Dispepsia
Dispepsia
Dispepsia
DISPEPSIA
Nama Kelompok:
FAKULTAS FARMASI
PURWOKERTO
2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan makalah
tentang dispepsia dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Dan juga
kami berterima kasih kepada Ibu Wahyu Utami Ningrum, M. Sc., Apt. selaku
dosen mata kuliah Sistem Pengobatan Sendiri yang telah memberikan tugas ini
kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan saya mengenai dispepsia. Kami juga menyadari
sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata
sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi
perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat
tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dispepsia adalah sekumpulan gejala( syndrome ) yang terdiri dari nyeri atau
rasa tidak nyaman di epigastrum, mual, muntah, kembung, rasa penuh atau cepat
kenyang dan sering bersendawa. Kondisi tersebut dapat menurunkan kualitas hidup
manusia. Jika tidak diatasi sejak dini dan tindakan yang tepat, maka dapat berakibat
fatal bagi manusia.
Penurunan fungsi tubuh manusia akan menurun seiring bertambahnya umur
seseorang. Hal tersebut dapat membuat manusia sangat identik dengan menurunnya
daya tahan tubuh dan akan mengalami berbagai macam penyakit. Beberapa
perubahan dapat terjadi pada saluran pencernaan akibat proses penuaan, terutama
pada ketahanan mukosa lambung.
Oleh karna itu, jumlah peningkatan penduduk harus diimbangi dengan
peningkatan pelayanan kesehatan yang baik. Harapannya agar terjadi peningkatan
kualitas hidup manusia dan memperkecil resiko dyspepsia .
B. Tujuan
Untuk mengetahui definisi, faktor penyebab, dan cara penanganan
dyspepsia.
C. Perumusan Masalah
1. Apa pengertian dispepsia ?
2. Apa faktor – faktor penyebab dispepsia ?
3. Bagaimana cara penanggulangan dispepsia ?
4. Bagaimana cara penanganan dispepsia ?
5. Bagaimana memonitoring dan mengevaluasi dispepsia ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Dispepsia
Dispepsia adalah suatu penyakit saluran cerna yang disertai dengan nyeri ulu
hati, mual, muntah, kembung-kembung atau rasa penuh atau rasa cepat kenyang dan
sendawa. Dispepsia sering ditemukan sehari-hari, keluhan ini sangat bervariasi baik
dalam jenis gejala yang ada maupun intensitas gejala tersebut dari waktu ke waktu.
B. Etiologi
Sebagai suatu gejala atau sindrom, dispepsia dapat disebabkan oleh berbagai
penyakit (Tarigan, 2003). Beberapa penyakit yang dapat menyebabkan dispepsia
dapat dilihat pada tabel berikut :
C. Faktor Resiko
1. Konsumsi jenis makanan dan minuman
Jenis-jenis makanan dan minuman tertentu dapat mengakibatkan timbulnya
dyspepsia. Makanan dan minuman tersebut ialah makan berminyak atau
berlemak, makanan pedas, minuman berkafein seperti kopi dan the, minuman
beralkohol, peppermint, bawang putih dan coklat. Konsumsi obat anti inflamasi
non steroid seperti aspirin juga dapat menjadi salah satu factor munculnya
dispepsia.
2. Kebiasaan Merokok
Merokok mempengaruhi saluran pencernaan dengan cara mengurangi
produksi mukosa lambung dan sekresi perlindungan lainnya, memicu refluks
lambung dan mengurangi aliran darah pada lapisan system pencernaan.
Merokok berkontribusi terhadap penyakit kanker dan gangguan system
pencernaan seperti rasa terbakar pada dada (hearburn), gastroesophageal reflux
disease (GERD), ulkus peptic dan beberapa penyakit hati.
Merokok melemahkan spingter esophagus bagian bawah yakni oto antara
esophagus dan lambung yang menjaga isi lambung kembali ke esophagus yang
menimbulkan hearburn dan memungkinkan terjadinya kerusakan lapisan
esophagus. GERD merupakan refluks persisten yang terjadi lebih dari dua kali
dalam seminggu. Apabila terus berlanjut GERD dapat mengakibatkan masalah
yang lebih serius seperti pendarahan ulkus esophagus, mempersempit esophagus
yang menyebabkan makanan tertahan dan mengubah sel-sel esophagus memicu
terjadinya kanker.
