0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
78 tayangan34 halaman

TBR 1 - Carpal Tunnel Syndrome

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1/ 34

TEXT BOOK READING

Carpal Tunnel Syndrome

Oleh :

Edy Irwanto

Moderator :
Prof. dr. M. I. Widiastuti, PAK, Sp.S(K), M.Sc

PPDS I ILMU PENYAKIT SYARAF

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO

RUMAH SAKIT UMUM PUSAT DR. KARIADI SEMARANG

2014
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ....................................................................................................... i

DAFTAR ISI..................................................................................................................... ii

Pendahuluan ..................................................................................................................... 1

Definisi .............................................................................................................................. 3

Epidemiologi .................................................................................................................... 3

Anatomi dan Fisiologi ...................................................................................................... 4

Etiologi .............................................................................................................................. 8

Patofisiologi ..................................................................................................................... 10

Gambaran Klinis .............................................................................................................. 13

Diagnosis .......................................................................................................................... 14

Pemeriksaan Penunjang ................................................................................................... 17

Diagnosis banding ............................................................................................................. 18

Penatalaksanaan ................................................................................................................ 24

Prognosis ........................................................................................................................... 30

Penutup ............................................................................................................................ 31

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 32


PENDAHULUAN

Median neuropati pergelangan tangan atau dikenal dengan sindrom terowongan karpal

(CTS) merupakan neuropati perifer yang paling sering ditemukan. CTS ini muncul akibat

penekanan nervus medianus yang melewati terowongan karpal menuju ke pergelangan tangan.

Orang dengan CTS biasanya mengeluhkan rasa nyeri dan tebal (numbness) serta rasa kesemutan

(tingling) pada daerah yang diinervasi oleh nervus medianus terutama pada malam hari dan saat

beraktifitas menggunakan tangan.1,2

Gambar. 1.
Sumber: http://www.handshoemouse.com/images/Carpal-Tunnel.jpg

Istilah CTS pertama kali digunakan oleh Kremer, et.al pada tahun 1953. Penyakit ini

diketahui berkaitan dengan usia, jenis kelamin, obesitas dan juga berhubungan dengan kondisi

medis seperti RA, akromegali, hipotiroid, kehamilan dan trauma. Lebih dari 15% individu
pernah mengalami gejala CTS. Prevalensi CTS sebanyak 3% pada perempuan dan 2% pada laki-

laki, prevalensi terbanyak pada wanita dengan usia yang lebih tua. Pada beberapa individu

menunjukkan tanda dan gejala yang memerlukan tindakan operatif.18

DEFINISI

Carpal tunnel syndrome (CTS) atau sindrom terowongan karpal adalah kumpulan gejala

dan tanda akibat penekanan nervus medianus di rongga/terowongan karpal, tepatnya di bawah

fleksor retinakulum. Dulu sindroma ini juga disebut dengan nama acroparesthesia, median

thenar neuritis atau partial thenar atrophy. CTS pertama kali dikenali sebagai suatu sindroma

klinik oleh Sir James Paget pada kasus stadium lanjut fraktur radius bagian distal (1854). CTS

spontan pertama kali dilaporkan oleh Pieree Marie dan C. Foix pada tahun 1913. Istilah CTS

pertama kali diperkenalkan oleh Moersh pada tahun 1938.2

EPIDEMIOLOGI

CTS merupakan jebakan neuropati yang banyak terjadi, dipercaya sekarang ini berjumlah

sekitar 3,8% dari seluruh populasi. Satu dari lima subjek yang mengeluhkan gejala seperti nyeri,

kebas dan kesemutan di tangan dicurigai disebabkan CTS dengan melakukan pemeriksaan fisik

dan tes elektrofisiologi. Peningkatan kejadian sebanyak 276 : 100.000 penduduk per tahun.

Dengan peningkatan prevalensi pada wanita sebanyak 9,2% dan pada pria sebanyak 6%.

Prevalensi CTS di Inggris sebanyak 7-16% jauh lebih banyak dibandingkan dengan di Amerika

sebanyak 5%.3
Insidensi keseluruhan bervariasi antara 0.125% sampai 5.8% populasi, tergantung pada

kriteria yang digunakan pada populasi yang disurvei. Sementara di Inggris, insiden CTS

sebanyak 120 per 100.000 pada wanita dan 60 per 100.000 pada pria. Biasanya terjadi pada usia

antara 30 dan 60 tahun, wanita 3-5 kali lebih sering dibandingkan dengan laki-laki. Sindroma ini

merupakan kelainan saraf karena jeratan yang paling sering terjadi, 62% entrapment neurophaty

adalah CTS. Pada beberapa keadaan tertentu, misalnya pada kehamilan, prevalensinya sedikit

bertambah. Penelitian di Mayo Clinic pada tahun 1976-1980 insidensinya 173 per 100.000

pasien wanita per tahun dan 68 per 100.000 pasien pria per tahun. Pada satu penelitian dengan

konduksi saraf didapatkan 211 pasien diantaranya 156 (45%) wanita dan 55 (8%) pria yang

mengalami gejala ini terbukti menderita CTS setelah dikonfirmasi dengan pemeriksaan

elektrodiagnostik. Trauma pada tangan dan pergelangan tangan semakin besar kejadiannya

sebagai penyebab sindroma ini, 5-10% mempunyai riwayat cedera yang baru maupun lama pada

pergelangannya.2

ANATOMI DAN FISIOLOGI

Carpal Tunnel

Terowongan karpal terletak pada bagian dasar telapak tangan yang dibentuk oleh tulang

karpal di bagian medial, dorsal dan lateral dan ditutupi pada bagian ventral oleh sebuah jaringan

fibrosa yaitu fleksor retinakulum yang di bagian radial melekat pada tuberositas tulang skapoid

dan tonjolan tulang trapezium dan pada sisi ulnaris melekat pada os pisiform dan os hamate.

