Global Developmental Delay
Global Developmental Delay
Global Developmental Delay
Definisi
Keterlambatan perkembangan global atau global developmental delay merupakan
keadaan keterlambatan perkembangan yang bermakna pada dua atau lebih ranah perkembangan.
Secara garis besar, ranah perkembangan anak terdiri atas motor kasar, motor halus, bahasa /
bicara, dan personal sosial / kemandirian. Istilah keterlambatan perkembangan umum dapat
digunakan untuk anak berusia di bawah 5 tahun, sedangkan retardasi mental umumnya dipakai
untuk anak yang lebih tua dimana tes IQ dapat memberikan hasil yang lebih akurat dan dengan
reliabilitas yang lebih baik. Anak dengan gangguan perkembangan umum tidak selalu
mengalami retardasi mental di kemudian hari.2,3
Epidemiologi
Sekitar 5 hingga 10% anak diperkirakan mengalami keterlambatan perkembangan. Data
angka kejadian keterlambatan perkembangan umum belum diketahui dengan pasti, namun
diperkirakan sekitar 1-3% anak di bawah usia 5 tahun mengalami keterlambatan perkembangan
umum. Prevalensi KPG sekitar 5-10% pada anak di seluruh dunia, sedangkan di Amerika Serikat
angka kejadian KPG diperkirakan 1%-3% dari anak-anak berumur<5 tahun.3
Penyebab keterlambatan perkembangan umum antara lain gangguan genetik atau
kromosom seperti sindrom Down; gangguan atau infeksi susunan saraf seperti palsi serebral atau
CP, spina bifida, sindrom Rubella; riwayat bayi risiko tinggi seperti bayi prematur atau kurang
bulan, bayi berat lahir rendah, bayi yang mengalami sakit berat pada awal kehidupan sehingga
memerlukan perawatan intensif dan lainnya.
Etiologi
KPG dapat merupakan manifestasi yang muncul dari berbagai kelainan
neurodevelopmental (mulai dari disabilitas belajar hingga kelainan neuromuskular. Tabel berikut
memberikan pendekatan beberapa etiologi KPG :
Tabel 1. Penyebab KPG menurut Forsyth dan Newton, 2007 (dikutip dari Walters AV, 2010)8
Kategori Komentar
Genetik atau Sindromik Sindrom yang mudah diidentifikasi, misalnya
Teridentifikasi dalam 20% dari mereka Sindrom Down
yang tanpa tanda-tanda neurologis, kelainan Penyebab genetik yang tidak terlalu jelas pada
dismorfik, atau riwayat keluarga awal masa kanak-kanak, misalnya Sindrom
Fragile X, Sindrom Velo-cardio-facial (delesi
22q11),Sindrom Angelman, Sindrom Soto,
Sindrom Rett, fenilketonuria maternal,
mukopolisakaridosis, distrofi muskularis tipe
Duchenne, tuberus sklerosis, neurofibromatosis
tipe 1, dan delesi subtelomerik.
Metabolik Skrining universal secara nasional neonatus
Teridentifikasi dalam 1% dari mereka yang untuk fenilketonuria (PKU) dan defisiensi acyl-
tanpa tanda-tanda neurologis, kelainan Co A Dehidrogenase rantai sedang.
