Diagnosa Ikterus Patologis Pada Bayi
Diagnosa Ikterus Patologis Pada Bayi
Diagnosa Ikterus Patologis Pada Bayi
Stepvani
102015118 / D5
Mahasiswa Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Terusan Arjuna No.6 Jakarta Barat 11510
Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731
stepvanilohanatha1330@gmail.com
Pendahuluan
Hati mempunyai banyak fungsi, salah satunya adalah untuk memproduksi dan
mensekresi empedu. Ikterus neonatorum adalah kondisi munculnya warna kuning di kulit dan
selaput mata pada bayi baru lahir karena adanya bilirubin pada kulit dan selaput mata sebagai
akibat peningkatan kadar bilirubin dalam darah. Secara klinis, ikterus pada neonatus akan
tampak bila konsentrasi bilirubin serum lebih dari 5 mg/dL. Ikterus yang ditemukan pada
bayi baru lahir dapat merupakan suatu gejala fisiologis atau dapat merupakan hal yang
patologis. Ikterus fisiologis ialah ikterus yang timbul pada hari kedua yang tidak mempunyai
dasar patologis, kadarnya tidak melewati kadar yang membahayakan. Ikterus patologis ialah
ikterus yang mempunyai dasar patologis atau kadar bilirubinnya mencapai suatu nilai yang
disebut hiperbilirubinemia. Ikterus patologis memiliki berbagai macam penyebab, contohnya
adalah kolestasis/obstruksi, kelainan darah, adanya keganasan ataupun infeksi dari ibu.1
Anamnesis
1
terhadap keluarganya atau pengantarnya (alloanamnesis) bila keadaan pasien tidak
memungkinkan untuk diwawancarai. Anamnesis yang baik terdiri dari:
1. Identitas pasien
2. Keluhan utama
3. Riwayat penyakit sekarang
4. Riwayat penyakit dahulu
5. Riwayat penyakit dalam keluarga
6. Riwayat pribadi
Dari skenario diketahui seorang bayi 3 bulan kuning diseluruh tubuhnya sejak umur 3
hari. Makin lama makin kuning bahkan kuning kehijauan. Demam (-), muntah (-), anak
rewel, kurang aktif dan sering menggaruk kulit. Nafsu makan baik, ASI (+). Didapatkan tinja
pucat seperti dempul dan BAK pekat seperti teh.
Informasi yang didapatkan dalam anamnesis akan dapat diperkuat oleh hasil
pemeriksaan fisik. Pemeriksaan fisik umum pada abdomen mencakup pemeriksaan visual
(Inspeksi), pemeriksaan raba (Palpasi), pemeriksaan ketuk (Perkusi) dan pemeriksaan suara
perut (Auskultasi). Inspeksi pasien dapat dilakukan dengan penerangan yang baik, dapat
diperhatikan bentuk perutnya apakah datar, membuncit/cekung, apakah ada perubahan warna
kulit atau lesi, apakah adanya bekas luka operasi, benjolan atau gerkan pulsasi yang terlihat.
Palpasi dilakukan secara umum dan juga palpasi organ (hati, limfa, ginjal) apabila diperlukan
dapat dilakukan palpasi khusus (apendisitis, kolesistitis, asites). Lalu di lakukan perkusi
dengan mengetuk abdomen sesuai regionya. Auskultasi didengarkan bunyi bising usus,
apakah normal, meningkat atau mungkin hilang, kita juga dapat mencari bunyi patologis dari
abdomen.2
Dari pemeriksaan fisik umum didapatkan:
2
Anatomi Hepar dan Vesica Fellea
Hati atau hepar adalah kelenjar terbesar di dalam tubuh manusia dan memiliki dua
permukaan yaitu permukaan diafragma dan viseral. Waktu lahir berat hati sekitar 120-160 g.
Kemudian berat ini bertambah sesuai pertumbuhan anak. Pada umur 2 tahun berat hati
bertambah 2 kali lipat, pada usia 3 tahun beratnyamenjadi 3 kali lipat, sedangkan pada umur
9 tahun dan masa pubertas mencapai masing-masing 6 dan 10 kali berat hati waktu lahir. Hati
berada di rongga dada dengan bagian atas memotong garis mid klavikula kanan pada sela iga
5-6 dan memotong garis aksilaris kanan pada sela iga ke 7. Batas bawah berada 1 cm di
bawah garis lengkung iga kanan.3 Hepar terbagi menjadi lobus kiri dan lobus kanan yang
dipisahkan oleh ligamentum falciforme. Hepar disuplai oleh dua pembuluh darah yaitu vena
porta hepatika dan arteri hepatika (Lihat gambar 1).4
Secara anatomis, kantung empedu atau vesica fellea terletak di antara dua lobus hepar.
