Harga Pokok Proses
Harga Pokok Proses
Harga Pokok Proses
m=1
Perhitungan harga pokok produk jadi dan persediaan produk dalam proses
Jurnal untuk mencatat harga pokok produk jadi yang ditransfer ke gudang
Persediaan produk jadi Rp 35.000.000
Barang dalam proses- biaya bahan baku Rp 4.000.000
Barang dalam proses- biaya bahan penolong Rp 6.000.000
Barang dalam proses-biaya tenaga kerja Rp 10.000.000
Barang dalam proses- biaya overhead pabrik Rp 15.000.000
Jurnal mencatat harga pokok persediaan produk dalam proses yang belum selesai dioleh pada
akhir bulan januari 19 x1
Contoh2:
PT eliona sari memiliki 2 departemen produksi untk menghasilkna produknya : Departemen
A dan Departemen B. Data produksi dan biaya produksi ke dua departemen tersebut untuk
bulan Januari 19 x1 disajikan dalam gambar berikut :
Perhitungan harga pokok produk jadi dan persediaan produk dalam proses dep A
Jurnal untuk mencatat harga pokok produk jadi yang ditransfer oleh departemen A ke
departemen B:
Barang dalam proses – biaya bahan baku departemen B Rp 450.000
Barang dalam proses- biaya bahan baku departemen A Rp 60.000
Barang dalam proses-biaya tenaga kerja departemen A Rp 150.000
Barang dalam proses-biaya overhead pabrik departemen A Rp 240.000
Jurnal untuk mencatat harga pokok persediaan produk dalam proses yang belum selesai
diolah dalam department A pada akhir bulan januari 19x1
Perhitungan harga pokok produk jadi dan persediaan produk dalam proses dep B
Jurnal untuk mencatat harga pokok produk jadi yang ditransfer oleh departemen B ke
gudang
Persediaan produk jadi Rp 960.000
Barang dalam proses- biaya bahan baku departemen B Rp 360.000
Barang dalam proses-biaya tenaga kerja departemen B Rp 240.000
Barang dalam proses-biaya overhead pabrik departemen B Rp 360.000
Jurnal untuk mencatat harga pokok persediaan produk dalam proses yang belum selesai
diolah dalam department A pada akhir bulan januari 19x1
Pengaruh terjadinya produk yang hilang pada awal proses terhadap perhitungan harga
pokok produksi per satuan
Contoh3:
PT eliona sari memiliki 2 departemen produksi untk menghasilkna produknya : Departemen
A dan Departemen B. Data produksi dan biaya produksi ke dua departemen tersebut untuk
bulan Januari 19 x1 disajikan dalam gambar berikut :
Departemen A Departemen B
Biaya bahan baku Rp 22.500 Rp -
Biaya bahan penolong 26.100 16.100
Biaya tenaga kerja 35.100 22.500
Biaya overhead pabrik 45.800 24.750
Produk yang hilang pada awal proses di Departemen setelah departemen pertama
Perhitungan penyesuaian harga pokok per unit dari departemen A
Harga pokok produksi per satuan produk yang berasal dari departemen Rp 159,00
A
Rp 111.300 : 700
Harga pokok produksi per satuan produk yang berasal dari departemen Rp 222.60
A setelah adanya produk yang hilang dalam proses di Departemen B
sebanyak 200 kg adalah Rp 111.300 : ( 700 kg-200 kg)
Penyesuaian harga pokok produksi per satuan produk yang berasal dari Rp 63.60
Departemen A
Jenis biaya Jumlah produk yang Jumlah biaya produksi Biaya per kg
dihasilkan oleh yang ditambahkan di yang
departemen B ( unit departemen B ditambahkan
ekuivalensi) Departemen B