3. Pengaruh Stress dan Kecemasan
Adanya stressdapat mempengaruhi fungsi gastrointestinal dan mencetuskan
keluhan pada orang sehat salah satunya dispepsia. Hal ini disebabkan karena
asam lambung yang berlebihan dan adanya penurunan kontraktilitas lambung
yang mendahului keluhan mual setelah stimulus stresssentral (Djojoningrat,
2006b). Selain itu, stressmengubah sekresi asam lambung, motilitas, dan
vaskularisasi saluran pencernaan. Keadaan stressyang berat dikaitkan dengan
asupan tinggi lemak, kurang buah dan sayuran, lebih banyak cemilan dan
penurunan frekuensi sarapan pagi, sehingga pada pola makan yang tidak teratur
tersebut dapat menyebabkan dyspepsia.
Pasien dispepsia memiliki karakteristik mempunyai kekhawatiran yang
lebih tinggi terhadap penyakit serius atau kanker, peningkatan tingkat
kecemasan, depresi, dan perilaku penyakit serta persistiwa traumatik yang baru
terjadi. Stressor psikososial, baik akut ataupun yang lebih perlahan, seringkali
mengawali onset dan eksaserbasi gejala gangguan gastrointestinal fungsional.
Komorbiditas antara gangguan gastrointestinal fungsional dan
gangguanpsikiatrik adalah tinggi, terutama gangguan kecemasan(Ratnasari,
2012).
D. Klasifikasi Dispesia
Berdasarkan ada tidaknya penyebab dan kelompok gejala maka dispepsia
dibagi atas dispepsia organik dan dispepsia fungsional. Dispepsia organik adalah
apabila penyebab dispepsia sudah jelas, misalnya ada ulkus peptikum, karsinoma
lambung, kholelithiasis, yang bisa ditemukan secara mudah. Dispepsia fungsional
adalah apabila penyebab dispepsia tidak diketahui atau tidak didapati kelainan pada
pemeriksaan gastroenterology konvensional, atau tidak ditemukannya adanya
kerusakan organik dan penyakit-penyakit sistemik (Tarigan, 2003).
1. Dispepsia organik
Dispepsia organik baru bisa dipastikan bila penyebabnya sudah jelas. Yang
dapat digolongkan dispepsia organik, yaitu (Hadi, 2002) :
a. Dispepsia tukak (ulcer-like dispepsia)
Keluhan yang sering dirasakan ialah rasa nyeri pada ulu hati. Berkurang
atau bertambahnya nyeri ada hubungannya dengan makanan, sering terbangun saat
tengah malam karena nyeri pada ulu hati. Hanya dengan endoskopi dan radiologi
baru bisa dipastikan tukak di lambung atau duodenum.
b. Dispepsia bukan tukak
Keluhannya mirip dengan dispepsia tukak, biasa ditemukan pada gastritis
dan duodenitis, tetapi pada pemeriksaan endoskopi tidak ditemukan tanda-tanda
tukak.
c. Refluks gastroesofageal
Gejala yang sering ditemukan adalah rasa panas di dada dan regurgitasi
masam, terutama setelah makan. Bila seseorang mempunyai keluhan ini disertai
keluhan sindroma dispepsia lainnya maka dapat disebut dispepsia refluks
gastroesofageal.
d. Penyakit saluran empedu
Sindroma dispepsia biasa ditemukan pada penyakit saluran empedu. Rasa
nyeri dari perut kanan atas atau ulu hati yang menjalar ke punggung dan bahu
kanan.
e. Karsinoma
Karsinoma saluran cerna (esofagus, lambung, pankreas dan kolon) sering
menimbulkan keluhan sindrom dispepsia. Keluhan yang sering dijumpai yaitu rasa
nyeri di perut, keluhan bertambah berkaitan dengan makanan, anoreksia dan berat
badan menurun.