Vesica fellea merupakan tempat penyimpanan asam empedu yang berbentuk kantung
piriformis. Vesica fellea terdiri dari beberapa bagian yaitu korpus, fundus, infundibulum dan
kolum. Fundus membentang hingga 1 cm tepi bebas hepar. Korpus merupakan bagian
terbesar. Infundibulum merupakan area transisional antara korpus dan kolum. Vesica fellea
akan berakhir pada duktus sistikus dengan mukosa yang memiliki valvula spiralis. Duktus
sistikus akan mengalirkan empedu menuju duktus koledokus, dimana duktus ini melalui
caput pankreas akan berakhir pada sfingter Oddi yang menembus dinding duodenum dan
membentuk suatu bangunan yang disebut ampulla Vateri. Vesica fellea mendapat darah dari
arteri cystica (Lihat gambar 1).4
3
Metabolisme Bilirubin
Bilirubin adalah pigmen kristal berbentuk jingga ikterus yang merupakan bentuk akhir
dari pemecahan katabolisme heme melalui proses reaksi oksidasi-reduksi. Bilirubin berasal
dari katabolisme protein heme, dimana 75% berasal dari penghancuran eritrosit dan 25%
berasal dari penghancuran eritrosit yang imatur dan protein heme lainnya seperti mioglobin,
sitokrom, katalase dan peroksidase. Metabolisme bilirubin meliputi pembentukan bilirubin,
transportasi bilirubin, asupan bilirubin, konjugasi bilirubin, dan ekskresi bilirubin.6
Langkah oksidase pertama adalah biliverdin yang dibentuk dari heme dengan bantuan
enzim heme oksigenase. Biliverdin yang larut dalam air kemudian akan direduksi menjadi
bilirubin indirek oleh enzim biliverdin reduktase. Bilirubin indirek bersifat lipofilik,
pembentukan bilirubin yang terjadi di sistem retikuloendotelial, selanjutnya dilepaskan ke
sirkulasi yang akan berikatan dengan albumin. Bilirubin indirek yang terikat dengan albumin
ini tidak larut dalam air dan kemudian akan ditransportasikan ke sel hepar. Bilirubin indirek
yang terikat pada albumin bersifat nontoksik. Pada saat kompleks bilirubin-albumin
mencapai membran plasma hepatosit, albumin akan terikat ke reseptor permukaan sel.
Kemudian bilirubin indirek, ditransfer melalui sel membran yang berikatan dengan ligandin
(protein Y). Berkurangnya kapasitas pengambilan hepatik bilirubin yang tak terkonjugasi
akan berpengaruh terhadap pembentukan ikterus fisiologis.3,6
Bilirubin indirek dikonversikan ke bentuk bilirubin direk yang larut dalam air di
retikulum endoplasma dengan bantuan enzim uridine diphosphate glucoronosyl transferase
(UDPG-T). Bilirubin yang larut dalam air masuk ke dalam saluran empedu dan diekskresikan
ke dalam usus . Bilirubin direk tidak semuanya dibuang dalam feces atau urine. Sebagian
kecil akan diubah kembali menjadi bilirubin indirek dan di reabsorbsi kembali oleh hepar,
siklus ini disebut siklus enterohepatik. Didalam usus besar bilirubin direk diubah menjadi
urobilinogen dan sterkobilin dengan bantuan enzim beta-glukuronidase. Sebagian besar
urobilinogen akan teroksidasi menjadi urobilin dan diekskresikan bersama sterkobilin dalam
feces. Sebagian kecil urobilinogen akan diserap usus masuk ke dalam darah dan dikeluaran
oleh ginjal bersama urine. (Lihat gambar 2)3,6
4
Gambar 2. Metabolisme Bilirubin7
Ikterus adalah gambaran klinis berupa pewarnaan kuning pada sclera, kulit dan
mukosa karena adanya deposisi produk akhir katabolisme heme yaitu bilirubin. Secara klinis,
ikterus pada neonatus akan tampak bila konsentrasi bilirubin serum >5mg/dL. Keadaan ini
merupakan tanda penting penyakit hati atau kelainan fungsi hati, saluran empedu atu penyakit
darah. Ikterus terjadi karena peninggian kadar bilirubin indirekatau direk. Ikterus dapat
dibedakan menjadi2, yaitu fisiologis dan patologis. (Lihat tabel 1)3
Ikterus dikatakan tidak fisiologis atau patologis jika terjadi pada hari pertama, jika
kadar bilirubin meningkat lebih dari 5 mg/dL/hari. Ikterus patologis mungkin merupakan
petunjuk penting untuk diagnosis awal dari banyak penyakit neonatus. Penyebab ikterus
patologis dapat dibagi kepada tiga fase yaitu:3,8
Ikterus Prahepatik dimana produksi bilirubin yang meningkat yang terjadi pada
hemolisis sel darah merah. Peningkatan pembentukan bilirubin dapat disebabkan
oleh kelainan sel darah merah atau infeksi seperti malaria, sepsis.
