidamulih;
2. Kecamatan Lakbok;
3. Kecamatan Cidolog; dan
4. Kecamatan Sukamantri.
d. budidaya air tawar jaring apung meliputi:
1. Kecamatan Padaherang; dan
2. Kecamatan Cijulang.
e. budidaya air payau atau tambak seluas kurang lebih 931 (sembilan
ratus tiga puluh satu) hektar meliputi:
1. Kecamatan Cimerak;
2. Kecamatan Cijulang;
3. Kecamatan Parigi;
4. Kecamatan Sidamulih; dan
5. Kecamatan Kalipucang.
f. budidaya laut dengan potensi seluas kurang lebih 200 (dua ratus)
hektar berada di Kecamatan Cijulang dan Pangandaran.
(4) Pengolahan ikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c berupa
pengembangan industri pengolahan ikan meliputi:
a. Kecamatan Cimerak;
b. Kecamatan Cijulang;
c. Kecamatan Parigi;
d. Kecamatan Sidamulih;
e. Kecamatan Pangandaran;
f. Kecamatan Kalipucang;
g. Kecamatan Padaherang;
h. Kecamatan Banjarsari,
i. Kecamatan Lakbok;
j. Kecamatan Cimaragas;
k. Kecamatan Cisaga;
l. Kecamatan Tambaksari;
m. Kecamatan Ciamis;
n. Kecamatan Cikoneng;
o. Kecamatan Cihaurbeuti;
p. Kecamatan Cipaku;
q. Kecamatan Panjalu;
r. Kecamatan Panumbangan;
s. Kecamatan Sindangkasih;
t. Kecamatan Baregbeg; dan
74
u. Kecamatan Purwadadi.
(5) Penyediaan prasarana perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf d meliputi:
a. TPI Bojongsalawe berada di Kecamatan Parigi;
b. TPI Pangandaran berada di Kecamatan Pangandaran;
c. TPI Batukaras berada di Kecamatan Cijulang;
d. TPI Madasari berada di Kecamatan Cimerak;
e. TPI Muaragatah berada di Kecamatan Cimerak;
f. TPI Bagolo berada di Kecamatan Kalipucang;
g. TPI Ciawitali berada di Kecamatan Kalipucang;
h. TPI Majingklak berada di Kecamatan Kalipucang;
i. TPI Nusawiru berada di Kecamatan Cijulang;
j. TPI Legok Jawa berada di Kecamatan Cimerak;
k. HSRT dan UPR milik masyarakat;
l. Balai Benih Udang Galah (BBUG) berada di Kecamatan Pamarican;
m. PPI Cikidang berada di Kecamatan Pangandaran;
n. BBI Sukamaju berada di Kecamatan Baregbeg;
o. Pasai Ikan Banagara berada di Kecamatan Ciamis;
p. Pasar Ikan Cihaurbeuti berada di Kecamatan Cihaurbeuti;
q. Pasar Ikan Panumbangan berada di Kecamatan Panumbangan; dan
r. Pasar Ikan Cileungsir berada di Kecamatan Rancah.
Pasal 33
(1) Kawasan peruntukan pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
28 huruf e meliputi:
a. kawasan potensi mineral dan batubara; dan
b. kawasan potensi panas bumi;
(2) Kawasan potensi mineral sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
meliputi:
a. batu gamping meliputi:
1. Kecamatan Banjasari;
2. Kecamatan Padaherang;
3. Kecamatan Langkaplancar;
4. Kecamatan Kalipucang;
5. Kecamatan Pangandaran;
6. Kecamatan Parigi;
7. Kecamatan Cigugur;
8. Kecamatan Cimerak;
75
Pasal 34
(1) Kawasan peruntukan industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28
huruf f terdiri atas:
a. kawasan peruntukan industri besar;
b. kawasan peruntukan industri menengah; dan
78
t. Kecamatan Cihaurbeuti;
u. Kecamatan Banjarsari;
v. Kecamatan Padaherang;
w. Kecamatan Lakbok;
x. Kecamatan Mangunjaya;
y. Kecamatan Pamarican;
z. Kecamatan Cimaragas;
aa. Kecamatan Cidolog;
bb. Kecamatan Purwadadi;
cc. Kecamatan Pangandaran;
dd. Kecamatan Kalipucang;
ee. Kecamatan Sidamulih;
ff. Kecamatan Cijulang;
gg. Kecamatan Cimerak;
hh. Kecamatan Parigi;
ii. Kecamatan Cigugur; dan
jj. Kecamatan Langkaplancar.
(4) Kawasan peruntukan industri kecil dan mikro sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf c meliputi:
a. Kecamatan Kawali;
b. Kecamatan Jatinagara;
c. Kecamatan Rajadesa;
d. Kecamatan Panawangan;
e. Kecamatan Cipaku;
f. Kecamatan Lumbung;
g. Kecamatan Rancah;
h. Kecamatan Tambaksari;
i. Kecamatan Panjalu;
j. Kecamatan Panumbangan;
k. Kecamatan Sukamantri;
l. Kecamatan Ciamis;
m. Kecamatan Cikoneng;
n. Kecamatan Sadananya;
o. Kecamatan Baregbeg;
p. Kecamatan Cijeungjing;
q. Kecamatan Sukadana;
r. Kecamatan Cisaga;
s. Kecamatan Sindangkasih;
80
t. Kecamatan Cihaurbeuti;
u. Kecamatan Banjarsari;
v. Kecamatan Padaherang;
w. Kecamatan Lakbok;
x. Kecamatan Mangunjaya;
y. Kecamatan Pamarican;
z. Kecamatan Cimaragas;
aa. Kecamatan Cidolog;
bb. Kecamatan Purwadadi;
cc. Kecamatan Pangandaran;
dd. Kecamatan Kalipucang;
ee. Kecamatan Sidamulih;
ff. Kecamatan Cijulang;
gg. Kecamatan Cimerak;
hh. Kecamatan Parigi;
ii. Kecamatan Cigugur; dan
jj. Kecamatan Langkaplancar.
(5) Kawasan Peruntukan industri besar dan menengah sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dan (3), pada tahap awal diarahkan di Kawasan Lingkar
Selatan.
Pasal 35
(1) Kawasan peruntukan pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28
huruf g terdiri atas:
a. obyek wisata budaya;
b. obyek wisata alam;
c. obyek wisata khusus atau minat; dan
d. obyek wisata buatan.
(2) Objek wisata budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. Situ Lengkong di Kecamatan Panjalu;
b. Astana Gede di Kecamatan Kawali;
c. Karangkamulyan di Kecamatan Cijeungjing;
d. Kampung Kuta di Kecamatan Tambaksari;
e. Situs Gunung Susuru di Kecamatan Cijeungjing;
f. Museum Fosil di Kecamatan Tambaksari;
g. Candi Ronggeng di Kecamatan Pamarican;
h. Cipanjalu desa bahara di Kecamatan Panjalu; dan
81
(3) Objek wisata alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
a. Kecamatan Pangandaran meliputi:
1. Objek Wisata Pangandaran;
2. Cagar Alam Pananjung; dan
3. Karang Tirta.
b. Kecamatan Kalipucang meliputi:
1. Lembah Putri;
2. Karapyak;
3. Palatar Agung; dan
4. Majingklak.
c. Kecamatan Parigi berupa Batu Hiu;
d. Kecamatan Sukamantri berupa Situ Bubuhan;
e. Kecamatan Cijulang berupa Batu Karas; dan
f. Kecamatan Cimerak meliputi:
1. Madasari;
2. Keusik Luhur; dan
3. Pantai Legok Jawa.
(4) Objek wisata khusus atau minat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c meliputi:
a. Kecamatan Panjalu berupa Curug Tujuh;
b. Kecamatan Cihaurbeuti berupa Curug Tilu;
c. Kecamatan Parigi berupa Citumang;
d. Kecamatan Kalipucang berupa Karang Nini dan Goa Donan;
e. Kecamatan Cijulang berupa Cukang Taneuh;
f. Kecamatan Pangandaran berupa Curug Jambe Enum;
g. Kecamatan Sadananya berupa Wisata Tapos;
h. Kecamatan Cikoneng berupa Batucakra;
i. Kecamatan Cikoneng berupa penangkaran Rusa Darmacaang; dan
j. Kecamatan Banjarsari berupa wisata air panas Cikupa.
(5) Objek wisata buatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d meliputi:
a. Wahana wisata tirta;
b. Wahana wisata flora;
c. Wahana wisata fauna;
d. Wahana permainan modern;
e. Tempat-tempat hiburan dan atau plaza; dan
f. Museum.
82
Pasal 36
(1) Kawasan peruntukan permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28
huruf h terdiri atas:
a. kawasan permukiman perkotaan; dan
b. kawasan permukiman perdesaan.
(2) Kawasan permukiman perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a seluas kurang lebih 19.205 (Sembilan belas ribu dua ratus lima)
hektar meliputi:
a. pemukiman perkotaan Ciamis meliputi:
1. Kelurahan Ciamis;
2. Kelurahan Maleber;
3. Kelurahan Kertasari;
4. Kelurahan Cigembor;
5. Kelurahan Benteng;
6. Kelurahan Linggasari;
7. Kelurahan Sindangrasa;
8. Desa Pawindan;
9. Desa Panyingkiran; dan
10. Desa Imbanagara.
b. pemukiman perkotaan Pangandaran meliputi:
1. Desa Babakan;
2. Desa Pananjung;
3. Desa Pangandaran; dan
4. Desa Wonoharjo.
c. pemukiman perkotaan Cijulang meliputi:
1. Desa Cijulang;
2. Desa Batukaras;
3. Desa Margacinta; dan
4. Desa Kondangjajar.
d. pemukiman perkotaan Banjarsari meliputi:
