Tetapan Fisika
Tetapan Fisika
Tetapan Fisika
2. Tujuan
3. Teori Dasar
a. Susut Pengeringan
Susut pengeringan adalah besarnya (% b/b) semua jenis bahan yang mudah menguap dan hi-
lang pada kondisi tertentu dari suatu zat uji. Untuk zat yang diperkirakan mengandung air sebagai
satu-satunya bahan yang mudah menguap, dapat dilakukan dengan cara Penetapan Kadar Air.
Cara menetapkan nilai susut pengeringan yaitu dengan menghitung besarnya (% b/b) selisih
berat sebelum dan sesudah pengeringan hingga bobot tetap. Bila suhu pengeringan ditulis pada mono-
grafi dengan satu nilai, pengeringan dilakukan pada suhu yang dituliskan ± 2 °C.
1) Dalam desikator: pengeringan dilakukan di atas difosforus pentoksida P dalam desikator pada
tekanan atmosfir dan suhu kamar.
2) Dalam vakum: pengeringan dilakukan di atas difosforus pentoksida P dalam desikator pada
tekanan 1,5 – 2,5 kPa dan suhu kamar.
3) Dalam vakum dengan rentang suhu tertentu: pengeringan dilakukan di atas difosforus pen-
toksida P dalam desikator pada tekanan 1,5 – 2,5 kPa dan pada rentang suhu yang ditulis dalam
monografi.
4) Dalam oven dengan rentang suhu tertentu: pengeringan dilakukan dalam oven dengan rentang
suhu yang ditulis dalam monografi.
5) Dalam vakum tinggi: pengeringan dilakukan di atas difosforus pentoksida P pada tekanan tidak
lebih dari 0,1 kPa dan pada rentang suhu yang ditulis dalam monografi.
Keterangan:
• Jika diminta kondisi lain, maka prosedur yang digunakan diuraikan secara lengkap dalam
49
monografi.
• Jika zat uji melebur pada suhu lebih rendah dari suhu yang ditetapkan untuk susut pengeringan,
biarkan botol beserta isinya selama 1-2 jam pada suhu 5-10 °C di bawah suhu lebur, kemudian
keringkan pada suhu yang telah ditetapkan.
b. Rotasi Optik
Penetapan rotasi optik suatu bahan dapat digunakan untuk tujuan mengkonfirmasi identitas
senyawa isomer optik, menentukan kemurnian optik senyawa optis aktif, atau menentukan kadar sen-
yawa optis aktif (bila daya rotasi kuat, contoh: dekstrosa, antara 52,6o dan 53,2o).
Rotasi optik dinyatakan dalam derajat rotasi sudut (yang diamati) atau derajat rotasi jenis (yang
dihitung dibandingkan terhadap kadar 1 g zat terlarut dalam 1 ml larutan, diukur pada kondisi yang
telah ditentukan). Senyawa yang memutar bidang cahaya sesuai arah jarum jam dilihat ke arah sumber
cahaya, bersifat memutar ke kanan dan rotasi sudutnya diberi tanda (+); zat yang memutar bidang ca-
haya berlawanan dengan arah jarum jam bersifat memutar ke kiri dan rotasi sudutnya diberi tanda (-).
Senyawa isomer optik mempunyai rotasi jenis tertentu, misal: kloramfenikol, antara +17,0o dan
+20,0o (dalam etanol mutlak, suhu 25oC, lampu natrium, 589-589,6 nm). Apabila rotasi jenis berbeda,
maka senyawa tersebut bisa berupa isomer yang berbeda atau tidak memenuhi syarat kemurnian optik.