5
bilirubin mengalami regurgitasi kembali kedalam sel hati dan terus memasuki
peredaran darah, masuk ke ginjal dan di eksresikan oleh ginjal sehingga
ditemukan bilirubin dalam urin. Sebaliknya karena ada bendungan pengeluaran
bilirubin kedalam saluran pencernaan berkurang sehingga tinja akan berwarna
dempul karena tidak mengandung sterkobilin. Penyumbatan empedu (kolestasis)
terbagi 2 yaitu ekstrahepatik dan intrahepatik.
Kolestasis adalah kegagalan aliran cairan empedu masuk ke dalam duodenum dalam
jumlah yang normal. Secara klinis, kolestasis dapat didefinisikan sebagai akumulasi zat-zat
yang diekskresi ke dalam empedu seperti bilirubin, asam empedu dan kolesterol di dalam
darah dan jaringan tubuh. Berdasarkan rekomendasi North American Society for Pediatric
Gastroenterology, Hepatology and Nutrition (NASPGHAN), kolestasis apabila kadar
bilirubin direk lebih dari 1 mg/dl bila bilirubin total kurang dari 5 mg/dl, sedangkan bila
kadar dari bilirubin total lebih dari 5 mg/dl, kadar bilirubin direk lebih dari 20% dari bilirubin
total. Berdasarkan lokasi anatominya kolestasis dapat dibagi menjadi 2 yaitu:9
6
Kolestasis intrahepatik disebut juga dengan kolestasis hepatoseluler. Kolestasis
intrahepatik merupakan 68% dari kasus kolestasis. Kolestasis intrahepatik terjadi
karena kelainan pada hepatosit atau elemen duktus biliaris intrahepatik. Hal ini
mengakibatkan terjadinya akumulasi, retensi serta regurgitasi bahan-bahan yang
merupakan komponen empedu seperti bilirubin, asam empedu serta kolesterol ke
dalam plasma, dan selanjutnya pada pemeriksaan histopatologis akan ditemukan
penumpukan empedu di dalam sel hati dan sistem biliaris di dalam hati. Contoh
kolestasis intrahepatik yang paling sering ditemukan adalah infeksi hepatitis virus,
TORCH, HIV, gangguan metabolic dan endokrin.
Kolestasis ekstrahepatik merupakan 32% dari kasus kolestasis dan sebagian besar
adalah atresia bilier. Kolestasis ekstrahepatik terdapat penyumbatan atau obstruksi
saluran empedu ekstrahepatik. Atresia bilier merupakan salah satu contoh kolestasis
ekstrahepatik dan merupakan penyebab yang paling sering ditemukan. Deteksi dini
kolestasis ekstrahepatik yang disebabkan oleh atresia bilier merupakan langkah yang
sangat penting, karena metode pengobatan untuk atresia biler adalah dengan
pembedahan hepatik-portoenterostomi.