Terowongan ini dari bagian lateral ke medial tersusun oleh komponen utama yaitu flexor carpi

radialis, flexor policis longus, flexor digitorum superfisialis dan profundus, tendon palmaris
longus berjalan di daerah superfisial dari fleksor retinakulum. Terowongan karpal di sisi ulnaris

berbatasan dengan os hamatum, os triquetrum dan os pisiformis. Dan pada bagian radial berbatas

dengan os trapezium, os skapoid dan fleksor karpi radialis.6 Nervus ulnaris terletak di daerah

pisiform di sisi medial dari arteri ulnaris dan keduanya dilapisi oleh bagian superfisial dari

retinakulum dan membentuk Gayon’s canal.4,5

Gambar 2. Anatomi Terowongan Karpal

Sumber: http://classconnection.s3.amazonaws.com/704/flashcards/586704/png/carpal_tunnel1309289246287.png

Nervus Medianus

Pleksus brakhialis secara topografi terdiri atas radiks (root), trunkus (trunk), fasikulus

(cord) dan cabang (branches). Dua nervus berasal langsung dari radiks yang kemudian
membentuk fasikulus; yang pertama yaitu nervus scapular dorsalis dari C5 yang menginervasi

levator scapula dan rhomboid, yang kedua adalah nervus torakalis dari C5, C6 dan C7.

Kemudian radiks bergabung membentuk tiga fasikulus. Gabungan C5 dan C6 membentuk

trunkus superior, kemudian C8 dan T1 membentuk trunkus inferior.sedangkan radik C7 sendiri

membentuk trunkus medialis. Masing-masing dari ketiga trunkus tersebut bercabang dan

membentuk divisi anterior dan posterior. Fasikulus posterior dibentuk oleh gabungan ketiga

divisi posterior. Divisi anterior dari trunkus superior dan medialis membentuk fasikulus lateralis.

Kemudian divisi anterior dari trunkus inferior membentuk fasikulus medialis.7

Nervus medianus berasal dari fasikulus lateralis dan medialis dari pleksus brachialis yang

merupakan saraf gabungan dari radiks C6 dan T1. Nervus medianus mempersarafi sebagian

besar otot-otot fleksor lengan bawah dan otot tenar. Saraf ini juga yang memberikan sensasi pada

kulit di telapak tangan bagian lateral dan pada ujung-ujung jari, yaitu sepanjang permukaan

bagian volar ibu jari, jari telunjuk dan jari tengah serta sebagian jari manis. Serabut saraf sensoris

jari telunjuk dan jari tengah memasuki radiks C7 melalui fasikulus lateralis dan trunkus medialis

sementara itu kulit ibu jari menerima serabut saraf dari radiks C6 dan sebagian dari radiks C7

melalui fasikulus lateralis dan trunkus superior atau medialis. Nervus medianus tidak

menginervasi otot-otot di lengan atas. Saraf ini memasuki lengan bawah melalui antara dua kaput

pronator teres dan mempersarafi fleksor karpi radialis, palmaris longus dan fleksor digitorum

superfisialis yang kemudian bercabang menjadi nervus interoseus anterior yang menginervasi

otot fleksor polisis longus , otot pronator quadratus dan otot fleksor digitorum profundus I dan II.

Cabang utama nervus medianus memasuki pergelangan tangan melalui terowongan karpal dan

menginervasi otot abductor polisis brevis, opponent pollicis, separuh bagian lateral otot fleksor

pollicis brevis dan otot lumbrikal I dan II.8


Gambar 3. Anatomi nervus medianus

Sumber: Mumenthaler M, Mattle H, Taub E: Diseases of the Spinal Nerve Roots and Peripheral Nerves, in
Fundamentals of Neurology, New York: Thieme; 2006 : 228

ETIOLOGI 9,10

Pergelangan tangan terdiri dari jaringan tulang, saraf, tendon, dan ligament yang

memungkinkan kita untuk melakukan banyak gerakan. Tugas-tugas rutin seperti menulis,

mengetik, menyulam, mengikat tali sepatu, membuka tutup botol semua bisa dilakukan karena

dukungan pergelangan tangan dan kontrol dari tangan. Cedera di pergelangan tangan tangan bisa

terjadi secara akut seperti pada keseleo dan fraktur atau bias juga diakibatkan oleh penggunaan

yang berlebihan dan secara berulang-ulang.


Gambar 4. Etiologi sindrom terowongan karpal

Sumber: Zagaria MAE: Carpal Tunnel Syndrome A Major Entrapment Neuropathy in The Elderly, in
US.Pharmacist A Jobson Publication, New York 2004, Vol. No: 29:09

Sindrom terowongan karpal dapat terjadi ketika jaringan di sekeliling tendon-tendon

fleksor di pergelangan tangan membengkak/menebal sehingga menekan nervus medianus.

Jaringan ini disebut sinovium. Sinovium ini melubrikasi tendon sehingga tendon dengan mudah

menggerakkan jari-jari. Penebalan sinovium mempersempit ruang pada terowongan karpal, dan

akhirnya menekan nervus medianus. Beberapa hal yang berkontribusi menyebabkan terjadinya

sindrom terowongan karpal antara lain:

 Faktor keturunan merupakan faktor terpenting karena terowongan karpal pada

sebagian orang berukuran lebih kecil.

 Penggunaan tangan yang berlebihan.

 Perubahan hormonal pada saat kehamilan.

 Usia, kasus lebih banyak terjadi pada usia tua.

 Kelainan medis, diabetes mellitus, reumatoid artritis dan hipotiroid, akromegali, gout,

amiloidosis, kehamilan, obesitas dan penggunaan tembakau.


Gambar 5. Kegiatan sehari-hari penyebab CTS

Sumber: http://si.wsj.net/public/resources/images/PJ-BN974_RESREP_G_20130429200907.jpg

PATOFISIOLOGI 3,11

Peningkatan tekanan pada terowongan karpal menyebabkan terjadinya CTS. Peningkatan

tekanan tersebut menyebabkan terjadinya iskemik pada nervus medianus bagian distal sehingga

mengganggu konduksi nervus tersebut dan menyebabkan parestesia dan rasa nyeri di sepanjang

jalur yang dipersarafi. Pada gejala klinis awal tidak menunjukkan perubahan morfologi pada

nervus medianus dan gejala masih bersifat reversibel. Akan tetapi dengan kompresi yang terjadi

secara terus menerus sehingga menyebabkan prolong iskemia dan mengakibatkan kerusakan

pada axon dan menyebabkan disfungsi neuron menjadi permanen.