Hitung rotasi jenis untuk zat cair atau suatu zat padat dalam larutan, dilakukan dengan menggunakan
salah satu rumus berikut:
Dengan
• a = rotasi optik terkoreksi pada suhu t dan λ x; Jika t = 25 °C , x = λ 589 nm maka lakukan
penetapan pada t = 25 °C , dan x = λ 589 nm
50
• d = BJ cairan/larutan pada suhu pengamatan;
Perhitungan Kadar
C = 100 x α
l x (α)
Dengan:
Polarimeter
1. Lensa pembaca
2. Eyepiece
3. Selection wheel
4. Skala dan Vernier
5. Pengemas sampel
6. Polarizer
7. Cahaya LED
8. Polarimeter case
Polarimeter adalah instrumen untuk mengukur rotasi optik suatu zat. Dengan mengukur rotasi
51
optik, polarimeter dapat digunakan untuk menganalisis konsentrasi, kandungan, dan kemurnian zat.
Instrumen ini sesuai untuk penggunaan dalam laboratorium di industri makanan, farmasi, dan kimia,
maupun di universitas dan institusi penelitian.
Prinsip
• Sampel yang akan diukur ditempatkan dalam tabung polarimeter yang tersedia secara komersial
dengan panjang dari 100 sampai 200 mm.
• Sorotan cahaya dari sumber cahaya lewat melalui lensa penjelas dan filter. Sorotan cahaya dibuat
sejajar dan dipolarisasi setelah melewati polarizer. Sorotan cahaya membentuk tiga bidang bayan-
gan pada piringan panjang gelombang π/2. Posisi zero dapat disesuaikan dengan menggeser posisi
analyser.
• Tabung pengamatan, dipenuhi dengan cairan optik aktif, ditempatkan di antara polarizer.
• Sorotan cahaya dapat kemudian dilihat pada piringan panjang gelombang. Dengan memutar satu
polarizer, sorotan cahaya dikembalikan ke tingkat bayangan penuh dan sudut rotasi ini dapat dilihat
dari skala.
Perawatan
• Alat hanya boleh digunakan di dalam ruangan yang berventilasi baik dan kering. Alat tidak boleh
tersentuh air atau dampness. Alat dilengkapi dengan colokan kabel tiga. Colokan ini hanya boleh
dipasang pada socket yang dibumikan.
• Jangan menjatuhkan polarimeter. Bagian optik dibuat sangat delicately dan akan pecah jika ter-
jatuh. Bagian mesin dengan presisi yang tinggi akan rusak jika terjatuh. Jatuhnya alat akan mem-
batalkan garansi.
52
• Jika terjadi malfungsi, polarimeter harus diperbaiki oleh produsen (KRUSS Optronics).
c. Indeks Bias
Indeks bias suatu zat (n) adalah perbandingan kecepatan cahaya dalam udara dengan kecepatan
cahaya dalam zat tersebut. Penetapan indeks bias berguna untuk identifikasi zat dan deteksi ketidak-
murnian.
Walaupun menurut Farmakope suhu pengukuran adalah 25°, tetapi pada banyak monografi
indeks bias ditetapkan pada suhu 20°. Suhu pengukuran harus benar-benar diatur dan dipertahankan,
karena sangat mempengaruhi indeks bias.
Harga indeks bias dalam Farmakope dinyatakan untuk garis D cahaya natrium pada panjang
gelombang dublet 589,0 nm dan 589,6 nm. Umumnya alat dirancang untuk digunakan dengan cahaya
putih, tetapi dikalibrasi agar memberikan indeks bias untuk garis D cahaya natrium.
Refraktometer Abbe’ digunakan untuk mengukur rentang indeks bias dari bahan-bahan yang
tercantum dalam Farmakope Indonesia, berikut harga indeks biasnya. Refraktometer lain dengan kete-
litian yang setara atau lebih dapat digunakan.