Diagnosis Kerja
Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik dan adanya pemeriksaan lab maka
diagnosis kerja yang diambil adalah kolestasis ekstrahepatik neonatal (atresia bilier, kista
duktus koledokus). Atresia bilier adalah suatu keadaan dimana tidak terbentuknya lumen
pada traktus bilier ekstrahepatik yang menyebabkan hambatan aliran empedu. Atresia bilier
terjadi karena proses inflamasi yang berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan progresif
pada duktus bilier ekstrahepatik sehingga terjadi hambatan aliran empedu (kolestasis),
akibatnya di dalam hati dan darah terjadi penumpukan garam empedu dan peningkatan
bilirubin direk.10 Kista duktus koledokus adalah dilatasi kistik dari saluran empedu
ekstrahepatik.11
Diagnosis Banding
Beberapa penyakit yang manifestasi kuning pada kulit bayi antara lain:
Hepatitis B Neonatal
Hepatitis adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh virus hepatitis A/B/C, yang
dapat menyebabkan peradangan hati akut. Pada ibu yang menderita hepatitis
7
kemungkinan untuk menularkan pada anaknya yang dilahirkan sekitar 40%. Gejala
yang ditimbulkan adalah demam ringan, ikterus yang timbul pada umur 1-2 bulan,
perut membuncit, pertumbuhan teganggu, feces pucat dan BAK seperti teh pekat,
hepatomegali dan splenomegali. Pada biopsi hati, akan ditemukan 4-5 sel yang
bergabung menjadi sel besar yang masih berfungsi tertapi tidak sebaik sel yang
normal. Sel ini disebut giant cell hepatitis. (Lihat gambar 3)12
Infeksi CMV
Infeksi CMV umumnya asimtomatik pada anak-anak yang sehat dan dewasa. CMV
juga merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas sesekali pada bayi baru
lahir. Dalam beberapa tahun terakhir, telah menjadi jelas bahwa CMV adalah
penyebab paling penting dari infeksi kongenital di negara maju, dan bahwa hal itu
8
sering menyebabkan keterbelakangan mental dan cacat perkembangan. Selain itu,
semakin banyak bukti menunjukkan bahwa CMV dapat menyebabkan konsekuensi
kesehatan jangka panjang pada orang dewasa yang sehat, termasuk
immunosenescence dan peningkatan risiko keganasan dan penyakit pembuluh darah.
Gejala penyakit CMV pada pada bayi yang baru lahir (congenital CMV) adalah kulit
dan sklera kuning (jaundice), kulit bentol, berat badan yang ringan, pneumonia,dan
pembesaran hati.14
Gejala Klinis
Tanpa memandang etiologinya, gejala klinis utama pada kolestasis bayi adalah
ikterus, tinja akholis, dan urine yang berwarna gelap, perut membuncit. Selanjutnya akan
muncul manifestasi klinis lainnya, sebagai akibat terganggunya aliran empedu dan bilirubin.9
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk kolestasis neonatal adalah :15-17
1. Bilirubin serum total dan direk. Jika terdapat obstruksi pada saluran yang
berfungsi mengeluarkan bilirubin maka bilirubin direk tidak akan tersalurkan ke
usus dan mengakibatkan terjadi regurgitasi bilirubin kembali ke dalam hati dan
kadar nya menjadi tinggi, bilirubin direk yang tersimpan terlalu lama di hati dapat
menjadikan suatu bentuk komplikasi lain yang irreversible yaitu sirosis hati.
2. USG abdomen dapat membantu menyingkirkan penyebab umum penyakit kuning
lainnya seperti kista duktuskoledokus.
3. CT Scan, menggunakan pewarna radioaktif yang disuntikkan untuk melacak jalur
empedu di dalam tubuh. Tes tersebut bisa menunjukkan apakah dan dimana aliran
empedu terhambat. Penyumbatan kemungkinan disebabkan oleh atresia empedu.
4. MRCP (Magnetic resonance cholangiopancreatography) berguna untuk melihat
kelainan dari pankreatobilier.
5. Biopsi hati dapat menunjukkan apakah atresia empedu mungkin terjadi. Biopsi
juga dapat membantu menyingkirkan masalah hati lainnya, seperti hepatitis -
suatu iritasi pada hati yang terkadang menyebabkan kerusakan permanen.
9
Epidemiologi
Etiologi
Belum jelas dan belum diketahui apa penyebab dari atresia bilier dan kista duktus
koledokus. Penyebab utama yang pernah dilaporkan adalah proses imunologik, infeksi virus,
terutama Reo virus tipe 3, asam empedu yang toksik, dan kongenital.11,15
Patofisiologi
Patofisiologi dari Atresia biliaris dan kista duktus koledokus masih sulit dimengerti,
penelitian terakhir dikatakan kelainan kongenital dari sistim bilier.11,15
Tatalaksana
10
Gambar 4. Prosedur Kasai17
Komplikasi
Komplikasi yang biasa terjadi hanya pada infeksi berat atau kasus yang tida ditangani
dengan baik, seperti:16,17
Kernikterus (Enselofati Bilirubin), Fraksi bilirubin direk, tidak terkonjugasi, dan larut
lemak bersifat toksis terhadap perkembangan sistem saraf pusat, terutama bila
konsentrasi bilirubin indirek tinggi dan melebihi kapasitas pengikatan albumin.