Patofisiologi CTS melibatkan sebuah kombinasi dari trauma mekanik, peningkatan tekanan,

cedera iskemik nervus medianus dalam terowongan karpal.

Peningkatan tekanan

Telah banyak penelitian yang berhubungan dengan tekanan pada terowongan karpal.

Tekanan normal telah dicatat sebesar 2-10 mmHg. Pada saat pergelangan tangan dalam posisi

ekstensi maka terjadi perubahan yang dramatis dari tekanan cairan di dalam terowongan karpal.

Posisi ekstensi ini meningkatkan tekanan sebesar 10-fold dan posisi fleksi pergelangan tangan

meningkatkan tekanan sebesar 8-fold. Bagaimanapun juga, pergerakan pergelangan tangan yang

berulang merupakan salah satu factor resiko CTS.

Cedera saraf
Tahapan yang paling penting pada cedera nervus medianus adalah terjadinya

demielinisasi yang terjadi ketika saraf dibebankan dengan kekuatan mekanik secara berulang.

Demielinisasi saraf berkembang di daerah tempat terjadinya kompresi dan kemudian bisa

menyebar ke segmen internodal dan meninggalkan akson secara utuh. Jika kompresi menetap,

aliran darah ke sistem kapiler endoneural dapat terganggu menyebabkan perubahan dalam blood-

nerve barrier dan berkembang menjadi udem endoneural.

Jeratan Saraf

Serabut saraf memiliki lapisan jaringan yaitu mesoneurium, epineurium, perineurium dan

endoneurium. Nervus medianus akan terangkat sampai 9,6 mm saat fleksi pergelangan tangan

dan berkurang perlahan saat ekstensi. Kompresi yang kronis akan menyebabkan terjadinya

fibrosis dan menghambat aliran saraf yang menyebabkan cedera dan menyebabkan jaringan

parut pada mesoneurium. Keadaan ini menyebabkan nervus mengalami perlengketan pada

jaringan sekitar sehingga terjadi traksi pada nervus pada saat bergerak. Ini merupakan dasar dari

tethered median nerve stress test (TMNST), yang dapat digunakan untuk mendiagnosis chronic

low-grade CTS.

Cedera Iskemik

Cedera iskemik diidentifikasi sebagai komponen terpenting pada CTS. Berdasarkan

observasi dari Gelberman et. al, bahwa gejala segera pulih setelah dilakukan tindakan bedah

untuk pembebasan terowongan karpal. Lundbrog et. al, menerangkan bahwa iskemia pada

anggota gerak dapat meningkatkan parestesia pada pasien CTS. Cedera iskemik pada CTS

memiliki tiga tingkatan; 1. Meningkatkan tekanan intrafunikuler, 2. Menyebabkan kerusakan

kapiler disertai kebocoran dan udem, 3. Terjadinya sumbatan aliran arteri.


Kerusakan Blood-nerve barrier

Blood-nerve barrier dibentuk oleh sel-sel bagian dalam perineum dan sel endotel dari

kapiler endoneurial yang menyertai nervus medianus melalui terowongan karpal. Pembuluh

mikro endoneuial dibentuk dari cabang nutrien yang berasal dari arteri radialis dan ulnaris yang

terletak di proksimal fleksor retinaculum. Peningkatan tekanan di dalam terowongan dapat

menyebabkan kerusakan pembuluh darah di dalam barrier yang mengakibatkan adanya

akumulasi protein dan sel-sel inflamatori. Ini dapat memicu terjadinya miniature kompartemen

sindrom tertutup dengan meningkatnya permeabilitas, berkontribusi untuk meningkatkan tekanan

cairan endoneurial dan berkembang menjadi intra fasikuler udem. Pasien dengan gangguan

pembuluh darah atau terpapar dengan beban statis yang lama sangat rentan terhadap kerusakan

blood-nerve barrier.

Kelainan jaringan sinovial

Kelainan jaringan sinovial yang melapisi tendon di dalam terowongan karpal

berhubungan erat dengan terjadinya CTS idiopatik. Kelainan ini meliputi penebalan jaringan

synovial, yang disebabkan oleh aktifitas tangan yang berulang serta meningkatkan volume

jaringan di dalam kanal, yang menyebabkan peningkatan tekanan cairan di dalam terowongan

karpal. Penebalan yang paling mendalam dari jaringan synovial berada pada bagian pintu masuk

dan keluar dari kanal dimana tendon berjalan di atas titik tumpu dari fleksor retinaculum.

Inflamasi

Tenosinovitis merupakan inflamasi dari jaringan synovial tendon fleksor juga bisa

disebabkan oleh peningkatan tekanan di dalam terowongan karpal sehingga menyebabkan CTS.

Keadaan ini telah dikonfirmasi dengan adanya peningkatan prostaglandin E2 dan vascular
endothelial growth factor (VEGF) pada biopsy jaringan synovial dari pasien dengan gejala CTS.

Dalam respon terhadap cedera, terjadi peningkatan densitas dari fibroblast, ukuran serabut

kolagen, proliferasi vaskuler dan kolagen tipe III pada jaringan koneksi synovial. Jaringa parut

konstriktif dapat terbentuk disekitar nervus medianus yang dapat menyebabkan jeratan nervus.

