0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
331 tayangan3 halaman

SOP 206 Prosedur Klinis Epistaksis

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1/ 3

PROSEDUR KLINIS EPISTAKSIS

Nomor :

No.Revisi :

SOP Tgl. Diberlaku :

Dinas Kesehatan Halaman :


Kota Tangerang Selatan

H. Salmun, SE, M.Kes


UPT Puskesmas Situ Gintung
NIP. 19700518 199101 1 003

1. Pengertian 1. Epistaksis adalah perdarahan akut yang berasal dari lubang hidung , rongga hidung
dan nasofaring yang dapat disebabkan karena penyebab lokal maupun sistemik.
2. Faktor resiko
2.1 Trauma
2.2 Infeksi / alergi seperti rhinitis, sinusitis
2.3 Penyakit kardiovaskuler : hipertensi, aterosklerosis, nefritis kronis
2.4 Penggunaan obat : aspirin, warfarin, heparin, NSAID, dll
2.5 Riwayat penggunaan semprot hidung steroid jangka lama
2.6 Tumor jinak / ganas pada nasofaring, sinus paranasal, dan nasal
2.7 Kelainan congenital
2.8 Deviasi septum
2.9 Pengaruh lingkungan dengan tekanan udara rendah dan udaranya sangat
kering.
3 Diagnosis
3.1 Anamnesis
3.1.1 Keluhan utama : keluar darah dari hidung
3.1.2 Perdarahan berasal dari hidung / belakang hidung
3.1.3 Pada anamnesis harus ditanyakan : frekuensi, banyaknya perdarahan,
lama perdarahan, riwayat trauma, dan riwayat penyakit sistemik.
3.2 Pemeriksaan fisik :
3.2.1 Pengukuran TTV terutama tekanan darah ( Hipertensi dapat
menyebabkan epistaksis posterior yang hebat ).
3.2.2 Rhinoskopi anterior : pemeriksaan dimulai deari vestibulum, mukosa
hidung, septum nasi, dinding lateral hidung, konka inferior untuk
mencari perdarahan.
3.2.3 Rhinoskopi posterior : dilakukan pada kasus epistaksis berulang untuk
menyingkirkan penyebab tumor.
3.3 Pemeriksaan penunjang :
3.3.1 Darah lengkap
3.3.2 Tes Koagulopati : PT, APTT, trombosit
4 Klasifikasi
 Epistaksis anterior
Perdarahan yang paling sering pada anak-anak karena mengenai pleksus

Dilarang Mengcopy Naskah Ini Tanpa Seijin Puskesmas Situ Gintung


Kiesselbach / Arteri Ethmoidalis anterior, dapat berhenti spontan / dapat
dihentikan dengan tindakan sederhana.
 Epistaksis posterior
Perdarahan yang sering terjadi pada orang dewasa yang menderita
hipertensi, arterisklerosis, dan penyakit jantung berasal dari arteri
sphenopalatina / arteri ethmoidalis posterior. Perdarahan biasanya hebat dan
jarang berhenti sendiri.
5 Diagnosis Banding
5.1 Hemoptisis
5.2 Varises oesofagus
5.3 Perdarahan basis cranii
6 Komplikasi
6.1 Akibat pemasangan tampon anterior dapat menimbulkan sinusitis ( karena
ostium sinus tersumbat )
6.2 Akibat pemasangan tampon posterior dapat menimbulkan otitis media, laserasi
palatum mole
6.3 Anemia hingga syok
7 Penatalaksanaan
7.1 Perbaiki keadaan umum pasien, pasien diperiksa dengan kondidi duduk jangan
berbaring kecuali keadaan pasien sangat lemah.
7.2 Pada pasien anak dengan epistaksis anterior ringan :
7.2.1 Posisikan duduk, kepala ditegakkan dan hidung di tekan kearah septum
nasi selama 3 – 5 menit ( Metode Trotter ).
7.2.2 Setelah perdarahan berhenti segera bersihkan sisa bekuan darah dengan
hati – hati.
7.2.3 Bila perdarahan tidak berhenti, masukan kapas yang sudah ditetesi 2 cc
lidokain 2% dan 0,2 cc adrenalin 1 / 1000. ( dengan tujuan menghilangkan
rasa sakit dan membuat vasokonstriksi pembuluh darah ). Setelah 10 – 15
menit kapas dilepas dan evaluasi perdarahan.
7.2.4 Bila perdarahan masih tidak berhenti lakukan Tampon Anterior ( Kain
kasa panjang dengan lebar 0,5 cm dilapisi dengan vaselin, salep antibiotik
dan betadin). Tampon diletakan berlapis – lapis mulai dari dasar hingga
puncak rongga hidung dan harus menekan daerah asal perdarahan
selama 2 x 24 jam. Selama pemakaian tampon berikan Antibiotik sistemik
dan analgetik.
7.3 Pada epistaksis posterior dilakukan : pemasangan tampon posterior (tampon
bellocq).
7. Kriteria rujukan:
7.1 Pasien dengan epistaksis yang curiga akibat tumor di rongga hidung atau
nasofaring.
7.2 Epistaksis berulang.
2. Tujuan SOP ini sebagai acuan dalam penerapan langkah-langkah penatalaksanaan epistaksis di
Puskesmas Situ Gintung.
3. Kebijakan 1. Surat Keputusan Kepala Puskesmas Nomor Tahun 2017 tentang Jenis-Jenis
Pelayanan yang ada di Puskesmas Situ Gintung
2. Surat Keputusan Kepala Puskesmas Nomor Tahun 2017 tentang Penyusunan
Rencana Layanan Medis
3. Surat Keputusan Kepala Puskesmas Nomor Tahun 2017 tentang Hak dan
2/3

Dilarang Mengcopy Naskah Ini Tanpa Seijin Puskesmas Situ Gintung


Kewajiban Pengguna
4. Surat Keputusan Kepala Puskesmas Nomor Tahun 2017 tentang Layanan Klinis
yang menjamin Kesinambungan Layanan
5. Surat Keputusan kepala Puskesmas Nomor Tahun 2017 Tentang Penanganan
Pasien Gawat Darurat dan Berisiko Tinggi dan Penanggung Jawab
4. Referensi 1. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 75 tahun 2014 tentang Puskesmas
2. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 5 tahun 2015 tentang Panduan Praktik Klinis
Bagi Dokter Pelayanan Primer
5. Alat dan Bahan

6. Prosedur 1. Dokter melakukan anamnesa terarah, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
lain terhadap pasien yang sesuai guna mendiagnosa epistaksis.
2. Dokter mendiagnosa epistaksis anterior / posterior.
3. Menstabilkan kondisi pasien, memposisikan pasien duduk dan kepala ditegakkan.
4. Dokter memberikan tata laksana sesuai dengan diagnosis yang dibuat.
5. Dokter memberikan edukasi mengenai penyakit epistaksis dan menjelaskan tentang
rencana pengobatan.
6. Dokter melakukan rujukan jika perdarahan dari hidung dicurigai tumor daerah
nasofaring / epistaksis berulang.
7. Dokter melakukan dokumentasi kegiatan yang dilakukan.
7. Diagram Alir

8. Unit Terkait Poli Umum, Poli BPJS, Laboratorium, Apotik, Loket

9. Dokumen Terkait

10.Rekaman Historis Tanggal Mulai


No. Yang dirubah Perubahan
Perubahan Diberlakukan

3/3

Dilarang Mengcopy Naskah Ini Tanpa Seijin Puskesmas Situ Gintung

Anda mungkin juga menyukai