Makalah Kel 1 Manajemen Penanggulangan Bencana1
Makalah Kel 1 Manajemen Penanggulangan Bencana1
Makalah Kel 1 Manajemen Penanggulangan Bencana1
MENGENAI
“ MELAKSANAKAN PENCEGAHAN TERHADAP KEKERASAN SEKSUAL “
Assalamualaikum Wr.Wb
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-
nya , sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Melaksanakan
Pencegahan Terhadap Kekerasan Seksual “.
Dalam penyusunan makalah ini penulis menyadari masih banyak kekurangan,
oleh karena itu penulis menerima kritik dan saran dari pembaca yang bersifat
membangun. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya pada
pembaca .
Wassalamualaikum Wr.Wb.
Penulis
2
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.................................................................................................................................. 3
B. Tujuan .................................................................................................................................... 5
A. Kesimpulan.......................................................................................................................... 27
B. Saran .................................................................................................................................... 27
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Realitas adanya perempuan dan laki-laki adalah salah satu sunnatullah kesetaraan.
Alasan kekuatan laki-laki dan kelemahan perempuan bisa kita lihat dari kondisi biologis,
emosional, dan akalnya. Namun hal ini tergantung pada kondisi zaman. Bila kita lihat
saat ini, kita berada pada zaman informasi dan teknologi, di mana kekuatan fisik tidak
lagi mempunyai peran yang menentukan, tetapi yang lebih penting adalah kemampuan
manajerial.
Anggapan laki-laki lebih berkuasa dan dominan dalam masyarakat di banyak
bidang sangat merugikan kaum perempuan. Tidak dapat dipungkiri juga bahwa
keberadaan perempuan di tengah-tengah laki-laki, misalnya dalam suatu pekerjaan,
perempuan selalu mendapatkan perlakuan yang tidak sesuai dengan keprofesionalannya.
Laki-laki meragukan kemampuan yang dimiliki oleh perempuan. Kemampuan
perempuan dianggap tidak sepadan dengan laki-laki sehingga dalam suatu lembaga sulit
ditemukan perempuan sebagai pemegang kendali atau pimpinan tertinggi di lembaga
tersebut. Asumsi masyarakat beranggapan bahwa, perempuan itu lemah, selalu di bawah
laki-laki dan selalu menerima. Perempuan identic dengan urusan dapur saja, sedangkan
laki-laki adalah orang yang kuat, berfikir rasional dan sebagai penentu. Hal ini bisa
mendorong terjadinya transgender dan transeksual.
Gender adalah budaya yang terkonsep feminin atau maskulin yang diciptakan dari
aktivitas social bukan pada keaslian. Bukan asli atau murni dilakukan dari awal, tetapi
melalui konstruksi atau bentukan manusia itu sendiri. Ideologi gender dalam prosesnya
telah menciptakan berbagai konstruksi sosial. Konstruksi sosial ini berproses melalui
tradisi sehingga orang menjadi tidak sadar bahwa yang terjadi adalah buatan manusia.
Dalam proses sejarah manusia, masyarakat mencampuradukan pengertian jenis kelamin
atau seks sehingga terjadi salah pengertian.
Kemudian muncul yang namanya transgender (perubahan perilaku dari maskulin
menjadi feminine) dan transeksual (perubahan jenis kelamin). Lalu perbedaan antara
transgender dan transeksual itu apa? Jadi yang membedakan keduanya adalah transgender
4
5
belum pasti merupakan transeksual, karena orang yang mengubah sifat dan perilakunya
berbanding terbalik dengan kodratnya belum tentu mengubah jenis kelaminnya.
Misalnya: laki-laki yang tidak tegas dalam bertindak dan berperilaku, mereka terkesan
melambai, berbicara seperti perempuan, dan menyukai hal-hal yang disukai oleh
perempuan pada umumnya. Begitupun sebaliknya dengan yang terjadi pada perempuan
yang memiliki perilaku menyimpang dari kodratnya, mengubah semua penampilan dan
perilakunya seperti laki-laki. Sedangkan transeksual sudah pasti dapat dikatakan
transgender. Karena transeksual merupakan perilaku mengubah dirinya secara total
termasuk jenis kelamin yang dimiliki, karena factor ketidaknyamanan akhirnya
memutuskan untuk berganti jenis kelamin dan mengubah perilakunya secara menyeluruh.