GAMBARAN KLINIS

Gambaran utama pada CTS yaitu nyeri pada tangan, rasa kesemutan, dan kebas pada

daerah distribusi nervus medianus bagian distal (ibu jari, jari telunjuk, jari tengah, dan bagian

radial jari manis) dan menurunnya kekuatan mencengkram serta menurunnya fungsi dari tangan

yang terkena. Gejala cenderung bertambah berat pada malam hari karena banyak pasien dengan

CTS tidur dengan posisi tangan dalam keadaan fleksi sehingga meneyebabkan iritasi nervus

medianus dan memperberat gejala pada malam hari. Gejala juga muncul pada siang hari disaat

melakukan aktifitas yang membutuhkan fleksi pada pergelangan tangan secara berulang. Pasien

sering menyatakan bahwa gejala berkurang jika pasien tersebut mengibas-ngibaskan tangannya,

tanda ini disebut flick’s sign. Pada beberapa pasien lokasi nyeri dapat terjadi di bagian proksimal

dari bagian yang terkompresi, mengenai lengan bawah dan juga sampai ke bahu. Otot yang

mengontrol abduksi dan oposisi ibu jari dapat melemah dan atrofi (thenar atrofi) pada keadaan

lanjut.3,10

Berdasarkan tanda dan gejala, CTS diklasifikasikan menjadi tiga tingkatan:3

1. Penderita sering terbangun waktu tidur malam hari karena rasa kebas pada tangan, dan

juga nyeri yang menjalar dari pergelangan tangan sampai ke bahu serta rasa kesemutan

yang sangat mengganggu pada daerah tangan dan jari (brachialgia paraestethica
nocturna). Mengibaskan tangan (The flick’s sign) dapat mengurangi gejala. Gejala

biasanya masih terasa pada pagi hari.

2. Gejala dirasakan sepanjang hari terutama pada saat penderita berada pada satu posisi

dalam waktu yang lama atau melakukan gerakan berulang menggunakan pergelangan

tangan. Ketika gangguan motorik muncul penderita sering mengeluhkan benda yang

dipegang sering jatuh karena jari-jari penderita sudah tidak dapat merasa lagi.

3. Pada stadium akhir telah terjadi atrofi otot tennar, pada fase ini gejala sesorik sudah

berkurang Juga terdapat nyeri pada otot tennar, terdapat kompresi yang berat, atrofi dan

melemahnya otot abductor pollicis brevis dan otot-otot pollicis lainnya.

Banyak pasien melaporkan bahwa gejala yang muncul berada di luar dari daerah

distribusi nervus medianus. Keadaan ini telah dikonfirmasi melalui studi secara sistematis oleh

Stevens et. al. Pada 159 pasien yang telah didiagnosis dengan elektrodiagnostik sebagai

penderita CTS didapatkan hasil bahwa gejala paling sering dirasakan pada jari-jari tangan yang

dipersarafi oleh saraf medianus dan juga saraf ulnaris dibandingkan dengan jari yang dipersarafi

oleh satu saraf medianus saja. Dilaporkan juga bahwa lokasi dari gejala terdapat di luar dari

daerah jari-jari tangan. 21% pasien mengeluh nyeri dan parestesi di lengan bawah; 13,8% gejala

nyeri pada siku; 7,5% nyeri pada lengan atas; 6,3% nyeri pada bahu dan 0,6% nyeri pada leher.3

DIAGNOSIS 12

Diagnosis CTS dimulai dengan pemeriksaan fisik pada tangan, pergelangan tangan dan

lengan. Dokter mencatat setiap adanya pembengkakan, perubahan warna kulit dan menilai

kekuatan otot tangan. Jika pasien mengeluhkan terdapat keluhan pada keempat jari tangan
kecuali jari kelingking maka dapat diindikasikan sebagai CTS. Dua tes khusus untuk

mendiagnosa CTS yaitu tinel tes dan phalen tes. Tinel tes dilakukan dengan cara melakukan

pengetukan pada daerah terowongan karpal yang dilalui nervus medianus, bila timbul nyeri

terutama pada jari-jari tangan seperti aliran listrik maka menyokong untuk diagnosis CTS

Gambar 6. Tes Tinel

Sumber: http://karpaltunnelsyndrom.ch/images/ktsvortrag0901.jpg

Pada pemeriksaan phalen tes, pasien diminta untuk memfleksikan pergelangan tangan dengan

cara mendorong kedua punggung tangan secara bersamaan sampai pergelangan tangan fleksi

maksimal. Bila dalam waktu satu menit pasien merasakan nyeri dan kebas pada tangan maka ini

dapat menyokong diagnosis CTS.


Gambar 7. Tes Phalen

Sumber: https://www.sundhed.dk/content/cms/78/19678_4506-2-karpaltunnelsyndrom-phalens-test-
jpg2735x3413.jpg

Tes lainnya adalah bottle sign dimana pasien diminta untuk melingkarkan ibu jari dan jari

telunjuk pada botol atau gelas. Tes dinyatakan positif bila kulit tangan penderita tidak dapat

menyentuh dindingnya dengan rapat.6

Gambar 8. Bottle sign

Sumber: Mumenthaler M, Mattle H, Taub E: Peripheral Nerve Lesions, in Fundamentals of Neurology, Thieme :
New York, 2006 : 229
Pada inspeksi dan palpasi dapat ditemukan adanya atrofi otot thenar. Atrofi otot thenar ini

merupakan manifestasi lanjut dari CTS.6

Gambar 9. Atrofi otot thenar

Harrington et.al menyebutkan kriteria untuk mendiganosis CTS harus terdapat nyeri atau

parastesia atau hilangnya sensorik di daerah yang dipersarafi oleh nervus medianus dan ditambah

salah satu di bawah ini;13

 Tinels tes postif

 Phalen tes positif

 Gejala makin berat pada malam hari

 Kelemahan pada otot abductor pollicis brevis

 Adanya gangguan hantaran saraf

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Berbagai macam tes elektronik digunakan untuk mengkonfirmasi diagnosis CTS. Nervus

conduction velocity (NCV) digunakan untuk mengukur kecepatan sinyal elektrik yang ditransfer

sepanjang aliran saraf. Bila kecepatan hantar saraf menurun dari nilai normal maka kemungkinan

telah terjadinya tekanan pada saraf tersebut. Pemeriksaan electromyography (EMG) yaitu dengan

cara memasukkan jarum ke dalam otot tangan dan mengubah aktivitas otot menjadi sinyal

elektrik. Sinyal ini berguna untuk menilai keparahan kerusakan nervus medianus. X-Ray dapat

digunakan untuk melihat adanya fraktur pada pergelangan tangan yang bias menyebabkan CTS.