1. Desa Banjarsari;
2. Desa Sukasari;
3. Desa Cibadak;
4. Desa Sindangsari;
5. Desa Purwasari;
6. Desa Sindanghayu; dan
7. Desa Cikaso.
83
8. Desa Utama.
l. pemukiman perkotaan Lumbung meliputi:
1. Desa Lumbung; dan
2. Desa Awiluar.
m. pemukiman perkotaan Jatinagara meliputi:
1. Desa Jatinagara;
2. Desa Sukanagara; dan
3. Desa Dayeuhluhur.
n. pemukiman perkotaan Rajadesa meliputi:
1. Desa Rajadesa;
2. Desa Sirnabaya; dan
3. Desa Sirnajaya.
o. pemukiman perkotaan Rancah meliputi:
1. Desa Rancah; dan
2. Desa Cileungsir.
p. pemukiman perkotaan Cimerak meliputi:
1. Desa Cimerak; dan
2. Desa Sukajaya.
q. pemukiman perkotaan Cigugur meliputi:
1. Desa Cigugur; dan
2. Desa Cimindi.
r. pemukiman perkotaan Langkaplancar meliputi:
1. Desa Cimanggu; dan
2. Desa Bangunjaya.
s. pemukiman perkotaan Sidamulih meliputi:
1. Desa Sidamulih;
2. Desa Pejaten; dan
3. Desa Cikembulan.
t. pemukiman perkotaan Padaherang meliputi:
1. Desa Padaherang; dan
2. Desa Karangpawitan.
u. pemukiman perkotaan Lakbok berada di Desa Sukanagara;
v. pemukiman perkotaan Pamarican meliputi:
1. Desa Pamarican;
2. Desa Sukajaya; dan
3. Desa Neglasari.
85
2. Desa Sukamanah;
3. Desa Sukaraja;
4. Desa Sukasenang;
5. Desa Wanasigra;
6. Desa Budiharja; dan
7. Desa Gunung Cupu.
gg. pemukiman perkotaan Baregbeg meliputi:
1. Desa Baregbeg; dan
2. Desa Sukamaju.
hh. pemukiman perkotaan Purwadadi berada di Desa Purwadadi;
ii. pemukiman perkotaan Mangunjaya berada di Desa Mangunjaya; dan
jj. pemukiman perkotaan Sukamantri meliputi:
1. Desa Sukamantri; dan
2. Desa Cibeureum.
(3) Kawasan permukiman perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b seluas kurang lebih 3.796 (tiga ribu tujuh ratus sembilan puluh
enam) berupa desa-desa yang tidak termasuk kedalam ibukota kecamatan.
Pasal 37
Kawasan peruntukan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf i
berupa Kawasan pertahanan dan keamanan meliputi:
a. Kodim berada di Kecamatan Ciamis;
b. Polres berada di Kecamatan Ciamis;
c. Polsek berada di seluruh kecamatan;
d. Koramil berada di seluruh kecamatan;
e. Ki Zipur dan Ki Zibang berada di Kecamatan Ciamis;
f. Lanal Pangandaran sebagai kawasan pangkalan TNI Angkatan Laut berada di
Kecamatan Pangandaran;
g. Nusawiru sebagai Kawasan pangkalan TNI Angkatan Udara berada di
Kecamatan Cijulang; dan
h. Pos Polisi Air Pangandaran dengan sub pos meliputi:
1. Kecamatan Kalipucang,
2. Kecamatan Pangandaran,
3. Kecamatan Parigi; dan
4. Kecamatan Batukaras.
87
BAB VI
PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS WILAYAH KABUPATEN
Pasal 38
(1) Penetapan Kawasan Strategis Kabupaten terdiri atas:
a. Kawasan Strategis Nasional;
b. Kawasan Strategis Provinsi; dan
c. Kawasan Strategis Kabupaten.
(2) Kawasan strategis nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
berupa KSN Kawasan Pangandaran- Kalipucang- Segara Anakan-
Nusakambangan atau Pacangsanak;
(3) Kawasan strategis provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
meliputi:
a. KSP Pangandaran dan sekitarnya; dan
b. KSP perbatasan Jawa Barat-Jawa Tengah.
(4) Kawasan strategis kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
berupa kawasan strategis berdasarkan sudut kepentingan ekonomi
meliputi:
a. KSK Koridor Jalan Arteri Primer Cihaurbeuti-Cisaga;
b. KSK Situ Panjalu;
c. KSK Agropolitan meliputi:
1. Kecamatan Sukamantri;
2. Kecamatan Panumbangan;
3. Kecamatan Panjalu; dan
4. Kecamatan Cihaurbeuti.
d. KSK Kawasan Perkotaan Kawali;
e. KSK Kawasan Perkotaan Banjarsari;
f. KSK Lumbung Padi meliputi:
1. Kecamatan Lakbok;
2. Kecamatan Purwadadi;
3. Kecamatan Banjarsari;
4. Kecamatan Mangunjaya; dan
5. Kecamatan Padaherang.
g. KSK Minapolitan di Kawasan Pangandaran dan sekitarnya;
h. KSK Perbatasan Kabupaten Koridor Utara; dan
i. KSK Perbatasan Kabupaten Koridor Barat.
(5) Rencana tata ruang KSK sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan
dengan Peraturan Daerah.
88
(6) Rencana rencana KSK digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian 1:
50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
BAB VII
ARAHAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 39
(1) Arahan pemanfaatan ruang wilayah ditujukan untuk:
a. perwujudan struktur ruang;
b. perwujudan pola ruang; dan
c. perwujudan kawasan strategis Kabupaten.
(2) Indikasi program utama memuat uraian yang meliputi:
a. program;
b. kegiatan;
c. sumber pendanaan;
d. instansi pelaksana; dan
e. waktu dalam tahapan pelaksanaan RTRW.
(3) Pelaksanaan RTRW Kabupaten terbagi dalam 4 (empat) tahapan meliputi:
a. tahap I (Tahun 2011 - 2016);
b. tahap II (Tahun 2016 - 2021);
c. tahap III (Tahun 2021 - 2026); dan
d. tahap IV (Tahun 2026 2031).
(4) Matrik indikasi program utama sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV
merupakan bagian dari arahan pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten.
Bagian Kedua
Perwujudan Struktur Ruang
Paragraf 1
Umum
Pasal 40
Perwujudan struktur ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1)
huruf a terdiri atas:
a. perwujudan pusat kegiatan; dan
b. perwujudan sistem jaringan prasarana Kabupaten.
89
Paragraf 2
Perwujudan sistem perkotaan
Pasal 41
Perwujudan pusat kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 huruf a
meliputi:
(1) PKNp Pangandaran meliputi:
a. penyediaan fasilitas pusat kebudayaan; dan
b. pusat pelayanan rekreasi terpadu skala nasional dan internasional.
(2) PKW Pangandaran meliputi:
a. optimalisasi fasilitas terminal penumpang tipe B untuk wisata;
b. penyediaan rumah sakit tipe C;
c. penyediaan puskesmas rawat inap;
d. pengembangan perdagangan dan jasa skala regional;
e. penyediaan kawasan olah raga;
f. penyediaan mesjid wilayah; dan
g. penyediaan taman wilayah.
(3) PKL Ciamis meliputi:
a. pengembangan fasilitas terminal penumpang tipe A;
b. pengembangan pusat perbelanjaan dan jasa skala Kabupaten;
c. pengembangan kantor pemerintahan skala Kabupaten;
d. peningkatan rumah sakit tipe C menjadi rumah sakit tipe B;
e. pengembangan mesjid Kabupaten;
f. pengembangan taman Kabupaten;
g. pengembangan stadion olah raga Kabupaten; dan
h. penyusunan RDTR Kota Ciamis.
(4) PKL Banjarsari meliputi:
a. penataan terminal penumpang tipe B;
b. pengembangan pusat perbelanjaan dan jasa;
c. penyediaan rumah sakit tipe C;
d. penyediaan puskesmas rawat inap; dan
e. penyusunan RDTR Kota Banjarsari.
(5) PKL Kawali meliputi:
a. pengembangan fasiltas pusat perbelanjaan dan jasa;
b. penyediaan rumah sakit tipe C;
c. penyediaan puskesmas rawat inap; dan
d. penyusunan RDTR Kota Kawali.
90
7. Kecamatan Panawangan;
8. Kecamatan Sukamantri; dan
9. Kecamatan Panumbangan.
c. penyediaan puskesmas;
d. penyusunan RDTR Kota Cisaga;
e. penyusunan RDTR Kota Cihaurbeuti-Panumbangan;
f. penyusunan RDTR Kota Padaherang-Kalipucang;
g. penyusunan RDTR Kota Cimaragas-Cidolog;
h. penyusunan RDTR Kota Lakbok-Purwadadi; dan
i. penyusunan RDTR Kota/Kecamatan yang relatif cepat dalam
perkembangannya diluar PKN, PKW, KSK dan PKL.
(13) PPL meliputi:
a. penyediaan pasar desa; dan
b. penyediaan puskesmas pembantu.
Paragraf 3
Perwujudan Sistem Jaringan Prasarana
Pasal 42
(1) Perwujudan sistem jaringan prasarana Kabupaten sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 40 huruf b terdiri atas:
a. perwujudan prasarana utama; dan
b. perwujudan prasarana lainnya.
(2) Perwujudan prasarana utama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
meliputi:
a. perwujudan jaringan transportasi darat;
b. perwujudan jaringan perkerataapian;
c. perwujudan jaringan transportasi laut; dan
d. perwujudan jaringan transportasi udara.
(3) Perwujudan prasarana lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b meliputi:
a. perwujudan sistem jaringan energi;.
b. perwujudan sistem jaringan telekomunikasi dan informasi;
c. perwujudan sistem jaringan sumber daya air; dan
d. perwujudan sistem jaringan prasarana lingkungan.
92
Pasal 43
(1) Perwujudan jaringan transportasi darat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 42 ayat (2) huruf a terdiri atas:
a. perwujudan lalu lintas dan angkutan jalan; dan
b. perwujudan jaringan sungai dan penyeberangan.
(2) Perwujudan lalu lintas dan angkutan jalan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a meliputi:
a. perwujudan jaringan jalan nasional pada wilayah Kabupaten;
b. perwujudan jaringan jalan provinsi pada wilayah Kabupaten;
c. perwujudan jaringan jalan Kabupaten
d. perwujudan jembatan;
e. perwujudan prasarana lalu lintas angkutan jalan; dan
f. perwujudan jaringan pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan.
(3) Perwujudan jaringan jalan nasional pada wilayah Kabupaten sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf a meliputi:
a. pembangunan jalan bebas hambatan;
b. pemeliharaan jalan arteri primer; dan
c. pemeliharaan jalan kolektor primer.
(4) Perwujudan jaringan jalan provinsi pada wilayah Kabupaten sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf b berupa pemeliharaan dan pengembangan
jalan kolektor primer.
(5) Perwujudan jaringan jalan Kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf c meliputi:
a. penetapan sebagai jaringan jalan arteri primer;
b. peningkatan konstruksi dan dimensi jaringan jalan lokal primer;
c. peningkatan konstruksi dan dimensi jaringan jalan lingkungan primer;
dan
d. penetapan sistem jaringan jalan.
(6) Perwujudan jembatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d berupa
peningkatan jembatan.
(7) Perwujudan prasarana lalu lintas angkutan jalan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf e meliputi:
a. pembangunan terminal penumpang tipe A;
b. peningkatan terminal penumpang tipe B;
c. peningkatan terminal penumpang tipe C; dan
d. merealisasikan terminal penumpang tipe B khusus wisata.