Oleh karena itu berbicara gender berarti bicara tentang sebuah konsepsi yang
menunjuk pada suatu sistem peranan dan hubungan antara perempuan dan laki-laki yang
tidak ditentukan oleh perbedaan biologis saja, melainkan juga dipengaruhi oleh
lingkungan sosial, politik dan juga ekonomi. Hal ini perlu ditegaskan untuk membedakan
segala sesuatu yang normatif dan biologis dan segala sesuatu yang merupakan konstruksi
sosial budaya.
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian gender dan seksualitas
2. Untuk mengetahui perbedaan gender dan seksualitas
3. Untuk mengetahui pengertian kekerasan seksual
4. Untuk mengetahui macam-macam bentuk kekerasan seksual
5. Untuk mengetahui dampak kekerasan seksual
6. Untuk mengetahui salah satu contoh kasus kekerasan seksual yang terjadi pada saat
terjadi bencana di Indonesia
7. Untuk mengetahui cara pencegahan terhadap kekerasaan seksual.
BAB II
PEMBAHASAN
b. Pengertian Seksualitas
Seksualitas/jenis kelamin adalah karakteristik biologis-anatomis (khususnya
system reproduksi dan hormonal) diikuti dengan karakteristik fisiologis tubuh
yang menentukan seseorang adalah laki-laki atau perempuan (Depkes RI,
2002:2)
Seksualitas/Jenis Kelamin (seks) adalah perbedaan fisik biologis yang mudah
dilihat melalui cirri fisik primer dan secara sekunder yang ada pada kaum laki-
laki dan perempuan(Badan Pemberdayaan Masyarakat, 2003)
Seksualitas/Jenis Kelamin adalah pembagian jenis kelamin yang ditentukan
secara biologis melekat pada jenis kelamin tertentu 9handayani, 2002 :4)
Seks adalah karakteritik genetic/fisiologis atau biologis seseorang yang
menunjukkan apakah dia seorang perempuan atau laki-laki (WHO, 1998)
6
7
Awal mulanya istilah tindak kekerasan pada anak atau child abuse dan neglect
dikenal dari dunia kedokteran. Sekitar tahun 1946, Caffey-seorang radiologist
melaporkan kasus cedera yang berupa gejala-gejala klinik seperti patah tulang panjang
yang majemuk (multiple fractures) pada anak-anak atau bayi disertai pendarahan
subdural tanpa mengetahui sebabnya (unrecognized trauma). Dalam dunia kedokteran,
istilah ini dikenal dengan istilah Caffey Syndrome (Ranuh, 1999).
Barker (dalam Huraerah, 2007) mendefinisikan child abuse merupakan tindakan
melukai beulang-ulang secara fisik dan emosional terhadap anak yang ketergantungan,
melalui desakan hasrat, hukuman badan yang tak terkendali, degradasi dan cemoohan
permanen atau kekerasan seksual.
Kekerasan seksual merupakan bentuk kontak seksual atau bentuk lain yang tidak
diinginkan secara seksual. Kekerasan seksual biasanya disertai dengan tekanan
psikologis atau fisik (O’Barnett et al., dalam Matlin, 2008). Perkosaan merupakan jenis
kekerasan seksual yang spesifik. Perkosaan dapat didefiniskan sebagai penetrasi seksual
tanpa izin atau dengan paksaan, disertai oleh kekerasan fisik (Tobach,dkk dalam Matlin,
2008).
Ada 15 jenis kekerasan seksual yang ditemukan Komnas Perempuan dari hasil
pemantauannya selama 15 tahun (1998– 2013), yaitu:
1. Perkosaan;
Serangan dalam bentuk pemaksaan hubungan seksual dengan memakai penis ke
arah vagina, anus atau mulut korban. Bisa juga menggunakan jari tangan ataubenda-
benda lainnya. Serangan dilakukan dengan kekerasan, ancaman kekerasan, penahanan,
tekanan psikologis, penyalahgunaan kekuasaan, atau dengan mengambil kesempatan
dari lingkungan yang penuh paksaan.