Magnetic resonance imaging (MRI) juga sangat berguna untuk melihat cedera pada nervus

medianus.

DIAGNOSIS BANDING 15

Diagnosis neurologi yang memiliki tampilan klinis mirip dengan CTS

A. Intracranial neoplasm. Kadang-

kadang muncul dengan gejala baal,

kesemutan di tangan, kelemahan pada

tangan atau kehilangan koordinasi pada

tangan. Sering kali temuan ini dikaitkan

dengan hiperrefleksia. Selain itu pola

kelemahan atau hipoestesia distribusinya

tidak hanya terbatas pada jalur yang

dipersarafi oleh nervus medianus saja.

Oleh karena itu, pemeriksaan neurologi secara teliti digabungkan dengan pemeriksaan
pencitraan seperti MRI merupakan fakfactornci dalam menyingkirkan CNS neoplasia dari

CTS.

B. Multiple Sclerosis. Secara superfisial membedakan multiple sclerosis dengan CTS

kadang-kadang membingungkan, tapi dapat dengan mudah dibedakan dengan pemeriksaan

neurologis secara teliti karena diagnosis multiple sklerosis seusai dengan namanya

membutuhkan kejadian dan tempat yang patologis secara multiple yang mana tidak khas pada

CTS. Gangguan system saraf pusat lainnya seperti amyothropic lateral sclerosis atau charcot-

Marie-Tooth disease merupakan murni neuropati motoric dan mengenai otot distal secara luas

sehingga otot-otot intrinsic menunjukkan kelemahan dan tidak hanya pada otot thenar saja.

C. Cervical radiculopathy. Servikal radikulopati merupakan kondisi neurologis yang sangat

sering membuat bingung dalam membedakannya dengan CTS, mungkin dapat terjadi

berdampingan dengan kejadian CTS. Pada pemeriksaan neurologi yang teliti akan

memperlihatkan kelemahan dan baal pada dermatom proksimal atau miotom, tidak sesuai

dengan diagnosis dari neuropati medianus fokal. Nyeri atau gejala di leher khususnya yang

dipeberat dengan gerakan atau tekanan pada daerah leher merupakan suatu petunjuk dalam

membedakan dengan CTS. Gejala diperberat dengan batuk dan bersin jauh lebih mungkin

disebabkan oleh servikal radikulopati dariapada CTS.

D. Cervikal syringomyelia. Servikal siringomielia juga dapat membingungkan dengan CTS.

Bagaimanapu juga bentuk karakteristik dari baal dan kelemahan agak sedikit berbeda,

mencerminkan gejala ini bersumber dari tulang servikal.

E. Thoracic outlet syndrome. Gangguan pada pleksus brakialis juga sering dibingungkan

dengan CTS. Pada Torakal outlet sindrom, gejala khas terdapat pada daerah distribusi nervus

ulnaris dan dapat dibedakan dengan pemeriksaan neurologi yang teliti.


F. Pancoast tumor. Dapat dibingungkan dengan CTS dengan gejala yang terdapat pada

tangan, tapi dengan distribusi yang agak berbeda tergantung dari lokasi spesifik tumor

pankoas.

G. Pheripheral nerve tumor. Akan sangat tidak mungkin untuk tumor pada apeks paru hanya

mengenai serat yang menuju saraf medianus karena beberapa diantaranya berasal dari fasikulus

medialis dan fasikulus lateralis dari pleksus brakhialis. Demikian pula neuritis post radiasi dari

pleksus brakialis dapat menyebabkan nyeri yang kuat, rasa baal pada tangan dan kelemahan

pada tangan tapi polanya tidak terbatas pada daerah distribusi dari nervus medianus, tes

elektrodiaknostik akan melokalisasi daerah pleksus dan bukan pergelangan tangan.

H. Idiophatic brachial plexitis. Dikenal juga dengan Parsonage-Turner syndrome atau

amiotrofi neuralgia, merupakan kondisi lain yang juga bisa membingungkan dengan CTS, tapi

temuan-temuan yang khas akan menunjukkan perbedaan. Idiophatic brachial plexitis dimulai

dengan gejala prodromal yang khas yaitu nyeri pada anggota gerak atas yang berat diikuti

dalam 7-10 hari oleh kelemahan satu atau lebih saraf perifer dengan sedikit rasa baal.

Distribusi secara khas tidak spesifik pada daerah yang dipersarafi nervus medianus bagian

distal, meskipun cabang-cabang nervus medianus bagian proksimal seperti nervus interosseous

anterior dapat terkena. Temuan tersebut di luar dari distribusi nervus medianus pada daerah

terowongan karpal, menyingkirkan dengan tegas diagnosis CTS. Dalam kasus yang

meragukan, tes elektrodiagnostik dapat membantu menegakkan diagnosis.

I. Lower trunk brachial plexophaty. Tumor pada saraf perifer bisa juga disamarkan oleh

CTS. Akan sangat sulit jika tumor berada dalam terowongan karpal seperti pada kasus

lipofibromatosus hamartoma. Perbedaan utama di sini adalah adanya riwayat ditemukan massa

dalam waktu yang relatif lama. Berbeda dengan pembengkakan pada fleksor sinovium yang
dapat dilihat pada kasus CTS, pembesaran tumor saraf tidak akan ikut bergerak dengan

gerakan jari secara aktif. Pemeriksaan MRI sangat berguna dalam menentukan diagnosis yang

lebih spesifik.

J. Pronator syndrome. Merupakan neuropati spesifik pada nervus medianus, terletak lebih

proksimal dari terowongan karpal yang juga akan membingungkan dengan gejala CTS. Pada

kasus ini akan terdapat gejala yang tumpang tindih antara gejala pronator sindrom dengan

CTS. Pada pronator sindrom terdapat kelemahan pada nervus interoseus anterior. Beberapa

klinisi berpendapat bahwa pronator sindrom muncul ketika pada pasien terdapat semua gejala

fisik dari CTS tetapi disertai dengan rasa nyeri di sekitar daerah pronator.