(8) Perwujudan jaringan pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf f meliputi:
a. optimalisasi dan pengembangan trayek angkutan umum; dan
b. penyediaan sarana angkutan penumpang.
93
Pasal 45
Perwujudan perwujudan sistem jaringan telekomunikasi dan informasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (3) huruf b meliputi:
a. penyediaan jaringan kabel telepon;
b. penyediaan infrastruktur nirkabel;
c. mengarahkan pemakaian menara telekomunikasi bersama;
d. penggunaan gelombang untuk komunikasi dan penyiaran; dan
e. pengembangan prasarana teknologi informasi.
94
Pasal 46
Perwujudan sistem jaringan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 42 ayat (3) huruf c meliputi:
a. pengamanan jaringan sumber daya air lintas provinsi;
b. pengamanan jaringan sumber daya air lintas kabupaten/kota;
c. pengelolaan wilayah sungai Kabupaten;
d. pemanfaatan waduk;
e. pemanfaatan situ;
f. pemanfaatan embung;
g. pemanfaatan dan pengamanan Daerah Irigasi;
h. pengembangan potensi peningkatan dan pembangunan jaringan irigasi;
i. penerapan sistem pengendalian banjir; dan
j. penyusunan Masterplan DAS dan Sub DAS.
Pasal 47
(1) Perwujudan sistem jaringan prasarana lingkungan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 42 ayat (3) huruf d meliputi:
a. perwujudan sistem jaringan persampahan;
b. perwujudan sumber air minum;
c. perwujudan jalur dan ruang evakuasi bencana;
d. perwujudan pengolahan limbah;
e. perwujudan pengembangan sistem drainase; dan
f. perwujudan prasarana Kabupaten lainnya.
(2) Perwujudan sistem jaringan persampahan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a meliputi:
a. penerapan konsep 3R berbasis masyarakat;
b. mereduksi sampah dengan komposting dan daur ulang mulai dari
sumber sampah sampai TPPAS;
c. pengelolaan sampah organik, an organik dan B3 dengan sistem
terpilah;
d. pengelolaan sampah B3 rumah tangga;
e. pengelolaan sampah B3 industri menjadi tanggung jawab perusahaan
penghasil limbah;
f. pengelolaan sampah B3 medis secara individual atau komunal;
g. mengembangkan Tempat Penampungan Sementara ditempatkan di
pusat kegiatan masyarakat,;
h. mengembangkan Tempat Pengolahan dan Pemrosesan Akhir Sampah
(TPPAS);
i. menerapkan penanganan akhir sampah di TPPAS secara controlled
landfill atau sanitary landfill;
95
(12) Perwujudan prasarana ruang terbuka, taman dan lapangan olah raga
sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf e meliputi:
a. tingkat Kabupaten;
b. tingkat beberapa kecamatan;
c. tingkat kecamatan di kawasan perkotaan tiap kecamatan; dan
d. tingkat lingkungan disebar ke kawasan perkotaan dan perdesaan.
(13) Perwujudan prasarana peribadatan sebagaimana dimaksud pada ayat (7)
huruf f meliputi:
a. mesjid Kabupaten;
b. mesjid kecamatan di kawasan perkotaan tiap kecamatan;
c. tingkat lingkungan disebar ke kawasan perkotaan dan perdesaan; dan
d. sarana peribadatan lainnya disesuaikan dengan kebutuhan sesuai
dengan pemeluk agama masing- masing.
(14) Perwujudan prasarana mitigasi bencana tsunami sebagaimana dimaksud
pada ayat (7) huruf g meliputi:
a. penyediaan pemecah gelombang;
b. Penyediaan fasilitas peringatan dini;
c. penyediaan tempat-tempat perlindungan;
d. relokasi permukiman.
Bagian Ketiga
Perwujudan Pola Ruang
Paragraf 1
Umum
Pasal 48
Perwujudan pola ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1) huruf b
meliputi:
a. perwujudan kawasan lindung; dan
b. perwujudan kawasan budidaya.
Paragraf 2
Perwujudan Kawasan Lindung
Pasal 49
(1) Perwujudan kawasan lindung Kabupaten sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 48 huruf a meliputi:
98
Paragraf 3
Perwujudan Kawasan Budidaya
Pasal 50
(1) Perwujudan kawasan budidaya Kabupaten sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 48 huruf b meliputi:
a. Perwujudan kawasan hutan produksi;
b. perwujudan kawasan hutan rakyat;
c. perwujudan kawasan peruntukan pertanian;
d. perwujudan kawasan peruntukan perikanan;
e. perwujudan kawasan peruntukan pertambangan;
f. perwujudan kawasan peruntukan industri;
g. perwujudan kawasan peruntukan pariwisata;
h. perwujudan kawasan peruntukan permukiman perkotaan;
i. perwujudan kawasan peruntukan permukiman perdesaan; dan
j. perwujudan kawasan peruntukan lainnya.
(2) Perwujudan kawasan peruntukan hutan produksi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. penetapan tata batas kawasan hutan produksi terbatas;
b. pemanfaatan hutan produksi terbatas secara lestari;
c. penetapan tata batas kawasan hutan produksi;
d. rehabilitasi hutan dan lahan kritis;
e. perlindungan dan konservasi sumber daya hutan dan lahan;
f. pembinaan dan penertiban industri hasil hutan;
g. pengembangan hasil hutan bukan kayu;
h. pengembangan tanaman hutan; dan
i. peningkatan pemasaran hasil produksi.
(3) Perwujudan kawasan peruntukan hutan rakyat sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b meliputi:
a. pengembangan tanaman hutan;
b. pengembangan hasil hutan bukan kayu;
c. pengembangan sarana dan prasarana pendukung kegiatan;
d. pengembangan manajemen pengelolaan yang lebih teroganisir; dan
e. penyusunan masterplan kehutanan.
(4) Perwujudan kawasan peruntukan pertanian sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf c meliputi:
a. pengembangan sarana dan prasarana;
b. pengembangan agroindustri;
101
Bagian Empat
Perwujudan Kawasan Strategis Kabupaten
Pasal 51
(1) Perwujudan kawasan strategis Kabupaten sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 39 ayat (1) huruf c terdiri atas:
a. perwujudan KSK Koridor Jalan Arteri Primer Cihaurbeuti-Cisaga;
b. perwujudan penanganan KSK Situ Panjalu;
c. perwujudan penanganan KSK Agropolitan;
d. perwujudan penanganan KSK Pusat Pertumbuhan Kawali;
e. perwujudan penanganan KSK Pusat Pertumbuhan Banjarsari;
f. perwujudan penanganan KSK Lumbung Padi;
g. perwujudan penanganan KSK Minapolitan; dan
h. perwujudan penanganan KSK Perbatasan Kabupaten Koridor Utara dan
Koridor Barat.
(2) Perwujudan KSK Koridor Jalan Arteri Primer Cihaurbeuti-Cisaga
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. penyusunan RDTR KSK Koridor Jalan Arteri Primer Cihaurbeuti-Cisaga;
b. penyusunan RTBL Perkotaan Sindangkasih;
c. pengembangan Perdagangan dan Jasa berdaya saing eksternal;
d. pengembangan dan penataan pusat pemerintahan Kabupaten; dan
e. pengembangan pemukiman perkotaan berwawasan lingkungan.
(3) Perwujudan penanganan KSK Situ Panjalu sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b meliputi:
a. penyusunan RDTR KSK Situ Panjalu;
b. pelestarian, pengendalian dan pemanfaatan sebagai obyek wisata;
c. pengembangan obyek wisata melalui pengemasan dalam 1 paket wisata;
dan
d. peningkatan promosi dan peningkatan infrastruktur penunjang wisata.
104
BAB VIII
KETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH KABUPATEN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 52
Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang meliputi:
a. ketentuan umum peraturan zonasi;
b. ketentuan perizinan;
105
Bagian Kedua
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Kabupaten
Pasal 53
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52
huruf a mengatur tentang persyaratan pemanfaatan ruang dan ketentuan
pengendaliannya yang mencakup seluruh wilayah administratif;
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi meliputi:
a. sistem pusat kegiatan;
b. kawasan sekitar prasarana nasional, provinsi, dan wilayah;
c. kawasan lindung;
d. kawasan budidaya; dan
e. kawasan strategis.
Pasal 54
Ketentuan umum peraturan zonasi sistem pusat kegiatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 53 ayat (2) huruf a meliputi:
(1) Peraturan zonasi untuk PKNp disusun dengan ketentuan:
a. diperbolehkan dilakukan pengembangan secara terbatas pada zona
yang tidak termasuk dalam klasifikasi intensitas tinggi dengan syarat
maksimum pengembangan 25 (dua puluh lima) persen;
b. tidak diperbolehkan dilakukan perubahan secara keseluruhan fungsi
dasarnya;
c. pembatasan terhadap kegiatan bukan perkotaan yang dapat
mengurangi fungsi sebagai kawasan perkotaan; dan
d. diperbolehkan untuk kegiatan perkotaan yang didukung fasilitas dan
prasarana sesuai skala kegiatan.
(2) Peraturan zonasi untuk PKW disusun dengan ketentuan:
a. diperbolehkan dilakukan pengembangan secara terbatas pada zona
yang tidak termasuk dalam klasifikasi intensitas tinggi dengan syarat
maksimum pengembangan 25 (dua puluh lima) persen;
b. tidak diperbolehkan dilakukan perubahan secara keseluruhan fungsi
dasarnya;
c. pembatasan terhadap kegiatan bukan perkotaan yang dapat
mengurangi fungsi sebagai kawasan perkotaan; dan
d. diperbolehkan untuk kegiatan perkotaan yang didukung fasilitas dan
prasarana sesuai skala kegiatan.
106
Pasal 55
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi di kawasan sekitar prasarana jalan
bebas hambatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (2) huruf b
disusun dengan ketentuan:
a. diperbolehkan untuk prasarana pergerakan yang menghubungkan antar
pusat kegiatan;
b. pembatasan intensitas bangunan di sepanjang jalan bebas hambatan;
c. pelarangan alih fungsi lahan yang berfungsi lindung di sepanjang jalan
bebas hambatan;
d. pembatasan terhadap bangunan dengan penetapan garis sempadan
jalan;
107
e. penetapan batas lahan ruang pengawasan jalan serta jalan akses yang
tidak mengganggu fungsi jalan bebas hambatan; dan
f. pembatasan alih fungsi lahan budidaya disepanjang jalan bebas
hambatan.