f. Pankreatitis
Rasa nyeri timbul mendadak dan menjalar ke punggung. Perut terasa makin
tegang dan kembung. Dan didapat juga keluhan lain dari sindroma dispepsia.
g. Dispepsia pada sindroma malabsorpsi
Pada penderita ini selain menderita nyeri perut, nausea, anoreksia, sering
flatus dan kembung juga didapat diare profus yang berlendir.
h. Dispepsia akibat obat-obatan
Banyak obat-obatan yang bisa menimbulkan rasa nyeri atau tidak enak pada
ulu hati tanpa atau disertai mual dan muntah, misalnya obat golongan NSAID (non
steroidal anti inflammatory drugs), teofilin, digitalis, antibiotik oral (terutama
ampisilin dan eritromisin), alkohol dan lain-lain. Oleh karena itu perlu ditanyakan
obat yang dikonsumsi sebelum timbul keluhan dispepsia.
i. Gangguan metabolisme
Diabetes melitus dengan neuropati sering timbul komplikasi pengosongan
lambung yang lambat sehingga timbul nausea, vomitus dan rasa cepat kenyang.
Hipertiroidi mungkin menimbulkan keluhan nyeri di perut dan vomitus, sedangkan
hipotiroidi menyebabkan timbulnya hipomotilitas lambung. Hiperparatiroidi
mungkin disertai nyeri di perut, nausea, vomitus dan anoreksia.
j. Penyakit lain
Penyakit jantung iskemik sering didapat keluhan perut kembung dan rasa
cepat kenyang. Penderita infark miokard dinding inferior juga sering memberi
keluhan nyeri perut pada bagian atas, mual dan kembung. Kadang penderita angina
memiliki keluhan menyerupai refluks gastroesofageal.
Penyakit vaskuler kolagen terutama pada skleroderma di lambung atau usus halus
sering memberi keluhan sindrom dispepsia. Rasa nyeri perut sering ditemukan pada
penderita SLE terutama yang banyak mengkonsumsi kortikosteroid.
2. Dispepsia fungsional
Dispepsia fungsional atau dispepsia non-organik, merupakan dispepsia
yang tidak ada kelainan organik tetapi merupakan kelainan fungsi dari saluran
makanan. Penderita dengan dispepsia fungsional biasanya sensitif terhadap
produksi asam lambung. Kelainan psikis, stres dan faktor lingkungan juga dapat
menimbulkan dispepsia fungsional (Hadi, 2002).
F. Diagnosa
Cara mendiagnosis sindrom dispepsia yaitu (Djojoningrat, 2006) :
a. Menganamnesa secara teliti dapat memberikan gambaran keluhan yang
terjadi,karakteristik dan keterkaitannya dengan penyakit tertentu, keluhan bisa
bersifat lokal atau bisa sebagai manifestasi dari gangguan sistemik. Harus
menyamakan persepsi antara dokter dengan pasien untuk menginterpretasikan
keluhan tersebut.
b. Pemeriksaan fisik untuk mengidentifikasi kelainan intra abdomen atau intra
lumen yang padat misalnya: tumor, organomegali, atau nyeri tekan yang sesuai
dengan adanya rangsangan peritoneal/peritonitis.
c. Pemeriksaan laboratorium untuk mengidentifikasi adanya faktor infeksi seperti
lekositosis, pankreatitis (amilase/lipase) dan keganasan saluran cerna.
d. Pemeriksaan ultrasonografi untuk mengidentifikasi kelainan-kelainan seperti:
batu kandung empedu, kolesistitis, sirosis hepatis dan sebagainya.