K. Ulnar or radial neuropathy. Tanpa pemeriksaan neurologi yang teliti agak susah

membedakan antara ulnar atau radial neuropati dengan CTS. Pada ulnar atau radial neuropati

dapat juga terjadi gejala baal dan kesemutan dan kelemahan pada tangan, namun distribusinya

berbeda pada ulnar atau neural neuropati. Pemeriksaan elektrodiagnostik sangat diperlukan

untuk mendiagnosis dengan tepat.

L. Generalized neuropathy (diabetes mellitus). Gangguan endokrin seperti diabetes melitus

bisa dihubungkan dengan neuropati umum. Keadaan ini sering mengenai beberapa saraf

ekstremitas atas dan bawah. Dengan adanya neuropati yang melibatkan beberapa saraf maka

diagnosis selain CTS harus dipertimbangkan. Gangguan khas yang muncul pada pasien

diabetes melitus, gagal ginjal dan kelainan pembuluh darah ekstremitas atas adalah ischemic

monomelic neuropathy. Pada kasus ini keadaan patologi bersumber dari neuropati diabetes

yang diperberat oleh oklusi pembuluh darah.

M. Churg-Strauss syndrome. Merupakan penyebab yang jarang pada neuropati multiple.

Pasien dengan asma, granulomatosis alergi dan angiitis bisa berkembang menjadi neuropati
perifer multiple. Kelainan ini adalah kelainan dengan inflamasi yang dapat diobati dengan

antiinflamasi. Tindakan bedah tidak diindikasikan.

M. Median nerve contusion. Trauma pada nervus medianus juga susah dibedakan dengan CTS.

Sebagai contoh pada pasien dengan fraktur radius bagian distal. Pada pasien tersebut dapat

berkembang menjadi CTS akut yang disebabkan oleh hematom di dalam saluran karpal.

Diagnosis non-neurologi yang memiliki tampilan klinis mirip dengan CTS

A. Raynaud’s Phenomenon. Gangguan

pembuluh darah juga dapat menimbulkan

gejala parastesia. Raynaud’s phenomenon

juga dapat diperberat dengan aktifitas

yang sama dengan CTS, hanya bedanya

pada raynaud’s phenomenon terdapat rasa

dingin dan perubahan warna pada ujung

jari.

B.Hypothenar Hummer Syndrome atau

thrombosis arteri ulnaris terdapat kelainan

vascular yang sama dengan CTS. Tapi

pada penyakit ini gejala lebih khas pada

daerah ulnaris dan sering dihubungkan dengan riwayat trauma.

C. Hand-Arm vibration syndrome sering terjadi pada masyarakat pekerja. Para pekerja yang

sering menggunakan alat yang menimbulkan getaran saat bekerja dapat menimbulkan neuropati

serabut saraf dan juga menyebabkan vaskulopati pembuluh darah. Gejala parestesia bisa mirip
dengan CTS, tetapi pada Hand-Arm vibration syndrome dapat terjadi pada seluruh ujung jari

tidak hanya pada daerah yang dipersarafi oleh nervus medianus.

D. Hypoplasia of the thumb. Kasus ini jarang terjadi, jika kelainan ringan, maka bisa tidak

terdeteksi hingga dewasa dan gejala sering juga dibingungkan dengan CTS. Pada kasus tertentu

pemeriksaan elektrodiagnosis bisa normal, dan pada pemeriksaan X-ray tampak hypoplasia

tulang ibu jari.

E. Wrist sprain dan ligament injury. Dapat menimbulkan nyeri pada pergelangan tangan tapi

bukan disebabkan oleh abnormalitas neurologis..

F. Carpal Fracture mempunyai kesamaan dengan CTS yaitu berkaitan dengan gejala yang

diperberat dengan aktifitas. Setiap pasien dengan riwayat cedera atau gejala nyeri dan parestesia

pada tangan setelah terjadi cedera pada tangan harus dievaluasi untuk kemungkinan fraktur

karpal.

G. Linburg’s syndrome. Gejala diperberat dengan keadaan ibu jari fleksi dan ekstensi aktif jari

telunjuk. Pada tes provokasi untuk CTS didapatkan hasil normal.

H. Trigger finger dan trigger thumb. Dapat dihubungkan atau dibingungkan dengan CTS.

Terutama setelah beberapa pasien melaporkan rasa baal pada jari yang terkena saat triggering

muncul. Namun pada tes provokasi CTS dan sensibilitas di daerah distribusi nervus medianus

dalam batas normal.

I. Osteoarthritis. Artritis dapat dihubungkan atau justru dibingungkan dengan gejala CTS.,

terutama scaphotrapezial arthritis dan juga osteoarthritis sendi interpalangeal yang dapat

menyebabkan nyeri dan kaku pada jari-jari yang mungkin dideskripsikan oleh pasien sebagai
rasa baal. Pemeriksaan x-ray pada tangan dapat membantu untuk menegakkan diagnosa

osteoartritis dan tes elektrodiagnostik akan normal pada pasien yang bukan menderita CTS.

J. Atypical Mycobacteria. Penyakit infeksi seperti sporotrikosis atau atypical mycobacteria dan

infeksi granulomatosa lainnya dapat menimbulkan fleksor sinovitis yang menyebabkan gejala

nervus medianus. Pada beberapa kasus, pengobatan untuk infeksi ini murni dengan obat-obatan

saja. Tapi pada kasus lainnya dikombinasikan dengan pembedahan sinovektomi yang disertai

atau tidak disertai pelepasan fleksor retinakulum dan ditambah dengan terapi antibiotik dapat

menyembuhkan dengan efektif.

K. Other inflammatory. Inflamasi non infeksi dari fleksor sinovium dapat juga disamarkan

dengan CTS. Terutama inflamasi yang berhubungan dengan rematoid, baik itu rematoid artritis

sero-positif atau sero-negarif, sistemik lupus eritomatosus, artritis psoriatic atau gout. Pada kasus

tersebut indeks klinisi kecurigaan dapat ditingkatkan oleh adanya riwayat keterlibatan sendi

lainnya, kaku pada pagi hari, eksaserbasi yang intermiten dan tidak berhubungan dengan

aktifitas.