Kernikterus terjadi bila bilirubin indirek diendapkan dalam sel otak serta menganggu
metabolisme dan fungsi neuron, terutama pada ganglia basalis. Bilirubin indirek dapat
melewati sawar darah-otak karena kelarutannya dalam lemak. Teori lain menunjukkan
bahwa gangguan sawar darah-otak memungkinkan masuknya bilirubin-albumin atau
kompleks bilirubin bebas-asam lemak. Secara klinis, kernikterus pada neonatus
memperlihatkan spektrum gejala dan tanda yang cepat berkembang menjadi penyakit
yang destruktif dan biasanya fatal. Tidak nafsu makan, rigiditas, opistotonus,
menangis bernada tinggi, demam, dan kejang, yang muncul secara berurutan, adalah
gejala yang paling sering dijumpai.
Hipertensi porta
Sirosis bilier
Prognosis
Baik apabila tanpa komplikasi dan penanganan yang segera. Buruk apabila terdapat
adanya komplikasi setelah atau sebelum operasi.
11
Kesimpulan
Daftar Pustaka
1. Alpers A. Buku ajar pediatri rudolph. Edisi ke-20. Jakarta: EGC; 2006. h.1246-53.
2. Bickley, Lynn S. Buku saku pemeriksaan fisik & riwayat kesehatan bates. Edisi 5.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2008.h.64-7.
3. Staf Pengajar IKA FKUI. Buku kuliah ilmu kesehatan anak fkui: hepatologi anak.
Buku 2, edisi 11. Jakarta: Infomedia Jakarta; 2007.h.517-44.
4. Widjaja IH. Anatomi abdomen. Jakarta: EGC; 2008.h.73-5.
5. Gambar anatomi hepar dan fesica fellea. Diunduh dari:
https://www.britannica.com/science/liver. Diakses pada 12 Juni 2017.
6. Universitas Sumatera Utara. Metabolisme bilirubin. Diunduh dari:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/20333/Chapter%20II.pdf?sequ
ence=4. Diakses padda 12 Juni 2017
7. Gambar metabolism bilirubin. Diunduh dari:
http://medicalsnote.blogspot.co.id/2012/07/ikterus-neonatorum.html. Diakses pada 12
Juni 2017.
8. Universitas Sumatera Utara. Ikterus. Diunduh dari:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/41185/Chapter%20II.pdf?sequ
ence=4. Diakses pada 13 Juni 2017
9. Balisteri WF. Cholestasis. In: Berhman RE, Kliegman RM, Jenson HB, eds. Nelson
Text Book of Pediatrics, 17th ed. Philadelphia: WB Saunders; 2004.h.1203-7.
10. Julinar, Jurnalis YD, Sayoeti Y. Atresia bilier. Maj Ked Andalas, Vol.33. No.2. Juli
2009.h.188-95.
11. Sinuhaji AB. Kista duktus koledokus. Maj Ked Nusantara, Vol 39. No.4. Desember
2006.h.448-50.
12
12. Neonatal hepatitis. Diunduh dari: http://www.liver.ca/liver-disease/types/neonatal-
hepatitis.aspx. Diunduh pada 13 Juni 2017.
13. Rohsiswatmo R. Indikasi terapi sinar pada bayi menyusui yang kuning. Diunduh dari:
http://www.idai.or.id/artikel/klinik/asi/indikasi-terapi-sinar-pada-bayi-menyusui-
yang-kuning. Diakses pada 13 Juni 2017.
14. CDC. Babies born with CMV. Diunduh dari: https://www.cdc.gov/cmv/congenital-
infection.html. Diakses pada 13 Juni 2017.
15. Maardi M, Warouw SM, Salendu PM. Kolestasis ekstrahepatik et causa atresia bilier
pada seorang bayi. Jurnal Biomedik, Volume 3, Nomor 2, Juli 2011.h.123-28.
16. Luijkx T, Gaillard F. Choledochal cyst. Diunduh dari:
https://radiopaedia.org/articles/choledochal-cyst. Diakses pada 13 Juni 2017.
17. Biliary Atresia. Diunduh dari: https://www.niddk.nih.gov/health-information/liver-
disease/biliary-atresia. Diakses pada 12 Juni 2017.
13