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi di kawasan sekitar prasarana jalan
sistem arteri primer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (2) huruf b
disusun dengan ketentuan:
a. diperbolehkan untuk prasarana pergerakan yang menghubungkan antar
pusat-pusat kegiatan utama;
b. diperbolehkan pemanfaatan lahan di sepanjang koridor jalan arteri
primer untuk kegiatan skala provinsi dan nasional;
c. diperbolehkan pemanfaatan lahan di sepanjang koridor jalan arteri
primer untuk kegiatan skala Kabupaten;
d. tidak diperbolehkan pengembangan pemanfaatan lahan di sepanjang
koridor jalan arteri primer untuk kegiatan skala kecamatan dan atau
lebih rendah;
e. pembatasan terhadap bangunan dengan penetapan garis sempadan
bangunan yang terletak ditepi jalan arteri primer;
f. pelarangan alih fungsi lahan yang berfungsi lindung di sepanjang jalan
arteri primer;
g. diperbolehkan dimanfaatkan bagi pergerakan lokal dengan tidak
mengurangi fungsi pergerakan;
h. pembatasan alih fungsi lahan berfungsi budidaya di sepanjang jalan
arteri primer; dan
i. tidak diperbolehkan pembangunan reklame dan sejenisnya di median
dan trotoar jalan.
(3) Ketentuan umum peraturan zonasi di kawasan sekitar prasarana jalan
kolektor primer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (2) huruf b
disusun dengan ketentuan:
a. diperbolehkan untuk prasarana pergerakan yang menghubungkan antar
pusat-pusat kegiatan;
b. diperbolehkan pemanfaatan lahan di sepanjang koridor jalan kolektor
primer untuk kegiatan skala provinsi, Kabupaten dan beberapa
kecamatan;
c. tidak diperbolehkan pengembangan pemanfaatan lahan di sepanjang
koridor jalan kolektor primer untuk kegiatan skala kecamatan dan atau
lebih rendah;
d. pelarangan alih fungsi lahan yang berfungsi lindung di sepanjang jalan
kolektor primer;
e. pembatasan terhadap bangunan dengan penetapan garis sempadan
bangunan yang terletak ditepi jalan kolektor primer;
f. pembatasan alih fungsi lahan berfungsi budidaya di sepanjang jalan
kolektor primer; dan
g. tidak diperbolehkan pembangunan reklame dan sejenisnya di median
dan trotoar jalan.
108
Pasal 56
Ketentuan umum peraturan zonasi Kawasan lindung sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 53 ayat (2) huruf c meliputi:
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan resapan air disusun dengan
ketentuan:
a. tidak diperbolehkan adanya pengembangan kegiatan budidaya, kecuali
mampu memenuhi penyerapan air secara maksimal;
b. pelarangan kegiatan dan pemanfaatan kawasan yang mengurangi fungsi
resapan air dan daya serap tanah terhadap air;
c. diperbolehkan permukiman yang sudah terbangun di dalam kawasan
resapan air sebelum ditetapkan sebagai kawasan lindung, dengan
syarat:
1. tingkat kerapatan bangunan rendah dengan KDB maksimum 20
(dua puluh) persen dan KLB maksimum 40 (empat puluh) persen;
2. perkerasan permukiman menggunakan bahan yang memiliki daya
serap tinggi; dan
3. dalam kawasan resapan air apabila diperlukan disarankan dibangun
sumur-sumur resapan dan/atau waduk sesuai ketentuan yang
berlaku.
112
4. budidaya lebah;
5. penangkaran satwa liar;
6. rehabilitasi satwa; dan
7. budidaya tanaman makanan ternak.
b. diizinkan pemanfaatan jasa lingkungan meliputi:
1. pemanfaatan aliran air;
2. pemanfaatan air;
3. wisata alam;
4. perlindungan keanekaragaman hayati;
5. penyelamatan dan perlindungan lingkungan;
6. penyerapan dan/atau penyimpan karbon; dan
7. usaha olah raga tantangan.
c. diizinkan pemanfaatan hasil hutan bukan kayu meliputi:
1. rotan;
2. madu;
3. getah;
4. buah;
5. jamur;
6. sarang burung walet; dan
7. perburuan satwa liar yang tidak dilindungi dan dilaksanakan secara
tradisional.
d. diizinkan penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan
pembangunan di luar kegiatan kehutanan hanya dapat dilakukan
untuk kegiatan yang mempunyai tujuan strategis yang tidak dapat
dielakkan meliputi:
1. religi;
2. pertambangan;
3. instalasi pembangkit, transmisi, dan distribusi listrik, serta teknologi
energi baru dan terbarukan;
4. pembangunan jaringan telekomunikasi, stasiun pemancar radio, dan
stasiun relay televisi;
5. jalan umum, jalan tol, dan jalur kereta api;
6. Sarana transportasi yang tidak dikategorikan sebagai sarana
transportasi umum untuk keperluan pengangkutan hasil produksi;
7. sarana dan prasarana sumber daya air, pembangunan jaringan
instalasi air, dan saluran air bersih dan/atau air limbah;
8. fasilitas umum;
9. industri terkait kehutanan;
10. pertahanan dan keamanan;
11. prasarana penunjang keselamatan umum; dan
118
Pasal 57
Ketentuan umum peraturan zonasi Kawasan budidaya sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 53 ayat (2) huruf d meliputi:
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan hutan produksi disusun
dengan ketentuan:
a. diizinkan pemanfaatan kawasan, melalui kegiatan usaha :
1. budidaya tanaman obat;
2. budidaya tanaman hias;
3. budidaya jamur;
4. budidaya lebah;
5. penangkaran satwa; dan
6. budidaya sarang burung walet.
b. diizinkan pemanfaatan jasa lingkungan, meliputi:
1. pemanfaatan aliran air;
2. pemanfaatan air;
3. wisata alam;
4. perlindungan keanekaragaman hayati;
5. penyelamatan dan perlindungan lingkungan;
6. penyerapan dan/atau penyimpan karbon; dan
7. usaha olah raga tantangan.
c. diizinkan pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu;
d. diizinkan pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu;
e. diizinkan penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan
pembangunan di luar kegiatan kehutanan hanya dapat dilakukan
untuk kegiatan yang mempunyai tujuan strategis yang tidak dapat
dielakkan meliputi:
1. religi;
2. pertambangan;
3. instalasi pembangkit, transmisi, dan distribusi listrik, serta teknologi
energi baru dan terbarukan;
4. pembangunan jaringan telekomunikasi, stasiun pemancar radio, dan
stasiun relay televisi;
5. jalan umum, jalan tol, dan jalur kereta api;
6. Sarana transportasi yang tidak dikategorikan sebagai sarana
transportasi umum untuk keperluan pengangkutan hasil produksi;
7. sarana dan prasarana sumber daya air, pembangunan jaringan
instalasi air, dan saluran air bersih dan/atau air limbah;
119
8. fasilitas umum;
9. industri terkait kehutanan;
10. pertahanan dan keamanan;
11. prasarana penunjang keselamatan umum; dan
12. penampungan sementara korban bencana alam.
f. tidak bertentangan dengan ketentuan berlaku.
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan hutan rakyat disusun dengan
ketentuan:
a. pengoptimalan pemanfaatan hasil hutan;
b. pembatasan pendirian bangunan;
c. diperbolehkan kegiatan pengusahaan hutan rakyat terhadap lahan-
lahan yang potensial dikembangkan;
d. tidak diperbolehkan kegiatan yang menimbulkan gangguan lingkungan;
e. diperbolehkan permukiman perdesaan;
f. diperbolehkan alih fungsi lahan hutan rakyat menjadi permukiman
perkotaan di kawasan perkotaan; dan
g. diperbolehkan ketentuan kegiatan lainnya sesuai dengan peraturan
perundang - undangan.
(3) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan pertanian lahan basah
disusun dengan ketentuan:
a. tidak diperbolehkan alih fungsi lahan pertanian pangan berkelanjutan
(LP2B);
b. pengendalian secara ketat konversi lahan sawah beririgasi non teknis;
c. pelarangan tumbuhnya kegiatan perkotaan di sepanjang jalur
transportasi yang menggunakan lahan sawah yang dikonversi;
d. pelaksanaan konservasi berkaitan dengan vegatatif dan mekanis;
e. diperbolehkan permukiman perdesaan di kawasan pertanian lahan
basah non irigasi teknis khususnya bagi penduduk yang bekerja
disektor pertanian;
f. tidak diperbolehkan menggunakan lahan yang dikelola dengan
mengabaikan kelestarian lingkungan;
g. tidak diperbolehkan pemborosan penggunaan sumber air;
h. boleh dialihfungsikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan;
i. boleh adanya bangunan prasarana wilayah dan bangunan yang bersifat
mendukung kegiatan pertanian; dan
j. boleh melakukan kegiatan wisata alam secara terbatas, penelitian, dan
pendidikan.
120
Pasal 58
Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan strategis sebagaimana dimaksud
pada pasal 53 ayat (2) huruf d meliputi:
(1) Peraturan zonasi untuk kawasan strategis nasional disusun dengan
ketentuan:
a. diperbolehkan dilakukan pengembangan untuk mendukung kegiatan
kawasan;
b. tidak diperbolehkan dilakukan perubahan secara keseluruhan fungsi
dasarnya; dan
c. diperbolehkan untuk penyediaan fasilitas dan prasarana.
(2) Peraturan zonasi untuk kawasan strategis provinsi disusun dengan
ketentuan:
a. diperbolehkan dilakukan pengembangan untuk mendukung kegiatan
kawasan;
b. tidak diperbolehkan dilakukan perubahan secara keseluruhan fungsi
dasarnya; dan
c. diperbolehkan untuk penyediaan fasilitas dan prasarana.
(3) Peraturan zonasi untuk kawasan strategis Kabupaten disusun dengan
ketentuan:
a. penetapan kawasan strategis Kabupaten;
b. diperbolehkan dilakukan pengembangan untuk mendukung kegiatan
kawasan;
c. tidak diperbolehkan dilakukan perubahan secara keseluruhan fungsi
dasarnya; dan
d. diperbolehkan untuk penyediaan fasilitas dan prasarana.
Bagian Ketiga
Ketentuan Perizinan
Pasal 59
(1) Jenis-jenis perizinan terkait pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 52 huruf b meliputi:
125
a. izin Lokasi;
b. izin Penggunaan Pemanfaatan Tanah (IPPT);
c. izin Mendirikan Bangunan; dan
d. izin lain berdasarkan peraturan perundang-undangan.
(2) Izin lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
a. sebagai dasar untuk pembebasan lahan dalam rangka pemanfaatan
ruang; dan
b. sebagai dasar izin penggunaan pemanfaatan tanah.