dismorfik, atau riwayat keluarga Misalnya, kelainan siklus/daur urea
Endokrin Terdapat skrining universal neonatus untuk
hipotiroidisme kongenital
Traumatik Cedera otak yang didapat
Penyebab dari lingkungan Anak-anak memerlukan kebutuhan dasarnya
seperti makanan, pakaian, kehangatan, cinta,
dan stimulasi untuk dapat berkembang secara
normal
Anak-anak tanpa perhatian, diasuh dengan
kekerasan, penuh ketakutan, dibawah stimulasi
lingkungan mungkin tidak menunjukkan
perkembangan yang normal
Ini mungkin merupakan faktor yang
berkontribusi dan ada bersamaan dengan
patologi lain dan merupakan kondisi yaitu
ketika kebutuhan anak diluar kapasitas
orangtua untuk dapat
menyediakan/memenuhinya
Malformasi serebral Misalnya, kelainan migrasi neuron
Palsi Serebral dan Kelainan Kelainan motorik dapat mengganggu
Perkembangan Koordinasi (Dispraksia) perkembangan secara umum
Infeksi Perinatal, misalnya Rubella, CMV, HIV
Meningitis neonatal
Toksin Fetus: Alkohol maternal atau obat-obatan saat
masa kehamilan
Anak: Keracunan timbal
Deteksi Dini
Perkembangan setiap anak memiliki keunikan tersendiri dan kecepatan pencapaian
perkembangan tiap anak berbeda. Kisaran waktu pencapaian tiap tahap perkembangan umumnya
cukup besar, misalnya seorang anak dikatakan normal jika ia dapat berjalan mulai usia 10 hingga
18 bulan, sehingga seringkali terjadi perbedaan perkembangan di antara anak yang seusia. Untuk
itu, orang tua perlu mengenal tanda bahaya (red flag) perkembangan anak.9 Untuk mengetahui
apakah seorang anak mengalami keterlambatan perkembangan umum, perlu data / laporan atau
keluhan orang tua dan pemeriksaan deteksi dini atau skrining perkembangan pada anak.
Deteksi dini merupakan suatu upaya yang dilaksanakan secara komprehensif untuk
menemukan penyimpangan tumbuh kembang dan mengetahui serta mengenal faktor resiko pada
anak usia dini. Melalui deteksi dini dapat diketahui penyimpangan tumbuh kembang anak secara
dini, sehingga upaya pencegahan, stimulasi, penyembuhan serta pemulihan dapat diberikan
dengan indikasi yang jelas pada masa proses tumbuh kembang. Penilaian pertumbuhan dan
perkembangan meliputi dua hal pokok, yaitu penilaian pertumbuhan fisik dan penilaian
perkembangan.6,9
Secara umum, keterlambatan perkembangan umum pada anak dapat dilihat dari beberapa
tanda bahaya (red flags) perkembangan anak sederhana seperti yang tercantum di bawah 9,10:
Gejala Klinis
Mengetahui adanya KPG memerlukan usaha karena memerlukan perhatian dalam beberapa
hal. Padahal beberapa pasien seringkali merasa tidak nyaman bila di perhatikan. Akhirnya
membuat orang tua sekaligus dokter untuk agar lebih jeli dalam melihat gejala dan hal yang
dilakukan oleh pasien tersebut. Skrining prosedur yang dilakukan dokter, dapat membantu
menggali gejala dan akan berbeda jika skrining dilakukan dalam sekali kunjungan dengan
skrining dengan beberapa kali kunjungan karena data mengenai panjang badan, lingkar kepala,
lingkar lengan atas dan berat badan. Mengacu pada pengertian KPG yang berpatokan pada
kegagalan perkembangan dua atau lebih domain motorik kasar, motorik halus, bicara, bahasa,
kognitif, sosial, personal dan kebiasaan sehari-hari dimana belum diketahui penyebab dari
kegagalan perkembangan ini. Terdapat hal spesifik yang dapat mengarahkan kepada diagnosa
klinik KPG terkait ketidakmampuan anak dalam perkembangan milestones yang seharusnya,
yaitu10,11:
1. Anak tidak dapat duduk di lantai tanpa bantuan pada umur 8 bulan
2. Anak tidak dapat merangkak pada 12 bulan
3. Anak memiliki kemampuan bersosial yang buruk
4. Anak tidak dapat berguling pada umur 6 bulan
5. Anak memiliki masalah komunikasi
6. Anak memiliki masalah pada perkembangan motorik kasar dan halus
Diagnosis
Anamnesis
Dokter memulai anamnesis dengan mendengarkan penjelasan orangtua secara seksama
tentang perkembangan anaknya. Orang tua dapat mencatat setiap keterlambatan perkembangan,
perubahan tubuh dan kurang responsifnya anak tersebut, sehingga perlu perhatian khusus. Tiap
orangtua tentunya memiliki daerah perhatian yang berbeda. Penggalian anamnesis secara
sistematis meliputi, resiko biologi akibat dari gangguan prenatal atau perinatal, perubahan
lingkungan akibat salah asuh, dan akibat dari penyakit primer yang sudah secara jelas
terdiagnosis saat infant.