PENATALAKSANAAN

Banyak pasien CTS membaik dengan terapi konservatif.dengan cara mengurangi aktifitas

yang dapat menimbulkan tenosinovitis, menggunakan wrist splint dan obat oral NSAIDs seperti

ibuprofen 1600 mg/hari atau naproxen 750 mg/hari. Splint yang digunakan harus dapat menahan

pergelangan tangan dalam posisi ekstensi beberapa derajat dan dapat digunakan pada malam hari

atau saat bekerja menggunakan aktifitas pergelangan tangan.


Wrist Splint

Lebih dari 80% pasien CTS yang menggunakan wrist splint dapat meredakan gejala. Splint lebih

efektif bila dapat mempertahankan posisi pergelangan tangan dalam keadaan normal

dibandingkan ekstensi. Splint khususnya digunakan malam hari untuk mencegah munculnya

gejala nocturnal namun dapat juga digunakan siang hari untuk menjaga pergelangan tangan tetap

dalam posisi netral. Splint dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu off-the-shelf dan custom made

splint. Off-the-shelf splint biasanya memiliki

lapisan metal pada bagian volar untuk

mempertahankan pergelangan tangan dalam

posisi statis. Alat ini menjaga pergelangan

tangan dalam posisi netral dan mencegah

pergelangan tangan untuk fleksi dan

ekstensi. (gambar .1). Custom-made splint

umumnya lebih nyaman pada kebanyakan

pasien karena ukurannya lebih ramping

(gambar.2). Fungsi alat ini sama dengan off-

the-shelf splint yaitu mencegah pergelangan

tangan untuk fleksi dan ekstensi.14

Gambar.10 : Jenis-jenis splint


off-the-shelf (atas) dan custom made
splint (bawah)
Terapi Obat-obatan

Telah dilakukan penelitian kecil dan secara acak terhadap obat-obat steroid antiinflamasi,

diuretik, dan piridoksin (vitamin B6). Percobaan dilakukan selama empat minggu secara acak

melibatkan 91 pasien yang dibagi dalam empat kelompok; kelompok yang mendapatkan placebo,

kelompok yang mendapatkan pengobatan antiinflamasi non steroid, kelompok yang

mendapatkan obat diuretik dan kelompok yang mendapatkan terapi prednisolon 20 mg sehari

selama dua minggu. Pada kelompok yang mendapatkan prednisolon mengalami pengurangan

gejala secara substansial. Sedangkan hasil dari kelompok lain tidak ada perbedaan dengan

kelompok yang mendapatkan plasebo.15

Pemberian kortikosteroid oral lebih efektif dibanding NSAIDs atau diuretik pada

pengobatan jangka pendek pada CTS. Perbaikan gejala didapatkan pada pasien yang diberi

prednisolone 20 mg per hari selama dua minggu dan setelah itu diberikan 10 mg selama dua

minggu berikutnya.16
Injeksi Kortikosteroid

Pada pasien yang telah dilakukan modifikasi pada aktivitas dan menggunakan splinting

masih muncul gejala maka indikasi untuk dilakukan injeksi kortikosteroid ke dalam terowongan

karpal. Digunakan jarum no 25 untuk menginjeksikan 1 ml lidokain 1% pada sisi ulnaris otot

palmaris longus dan bagian proksimal pergelangan tangan. Jarum diarahkan ke terowongan

karpal masuk dengan sudut 45˚. Jika tidak terdapaat parestesia setelah injeksi lidokain dalam

jumlah kecil, sisa lidokain diinjeksikan dan diikuti dengan kortikosteroid.

Injeksi kortikosteroid memberikan perbaikan gejala terhadap 75% pasien. Injeksi lokal

kortikosteroid juga dapat meningkatkan konduksi nervus medianus. Gejala dapat kambuh lagi

dalam waktu lebih kurang satu tahun. Faktor resiko untuk terjadinya kekambuhan apabila pada

tes elektrodiagnostik menunjukkan kelainan yang berat, rasa baal yang menetap, gangguan

sensibilitas dan kelemahan atau atrofi otot thenar.14 Resiko terjadinya infeksi dan kerusakan

saraf akibat injeksi steroid adalah rendah, namun belum ada penelitian tentang itu. Banyak klinisi

yang membatasi penggunaan injeksi untuk CTS ini hanya tiga kali dalam setahun untuk

meminimalisir terjadinya komplikasi lokal seperti rupture tendon dan iritasi saraf serta

kemungkinan terjadinya efek toksik sistemik seperti hiperglikemi atau hipertensi. Belum ada

penelitian tentang jumlah injeksi optimal dalam satu tahun. Pada data sebelumnya menunjukkan

bahwa iontophoresis dengan krim kortikosteroid (suatu metode yang melibatkan penggunaan

arus listrik untuk memberikan obat ke jaringan yang lebih dalam) dapat dijadikan alternatif dari

injeksi kortikosteroid.

Secara umum terapi konservatif banyak berhasil pada pasien dengan kerusakan saraf

ringan. Pada salah satu penelitian, 32,89% pasien dengan CTS berat (rasa baal menetap dengan
kelemahan otot, atrofi dan kehilangan sensoris) muncul gejala ulangan setelah satu tahun

pengobatan secara konservatif seperti splintting dan injeksi kortikosteroid ke dalam terowongan

karpal.

A. B.

Gambar 11. Injeksi Steroid

Sumber:
a. http://www.eorthopod.com/images/ContentImages/hand/hand_carpal_tunnel/hand_carpal_tunnel_treatment02.jpg
b. http://3.bp.blogspot.com/--3J9OUVV8sg/UTNbRUmNXWI/AAAAAAAAJVA/PTjvSZngwTQ/s1600/CARPAL+TUNNEL+SYNDROME+surgery.png

Terapi Pembedahan

Secara umum keputusan untuk terapi pembedahan didasrkan pada keadaan pasien. Jika

pasien memiliki tanda dan gejala yang mengarah ke kelainan aksonal seperti rasa baal yang

menetap, gejala sudah selama satu tahun, kehilangan sensibilitas, atrofi atau kelemahan otot

thenar maka harus dipertimbangkan untuk tindakan operatif.