e. Pemeriksaan endoskopi (esofagogastroduodenoskopi) sangat dianjurkan bila
dispepsia itu disertai oleh keadaan yang disebut alarm symtomps yaitu adanya
penurunan berat badan, anemia, muntah hebat dengan dugaan adanya obstruksi,
muntah darah, melena, atau keluhan sudah berlangsung lama dan terjadi pada usia
lebih dari 45 tahun. Keadaan ini sangat mengarah pada gangguan organik terutama
keganasan, sehingga memerlukan eksplorasi diagnosis secepatnya. Pemeriksaan ini
dapat mengidentifikasi dengan akurat adanya kelainan struktural atau organik intra
lumen saluran cerna bagian atas seperti adanya tukak/ulkus, tumor dan sebagainya,
juga dapat disertai pengambilan contoh jaringan (biopsi) dari jaringan yang
dicurigai untuk memperoleh gambaran histopatologiknya atau untuk keperluan lain
seperti mengidentifikasi adanya kuman Helicobacter pylori.
f. Pemeriksaan radiologi dapat mengidentifikasi kelainan struktural
dinding/mukosa saluran cerna bagian atas seperti adanya tukak atau gambaran yang
mengarah ke tumor. Pemeriksaan ini bermanfaat terutama pada kelainan yang
bersifat penyempitan/stenotik/obstruktif dimana skop endoskopi tidak dapat
melewatinya.
G. Terapi Farmakologi
• Antasida
Antasida bekerja dengan menetralisir sekresi asam HCl. Jadi antasida
bermanfaat dan berguna untuk mengurangi asam lambung, dengan demikian
dapat diharapkan untuk menyembuhkan dispepsia. Obat ini ada yang berbentuk
tablet kunyah atau berupa cairan suspensi, yang dianjurkan dimakan/diminum
diantara makan. Antasida yang berupa suspensi lebih efektif karena kapasitas
buffering lebih baik dari pada yang berbentuk tablet.
• Pompa Proton Inhibitor (PPI)
Penghambat pompa proton seperti omeprazol, lansoprazol atau pantoprazol,
bekerja dengan menghambat asam lambung dengan cara menghambat sistem
enzim adenosin trifosfat hidrogen-kalium (pompa proton) dari sel parietal
lambung. Penghambat pompa proton merupakan pengobatan jangka pendek yang
efektif untuk dispepsia, terutama tukak lambung dan duodenum.Selain itu, juga
digunakan dalam kombinasi dengan antibiotika untuk eradikasi H pylori.Tetapi
obat-obatan tersebut harus digunakan hati–hati pada ibu hamil dan menyusui.
Adapun efek sampingnya antara lain adalah sakit kepala, diare, ruam, gatal dan
pusing. Efek samping yang dilaporkan untuk omeprazol dan lansoprazol meliputi
urtikaria, mual, muntah, konstipasi, kembung, nyeri abdomen,lesu, nyeri otot dan
sendi, edema perifer dan perubahan hematologik.
• Antagonis Reseptor Histamin H2
Golongan obat ini mempunyai satu persamaan yaitu memiliki imidazol
yang dianggap penting sekali menghambat reseptor H2.Golongan ini telah banyak
dimanfaatkan untuk mengobati tukak peptik.Yang termasuk golongan obat ini
ialah simetidin, ranitidine, roxatidin, famotidin, metiamid dan burimamid.Dua
obat terakhir yang disebut sekarang sudah tidak dipakai lagi, karena banyak
menimbulkan efek samping, dan tidak perlu dibahas.
• Metoklopramid
Secara kimia obat ini ada hubungannya dengan prokainamid yang
mempunyai efek anti-dopaminergik dan kolinomimetik.Jadi obat ini berkhasiat
sentral maupun perifer.Khasiat metoklopramid ada 3 pokok, yaitu:
1. Meningkatkan pembedaan asetilkolin dari saraf terminal post-ganglionik
kolinergik.
2. Merangsang reseptor muskarinik pada asetilkolin.
3. Merupakan reseptor antagonis dopamine.
Jadi dengan demikian metoklopramid akan merangsang kontraksi dari
saluran makanan dan mempercepat pengosongan lambung. Efek samping: reaksi
distonik, iritabilitas atau sedasi dan efek samping ekstrapiramidal, karena efek
antagonisme dopamine sentral dari metoklopramid.