Hitunglah indeks bias air destilasi dengan cara biasa. Harga indeks bias air destilasi, 1,330 pada suhu
20 °C atau 1,3325 pada suhu 25 °C. Bila harga ini tertera pada skala, kesalahan atau perbedaan harus
dikalibrasi.
d. Suhu Lebur
Penetapan nilai suhu lebur suatu bahan dapat digunakan untuk tujuan:
1. Uji kemurnian
Suhu lebur sebagai indikator kemurnian. Suatu zat dapat dikatakan murni bila memiliki titik lebur
yang sama dengan standar zat tersebut atau jarak lebur yang sempit (1-2oC atau kurang). Sebali-
knya apabila suatu zat memiliki suhu lebur yang berbeda atau jarak lebur yang melebar terhadap
standar, maka dapat dikatakan bahwa zat tersebut tidak murni.
Untuk mengidentifikasi dan mengkarakterisasi suatu senyawa, senyawa tersebut harus dalam ben-
tuk zat aktif murni dan dibandingkan dengan standar yang memang telah terbukti kemurniannya.
Apabila dua sampel memiliki suhu lebur yang berbeda, dapat dikatakan bahwa kedua molekul
sampel tersebut berbeda baik secara struktur atau bentuk konfigurasinya. Kedua sampel tersebut
dapat diperkirakan merupakan isomer struktur. Apabila suhu lebur antara dua sampel sama, struk-
tur molekul kedua zat tersebut diperkirakan sama.
Dalam Farmakope, jarak lebur atau suhu lebur zat padat didefinisikan sebagai rentang
suhu atau suhu pada saat zat padat menyatu dan melebur sempurna, kecuali didefinisikan lain.
53
Zat padat akan berubah menjadi bentuk cairnya ketika molekul dari zat padat tersebut mendapa-
tkan energi yang cukup untuk memecah ikatan intermolekulernya. Suhu lebur suatu zat tergantung
pada struktur molekulnya. Sebagian besar senyawa organik yang murni memiliki kisaran jarak leb-
ur yang sempit, yaitu 1-2 oC. Apabila ada pengotor pada sampel, seringkali pengotor tersebut akan
menyebabkan penurunan titik lebur dan pelebaran jarak lebur.
e. Bobot Jenis
Kecuali dinyatakan lain dalam masing-masing monografi, penetapan bobot jenis digunakan ha-
nya untuk cairan, dan kecuali dinyatakan lain, didasarkan pada perbandingan bobot zat di udara pada
suhu 25° terhadap bobot air dengan volume dan suhu yang sama. Bila ditetapkan dalam monografi,
bobot jenis adalah perbandingan bobot zat di udara pada suhu yang telah ditetapkan terhadap bobot
air dengan volume dan suhu yang sama. Bila pada suhu 25° zat berbentuk padat, tetapkan bobot jenis
pada suhu yang telah tertera pada masing-masing monografi, dan mengacu pada air pada suhu 25°.
Kecuali dinyatakan lain dalam masing-masing monografi, densitas didefinisikan sebagai mas-
sa dari satu unit volume zat pada suhu 25° dalam kilogram per meter kubik atau gram per sentimeter
kubik (kg/m3 atau g/cm3).
Piknometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur bobot jenis dari suatu cairan. Bobot
jenis adalah perbandingan dari bobot cairan di udara pada 25 °C dengan bobot air dengan volume dan
suhu yang sama. Bobot jenis adalah bobot zat dibagi volume, tetapi menurut sistem MKS adalah massa
zat dibagi volumenya/disebut juga densitas/kerapatan/massa jenis.
Bentuk piknometer berbentuk bejana kecil, bening terbuat dari gelas dengan volume tertentu.
Prinsip piknometer adalah membandingkan bobot dari dua cairan dengan dua volume yang sama seh-
ingga dapat dihitung bobot jenisnya.
a. Susut Pengeringan
Alat
1. Timbangan analitik,
2. Botol timbang dangkal bertutup kaca,
3. Oven / oven vakum atau desikator / desikator vakum berisi pengering yang sesuai.
Bahan
1. Natrium Klorida (Susut pengeringan: tidak lebih dari 0,5%; lakukan pengeringan pada suhu
105° selama 2 jam)
b. Rotasi Optik
54
Alat
1. Polarimeter
2. Tabung polarimeter
3. Timbangan analitik
4. Labu ukur 25 ml
Bahan
1. Kloramfenikol (Rotasi jenis/rotasi optik spesifik: antara + 17,0° dan + 20,0°; lakukan peneta-
pan menggunakan larutan 1,25 g dalam 25 ml etanol mutlak P).