Pencabulan adalah istilah lain dari perkosaan yang dikenal dalam sistem hukum
Indonesia. Istilah ini digunakan ketika perkosaan dilakukan di luar pemaksaan
penetrasi penis ke vagina dan ketika terjadi hubungan seksual pada orang yang belum
mampu memberikan persetujuan secara utuh, misalnya terhadap anak atau seseorang
di bawah 18 tahun
3. Pelecehan Seksual;
Tindakan seksual lewat sentuhan fisik maupun non-fisik dengan sasaran organ
seksual atau seksualitas korban. Ia termasuk menggunakan siulan, main mata, ucapan
bernuansa seksual, mempertunjukan materi pornografi dan keinginan seksual, colekan
atau sentuhan di bagian :
Pelecehan Seksual tubuh, gerakan atau isyarat yang bersifat seksualsehingga
mengakibatkan rasa tidak nyaman, tersinggung, merasa direndahkan martabatnya,dan
mungkin sampai menyebabkan masalah kesehatan dan keselamatan.
11
4. Eksploitasi Seksual;
Tindakan penyalahgunaan kekuasan yang timpang,atau penyalahgunaan
kepercayaan, untuk tujuan kepuasan seksual, maupun untuk memperoleh keuntungan
dalam bentuk uang, sosial, politik dan lainnya. Praktik eksploitasi seksual yang kerap
ditemui adalah menggunakan kemiskinan perempuan sehingga ia masuk dalam
prostitusi atau pornografi.
Praktik lainnya adalah tindakan mengimingimingi perkawinan untuk memperoleh
layanan seksual dari perempuan, lalu ditelantarkankan. Situasi ini kerap disebut juga
sebagai kasus “ingkar janji”. Imingiming ini menggunakan cara pikir dalam
masyarakat, yang mengaitkan posisi perempuan dengan status perkawinannya.
Perempuan menjadi merasa tak memiliki daya tawar, kecuali dengan mengikuti
kehendak pelaku, agar ia dinikahi.
6. Prostitusi Paksa;
Situasi dimana perempuan mengalami tipu daya, ancaman maupun kekerasan
untuk menjadi pekerja seks. Keadaan ini dapat terjadi pada masa rekrutmen maupun
untuk membuat perempuan tersebut tidak berdaya untuk melepaskan dirinya dari
prostitusi,
misalnya dengan penyekapan, penjeratan utang, atau ancaman kekerasan. Prostitusi
paksa memiliki beberapa kemiripan, namun tidak selalu sama dengan perbudakan
seksual atau dengan perdagangan orang untuk tujuan seksual.
12
7. Perbudakan Seksual;
Situasi dimana pelaku merasa menjadi “pemilik” atas tubuh korban sehingga
berhak untuk melakukan apapun termasuk memperoleh kepuasan seksual melalui
pemerkosaan atau bentuk lain kekerasan seksual. Perbudakan ini mencakup situasi
dimana perempuan dewasa atau anak-anak dipaksa menikah, melayani rumah tangga
atau bentuk kerja paksa lainnya, serta berhubungan seksual dengan penyekapnya.
9. Pemaksaan Kehamilan;
Situasi ketika perempuan dipaksa, dengan kekerasan maupun ancaman kekerasan,
untuk melanjutkan kehamilan yang tidak dia kehendaki. Kondisi ini misalnya dialami
oleh perempuan korban perkosaan yang tidak diberikan pilihan lain kecuali
melanjutkan kehamilannya. Juga, ketika suami menghalangi istrinya untuk
13
15. Kontrol seksual, termasuk lewat aturan diskriminatif beralasan moralitas dan agama;
Cara pikir di dalam masyarakat yang menempatkan perempuan sebagai simbol
moralitas komunitas, membedakan antara “perempuan baik-baik” dan perempuan
“nakal”, dan menghakimi perempuan sebagai pemicu kekerasan seksual menjadi
landasan upaya mengontrol seksual (dan seksualitas) perempuan. Kontrol seksual
mencakup berbagai tindak kekerasan maupun ancaman kekerasan secara langsung
maupun tidak langsung, untuk mengancam atau memaksakan perempuan untuk
menginternalisasi simbolsimbol tertentu yang dianggap pantas bagi “perempuan baik-
baik’. Pemaksaan busana menjadi salah satu bentuk kontrol seksual yang paling sering
ditemui. Kontrol seksual juga dilakukan lewat aturan yang memuat kewajiban busana,
jam malam, larangan berada di tempat tertentu pada jam tertentu, larangan berada di
satu tempat bersama lawan jenis tanpa ikatan kerabat atau perkawinan, serta aturan
15
tentang pornografi yang melandaskan diri lebih pada persoalan moralitas daripada
kekerasan seksual.