• Domperidon
Domperidon merupakan derivate benzimidazol. Khasiatnya adalah sama
dengan metoklopramid. Karena domperidon merupakan antagonis dopamine
perifer dan tidak menembus sawar darah otak maka tidak mempengaruhi reseptor
dopamine saraf pusat sehingga mempunyai efek samping yang rendah dari pada
metoklopramid.
1. Dispepsia adalah suatu penyakit saluran cerna yang disertai dengan ulu
hati,mual,muntah,kembung-kembung atau rasa penuh atau rasa cepat kenyang dan
sendawa.
2. Dispepsia dapat disebabkan oleh kelainan organik, yaitu : gangguan penyakit pada
lumen saluran cerna : tukak gaster atau duodenum, gastritis, tumor, infeksi bakteri
Helicobacter pylori; obat-obatan: anti inflamasi non steroid (OAINS), aspirin, beberapa
jenis antibiotik, digitalis, teofilin, dan sebagainya; penyakit pada hati, pankreas,
maupun pada sistem bilier seperti hepatitis, pankreatitis, kolesistitis kronik; penyakit
sistemik seperti DM, penyakit tiroid, penyakit jantung koroner.
3. Faktor resiko dari dispepsia adalah mengonsumsi kafein berlebihan, minum minuman
beralkohol, merokok, mengonsumsi steroid dan OAINS, sertaberdomisili di daerah
dengan prevalensi H. pylori tinggi.
4. Gejala klinik dari dispepsia adalah nyeri dan rasa tidak nyaman pada perut atas atau
dada mungkin disertai demam dengan sendawa dan suara usus yang keras. Pada
beberapa penderita, makan dapat memperburuk nyeri pada penderita yang lain makan
bisa mengurangi nyeri. Gejala lain meliputi: mual, nafsu makan menurun, sembelit,
diare dan perut kembung.
5. Terapi farmakologi :
• Antasida
• Pompa Proton Inhibitor (PPI)
• Antagonis Reseptor Histamin H2
• Metoklopramid
• Domperidon
6. Terapi non farmakologi dapat dilakukan dengan menghindari makanan yang dapat
merangsang peningkatan lambung, menghentikan obat yang menginduksi dispepsia,
menghentikan kebiasaan merokok, meminimalisir stress, diet dengan makan sedikit
berulang kali, makan makanan yang banyak mengandung susu dalam porsi kecil, dan
dilarang makan pedas, masam, alkohol.
7. Untuk memonitoring dan mengevaluasi dispepsia dapat dilakukan pemeriksaan
endoskopi, radiologi, USG; memantau hasil pemeriksaan laboratorium yaitu Hb, Ht, Fe
serum, MCV, MCHC; memantau data antropometri yaitu BB; memantau asupan makan
pasien dengan melihat pola makan dan kebiasaan makan pasien; dan memantau nyeri
pada pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Asma, M. 2012. Asuhan Keperawatan Pada Ny.N Dengan Dispepsia di Ruang Instalasi
Rawat Inap di RS Dr. Reksodiwiryo Padang. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Indonesia. [online]. http://www.scribd.com/doc/78583982/askep-dispepsia
[diakses tanggal 14 maret 2012].
Davey, P. 2003. At a Glance Medicine. Jakarta, Erlangga.
Djojoningrat, D. 2006a. Dispepsia Fungsional. Dalam: Sudoyo, A.W; Setiyohadi, B; Alwi,
I; Simadibrata, M; Setiati, S. (eds.). 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jilid1. Edisi ke-4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam FKUI.
Djojoningrat, D. 2006b. Pendekatan Klinis Penyakit Gastrointestinal. Dalam: Sudoyo,
A.W; Setiyohadi, B; Alwi, I; Simadibrata, M; Setiati, S. (eds.). 2006. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid1. Edisi ke-4. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Hadi, S. 2002. Gastroenterologi. Bandung: P.T. Alumni.
Harahap, Y. 2007. Karakteristik Penderita Dispepsia Rawat Inap Di RS Martha Friska
Medan. Skripsi, Universitas Sumatera Utara. USU Digital Library.
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/14681 [diakses tanggal 20
maret 2012].