Tabel 2. Anamnesis Keterlambatan Perkembangan Global menurut First Lewis dan Judith,
199410
Contoh, dari pandangan biologi, infant dengan berat badan lahir rendah seringkali beresiko
terhadap angka kejadian perdarahan intraventrikel, sepsis atau meningitis, gangguan metabolik,
dan defisit nutrisi yang dapat secara langsung memengaruhi perkembangan otak. Anak dengan
resiko lingkungan termasuk didalamnya ibu yang masih muda dan tidak berpengalaman serta ibu
yang tidak sehat secara individu atau kekurangan finansial. Anak yang hidup dalam keluarga
bermasalah akibat obat-obatan terlarang, minuman keras dan kekerasan sering menyebabkan
hasil buruk. Anak dengan faktor resiko kondisi medis seperti myelomeningocele, sensorineural
deafness, atau trisomy 21 diketahui memiliki hubungan dengan keterlambatan perkembangan
anak. Perhatian saat ini sering pula akibat dari infeksi virus HIV. Kurangnya motorik milestones,
peubahan perilaku, atau kognitif buruk serta perubahan fungsi serebelum dalam tahun pertama
sering dihubungkan dengan HIV.10,11
Pemeriksaan Fisik
Faktor risiko untuk keterlambatan dapat dideteksi dari pemeriksaan fisik. Pengukuran
lingkar kepala (yang mengindikasikan mikrosefali atau makrosefali) adalah bagian penting
dalam pemeriksaan fisik. Perubahan bentuk tubuh sering dihubungkan dengan kelainan
kromosom, atau faktor penyakit genetik lain sulit dilihat dalam pemeriksaan yang cepat.10
Sebagai tambahan, pemeriksaan secara terstruktur dari mata, yaitu fungsi penglihatan dapat
dilakukan saat infant, dengan menggunakan pemeriksaan sederhana seperti meminta mengikuti
arah cahaya lampu. Saat anak sudah memasuki usia pre-school, pemeriksaan yang lebih
mendalam diperlukan seperti visus, selain itu pemeriksaan saat mata istirahat ditemukan adanya
strabismus. Pada pendengaran, dapat pula dilakukan test dengan menggunakan brain-stem
evoked potentials pada infant. Saat umur memasuki 6 bulan, kemampuan pendengaran dapat
dites dengan menggunakan peralatan audiometri. Pada usia 3-4 tahun, pendengaran dapat
diperiksa menggunakan audiometer portable. Pemeriksaan telinga untuk mencari tanda dari
infeksi otitis media menjadi hal yang penting untuk dilakukan karena bila terjadi secara kontinyu
akan menyebabkan gangguan pendengaran ringan. Pemeriksaan kulit secara menyeluruh dapat
dilakukan untuk mengidentifikasi penyakit ektodermal seperti tuberous sklerosis atau
neurofibromatosis yang dihubungkan dengan delay. Pemeriksaan fisik juga harus meliputi
pemeriksaan neurologi yang berhubungan dengan perkembangan seperti adanya primitive reflek,
yaitu moro reflex, hipertonia atau hipotonia, atau adanya gangguan tonus.10,11
Pemeriksaan Penunjang
Secara umum, pemeriksaan laboratorium untuk anak dengan kemungkinan gangguan
perkembangan tidak dibedakan dengan tes skrining yang dilakukan pada anak yang sehat. Hal ini
penting dan dilakukan dengan periodik. Adapun beberapa pemeriksaan penunjangnya antara
lain11,12:
a. Skrining metabolik
Skrining metabolik meliputi pemeriksaan: serum asam amino, serum glukosa, bikarbonat,
laktat, piruvat, amonia, dan creatinin kinase. Skrining metabolik rutin untuk bayi baru lahir
dengan gangguan metabolisme tidak dianjurkan sebagai evaluasi inisial pada KPG.