2. Etanol mutlak P
c. Indeks Bias
Alat
1. Refraktometer Abbe’
2. Gelas beker
3. Pipet tetes
4. Kapas
Bahan
1. Air destilasi (indeks bias: 1,3330 pada suhu 20° dan 1,3325 pada suhu 25°)
2. Aseton
d. Suhu Lebur
Alat
1. Pemanas: Balok logam atau cairan (umumnya silikon cair) dalam wadah gelas, dilengkapi dengan
sumber panas dari api/listrik.
2. Termometer yang akurat
3. Kaca pembesar yang cocok.
4. Pipa kapiler berukuran panjang lebih kurang 10 cm dan diameter dalam 0,8 mm sampai 1,2 mm
dengan ketebalan dinding 0,2 mm sampai 0,3 mm.
Alat yang digunakan untuk penetapan titik lebur harus diperiksa ketepatan dan kebenarannya
secara berkala dengan satu atau lebih dari enam Baku Pembanding Suhu Lebur BPFI, lebih baik digu-
nakan satu baku yang melebur paling dekat dengan suhu lebur senyawa yang ditetapkan seperti yang
tertera pada Baku Pembanding. Di bawah ini diberikan tabel baku pembanding yang dapat digunakan
sesuai dengan referensi dari USP:
55
Bahan
e. Bobot Jenis
Alat
1. Piknometer
2. Timbangan analitis
3. Labu ukur 25 ml
Bahan
1. Natrium klorida 10 mg/ml (timbang 250 mg NaCl, larutkan dalam 25 ml air)
2. Air destilasi
5. Cara Kerja
a. Susut Pengeringan
1. Keringkan botol timbang dengan tutup dibuka di dalam oven suhu 105oC selama 30 menit, dan
dinginkan dalam desikator hingga suhu kamar.
2. Keringkan kembali botol timbang di atas (tutup dibuka) selama 30 menit pada kondisi pen-
geringan yang ditentukan. Setelah 30 menit, botol segera ditutup dan biarkan dalam desikator
sehingga suhunya mencapai suhu kamar dan ditimbang. Catat bobot botol timbang.
3. Campur dan timbang saksama zat uji dalam botol timbang yang telah diketahui beratnya. Ke-
cuali dinyatakan dalam masing-masing monografi, lakukan penetapan menggunakan 1 – 2 g.
Bila zat uji berupa hablur besar, gerus secara cepat hingga ukuran ± 2 mm. Catat bobot botol
timbang dan zat uji. Hitung bobot awal zat uji.
4. Ratakan zat uji dalam botol timbang secara perlahan sampai setinggi ± 5 mm.
5. Keringkan zat uji dengan cara sebagaimana yang ditulis dalam monografinya sampai bobot
tetap atau selama waktu yang ditulis dalam monografinya. Selama pengeringan tutup botol
timbang dibuka. Pada waktu alat pengering dibuka, botol segera ditutup dan biarkan dalam
desikator sampai suhu mencapai suhu kamar dan timbang. Catat bobot botol timbang dan zat
uji pasca pengeringan.
56
Catatan:
Pernyataan keringkan sampai bobot tetap berarti pengeringan harus dilanjutkan hingga pada
perbedaan dua kali penimbangan berturut-turut tidak lebih dari 0,50 mg untuk tiap gram zat
yang digunakan; penimbangan kedua dilakukan setelah zat uji dipanaskan (dikeringkan) lagi
selama 1 jam.
b. Rotasi Optik
• Sampel cairan: Atur suhu 25 °C, ukur rotasi optik blanko (tabung kosong), ukur rotasi optik cairan.