(3) Izin Penggunaan Pemanfaatan Tanah (IPPT) sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf c meliputi:
a. sebagai dasar rekomendasi untuk beroperasi sesuai dengan ketentuan
yang berlaku;
b. diberikan untuk kegiatan pemanfaatan ruang pada lahan yang sudah
dikuasai;
c. berlaku selama lokasi tersebut digunakan sesuai dengan
peruntukannya dan tidak bertentangan dengan kepentingan umum;
dan
d. sebagai dasar Izin Mendirikan Bangunan.
(4) Izin Mendirikan Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d
sebagai dasar mendirikan bangunan; dan
(5) Ketentuan dan tata cara perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dalam peraturan Bupati.
Pasal 60
(1) Setiap pejabat pemerintah yang berwenang menerbitkan izin pemanfaatan
ruang dilarang menerbitkan izin yang tidak sesuai dengan RTRW
Kabupaten;
(2) Izin pemanfaatan ruang yang diperoleh dengan tidak melalui prosedur yang
benar dan atau tidak sesuai dengan RTRW Kabupaten, dibatalkan oleh
pemerintah menurut kewenangan masing-masing sesuai ketentuan
perundang-undangan; dan
(3) Izin pemanfaatan ruang yang telah diperoleh melalui prosedur yang benar
tetapi kemudian terbukti tidak sesuai dengan RTRW Kabupaten, termasuk
akibat adanya perubahan RTRW Kabupaten, dapat dibatalkan dan dapat
dimintakan penggantian yang layak kepada instansi pemberi izin.
126
Bagian Keempat
Ketentuan Pemberian Insentif dan Disinsentif
Paragaraf 1
Ketentuan Pemberian Insentif
Pasal 61
Ketentuan pemberian insentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 huruf c
meliputi:
(1) Insentif dapat diberikan oleh Pemerintah Kabupaten kepada pemerintah
daerah lainnya, pemerintah desa dan masyarakat umum yang
melaksanakan pembangunan sesuai dengan RTRWK;
(2) Insentif kepada pemerintah daerah lainnya dan pemerintah desa
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan dalam bentuk:
a. pemberian kompensasi;
b. subsidi silang;
c. penyediaan sarana dan prasarana;
d. dukungan program serta kegiatan pembangunan;
e. kerjasama pendanaan;
f. penghargaan; dan
g. publisitas atau promosi daerah.
(3) Ketentuan insentif dari pemerintah Kabupaten kepada masyarakat umum
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan dalam bentuk:
a. pemberian kompensasi;
b. pengurangan retribusi;
c. imbalan;
d. sewa ruang dan urun saham;
e. penyediaan sarana dan prasarana;
f. penghargaan; dan
g. kemudahan perizinan.
(4) Tata cara dan mekanisme pemberian insentif sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) sampai dengan (3), diatur lebih lanjut diatur oleh Peraturan Bupati.
Paragraf 2
Ketentuan Pemberian Disinsentif
Pasal 62
Ketentuan pemberian disinsentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 huruf c
meliputi:
127
Bagian Kelima
Sanksi Administratif
Pasal 63
(1) Setiap orang atau badan hukum yang melakukan pelanggaran terhadap
pemanfaaan ruang wilayah Kabupaten dikenai sanksi administratif;
(2) Sanksi administratif dapat berupa:
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara kegiatan;
c. penghentian sementara pelayanan umum;
d. penutupan lokasi;
e. pencabutan izin;
f. pembatalan izin;
g. pembongkaran bangunan;
h. pemulihan fungsi ruang; dan
i. denda administratif.
(3) Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a diberikan
oleh pejabat yang berwenang dalam penertiban pelanggaran pemanfaatan
ruang melalui penerbitan surat peringatan tertulis sebanyak-banyaknya 3
(tiga) kali dengan tenggang waktu maksimal 7 (tujuh) hari;
(4) Penghentian sementara kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf b dilakukan melalui langkah-langkah:
a. penerbitan surat perintah penghentian kegiatan sementara dari pejabat
yang berwenang melakukan penertiban pelanggaran pemanfaatan ruang
sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
128
Bagian Keenam
Penegakan Peraturan Daerah
Pasal 64
Penegakan Peraturan Daerah ini dilakukan oleh Satuan Polisi Pamong Praja dan
Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) sesuai dengan kewenangannya,
berkoordinasi dengan Kepolisian, berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
BAB IX
KELEMBAGAAN
Pasal 65
(1) Dalam rangka mengkoordinasikan penyelenggaraan penataan ruang di
wilayah Kabupaten, yang meliputi koordinasi dalam pengaturan,
pembinaan, pelaksanaan dan pengawasan penataan ruang, dibentuk Badan
Koordinasi Penataan Ruang Daerah yang selanjutnya disebut BKPRD; dan
(2) Tugas, susunan keanggotaan dan tata kerja BKPRD diatur sesuai
ketentuan dan ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
BAB X
HAK, KEWAJIBAN DAN PERAN MASYARAKAT
Pasal 66
Dalam penataan ruang wilayah, setiap masyarakat berhak:
(1) berperan serta dalam proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang
dan pengendalian pemanfaatan ruang;
(2) mengetahui RTRW Kabupaten dan rencana rincinya berupa rencana detail
tata ruang kawasan dan rencana pengembangan sektoral;
(3) menikmati manfaat ruang dan/atau pertambahan nilai ruang sebagai
akibat dari penataan ruang wilayah; dan
(4) mengajukan keberatan, gugatan dan tuntutan pembatalan izin, serta
memperoleh penggantian yang layak atas kegiatan pembangunan terkait
pelaksanaan RTRW Kabupaten.
Pasal 67
(1) Untuk mengetahui RTRW Kabupaten dan rencana rincinya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 65 huruf b masyarakat dapat memperoleh melalui:
a. lembaran daerah Kabupaten;
b. papan pengumuman di tempat-tempat umum;
c. penyebarluasan informasi melalui brosur;
132
Pasal 68
(1) Untuk menikmati manfaat ruang dan/atau pertambahan nilai ruang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 huruf c didasarkan pada hak atas
dasar pemilikan, penguasaan atau pemberian hak tertentu yang dimiliki
masyarakat sesuai ketentuan peraturan perundangundangan, atau pun
atas hukum adat dan kebiasaaan atas ruang pada masyarakat setempat;
dan
(2) Kaidah dan aturan pemanfaatan ruang yang melembaga pada masyarakat
secara turun temurun dapat dilanjutkan sepanjang telah memperhatikan
faktor daya dukung lingkungan, estetika, struktur pemanfaatan ruang
wilayah yang dituju, serta dapat menjamin pemanfaatan ruang yang serasi,
selaras, seimbang dan berkelanjutan.
Pasal 69
Dalam hal pengajuan keberatan, gugatan dan tuntutan pembatalan izin, serta
hak memperoleh penggantian atas kegiatan pembangunan terkait pelaksanaan
RTRW Kabupaten, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 huruf d adalah hak
masyarakat untuk:
a. mengajukan keberatan, tuntutan pembatalan izin dan penghentian kegiatan
kepada pejabat berwenang terhadap pembangunan yang tidak sesuai dengan
RTRW Kabupaten dan rencana rincinya;
b. mengajukan gugatan ganti kerugian kepada pemerintah dan/atau pemegang
izin apabila kegiatan pembangunan yang tidak sesuai dengan RTRW
Kabupaten menimbulkan kerugian;
c. mengajukan tuntutan pembatalan izin dan penghentian pembangunan yang
tidak sesuai dengan RTRW Kabupaten kepada penjabat yang berwenang; dan
d. memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang timbul akibat
pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan RTRW Kabupaten
dan rencana rincinya.
Pasal 70
Dalam pemanfaatan ruang wilayah, setiap orang wajib:
a. menaati RTRW Kabupaten dan penjabarannya yang telah ditetapkan;
b. memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan ruang yang diperoleh;
c. mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan
ruang; dan
d. memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan peraturan
perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum.
133
Pasal 71
(1) Pemberian akses sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 huruf d adalah
untuk kawasan milik umum, yang aksesibilitasnya memenuhi syarat:
a. untuk kepentingan masyarakat umum; dan
b. tidak ada akses lain menuju kawasan dimaksud.
(2) Kawasan milik umum tersebut, diantaranya adalah sumber air, ruang
terbuka publik dan fasilitas umum lainnya sesuai ketentuan dan
perundang-undangan.
Pasal 72
Peran masyarakat dalam proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang
dan pengendalian pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65
huruf a diakomodasi pemerintah daerah dalam proses:
a. penyusunan rencana tata ruang;
b. pemanfaatan ruang; dan
c. pengendalian pemanfaatan ruang.
Pasal 73
Dalam penyusunan rencana tata ruang, peran serta masyarakat dapat
berbentuk:
a. bantuan masukan dalam identifikasi potensi dan masalah, memperjelas hak
atas ruang, dan penentuan arah pengembangan wilayah;
b. pemberian informasi, saran, pertimbangan atau pendapat dalam
penyusunan strategi pelaksanaan pemanfaatan ruang wilayah;
c. pengajuan keberatan terhadap rancangan rencana tata ruang;
d. kerja sama dalam penelitian dan pengembangan;
e. bantuan tenaga ahli; dan
f. bantuan dana.
Pasal 74
Dalam pemanfaatan ruang, peran masyarakat dapat berbentuk:
a. penyelenggaraan kegiatan pembangunan prasarana dan pengembangan
kegiatan yang sesuai dengan arahan RTRW Kabupaten;
b. perubahan atau konversi pemanfaatan ruang agar sesuai dengan arahan
dalam RTRW Kabupaten;
c. bantuan pemikiran atau pertimbangan berkenaan dengan mewujudkan
struktur dan pola pemanfaatan ruang, dan masukan dalam proses
penetapan lokasi kegiatan pada suatu kawasan; dan
d. konsolidasi dalam pemanfaatan tanah, air, udara dan sumberdaya alam
lainnya untuk tercapainya pemanfaatan ruang yang berkualitas, serta
menjaga, memelihara, dan meningkatkan kelestarian lingkungan hidup.
Pasal 75
Dalam pengendalian pemanfaatan ruang, peran serta masyarakat dapat berupa:
a. pengawasan terhadap pemanfaatan ruang wilayah melalui penyampaian
laporan dan/atau pengaduan adanya penyimpangan pemanfaatan ruang,
134
secara lisan atau tertulis kepada pejabat yang berwenang, BKPRD dan atau
Bupati; dan
b. bantuan pemikiran atau pertimbangan dalam rangka penertiban kegiatan
pemanfaatan ruang yang menyimpang dari arahan RTRW Kabupaten.