Pemeriksaan metabolik dilakukan hanya bila didapatkan riwayat dari anamnesis atau temuan
pemeriksaan fisik yang mengarah pada suatu etiologi yang spesifik. Sebagai contohnya, bila
anak-anak dicurigai memiliki masalah dengan gangguan motorik atau disabilitas kognitif,
pemeriksaan asam amino dan asam organik dapat dilakukan. Anak dengan gangguan tonus
otot harus diskrining dengan menggunakan kreatinin phospokinase atau aldolase untuk
melihat adanya kemungkin penyakit muscular dystrophy.
b. Tes sitogenetik
Tes sitogenetik rutin dilakukan pada anak dengan KPG meskipun tidak ditemukan dismorfik
atau pada anak dengan gejala klinis yang menunjukkan suatu sindrom yang spesifik. Uji
mutasi Fragile X, dilakukan bila adanya riwayat keluarga dengan KPG. Meskipun skrining
untuk Fragile X lebih sering dilakukan anak laki-laki karena insiden yang lebih tinggi dan
severitas yang lebih buruk, skrining pada wanita juga mungkin saja dilakukan bila terdapat
indikasi yang jelas. Diagnosis Rett syndrome perlu dipertimbangkan pada wanita dengan
retardasi mental sedang hingga berat yang tidak dapat dijelaskan.
c. Skrining tiroid
Pemeriksaan tiroid pada kondisi bayi baru lahir dengan hipotiroid kongenital perlu dilakukan.
Namun, skrining tiroid pada anak dengan KPG hanya dilakukan bila terdapat klinis yang
jelas mengarahkan pada disfungsi tiroid.
d. EEG
Pemeriksaan EEG dapat dilakukan pada anak dengan KPG yang memiliki riwayat epilepsia
tau sindrom epileptik yang spesifik (Landau-Kleffner). Belum terdapat data yang cukup
mengenai pemeriksaan ini sehingga belum dapat digunakan sebagai rekomendasi
pemeriksaan pada anak dengan KPG tanpa riwayat epilepsi.
e. Imaging
Pemeriksaan imaging direkomendasikan sebagai pemeriksaan rutin pada KPG (terlebih bila
ada temuan fisik berupa mikrosefali). Bila tersedia MRI harus lebih dipilih dibandingkan CT
scan jika sudah ditegakkan diagnosis secara klinis sebelumnya.
Diagnosis Banding
Etiologi dan penyebab dari KPG saat ini belum bisa memprediksi secara spesifik,
gangguan mana saja yang akan terlibat dalam penegakan KPG ini, terdapat beberapa penyakit
atau gangguan dengan gambaran serupa GDD, namun memiliki beberapa perbedaan yaitu
retardasi mental, palsi serebral, Attention deficit hyperactivity disorder (ADHD), dan Autism
Spectrum Disorder (ASD).12
Retardasi Mental
Suatu keadaan yang dimulai saat masa anak-anak yang ditandai dengan keterbatasan dalam
intelegensi dan kemampuan adaptasi. Menurut kriteria DSM-IV, retardasi mental adalah fungsi
intelektual yang di bawah rata-rata, terdapat gangguan fungsi adaptasi, onset sebelum umur 18
tahun. Untuk mengetahui adanya gangguan fungsi intelegensi, digunakan tes IQ (akurat diatas
umur 5 tahun), dengan klasifikasi hasil:
a. Ringan , yaitu IQ 50-70
b. Sedang, yaitu IQ 40-50
c. Berat, yaitu IQ 20-40
d. Sangat berat, yaitu IQ <20
Palsi Serebral atau Cerebral palsy (CP)
Membedakan antara CP dengan KPG, pada CP, ada tiga faktor resiko awal yaitu bayi lahir
prematur (semakin kecil usia, semakin tinggi faktor risiko), bayi lahir dengan ensefalopati
sedang hingga berat (semakin berat keluhan semakin berat risiko), dan bayi yang lahir dengan
faktor risiko paling ringan. Dua faktor risiko awal tersebut harus ditunjang dengan MRI untuk
melihat gambaran otak. Bila terdapat gangguan bahasa, penglihatan, pendengaran dan epilepsi,
dapat dicurigai hal tersebut adalah suatu gambaran CP. Selain itu, diagnosis palsi serebral dapat
dilakukan berdasarkan kriteria Levine (dikutip dari Soetjiningsih, 19957), yaitu pola gerak dan
postur; pola gerak oral; strabismus; tonus otot; evolusi reaksi postural dan kelainannya yang
mudah dikenal; refleks tendon, primitif dan plantar.