• Sampel padat: Buat larutan dengan saksama, dengan konsentrasi tertentu, dalam pelarut tertentu
(ditentukan dalam monografi), atur suhu 25 °C, ukur rotasi optik blanko (pelarut).
• Ukur rotasi optik larutan sampel dengan polarimeter dalam waktu tidak lebih dari 30 menit sejak zat
dilarutkan, upayakan agar waktu yang terpakai tiap kali sama bagi zat yang diketahui mengalami
rasemisasi atau mutarotasi.
• Tabung polarimeter harus diisi sedemikian agar tidak terbentuk atau meninggalkan gelembung uda-
ra yang mengganggu berkas cahaya yang lewat.
• Pengukuran paling sedikit 5 kali (baik sampel maupun blanko).
1. Masukkan colokan power ke sumber power. Tunggu 5 menit agar temperatur stabil.
2. Buka kompartemen sampel (5). Pasang tabung polarimeter yang dipenuhi dengan air destilasi
ke dalam tempat sampel.
3. Lihat melalui eyepiece (2) dan putar ke kiri atau kanan sampai memungkinkan untuk melihat
57
bidang dengan jelas. Putar selection wheel (3) sampai skala (4) membaca zero pada kedua sisi.
Satu bidang kuning-jingga yang sama-sama jelas harus terlihat.
4. Letakkan tabung polarimeter dengan cairan yang akan diukur ke dalam kompartemen pen-
gukuran. Pastikan tidak ada gelembung udara dalam tabung.
5. Tutup kompartemen sampel. Amati bidang melalui eyepiece dan fokuskan.
6. Putar selection wheel (3) sampai bidang penjelas yang seragam didapat.
7. Baca skala dengan dua vernier yang berlawanan.
8. Untuk sebagian besar bahan pada panjang gelombang 589 nm, sudut rotasi akan berkurang
0,3% ketika suhu meningkat 1 °C.
Pembacaan Skala
• Skala memiliki 360° bagian dengan masing-masing bagian 1°. Vernier memiliki 20 bagian
yang setara dengan 19 bagian pada skala.
• Dua kaca pembesar pembacaan (1) kecil tersedia untuk kemudahan pembacaan skala dan
mounted di sisi eyepiece.
• Tanpa menyentuh selection wheel (3), baca dua vernier yang berlawanan.
α= α1 + α2
Jika 1 = 2, alat berada pada posisi tengah yang secara tepat dijustifikasi.
58
Pengisian tabung polarimeter
c. Indeks Bias
59
ma dan matikan lampu.
d. Suhu Lebur
Penentuan titik lebur sediaan organik padat dapat dilakukan dengan metode pipa kapiler, alat
ini terdiri dari termometer yang diletakan di tengah cawan pemanas yang berisi sampel, dipanaskan
lalu diamati suhu pada saat zat mulai melebur hingga selesai melebur. Enam prosedur untuk penetapan
jarak lebur atau suhu lebur yang diberikan berikut ini bervariasi tergantung pada keadaan sifat dasar
senyawa yang diuji. Jika tidak dinyatakan lain dalam monografi, gunakan Metode III.
Metode I
1. Gerus senyawa yang diuji menjadi serbuk sangat halus, dan kecuali dinyatakan lain:
• Jika mengandung air hidrat ubah menjadi anhidrat dengan pengeringan pada suhu yang tertera
pada monografi
• Jika tidak mengandung air hidrat, keringkan di atas bahan pengering yang sesuai selama tidak
kurang dari 16 jam
2. Isi pipa kapiler kaca yang salah satu ujungnya tertutup, dengan serbuk kering secukupnya hingga
membentuk kolam di dasar tabung dengan tinggi 2,5 mm hingga 3,5 mm setelah diisi semampat
mungkin dengan cara mengetukkan secukupnya pada permukaan padat.