BAB XI
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 76
(1) Jangka waktu RTRW Kabupaten adalah 20 (dua puluh) yaitu tahun 2011 -
2031 dan dapat ditinjau kembali 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun;
(2) Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan
bencana alam skala besar dan/atau perubahan batas teretorial provinsi
dan Kabupaten/Kota yang ditetapkan dengan peraturan perundang-
undangan, RTRW Kabupaten dapat ditinjau kembali lebih dari 1 (satu) kali
dalam 5 (lima) tahun.
(3) Peninjauan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) juga dilakukan
apabila terjadi perubahan kebijaan nasional dan strategi yang
mempengaruhi pemanfaatan ruang Kabupaten dan/atau dinamika internal
Kabupaten.
(4) Penyusunan Rencana Rinci Wilayah Kabupaten meliputi:
a. RTR KSK Koridor Jalan Arteri Primer Cihaurbeuti-Cisaga;
b. RTR KSK Situ Panjalu;
c. RTR KSK Agropolitan;
d. RTR KSK Kawasan Perkotaan Kawali;
e. RTR KSK Kawasan Perkotaan Banjarsari;
f. RTR KSK Lumbung Padi;
g. RTR KSK Minapolitan;
h. RTR KSK Perbatasan Kabupaten Koridor Utara; dan
i. RTR KSK Perbatasan Kabupaten Koridor Barat.
BAB XII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 77
(1) Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka semua peraturan
pelaksanaan yang berkaitan dengan penataan ruang Daerah yang telah ada
tetap dinyatakan berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan
Daerah ini.
(2) Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka:
a. izin pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan dan telah sesuai dengan
ketentuan Peraturan Daerah ini tetap berlaku sesuai dengan masa
berlakunya;
135
BAB XIII
PENUTUP
Pasal 78
Pada saat berlakunya Peraturan Daerah ini, maka Peraturan Daerah Kabupaten
Ciamis Nomor 3 Tahun 2007 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Ciamis Tahun 2004 2014 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 79
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Ciamis.
Ditetapkan di Ciamis
pada tanggal 12 Desember 2012
BUPATI CIAMIS,
Cap/ttd
H. ENGKON KOMARA
Diundangkan di Ciamis
pada tanggal 12 Desember 2012
SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN CIAMIS,
Cap/ttd
H. HERDIAT S.
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS
TAHUN 2012 NOMOR 15
1
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS
NOMOR 15 TAHUN 2012
TENTANG
RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN CIAMIS
TAHUN 2011-2031
I. UMUM
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) merupakan acuan
operasionalisasi kegiatan pembangunan daerah yang dituangkan dalam
bentuk struktur dan pola ruang. Rencana ini disusun secara hirarkis dari
rencana tata ruang wilayah tingkat Nasional (RTRWN), Propinsi (RTRWP),
hingga Kabupaten/Kota (RTRW Kabupaten/Kota), serta memadukan
kegiatan pembangunan sektoral dengan pembangunan wilayah.
Keterpaduan ini perlu dilakukan sedemikian rupa dengan cara
menyelaraskan antara rencana tata ruang yang satu dengan yang lain dan
dengan berbagai dinamika.
Berbagai dinamika dan perubahan yang terjadi di masyarakat
memberikan konsekuensi adanya perkembangan kebutuhan masyarakat
dalam menunjang kehidupannya. Pertumbuhan dan perkembangan
kegiatan, baik karena permasalahan internal maupun pengaruh eksternal
wilayah memberikan dampak adanya berbagai perubahan dalam struktur
kehidupan masyarakat. Sejalan dengan perkembangan tersebut bila tidak
diimbangi dengan laju pembangunan wilayah disegala bidang, maka akan
menimbulkan dampak kerugian di masyarakat.
Adapun dinamika internal adalah perubahan politik, ekonomi, sosial,
budaya, dan sebagainya yang berasal dari dalam wilayah tersebut seperti
potensi perubahan wilayah, potensi perubahan kekuasaan ditingkat lokal,
permasalahan dan isu pembangunan ekonomi dan sosial serta tantangan
pembangunan lainnya yang sifatnya lokal.
Sedangkan dinamika eksternal adalah perubahan yang terjadi
karena adanya pengaruh dari luar baik itu pada tataran global, nasional,
propinsi maupun hal-hal yang berkembang dan akan berpengaruh
terhadap kabupaten lainnya yang memiliki hubungan baik secara
administrasi maupun kerjasama dengan Kabupaten Ciamis. Dinamika
eksternal ini, juga dipengaruhi oleh tuntutan sistem kepemerintahan yang
baik (good governance), tuntutan pasar dunia (global market forces) dan
tuntutan masyarakat pada umumnya.
2
Pasal 1
Istilah yang dirumuskan dalam pasal ini dimaksudkan agar terdapat
keseragaman pengertian dalam Peraturan Daerah ini.
3
Pasal 2
Cukup jelas
Pasal 3
Tujuan penataan ruang wilayah Kabupaten Ciamis adalah tujuan yang
ditetapkan Kabupaten Ciamis yang merupakan arahan perwujudan visi
dan misi pembangunan jangka panjang Kabupaten Ciamis pada aspek
keruangan, yang pada dasarnya mendukung terwujudnya ruang
wilayah yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan
berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional.
Tujuan penataan ruang wilayah Kabupaten Ciamis merupakan arahan
perwujudan ruang wilayah Kabupaten Ciamis yang ingin dicapai pada
masa yang akan datang (20 tahun).
Tujuan penataan ruang wilayah Kabupaten Ciamis dirumuskan
berdasarkan:
1. visi dan misi pembangunan wilayah Kabupaten Ciamis;
2. karakteristik wilayah Kabupaten Ciamis;
3. isu strategis;
4. kondisi objektif yang diinginkan;
5. tidak bertentangan dengan tujuan penataan ruang wilayah Propinsi
Jawa Barat dan nasional;
6. jelas dan diupayakan tercapai sesuai jangka waktu perencanaan;
dan
7. tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 4
Kebijakan penataan ruang wilayah Kabupaten Ciamis merupakan arah
tindakan yang harus ditetapkan untuk mencapai tujuan penataan
ruang wilayah Kabupaten Ciamis.
Kebijakan penataan ruang wilayah Kabupaten Ciamis dirumuskan
berdasarkan:
1. tujuan penataan ruang wilayah Kabupaten Ciamis;
2. karakteristik wilayah Kabupaten Ciamis;
3. kapasitas sumber daya wilayah Kabupaten Ciamis dalam
mewujudkan tujuan penataan ruangnya; dan
4. ketentuan peraturan perundang-undangan terkait.
Pasal 5
Strategi penataan ruang wilayah Kabupaten Ciamis merupakan
penjabaran kebijakan penataan ruang wilayah Kabupaten Ciamis ke
dalam langkah-langkah operasional untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.
Strategi penataan ruang wilayah kabupaten dirumuskan berdasarkan:
1. kebijakan penataan ruang wilayah Kabupaten Ciamis;
2. kapasitas sumber daya wilayah Kabupaten Ciamis dalam
melaksanakan kebijakan penataan ruangnya; dan
3. ketentuan peraturan perundang-undangan.
4
Ayat (3)
Huruf a
Yang dimaksud mengembangan kawasan agropolitan di Kecamatan
Ciamis adalah pengembangan sentra pertanian di Kecamatan
Panumbangan, Panjalu, sukamantri, Cihaurbeuti dan Lumbung dan
berpusat di Kecamatan Panumbangan.
Huruf c
Yang dimaksud menetapkan kawasan strategis lumbung padi di
Kabupaten Ciamis adalah pada kawasan Lakbok, Mangunjaya,
Purwadadi, Banjarsari, dan Padaherang.
Ayat (4)
Huruf b
Yang dimaksud mengoptimalkan wisata unggulan wilayah Utara
Kabupaten adalah di daerah Panjalu.
Ayat (8)
Huruf c
Yang dimaksud mengembangkan daerah potensial peternakan
adalah selain untuk konsumsi lokal, pengembangan peternakan ini
mendukung Jawa Barat swasembada daging.
Ayat (9)
Huruf a
Yang dimaksud menetapkan sistem hirarki kota-kota di Kabupaten
Ciamis adalah dengan mempertimbangkan kebijakan tata ruang
makro, kelengkapan fasilitas, jumlah penduduk, aksesibilitas dan
strategi pengembangan wilayah.
Huruf b
Yang dimaksud mendorong pemerataan pertumbuhan permukiman
di PKW, PKL dan PPK adalah dengan memberikan stimulan kegiatan
ekonomi produktif, serta peningkatan kualitas dan kuantitas
prasarana dan sarana wilayah, untuk mengurangi mobilitas dan
migrasi penduduk ke kota-kota yang lebih tinggi.
Huruf e
Yang dimaksud mendorong berkembangnya pusat pelayanan yang
berdaya saing eksternal adalah pada pusat kegiatan Banjarsari dan
Sindangkasih.
5
Ayat (10)
Huruf c
Yang dimaksud meningkatkan status dan kualitas jalan disini adalah
dengan rehabilitasi dan pemeliharaan infrastruktur transportasi
darat, laut dan udara.
Huruf e
Yang dimaksud mengaktifkan kembali transportasi kereta api secara
terpadu disini terutama untuk mendukung pariwisata di
Pangandaran dan sekitarnya yang dipadukan dengan potensi
transportasi regional lainnya yang terdapat di Kota Cijulang.
Huruf f
Yang dimaksud mengembangkan infrastruktur bandara disini adalah
meningkatkan pelayanan Bandara Nusawiru.
Huruf g
Yang dimaksud mengaktifkan kembali dermaga penyeberangan disini
adalah dermaga penyeberangan Majingklak melalui penataan sungai
Citanduy.
Huruf h
Yang dimaksud mengoptimalkan dermaga penyeberangan disini
adalah dermaga penyeberangan Santolo.
Huruf i
Yang dimaksud menyediakan energi dan telekomunikasi dengan
berbagai alternatif sesuai kendala dihadapi disini adalah untuk
memberi pelayanan kegiatan agrobisinis, pariwisata dan kebutuhan
penduduk di seluruh wilayah kabupaten.
Huruf j
Yang dimaksud menyediakan jaringan prasarana sumber daya air
disini adalah untuk menunjang kebutuhan sumber air baku,
pengendali banjir dan meningkatkan produktivitas pertanian.
Ayat (11)
Huruf h
Yang dimaksud mengendalikan perkembangan koridor Jalan Arteri
Primer disini adalah jalan arteri primer Cihaurbeuti-Cisaga.