Penatalaksanaan
Pengobatan bagi anak-anak dengan KPG hingga saat ini masih belum ditemukan. Hal itu
disebabkan oleh karakter anak-anak yang unik, dimana anak-anak belajar dan berkembang
dengan cara mereka sendiri berdasarkan kemampuan dan kelemahan masing-masing. Sehingga
penanganan KPG dilakukan sebagai suatu intervensi awal disertai penanganan pada faktor-faktor
yang beresiko menyebabkannya. Intervensi yang dilakukan, antara lain6,9,12:
1. Speech and Language Therapy
Speech and Language Therapy dilakukan pada anak-anak dengan kondisi CP, autism,
kehilangan pendengaran, dan KPG. Terapi ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan
berbicara, berbahasa dan oral motoric abilities. Metode yang dilakukan bervariasi tergantung
dengan kondisi dari anak tersebut. Salah satunya, metode menggunakan jari, siulan, sedotan
atau barang yang dapat membantu anak-anak untuk belajar mengendalikan otot pada mulut,
lidah dan tenggorokan. Metode tersebut digunakan pada anak-anak dengan gangguan
pengucapan. Dalam terapi ini, terapis menggunakan alat-alat yang membuat anak-anak
tertarik untuk terus belajar dan mengikuti terapi tersebut.
2. Occupational Therapy
Terapi ini bertujuan untuk membantu anak-anak untuk menjadi lebih mandiri dalam
menghadapi permasalahan tugasnya. Pada anak-anak, tugas mereka antara bermain, belajar
dan melakukan kegiatan sehari-hari seperti mandi, memakai pakaian, makan, dan lain-lain.
Sehingga anak-anak yang mengalami kemunduran pada kemampuan kognitif, terapi ini dapat
membantu mereka meningkatkan kemampuannya untuk menghadapi permasalahannya.
3. Physical Therapy
Terapi ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan motorik kasar dan halus,
keseimbangan dan koordinasinya, kekuatan dan daya tahannya. Kemampuan motorik kasar
yakni kemampuan untuk menggunakan otot yang besar seperti berguling, merangkak,
berjalan, berlari, atau melompat. Kemampuan motorik halus yakni menggunakan otot yang
lebih kecil seperti kemampuan mengambil barang. Dalam terapi, terapis akan memantau
perkembangan dari anak dilihat dari fungsi, kekuatan, daya tahan otot dan sendi, dan
kemampuan motorik oralnya. Pada pelaksanaannya, terapi ini dilakukan oleh terapi dan
orang-orang yang berada dekat dengan anak tersebut. Sehingga terapi ini dapat mencapai
tujuan yang diinginkan.
4. Behavioral Therapies
Anak-anak dengan delay development akan mengalami stress pada dirinya dan memiliki efek
kepada keluarganya. Anak-anak akan bersikap agresif atau buruk seperti melempar barang-
barang, menggigit, menarik rambut, dan lain-lain. Behavioral therapy merupakan psikoterapi
yang berfokus untuk mengurangi masalah sikap dan meningkatkan kemampuan untuk
beradaptasi. Terapi ini dapat dikombinasikan dengan terapi yang lain dalam pelaksanaanya.