3. Panaskan tangas hingga suhu lebih kurang 30° di bawah suhu lebur yang diperkirakan.
4. Angkat termometer dan secepatnya tempelkan tabung kapiler pada termometer dengan membasahi
kedua ujungnya dengan tetesan cairan dari tangas, atur hingga tinggi bahan dalam kapiler setinggi
pencadang raksa.
5. Tempatkan kembali termometer dan lanjutkan pemanasan dengan pengadukan tetap secukupnya
hingga menyebabkan suhu naik lebih kurang 3° di bawah dari batas bawah jarak lebur yang
diperkirakan, kurangi pemanasan hingga suhu naik lebih kurang 1° sampai 2° per menit. Lanjut-
kan pemanasan sampai melebur sempurna.
6. Suhu pada saat kolom zat uji diamati terlepas sempurna dari dinding kapiler didefinisikan sebagai
permulaan melebur, dan suhu saat zat uji mencair seluruhnya didefinisikan sebagai akhir peleburan
atau suhu lebur. Kedua suhu tersebut berada dalam batas jarak lebur.
Metode II
1. Letakkan zat uji dalam wadah tertutup, dinginkan hingga suhu 10° atau lebih rendah selama tidak
kurang dari 2 jam.
2. Tanpa diserbukkan sebelumnya, isikan bahan yang sudah dingin ke dalam pipa kapiler seperti pada
Metode I, kemudian segera letakkan kapiler yang telah diisi ke dalam desikator hampa, keringkan
dengan tekanan tidak lebih dari 20 mmHg selama 3 jam.
3. Segera keluarkan dari desikator, lebur tutup ujung terbuka kapiler, dan sesegera mungkin lanjutkan
penetapan jarak lebur seperti berikut:
• Panaskan tangas hingga suhu 10° ± 1° di bawah rentang lebur yang diperkirakan. Kemudian
masukkan kapiler yang berisi zat uji dan panaskan dengan kenaikan suhu 3°±0,5° per menit
hingga melebur sempurna. Catat jarak lebur seperti yang tertera pada Metode I.
60
4. Jika ukuran partikel terlalu besar untuk kapiler, dinginkan dulu zat uji seperti di atas, gerus partikel
hati-hati dengan tekanan rendah hingga sesuai dengan kapiler dan segera isikan ke dalam kapiler.
Metode III
1. Siapkan zat uji dan masukkan ke dalam kapiler seperti pada Metode I.
2. Panaskan tangas hingga suhu lebih kurang 10° di bawah suhu lebur yang diperkirakan dan naikkan
suhu dengan dengan kecepatan 1° ± 0,5° per menit.
3. Masukkan kapiler seperti Metode I, bila suhu mencapai 5° di bawah suhu terendah yang diperkira-
kan, lanjutkan pemanasan hingga melebur sempurna.
4. Catat jarak lebur seperti pada Metode I.
Metode IV
1. Lebur hati-hati senyawa yang akan ditetapkan pada suhu serendah mungkin, masukkan ke dalam
pipa kapiler yang kedua ujungnya terbuka, hingga kedalaman 10 mm.
2. Dinginkan kapiler yang telah berisi zat uji pada suhu 10° atau lebih rendah selama 24 jam atau
tempelkan pada es selama tidak kurang dari 2 jam.
3. Kemudian tempelkan termometer dengan cara yang sesuai, atur dalam tangas air sehingga ujung
atas dari zat uji 10 mm di bawah permukaan air dan panaskan seperti pada Metode I kecuali, sam-
pai 5° dari suhu lebur yang diperkirakan, atur kenaikan suhu 0,5° sampai 1,0° per menit.
4. Suhu pada saat senyawa yang diamati dalam pipa kapiler menaik adalah suhu lebur.
Metode V
1. Lebur perlahan-lahan sejumlah zat uji, sambil diaduk, hingga mencapai suhu 90° hingga 92°.
2. Pindahkan sumber panas dan biarkan leburan senyawa mendingin hingga 8° sampai 10° di atas
suhu lebur yang diperkirakan.