Pasal 11
Ayat (5)
Huruf b
Pengembangan ruas jalan poros timur melalui jalur Pangandaran-
Ciamis-Cikijing-Cirebon merupakan rencana peningkatan status dan
fungsi terhadap ruas jalan yang ada. Pada kondisi eksisting ruas
jalan tersebut berupa jalan nasional dengan fungsi kolektor primer
dengan nomenklatur penamaan ruas jalan yang telah ditetapkan
meliputi: Kota Ciamis-Kota Kawali, batas Kota Banjar-Kalipucang,
jalan raya Banjarsari, Kalipucang-Pangandaran sebagaimana
dimaksud pada huruf c. Selain itu, meliputi bagian ruas jalan
lainnya, yaitu Kota Kawali-batas Kabupaten Ciamis dan Kuningan-
Ciamis sebagai jalan Provinsi dengan fungsi kolektor primer
sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf a.
Sebelum ruas jalan tersebut berubah statusnya, maka kewenangan
pengelolaan/pemeliharaan menjadi kewenangan sesuai kondisi
eksisting.
Ayat (9)
Terminal penumpang menurut wilayah pelayanannya dibedakan
menjadi:
1. Terminal Tipe A, melayani kendaraan umum untuk angkutan
antar kota antar propinsi dan atau angkutan lintas batas negara,
angkutan antar kota dalam propinsi, angkutan kota dan
angkutan pedesaan;
2. Terminal Tipe B, melayani kendaraan umum untuk angkutan
antar kota dalam propinsi, angkutan kota dan angkutan
perdesaan; dan
3. Terminal Tipe C, melayani angkutan dalam perkotaan dan
angkutan pedesaan.
Pasal 16
Ayat (5)
Huruf a
Yang dimaksud pemanfaatan sumber energi listrik terbarukan disini
adalah energi air skala kecil, tenaga surya, tenaga angin, bahan
bakar nabati, dan biogas di wilayah perdesaan potensial serta belum
terjangkau jaringan listrik untuk mewujudkan desa mandiri energi.
7
Huruf b
Yang dimaksud pengembangan Energi Tak Terbarukan disini
mencakup pengembangan energi yang bersumber dari bahan bakar
minyak (BBM), gas dan batubara di wilayah-wilayah yang masih
belum terjangkau oleh jaringan listrik.
Pasal 17
Ayat (1)
Huruf b
Yang dimaksud nirkabel disini adalah nirkabel di kawasan
perkotaan, kawasan perdesaan, desa-desa tergolong miskin yang
belum dilalui jaringan kabel telepon yang dapat diakses oleh
infrastruktur nir kabel dan jaraknya jauh atau belum terjangkau
jaringan kabel telepon atau kondisi topografi alamnya sulit untuk
dilalui jaringan kabel telepon.
Pasal 18
Cukup jelas
Pasal 19
Ayat (2)
Yang dimaksud sistem pengelolaan persampahan di sini adalah:
1. pengelolaan sampah meliputi sistem pengumpulan,
pengangkutan, pengolahan dan pengelolaan akhir;
2. pengembangan dan peningkatan pelayanan sampah melalui
upaya pemilahan dan dengan pendekatan 3R secara
berkelanjutan;
3. dalam pengelolaan sampah tuntas di tempat secara mandiri dan
berkelanjutan;
4. pengembangan dan peningkatan dalam pengelolaan sampah
tuntas di tempat secara mandiri dan berkelanjutan melalui upaya
pemilahan dan pendekatan 3R; dan
5. Tempat Penampungan Sementara ditempatkan di pusat kegiatan
masyarakat, meliputi pasar, permukiman, perkantoran, dan
fasilitas sosial lainnya.
Ayat (7)
Yang dimaksud sistem pengelolaan drainase di sini adalah:
1. pembuatan saluran drainase sekunder tersendiri pada setiap
kawasan fungsional, seperti perdagangan, perkantoran, dan
pariwisata, yang terhubung ke saluran primer, tanpa membebani
saluran di permukiman;
8
Pasal 22
Perlindungan terhadap kawasan resapan air dilakukan untuk
memberikan ruang yang cukup bagi resapan air hujan pada daerah
tertentu untuk keperluan penyediaan kebutuhan air tanah dan
penanggulangan banjir, baik untuk kawasan bawahannya maupun
kawasan yang bersangkutan.
Kriteria kawasan resapan air adalah:
1. Kawasan dengan curah hujan rata-rata lebih dari 1.000
mm/tahun;
2. Lapisan tanahnya berupa pasir halus berukuran minimal 1/16
mm;
3. Mempunyai kemampuan meluluskan air dengan kecepatan lebih
dari 1 meter/hari;
4. Kedalaman muka air tanah lebih dari 10 meter terhadap muka
tanah setempat;
5. Kelerengan kurang dari 15%;
6. Kedudukan muka air tanah dangkal lebih tinggi dari kedudukan
muka air tanah dalam; dan
7. Ketinggian > 1.000 m.
Sesuai dengan kriteria pada tersebut, kawasan yang
direkomondasikan sebagai kawasan resapan air adalah berfungsi
untuk menampung air yang jatuh dan meresap ke dalam tanah serta
menahan tanah dari laju erosi.
Pada kawasan kawasan resapan air terdapat potensi hutan hak yang
berfungsi lindung dan harus dipertahankan dengan vegetasi tetap
didominasi pohon untuk kepentingan fungsi keanekaragaman hayati
dan fungsi hidrologis yang dapat melindungi wilayah-wilayah hilir.
Pasal 23
Perlindungan terhadap sempadan pantai dilakukan untuk
melindungi wilayah pantai dari kegiatan yang mengganggu
kelestarian fungsi pantai. Kriteria sempadan pantai adalah daratan
9
Pasal 24
Ayat (2)
Suaka margasatwa adalah kawasan suaka alam yang mempunyai
ciri khas berupa keanekaragaman dan/atau keunikan jenis satwa
yang untuk kelangsungan hidupnya dapat dilakukan pembinaan
terhadap habitatnya. Kegiatan yag dapat dilaksanakan di kawasan
suaka margasatwa adalah kegiatan untuk kepentingan penelitian
dan pengembangan, ilmu pengetahuan, pendidikan, wisata terbatas
dan kegiatan lainnya yang menunjang budidaya. Yang dimaksud
dengan wisata terbatas adalah suatu kegiatan untuk mengunjungi,
melihat, dan menikmati keindahan alam di suaka margasatwa
dengan persyaratan tertentu. Disamping itu, di dalam suaka
margasatwa tidak dibenarkan melakukan kegiatan yang dapat
merubah keutuhan kawasan suaka margasatwa kecuali kegiatan
pembinaan habitat untuk kepentingan satwa agar satwa dapat hidup
dan berkembang secara alami seperti pembuatan padang rumput
untuk makanan satwa dan pembuatan fasilitas air minum untuk
satwa.
Kawasan Suaka Margasatwa Gunung Sawal memiliki luas 5.400 Ha
ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor:
420/Kpts/Um/6/1979. Dalam perkembangannya luas Gunung
Sawal menjadi 5.567,37 Ha didasarkan kepada hasil pengukuran
dan pemancangan batas definitif dengan Berita Acara Pengukuran
dan Pemancangan Batas Definitif Kawasan Hutan Gunung Sawal
tanggal 5 Nopember 2011.
Ayat (3)
Kawasan cagar alam (CA) adalah kawasan suaka alam yang karena
keadaan alamnya mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa, dan
ekosistemnya atau ekosistem tertentu yang perlu dilindungi dan
perkembangannya berlangsung secara alami. Pada kawasan hutan
cagar alam tidak diperkenankan adanya upaya pemanfaatan dalam
bentuk apapun termasuk kegiatan rehabilitasi. Hal ini dimaksudkan
untuk menjaga kekhasan, keaslian, keunikan dan keterwakilan dari
jenis flora dan fauna serta ekosistemnya. Kegiatan yag dapat
dilaksanakan di kawasan cagar alam adalah kegiatan untuk
kepentingan penelitian dan pengembangan, ilmu pengetahuan,
11
Cagar alam laut adalah kawasan suaka alam laut dan perairannya
dilakukan untuk melindungi keanekaragaman biota, tipe ekosistem,
gejala keunikan alam bagi kepentingan kelestarian plasma nutfah
dan pengembangan ilmu pengetahuan.
Ayat (4)
Perlindungan terhadap kawasan pantai berhutan bakau sebagai
pembentuk ekosistem hutan bakau dan tempat berkembangbiaknya
biota laut disamping sebagai pelindung pantai dari pengikisan air
laut serta pelindung usaha budidaya di belakangnya.
Kriteria kawasan pantai berhutan bakau adalah minimal 130 kali
nilai rata-rata perbedaan air pasang tertinggi dan terendah tahunan
diukur dari garis air surut terendah ke arah darat.
Ayat (5)
Taman wisata alam bertujuan melindungi bentang alam dan gejala
alam yang menarik dan indah, baik secara alamiah maupun buatan
bagi kepentingan pariwisata dan rekreasi.
Kriteria taman wisata alam sebagai berikut :
1. Mempunyai daya tarik alam berupa tumbuhan, satwa atau
ekosistem gejala alam serta formasi geologi yang menarik;
2. Mempunyai luas yang cukup untuk menjamin kelestarian potensi
dan daya tarik untuk dimanfaatkan bagi pariwisata dan rekreasi
alam; dan
3. Kondisi lingkungan di sekitarnya mendukung upaya
pengembangan pariwisata alam.
Ayat (6)
Perlindungan terhadap kawasan cagar budaya dan ilmu
pengetahuan dilakukan untuk melindungi kekayaan budaya bangsa
berupa peninggalan-peninggalan sejarah, bangunan arkeologi dan
monumen nasional, serta keanekaragaman bentukan geologi yang
berguna untuk pengembangan ilmu pengetahuan dari ancaman
kepunahan yang disebabkan oleh kegiatan alam maupun manusia.
Kriteria kawasan cagar budaya sebagai berikut :
13
Pasal 25
Banjir merupakan salah satu masalah yang terjadi di Kabupaten
Ciamis. Kriteria kawasan rawan banjir secara umum adalah:
1. Daerah sepanjang pantai dengan ketinggian antara 0 sampai
dengan 25 meter di atas permukaan laut;
2. Daerah dengan kemiringan dibawah 5%;
3. Daerah yang dialiri sungai dengan sedimentasi tinggi di atas
20.000 m/tahun; dan
4. Terjadi banjir secara berkala.
Pasal 26
Ayat (2)
Kriteria kawasan lindung berdasarkan rawan gempa bumi sebagai
berikut :
1. Kawasan yang mempunyai sejarah kegempaan yang merusak;
2. Kawasan yang dilalui oleh patahan aktif ;
3. Kawasan yang mempunyai catatan kegempaan dengan kekuatan
lebih besar dari MMI. VI perlu mendapat perhatian khusus; dan
4. Kawasan yang mempunyai potensi terjadi pembuburan tanah
(Liquifaction).