Biaya bahan 400 kg + 60 % x Rp 16.100 Rp 35
penolong 100 kg = 460 kg
Biaya tenaga kerja 400 kg + 50 %x 100 Rp 22.500 Rp 50
kg = 450 kg
Biaya overhead 400 kg + 50 %x 100 Rp 24.750 Rp 55
pabrik kg = 450 kg
Rp 63.350 Rp 140
Pengaruh terjadinya produk yang hilang pada akhir proses terhadap perhitungan
harga pokok produksi per satuan
Contoh:
PT eliona sari memiliki 2 departemen produksi untk menghasilkna produknya : Departemen
A dan Departemen B. Data produksi dan biaya produksi ke dua departemen tersebut untuk
bulan Januari 19 x1 disajikan dalam gambar berikut :
Jenis biaya Jumlah produk yang dihasilkan oleh Biaya Biaya per kg
departemn A ( unit ekuivalensi) produksi produk yang
Departemen dihasilkan oleh
A departemen A
Biaya bahan baku 700 kg + 100 % x 200 kg + 100 kg= 1000 Rp 22.500 Rp 22.5
kg
Biaya bahan 700 kg + 100 % x 200 kg+ 100 kg = 1000 26.100 26.10
penolong kg
Biaya tenaga kerja 700 + 40%x200kg + 100 kg = 880kg 35.100 39.89
Biaya overhead 700 + 40%x200kg+ 100 kg = 880kg 46.800 53.18
pabrik
Rp 130.500 Rp141.67
Jenis biaya Jumlah produk yang dihasilkan oleh Jumlah biaya Biaya per kg
departemen B ( unit ekuivalensi) produksi yang
yang ditambahkan di
ditambahkan Departemen B
di
departemen B
Biaya bahan penolong 400 kg + 60 % x 100 kg + 200 kg = Rp 16.100 Rp 24.39
660 kg
Biaya tenaga kerja 400 kg + 50 % x 100 kg + 200 kg = Rp 22.500 Rp 34.62
650 kg
Biaya overhead pabrik 400 kg + 50 % x 100 kg + 200 kg = Rp 24.750 Rp 38.08
650 kg
Rp 63.350 Rp 97.09
F. CONTOH SOAL
PT Aquana memproduksi air mineral dengan merk “Fresh”. Perusahaan ini memiliki BDP
per 1 Januari 2008 sebanyak 10.000 liter dan dalam bulan Januari 2008 perusahaan
memproses 50.000 liter. Pada akhir bulan Januari 2008 perusahaan memiliki BDP akhir
sebanyak 20.000 liter.
Diminta: berapa liter produk selesai selama bulan Januari 2008?
Jawaban:
http://shasha-makalah.blogspot.co.id/2017/05/contoh-makalah-produk-rusak-
akuntansi.html?m=1
Produk rusak adalah produk yang tidak sesuai standar mutu yang telahditetapkan secara
ekonomis tidak dapat diperbaharui menjadi produk yang baik. Menurut pandangan tradisional produk
dinyatakan cacat atau rusak apabila kriteria produk tersebut terletak diluar batas atas dan batas
bawah daribatasan spesifikasi yang telah ditetapkan. Spesifikasi yang dimaksud adalah kriteria yang
harus dipenuhi produk tersebut dalam memenuhi kemampuannya, untuk berfungsi sebagaimana
mestinya produk dibuat. Maka suatu produk dinyatakan rusak apabila produk tersebut tidak
memenuhi spesifikasinya (Hansen dan Mowen, 2005 : 7).
Berdasarkan pengertian-pengertian yang dikemukkanan diatas dapat disimpulkan bahwa
Produk rusak merupakan produk yang tidak sempurna dalam prosesnya dan secara ekonimis tidak
dapat diperbaiki kembali. Sehingga produk tersebut harus dibuang atau dilebur kembali sebagai
bahan baku.
1. Produk rusak karena kegiatan normal perusahaan, yaitu apabila produk rusak ini memang sering
terjadi pada kegiatan normal perusahaan, apabila produk rusak ini memang sering terjadi pada
kegiatan normal perusahaan, sehingga biasanya memang dicadangkan adanya produk rusak dalam
proses produksi.