3. Dinginkan pencadang raksa hingga suhu 5°, bersihkan hingga kering, dan sewaktu masih dingin
celupkan ke dalam leburan senyawa hingga lebih kurang separuh bagian bawah pencadang teren-
dam.
4. Ambil secepatnya dan tahan secara vertikal dari panas hingga permukaan zat uji menjadi buram,
kemudian celupkan selama 5 menit ke dalam tangas air pada suhu tidak lebih dari 16°.
5. Lekatkan erat termometer pada tabung reaksi sehingga ujung terendah 15 mm di atas dasar tabung
reaksi.
6. Celupkan tabung reaksi di atas tangas air yang telah diatur pada suhu lebih kurang 16°, dan naikkan
suhu tangas 2° per menit hingga suhu 30°, kemudian turunkan hingga suhu 1° per menit, dan catat
suhu hingga tetesan pertama senyawa meleleh lepas dari termometer.
7. Ulangi penetapan dua kali menggunakan senyawa yang baru dilelehkan.
8. Jika variasi tiga kali penetapan kurang dari 1°, gunakan hasil rata-rata ketiga penetapan tersebut
sebagai suhu lebur.
9. Jika variasi tiga kali penetapan lebih besar dari 1°, lakukan dua penetapan tambahan dan gunakan
hasil rata-rata dari lima penetapan sebagai suhu lebur.
61
Metode VI
1. Siapkan bahan dan masukkan zat uji ke dalam pipa kapiler sesuai petunjuk untuk Metode I.
2. Operasikan alat sesuai petunjuk pabrik.
3. Panaskan potongan logam sampai suhu kira-kira 30° di bawah titik lebur yang diharapkan.
4. Masukkan pipa kapiler ke dalam potongan logam dan lanjutkan pemanasan hingga suhu mening-
kat kira-kira 1° - 2° per menit sampai melebur sempurna.
5. Suhu di mana sinyal detektor pertama kali meninggalkan nilai awalnya didefinisikan sebagai awal
peleburan dan suhu di mana sinyal detektor mencapai nilai akhir dinyatakan sebagai akhir pelebu-
ran atau disebut titik lebur. Kedua suhu tersebut merupakan batas-batas dari jarak lebur.
6. Jika terjadi keraguan, hanya jarak lebur atau suhu yang diperoleh pada Metode I yang digunakan.
Catatan:
• Metode I: untuk zat padat suhu lebur tinggi (> 105oC), pada suhu kamar bentuk padat, jika zat
tersebut mengandung hidrat atau mudah menyerap uap air, maka hidrat/uap air harus dihilangkan
dulu. Pipa kapiler satu ujung tertutup.
• Metode II: untuk zat padat suhu lebur rendah, pada suhu kamar kalau digerus bisa meleleh, dengan
mudah masih dapat diisikan ke pipa kapiler. Kalau partikel besar, suhu dinginkan dulu dan gerus
hati-hati. Pipa kapiler satu ujung tertutup.
• Metode III: untuk zat padat, tidak mengandung hidrat dan atau tidak mengadung uap air. Tidak
perlu dikeringkan dulu, langsung masukkan ke pipa kapiler, kalau ukuran partikel besar, gerus
dulu. Pipa kapiler satu ujung tertutup. Pada metode I dan III, zat setelah melebur mengalami de-
struksi.
• Metode IV dan V: alternatif Metode II, untuk zat padat suhu lebur rendah, setelah peleburan tidak
terdestruksi, kembali seperti semula. Zat uji dimasukkan ke dalam pipa kapiler dalam keadaan
cair, lalu dinginkan kembali. Pipa kapiler kedua ujungnya terbuka. Metode IV, suhu lebur diamati
pada saat senyawa yang diamati dalam pipa kapiler menaik (memuai). Metode V, suhu lebur dia-
mati pada saat senyawa mulai menetes.