Ayat (3)
Pasal 27
Ayat (2)
Perlindungan terhadap daerah perlindungan plasma nutfah
dilakukan untuk melindungi daerah dan ekosistemnya beserta
keadaan flora dan faunanya untuk pelestarian keberadaannya.
Ayat (3)
Kriteria kawasan terumbu karang adalah:
1. Berupa kawasan yang berbentuk dari koloni masif dari hewan
kecil yang secara bertahap membentuk terumbu karang;
2. Terdapat di sepanjang pantai dengan kedalaman paling dalam 40
meter; dan
3. Dipisahkan oleh laguna dengan kedalaman antara 40 sampai
dengan 75 meter.
16
Ayat (6)
Kawasan cadangan hutan lindung adalah kawasan yang saat ini
tidak berfungsi lindung, namun berdasarkan kriteria teknis
(berkelerengan lebih dari 40%) digolongkan ke dalam kawasan
lindung, sehingga kegiatan budidaya di dalam kawasan ini perlu
diawasi secara ketat untuk mencegah alih fungsi lahan menjadi
kegiatan budidaya yang dapat merusak karakteristik fisik kawasan.
Pasal 28
Cukup jelas
Pasal 29
Kawasan peruntukan hutan produksi terbatas ditetapkan dengan
kriteria memiliki faktor kemiringan lereng, jenis tanah dan intensitas
hujan dengan jumlah 125 (seratus dua puluh lima) sampai dengan
174 (seratus tujuh puluh empat), di luar hutan suaka alam, hutan
wisata dan hutan konservasi lainnya.
Pasal 30
Kawasan hutan rakyat ditetapkan dengan kriteria kawasan yang
dapat diusahakan sebagai hutan oleh orang pada tanah yang
dibebani hak milik. Hutan rakyat ini telah dikembangkan sejak lama
baik melalui swadaya masyarakat maupun dengan bantuan
pemerintah melalui program penghijauan. Potensi hutan rakyat yang
ada di Kabupaten Ciamis diharapkan dapat menjadi andalan, baik
untuk kepentingan sumber PAD, sekaligus sumber perekonomian
masyarakat pedesaan dan perbaikan lingkungan.
Pada kawasan hutan rakyat terdapat hutan hak berfungsi produksi
yang harus dipertahankan dengan vegetasi tetap didominasi pohon
untuk kepentingan fungsi keanekaragaman hayati dan fungsi
hidrologis yang dapat melindungi wilayah-wilayah hilir.
Pasal 31
Kriteria kawasan peruntukan pertanian :
1. Memiliki kesesuaian lahan untuk dikembangkan sebagai
kawasan pertanian;
17
Ayat (3)
Fisiografi lahan yang datar, merupakan potensi dasar untuk
pengembangan kawasan pertanian lahan basah. Kondisi ini
memungkinkan dukungan sarana dan prasarana penunjangnya
terhadap aktivitas pertanian seperti jaringan jalan, irigasi dan lain-
lain. Kawasan dengan peruntukan pertanian lahan basah ini
potensial untuk pengembangan kegiatan pertanian tanaman pangan.
Ayat (4)
Kabupaten Ciamis dengan kondisi tinggi tempat yang bervariasi dari
dataran rendah sampai dataran tinggi sangat berpotensi dalam
pengembangan kegiatan pertanian lahan kering, apalagi potensi
curah hujan yang tinggi mencapai 3.500 mm per tahun mendukung
kegiatan pertanian lahan kering. Lahan potensial untuk peruntukan
pengembangan pertanian lahan kering dapat dikembangkan untuk
kegiatan penanaman padi gogo, dan palawija (jagung, kacang-
kacangan, ubi-ubian, dan lain-lain), serta tanaman sayuran
(mentimun, cabe, kubis, kentang dan lain-lain).
Ayat (5)
Pemanfaatan lahan kering untuk tanaman hortikultura pada
umumnya terdapat di setiap kecamatan di Kabupaten Ciamis
terutama untuk komoditas tanaman buah-buahan dan sayuran,
kecuali tanaman hias belum banyak diusahakan secara komersial,
hanya untuk kepentingan kebutuhan pribadi sebagai penghias
pekarangan.
Ayat (6)
Kawasan yang diperuntukkan bagi perkebunan baik perkebunan
yang dikelola oleh rakyat maupun pemerintah. Dengan arahan
pengembangan terutama pada lahan-lahan yang kurang/tidak
mendukung untuk pengembangan pertanian lahan basah dan
pertanian lahan kering.
Pasal 32
Kawasan peruntukan perikanan ditetapkan dengan kriteria:
1. Penangkapan, budidaya dan industri pengolahan hasil perikanan;
2. Tidak mengganggu kelestarian lingkungan hidup;
3. Faktor Kelerengan < 8%; dan
4. Persediaan air cukup.
Pasal 33
Rencana pengembangan kawasan pertambangan dilakukan untuk
memanfaatkan potensi sumber daya mineral dan bahan galian yang
dimiliki Kabupaten Ciamis untuk sebesar-besarnya kesejahteraan
masyarakat, dengan tetap memelihara sumber daya tersebut sebagai
cadangan pembangunan yang berkelanjutan (sustainable) dan tetap
memperhatikan kaidah-kaidah kelestarian lingkungan (environmental
friendly).
Untuk memanfaatkan potensi tersebut harus memenuhi Kriteria
kawasan peruntukan pertambangan sebagai berikut:
1. Merupakan wilayah yang dapat dimanfaatkan untuk pemusatan
kegiatan pertambangan berkelanjutan;
2. Merupakan bagian proses upaya mengubah kekuatan ekonomi
potensil menjadi ekonomi riil;
3. Tidak menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan sekitarnya;
4. Tidak terletak di daerah resapan dan daerah yang terdapat mata
air;
5. Tidak terletak di daerah banjir dan rawa;
6. Tidak terletak di daerah rawan bencana alam (longsong, gempa
bumi dan lain-lain);
19
Pasal 34
Kriteria kawasan peruntukan industri:
1. Berupa wilayah yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan industri;
2. Tidak mengganggu kelestarian fungsi lingkungan hidup;
3. Tidak menghubah lingkungan hidup;
4. Tidak boleh terletak di kawasan lindung;
5. Tidak boleh terletak di kawasan budidaya yang terdiri dari
kawasan pertanian khususnya sawah yang memperoleh pengairan
dan jaringan irigasi;
6. Tidak boleh terletak di kawasan budidaya yang memiliki lahan
berpotensi untuk pembangunan jaringan irigasi yaitu lahan yang
di cadangkan untuk lahan usaha tani dengan fasilitas irigasi; dan
7. Tidak boleh terletak di kawasan hutan produksi terbatas dan
kawasan hutan produksi tetap.
Pasal 35
Rencana pengembangan kawasan pariwisata di wilayah Kabupaten
Ciamis dilakukan untuk memanfaatkan potensi wisata guna
mendorong perkembangan pariwisata dengan memperhatikan
kelestarian nilai-nilai budaya adat istiadat, mutu dan keindahan
lingkungan alam untuk mewujudkan pembangunan yang
berkelanjutan.
Pasal 36
Rencana pengembangan kawasan permukiman dilakukan untuk
menyediakan tempat bermukim yang sehat dan aman dari bencana
alam serta dapat memberikan lingkungan yang sesuai untuk
pengembangan masyarakat dengan tetap memperhatikan kelestarian
lingkungan untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan.
Lokasi lingkungan permukiman harus memenuhi ketentuan sebagai
berikut:
1. Kriteria keamanan, dicapai dengan mempertimbangkan bahwa
lokasi tersebut bukan merupakan kawasan lindung (catchment
area), olahan pertanian, hutan produksi, daerah buangan limbah
pabrik, daerah bebas bangunan pada area bandara, daerah di
bawah jaringan listrik tegangan tinggi;
2. Kriteria kesehatan, dicapai dengan mempertimbangkan bahwa
lokasi tersebut bukan daerah yang mempunyai pencemaran udara
di atas ambang batas, pencemaran air permukaan dan air tanah
dalam;
3. Kriteria kenyamanan, dicapai dengan kemudahan pencapaian
(aksesibilitas), kemudahan berkomunikasi (internal/eksternal,
langsung atau tidak langsung), kemudahan berkegiatan
(prasarana dan sarana lingkungan tersedia);
4. Kriteria keindahan / keserasian / keteraturan (kompatibilitas),
dicapai dengan penghijauan, mempertahankan karakteristik
topografi dan lingkungan yang ada, misalnya tidak meratakan
bukit, mengurug seluruh rawa atau danau/situ/sungai/kali dan
sebagainya;
5. Kriteria fleksibilitas, dicapai dengan mempertimbangkan
kemungkinan pertumbuhan fisik/pemekaran lingkungan
perumahan dikaitkan dengan kondisi fisik lingkungan dan
keterpaduan prasarana;
6. Kriteria keterjangkauan jarak, dicapai dengan mempertimbangkan
jarak pencapaian ideal kemampuan orang berjalan kaki sebagai
pengguna lingkungan terhadap penempatan sarana dan
prasarana-utilitas lingkungan; dan
7. Kriteria lingkungan berjati diri, dicapai dengan
mempertimbangkan keterkaitan dengan karakter sosial budaya
masyarakat setempat, terutama aspek kontekstual terhadap
lingkungan tradisional / lokal setempat.
Pasal 37
Cukup jelas
Pasal 38
Pasal 52
Huruf a
Arahan peraturan zonasi sistem Daerah digunakan sebagai pedoman
dalam hal Arahan peraturan zonasi terkait antara kepentingan
perizinan;
Huruf c
Insentif merupakan perangkat atau upaya untuk memberikan
imbalan terhadap pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan
rencana tata ruang.
Disinsentif merupakan perangkat untuk mencegah, membatasi
pertumbuhan, atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan
rencana tata ruang.
Pasal 55
Ayat 1 Huruf d
1. Penetapan batas lahan ruas jalan minimum 40 meter yang diukur
dari ruas milik jalan; dan
2. Penetapan jarak batas kawasan budidaya dengan lahan ruas milik
jalan tol minimum 20 meter.
Pasal 56
Ayat 16 Huruf b
Pada kawasan kars dapat dikembangkan kegiatan lain selain
pertambangan yang tidak merusak/mengganggu fungsi kars dalam
perlindungan tata air dan kelestarian sumber air.
Pasal 76
Ayat 2
Hal tersebut termasuk adanya pemekaran wilayah (kabupaten,kota,
maupun kecamatan);