Ada beberapa cara tindakan bedah untuk melepaskan jebakan terowongan karpal. Pada

tindakan bedah tradisional secara terbuka, ahli bedah melakukan sayatan sepanjang 5-6 cm

memanjang kearah distal dari lipatan pergelangan tangan dan membebaskan ligament karpal

transversal (fleksor retinakulum). Pembebasan dengan cara endoskopi yaitu menggunakan

sebuah alat yang terdiri dari dua portal atau satu portal digunakan untuk membebaskan ligament

karpal transversal. Teknik endoskopi ini membawa resiko cedera saraf medianus yang tinggi

dibanding dengan cara pelepasan terowongan karpal secara terbuka. Kesembuhan gejala

memberikan hasil yang sama antara tindakan secara terbuka atau dengan endoskopi. Dan banyak

penelitian melaporkan bahwa banyak pasien yang langsung bisa segera kembali bekerja setelah

dilakukan terapi pembedahan dengan endoskopi. Lebih dari 70% pasien dilaporkan merasa puas

dengan hasil tindakan bedah pada sindrom terowongan karpal. Demikian pula 70-90% pasien

melaporkan telah terbebas dari rasa sakit pada malam hari setelah dilakukan tindakan

pembedahan. Setelah tindakan operasi, nyeri sembuh dalam beberapa hari tapi untuk kekuatan

tangan masih belum pulih sampai dalam waktu beberapa bulan.15

B. Pembedahan dengan endoskopi


A. Pembedahan tradisional secara terbuka
Gambar 12. Teknik Terapi Pembedahan pada CTS
PROGNOSIS 2,17

Banyak kasus CTS pada umumnya kasus ringan dan biasanya gejala dapat hilang dengan

sendirinya. Pada kasus CTS ringan dengan terapi konservatif pada umumnya prognosis baik.

Secara umum prognosis operasi juga baik,. Perbaikan yang paling cepat dirasakan adalah

hilangnya rasa nyeri yang kemudian diikuti perbaikan sensorik. Biasanya perbaikan motorik dan

otot-otot yang mengalami atrofi baru diperoleh kemudian. Pada kasus berat yang tidak ditangani

dapat menyebabkan hilangnya sensasi sensorik yang bersifat permanen dan dapat menyebabkan

seseorang tidak bisa lagi melakukan tugas-tugas sederhana di rumah.


KESIMPULAN

CTS merupakan jebakan neuropati yang banyak terjadi. CTS ini muncul akibat penekanan

nervus medianus yang melewati terowongan karpal menuju ke pergelangan tangan. Biasanya

terjadi pada usia antara 30 dan 60 tahun, wanita 3-5 kali lebih sering dibandingkan dengan laki-

laki. Banyak pasien CTS membaik dengan terapi konservatif.dengan cara mengurangi aktifitas,

namun ada juga yang memerlukan tindakan operatif terutama pada kasus lanjut.
DAFTAR PUSTAKA

1. Amato AA, Russel JA. Neuromuscular disorders. New York: McGraw-Hill; 2008.

2. Mahadewa TGB. Carpal tunnel syndrome. Dalam: Mahadewa TGB, Senapathi TGA,
editors. Saraf perifer masalah dan penanganannya, Jakarta: PT. Indeks; 2013. p. 165-186.

3. Ibrahim I, Khan WS, Goddard N, Smitham P. Carpal tunnel syndrome: A Review of the
Recent Literature. In: The Open Orthopaedics Journal; 2012. Vol 6 p. 69-76

4. Brust JCM. Current diagnosis and treatment in neurology. New York: McGraw-Hill;
2007.

5. Bradley M, O’Donnell P. Atlas of musculoskeletal ultrasound anatomy. New York:


Cambridge University Press; 2002.

6. Rodner CM, Kantarincic J. Open carpal tunnel release. In: Techniques in Orthopaedics
Journal. Lippincott Williams & Wilkins; 2006. Vol 21 p. 3-11.

7. Kimura J. Electrodiagnosis in diseases of nerve and muscle: principles and practice. 2nd
ed. Oxford University Press; 2001

8. Feldman EL, Grisold W, Russel JW, Zifko UA. Atlas of neuromuscular disease. Austria:
Springer-Verlag/Wien; 2005

9. Anonymous. Carpal tunnel syndrome. American Academic Orthopaedic Surgeons; 2009


[cited 2014 Feb 18]. Available from URL:
http://orthoinfo.aaos.org/topic.cfm?topic=a00005

10. Zagaria MAE. Carpal tunnel syndrome: a major entrapment neuropathy in the elderly.
New York: A Jobson Publication; 2004

11. Davis LE, Schultz JL. Fundamentals of neurologic disease. New York: Demos Medical
Publishing; 2005

12. Chamberlin SL, Narins B. The gale encyclopedia of neurological disorders. Michigan:
Thomson Gale; 2005
13. Burke FD, Ellis J, McKenna H, Bradley MJ. Primary care management of carpal tunnel
syndrome. Postgraduate Medical Journal; 2003 vol 79 p. 433-7

14. Amadio PC. Differential diagnosis of carpal tunnel syndrome. In: Luchetti R, Amadio P,
editors. Carpal tunnel syndrome. New York: Springer-Verlag; 2002. p. 89-93

15. Katz JN, Simmons BP. Carpal tunnel syndrome. NEJM; 2002. Vol 346 p. 1807-12

16. Viera AJ. Management of carpal tunnel syndrome. The American Academy of Family
Physicians; 2003. Vol 68 p. 265-72

17. LeBlanc KE. Cestia W, Carpal tunnel syndrome. The American Academy of Family
Physicians; 2011. Vol 83 p. 952-8

18. Ablove RH, Ablove TS. Prevalence of carpal tunnel syndrome in pregnant woman.
Wisconsin Medical Society; 2009

Anda mungkin juga menyukai