• Metode VI: sama seperti Metode I, tetapi menggunakan alat lain yang memiliki detektor tertentu.
1. Tempatkan zat uji dalam tabung kapiler yang salah satu ujungnya tertutup.
2. Wadah pemanasan pada alat sebaiknya sudah dipanaskan sampai ± 10 °C di bawah suhu lebur
yang diperkirakan.
3. Tempatkan kapiler dan termometer dalam wadah pemanasan (lubang tertentu yang sesuai pada
alat).
4. Naikkan suhu dengan kecepatan ± 1 °C/menit.
5. Amati zat dalam kapiler dan catat suhu pada saat zat mulai melebur dan saat zat melebur sem-
purna, setelah digunakan, bersihkan.
62
e. Bobot Jenis
1. Timbang bobot piknometer yang bersih, kering, dan kosong. Penimbangan dilakukan pada suhu
25 °C.
2. Piknometer diisi perlahan-lahan dengan cairan dengan suhu 20 °C.
3. Kondisikan piknometer beserta isinya dengan dianginkan atau ditempatkan dalam wadah pendin-
gin sampai suhu 25 °C. Kemudian timbang bobot piknometer dan isinya sesudah dikeringkan
bagian luarnya. Buang cairan boleh dengan mengibaskan atau menggunakan kertas saring.
4. Bobot jenis cairan dihitung dengan membagi bobot cairan dengan bobot air dengan volume yang
sama sesuai volume piknometer yang digunakan.
dengan
d = bobot jenis
t = suhu, biasanya 20 °C
w1 = berat cairan
dengan
1. Gunakan sarung tangan tahan panas dan/atau alat bantu pegang ketika mengambil botol uji
dari oven pada uji susut pengeringan.
2. Hati-hati dalam menggunakan alat polarimeter, jangan sampai jatuh dan pecah.
3. Hati-hati dalam membersihkan prisma refraktometer, jangan sampai tergores.
4. Hati-hati dalam memperlakukan pipa kapiler, mudah pecah. Selain itu, hati-hati terhadap ben-
da panas selama melakukan uji suhu lebur.
5. Hati-hati dalam menimbang piknometer dengan cairan, jangan sampai tumpah dan mengenai
timbangan, karena bisa merusak timbangan.
63
6. Daftar Pustaka
British Pharmacopoeia Commission Office. (2006). British Pharmacopoeia 2007. (CD-ROM). Lon-
don: The Department of Health.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1995). Farmakope Indonesia, Edisi IV. Jakarta: De-
partemen Kesehatan Republik Indonesia.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2014). Farmakope Indonesia Edisi V. Jakarta: Ke-
menterian Kesehatan Republik Indonesia.
Manual Book Polarimeter
Manual Book Refraktometer Abbe’
The United States Pharmacopoeial Convention. (2007). United States Pharmacopoeia 30th and Na-
tional Formulary 25th . (CD-ROM). Rockville: The USP Convention, Inc.
http://www.chem.wisc.edu/courses/342/Fall2004/Melting_Point.pdf
64
Lembar Lepasan/Terpisah (Untuk digunakan pada Laporan)
(Susut Pengeringan, Rotasi Optik, Indeks Bias, Suhu Lebur, dan Bobot Jenis)
Susut Pengeringan
[A]
65
Rotasi Optik
No Pengukuran Nilai
2. Pelarut (ml)
- Nilai rotasi optik (a) adalah nilai rotasi optik sampel yang terbaca setelah dikoreksi dengan
nilai rotasi optik pelarut (blanko).
- Pengukuran rotasi optik dilakukan baik untuk pelarut (blanko) maupun larutan sampel.
Indeks Bias
No Pengukuran Nilai
2. Indeks bias
66
Suhu Lebur
No Pengukuran Nilai
Bobot Jenis
Keterangan :
67