Aturan yang diskriminatif ini ada di tingkat nasional maupun daerah dan
dikokohkan dengan alasan moralitas dan agama. Pelanggar aturan ini dikenai hukuman
dalam bentuk peringatan, denda, penjara maupun hukuman badan lainnya.
Kelima belas bentuk kekerasan seksual ini bukanlah daftar final, karena ada
kemungkinan sejumlah bentuk kekerasan seksual yang belum kita kenali akibat
keterbatasan informasi mengenainya.
3. Penyakit Kelamin
Penyakit kelamin (veneral diseases) disebut pula dengan istilah penyakit menular
seksual (sexually transmitted diseases), artinya jenis penyakit ini ditularkan melalui
hubungan seksual di luar nikah (perzinaan) misalnya, pelacuran, seks bebas,
perselingkuhan, homoseksual, perkosaan pada anak dan lain sejenisnya.
Jenis penyakit ini tidak saja merusak alat kelamin dan organ reproduksi tetapi
juga menimbulkan komplikasi di bidang medis, misalnya kemandulan, kecacatan,
gangguan kehamilan, gangguan pertumbuhan, kanker bahkan juga kematian. Adapun
penyakit kelamin yang sering dijumpai antara lain :
a. Kencing nanah (gonorrhoeae)
Penyakit ini disebabkan karena kuman yang berbentuk biji kopi. Masa tunas
(inkubasi) sangat singkat, pada pria umumnya berkisar 2-5 hari, kadang-kadang
lebih lama. Yang bersangkutan akan mengeluarkan nanah dari alat kelaminya,
terasa pedih sekali. Pada wanita seringkali tanpa gejala karena tidak menginfeksi
saluran seni melainkan pada saluran liang senggama.
b. Chlamydia Trachomatis
Penyakit ini disebabkan karena kuman obligat intraseluler. Pada pria inkubasi
infeksi ini biasanya terjadi 1-5 minggu sesudah hubungan seksual dengan
pasangan yang terinfeksi. Yang bersangkutan mengeluarkan cairan berupalendir
yang jernih sampai keruh dari alat kelaminya.
c. Herpes Genitalis
Penyakit ini disebabkan oleh virus herpes simplex yang menginfeksi alat
kelamin dengan gejala khas berupa gelembung kecil-kecil (vesikel) yang
18
bahkan bisa sampai pada tahap gila. biasanya dampak psikologis ini akan membutuhkan
waktu yang lama untuk penyembuhan dan selalu muncul apabila korban berada dalam
kondisi yang hampir sama dengan ketika terjadi tsunami.Walaupun telah ditangani oleh
pemerintah maupun bantuan Internasional penduduk yang terkena dampak tsunami di
Aceh pada tahun 2004, tinggal di daerah terbuka serta di dalam gedung dan lama
pengungsian mencapai 2tahun.Hal ini menimbulkan permasalahan tersendiri.
Berdasarkan survey yang dilakukan oleh oxfarm pada empat di kabupaten Aceh
Besar dan Aceh Utara menunjukan bahwa dalam bencana gempa dan tsunami 2004,
proporsi korban meninggal lebih tinggi perempuan daripada laki-laki.
Tabel 1. Korban selamat dalam bencana gempa bumi dan
tsunami Aceh 2004 berdasarkan Jenis Kelamin
Berdasarkan kajian yang dilakukan Oxfaram dan United Nations Office for Disaster
Risk Reduction tampak bahwa ternyata peran gender sangat mempengaruhi kondisi
bencana tersebut. Hal-hal tersebut antara lain:
1. Pembagian kerja domestik (dalam rumah) dan publik (di luar rumah) menyebabkan
akses informasi yang berbeda antara perempuan dan laki-laki. Laki-laki yang
umumnya nelayan dan bekerja diluar rumah tentunya akan lebih mudah
mendapatkan informasi sistem deteksi dini tsunami dari gejala alam dan peringatan
dini ketimbang perempuan yang menghabiskan waktu didalam rumah.
2. Mobilitas perempuan dan laki-laki yang dipengaruhi oleh faktor budaya. Dalam
beberapa masyarakat, keputusan untuk meninggalkan rumah terletak pada pihak
21
2. Pengungsi harus tinggal di kamp yang sangat padat dengan sistem keamanan yang
terbatas, fasilitas mandi dan toilet yang tidak memadai dan kurangnya privasi.
Lokasi, jenis dan lama waktu pengungsian juga berkontribusi terhadap meningkatnya
resiko Kekerasan Berbasis Gender.
3. Tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan akses terhadap fasilitas untuk mandi,
mencuci, bahan untuk menjaga kebersihan, tidak adanya listrik di sebagian besar
daerah yang terkena dampak bencana, terganggunya keamanan pangan, dan
hilangnya mata pencaharian sekaligus kerentanan ekonomi. Terganggunya mata
pencaharian khususnya bagi laki-laki akan memicu tindakan kekerasan oleh laki-laki.
4. Bantuan kemanusian yang tidak sensitif gender yang tidak mempertimbangkan
kebutuhan yang berbeda antara perempuan dan laki-laki. Hal ini karena kurangnya
pemahaman dari pekerja kemanusiaan tentang pentingnya pendekatan gender di
dalam memberikan bantuan kepada masyarakat yang terkena dampak bencana. Pada
umumnya keterlibatan dan partisipasi perempuan pada perencanaan dan pemberian
bantuan kemanusiaan adalah sangat terbatas.
Dalam kerangka nasional, UU NO 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan
Bencana telah mengakomodir hal yang berkaitan dengan gender dalam Pasal 3, Bab 2
melalui prinsip nondiskrimintif dan keselarasan dan keserasian dalam penanggulangan
bencana. Prinsip-prinsip tersebut menekankan bahwa segala macam program didalam
manajemen bencana wajib tidak membeda-bedakan individu berdasarkan latar belakang
budaya, gender, status, agama dan ras.
Hal tersebut berarti dalam penanggulangan dan kesiapsiagaan bencana pun
perempuan dan laki-laki memiliki hak yang sama untuk memiliki akses informasi dan
berperan serta. Namun karena peran gender yang dimilikinya, perlu intervensi metode
yang berbeda yang lebih sensitif terhadap peran gender masing-masing, meskipun
hakekat tujuan akhirnya adalah kesamaan dan keadilan dalam berpartisipasi dalam upaya
kesiapsiagaan dan penanggulangan bencana.
Penduduk yang memilih suatu wilayah untuk bertempat tinggal dan wilayah itu
bersifat ‘given’ harus memiliki kesadaran terhadap lingkungan sekitar. Mereka dapat
menilai mengenai wilayah dan bagaimana melakukan adaptasi dengan setiap potensi
ancaman bahaya. Risiko tidak hanya melihat faktor keterpaparan (exposure), tetapi juga
23
secara keseluruhan sifat dasar seksual dari tindakan tertentu, dan mereka tidak mampu
memberikan persetujuan sendiri.
Perempuan remaja dan wanita muda bisa menjadi target kekerasan seksual
selama konflik bersenjata atau kesulitan ekonomi.
Kondisi bencana dan pengungsian dapat menyebabkan meningkatnya risiko
kekerasan seksual pada perempuan dan anak. Kasus kekerasan seksual terjadi karena
kondisi di lokasi bencana yang tidak memadai, seperti: tenda dan toilet yang tidak
terpisah antara laki-laki dan perempuan, lokasi sumber air bersih yang jauh dari
pengungsian, penerangan yang kurang memadai, tidak adanya sistim ronda maupun
keamanan di pengungsian dan lain-lain.
Koordinator kesehatan reproduksi harus membahas masalah kekerasan seksual
didalam rapat koordinasi kesehatan bersama dengan penanggung jawab komponen
GBV dan tim kesehatan reproduksi lainnya. Pada situasi bencana, pelayanan pencegahan
dan penanganan kekerasan seksual adalah sebagai berikut:
Langkah langkah:
a. Melakukan koordinasi dengan BNPB/BPBD dan Dinas Sosial untuk menempatkan
kelompok rentan di pengungsian dan memastikan satu keluarga berada dalam tenda
yang sama. Perempuan yang menjadi kepala keluarga dan anak yang terpisah dari
keluarga dikumpulkan di dalam satu tenda
b. Memastikan terdapat pelayanan kesehatan reproduksi pada tenda pengungsian
c. Menempatkan MCK laki-laki dan perempuan secara terpisah di tempat yang aman
dengan penerangan yang cukup. Pastikan bahwa pintu MCK dapat di kunci dari
dalam
d. Melakukan koordinasi dengan penanggung jawab keamanan untuk mencegah
terjadinya kekerasan seksual
e. Melibatkan lembaga-lembaga/organisasi yang bergerak di bidang pemberdayaan
perempuan dan perempuan di pengungsian dalam pencegahan dan penanganan
kekerasan seksual
f. Menginformasikan adanya pelayanan bagi penyintas perkosaan dengan nomor
telepon yang bisa dihubungi 24 jam. Informasi dapat diberikan melalui leaflet,
selebaran, radio, dll
26
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kekerasan seksual adalah setiap tindakan seksual yang dilakukan tanpa
persetujuan dari salah satu pihak termasuk pemerkosaan dan eksploitasi seksual.