Biaya produksi atau harga pokok produk rusak yang bersifat normal diperlakukan sebagai
bagian dari harga pokok produk selesai, karena adanya produk rusak dianggap perlu untuk
menghasilkan sejumlah produk selesai tersebut.
2. Produk rusak, karena kesalahan atau abnormal, yaitu apabila produk rusak yang penyebabnya karena
kurangnya pengawasan, kesalahan pengerjaan, kerusakan mesin, pemakaian bahan dibawah kualitas
standar. Harga pokok atau biaya produksi yang melekat pada produk rusak bersifat abnormal, karena
pada dasarnya dihindarkan diperlakukan sebagai suatu kerugian dalam periode terjadinya produk
rusak.
Menurut Sutrisno (2001 : 124) “perlakuan harga pokok produk rusak, selain penyebab
terjadinya produk rusak juga dipengaruhi apakah produk rusak tersebut laku dijual atau tidak laku
dijual”. Uraian dari perlakuan harga pokok produk rusak tersebut di atas disajikan berikut ini:
Perlakuan ini memerlukan alokasi yang adil pada setiap elemen biaya produksi pada departemen
dimana terdapat produk rusak, salah satu metode dapat digunakan alokasi berdasarkan perbandingan
setiap elemen biaya. Jurnal yang dibuat adalah :
Kas/PiutangDagang Rp XXX
d. Penghasilan lain-lain
Perlakuan ini paling mudah digunakan, sehingga pada laporan harga pokok produksi nantinya sama
dengan apabila ada produk hilang pada akhir proses tapi tidak sesuai dengan perlakuan harga pokok
produk selesai.
Jurnal yang dibuat adalah :
Kas/PiutangDagang Rp XXX
Penghasilanlain-lain Rp XXX
3. Produk rusak yang laku dijual dan penyebab produk rusak karena kesalahan atau disebut juga produk
rusak abnormal, maka hasil penjualan produk rusak tersebut akan diperlakukan sebagai pengurang
rugi produk rusak, hal ini sesuai karena harga pokok produk rusak nantinya akan dimasukkan kedalam
laporan rugi-laba sebagai elemen biaya lain. Jurnal yang dibuat untuk mencatat hasil penjualan produk
rusak yang diperlakukan sebagai pengurang rugi produk rusak adalah:
Kas/PiutangDagang Rp XXX
Menurut Sutrisno (2001 : 133) “Harga pokok produk rusak diperlakukan sebagai kerugian dan
dimasukkan kedalam rekening rugi produk rusak yang pada akhir periode akan masuk pada laporan
rugi-laba sebagai elemen biaya lain-lain”.
Contoh soal dan penyelesaian produk rusak
Asumsi:
Dep. A Dep. B
Biaya
Overhead 30.600 23.225
Produk rusak di dep. A tidak laku dijual. Produk rusak di dep. B dijual dengan harga Rp. 200/kg
Hasil penjualan produk rusak di dep. B dicatat sebagai pengurang biaya produksi dep. B
Diminta :
Penyelesaian :
DEPARTEMEN A
Karena produk russak di dep. A tidak laku dijual, maka harga pokok produk rusak dicatat sama seperti
produk hilang pada akhir proses.
Jenis Biaya Jumlah produk dihasilkan (unit ekuivalen) Biaya Produksi Biaya per satuan
Harga pokok produk selesai yang ditransfer ke Dep. B = 500 kg x Rp 150 75.000
Jumlah harga pokok produk selesai yang ditransfer ke Dep. B yang baru 90.000
DEPATERMEN B
Rp %
Harga pokok produk dari deb. A kedeb, B berubah menjadi : Rp. 167,92 ( 83.960 / 500 kg )
Jenis biaya Jumlah produk di hasilkan (Unit Biaya Biaya per satuan
ekuivalen) produksi
Harga pokok produk selesai yang di transfer ke Gudang= 300kg x Rp. 304,53 91.359
Tambahan harga pokok karena adanya produk yang hilang pada akhir proses deb. B
50kg x
Rp.304,53 15.227
Jumlah harga pokok produk selesai yg di transfer ke Gudang yang baru 106.686