Namun, terapi ini bertolak belakang dengan terapi kognitif. Hal itu terlihat pada terapi
kognitif yang lebih fokus terhadap pikiran dan emosional yang mempengaruhi sikap tertentu,
sedangkan behavioural therapy dilakukan dengan mengubah dan mengurangi sikap-sikap
yang tidak diinginkan. Beberapa terapis mengkombinasikan kedua terapi tersebut, yang
disebut cognitive-behavioural therapy.
Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada anak-anak dengan KPG, yakni kemunduran
perkembangan pada anak-anak yang makin memberat. Jika tidak tertangani dengan baik, dapat
mempengaruhi kemampuan yang lain, khususnya aspek psikologi dari anak itu sendiri. Salah
satunya, anak akan mengalami depresi akibat ketidakmampuan dirinya dalam menghadapi
permasalahannya. Sehingga anak itu dapat bersikap negatif atau agresif.
Prognosis
Prognosis KPG pada anak-anak dipengaruhi oleh pemberian terapi dan penegakkan
diagnosis lebih dini (early identification and treatment). Dengan pemberian terapi yang tepat,
sebagian besar anak-anak memberikan respon yang baik terhadap perkembangannya. Walau
beberapa anak tetap menjalani terapi hingga dewasa. Hal tersebut karena kemampuan anak itu
sendiri dalam menanggapi terapinya. Beberapa anak yang mengalami kondisi yang progresif
(faktor-faktor yang dapat merusak sistem saraf seiring berjalannya waktu), akan menunjukkan
perkembangan yang tidak berubah dari sebelumnya atau mengalami kemunduran. Sehingga
terapi yang dilakukan yakni meningkatkan kemampuan dari anak tersebut untuk menjalani
kesehariannya.6,9
DAFTAR PUSTAKA
1. Shevell MI. The evaluation of the child with a global developmental delay. Seminar Pediatric
Neurology. 1998;5:21–26.
2. Fenichel GM. Psychomotor retardation and regression. Dalam: Clinical Pediatric Neurology:
A signs and symptoms approach. Edisi ke-4.Philadelphia: WB Saunders; 2001.h.117–47.
3. Shevell M, Ashwal S, Donley D, Flint J, Gingold M, Hirzt D, dkk. Practice parameter:
Evaluation of the quality standards subcommittee of the American Academy of Neurology
and the practice committee of the child neurology society. Neurology 2003;60:67-80.
4. Suwarba IGN, Widodo DP, Handryastuti RAS. Profil klinis dan etiologi pasien
keterlambatan perkembangan global di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta. Sari
Pediatri 2008;10:255-61.
5. Melati D, Windiani IGAT, Soetjiningsih. Karakteristik Klinis Keterlambatan Perkembangan
Global Pada Pasien di Poliklinik Anak RSUP Sanglah Denpasar. Bagian Ilmu Kesehatan
Anak Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Bali
6. Pedoman Pelaksanaan Stimulasi, Deteksi, dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang Anak di
Tingkat Pelayanan Kesehatan Dasar. Departemen Kesehatan RI. 2005.
7. Soetjiningsih. Tumbuh kembang anak. Dalam: RanuhIGN, penyunting. Tumbuh kembang
anak. Jakarta: EGC; 1995. h. 1-32.
8. Walters AV. Development Delay: Causes and Identification. ACNR 2010; 10(2);32-4.
9. Mengenal Keterlambatan Perkembangan Umum pada Anak. Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Indonesia. [diunduh 19 Desember 2013]. [Available from]: URL: http //idai.or.id/public-
articles/seputar-kesehatan-anak/mengenal-keterlambatan-perkembangan-umum-pada-
anak.html.
10. First LR, Palrey JS. Current Concepts: The Infant or Young Child with Developmental Delay.
The New England Journal of Medicine 1994; 7478-483.
11. Srour M, Mazer B, Shevell MI. Analysis of clinical features predicting etiologic yield in the
Assessment of global development delay. Pediatrics 2006;118:139-45.
12. Menkes JH. Textbook of Child Neurology. 4th. ed. Philadelphia: Lea & Febiger 1990; 306-
311.