Kekerasaan terhadap perempuan adalah setiap tindakan berdasarkan perbedaan jenis
kelamin yang berakibat atau mungkin berakibat kesensaraan atau penderitaan baik secara
fisik, seksual, maupun psikologis termasuk ancaman atau tindakan tertentu, pemaksaan
atau perampasan kemerdekaan secara sewenang – wenang baik yang terjadi diranah
publik atau dalam kehidupan pribadi.
Pedoman prinsip berikut ini harus selalu dihormati sepanjang waktu oleh semua
pekerja kemanusiaan yang merespon kebutuhan korban :
Keselamatan
Kerahasiaan
Menghormati
Non-diskriminasi
B. Saran
Sebagai calon bidan yang profesional mahasiswa wajib mempelajari dan
memahami dari kesehatan reproduksi salah satunya tentang masalah kesehatan
reproduksi pada saat situasi darurat bencana, karena didalam materi ini kita dapat
mengetahui dan mempelajari bagaimana cara bekerja seorang bidan memberikan
penyuluhan tentang maslah kesehatan reproduksi kepada masyarakat setempat, agar
menjadi calon bidan yang baik dan professional dan kita juga dapat mengerti tentang
masalah kesehatan reproduksi pada saat situasi darurat bencana.
27
Tanya Jawab :
2. Jelaskan contoh dari 15 jenis bentuk kekerasan seksual ? (Kiky Widya Sari)
1. Perkosaan;
Serangan dalam bentuk pemaksaan hubungan seksual dengan memakai penis ke arah
vagina, anus atau mulut korban. Bisa juga menggunakan jari tangan ataubenda-benda
lainnya.
2. Intimidasi Seksual termasuk Ancaman atau Percobaan Perkosaan;
Tindakan yang menyerang seksualitas untuk menimbulkan rasa takut atau
penderitaan psikis pada perempuan korban. Intimidasi seksual bisa disampaikan secara
langsung maupun tidak langsung melalui surat, sms, email, dan lain-lain.
3. Pelecehan Seksual;
Tindakan seksual lewat sentuhan fisik maupun non-fisik dengan sasaran organ
seksual atau seksualitas korban. Ia termasuk menggunakan siulan, main mata, ucapan
bernuansa seksual, mempertunjukan materi pornografi dan keinginan seksual, colekan
atau sentuhan di bagian tubuh.
4. Eksploitasi Seksual;
Tindakan penyalahgunaan kekuasan yang timpang,atau penyalahgunaan
kepercayaan, untuk tujuan kepuasan seksual, maupun untuk memperoleh keuntungan
dalam bentuk uang, sosial, politik dan lainnya.
5. Perdagangan Perempuan untuk Tujuan Seksual;
Tindakan merekrut, mengangkut, menampung, mengirim, memindahkan, atau
menerima seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaankekerasan, penculikan,
penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atas posisi rentan,
28
29
penjeratan utang atau pemberian bayaran atau manfaat terhadap korban secara langsung
maupun orang lain yang menguasainya, untuk tujuan prostitusi ataupun eksploitasi
seksual lainnya.
6. Prostitusi Paksa;
Situasi dimana perempuan mengalami tipu daya, ancaman maupun kekerasan untuk
menjadi pekerja seks. Misalnya dengan penyekapan, penjeratan utang, atau ancaman
kekerasan.
7. Perbudakan Seksual;
Situasi dimana pelaku merasa menjadi “pemilik” atas tubuh korban sehingga berhak
untuk melakukan apapun termasuk memperoleh kepuasan seksual melalui pemerkosaan
atau bentuk lain kekerasan seksual. Perbudakan ini mencakup situasi dimana perempuan
dewasa atau anak-anak dipaksa menikah, melayani rumah tangga atau bentuk kerja paksa
lainnya, serta berhubungan seksual dengan penyekapnya.
8. Pemaksaan perkawinan, termasuk cerai gantung;
Pemaksaan hubungan seksual menjadi bagian tidak terpisahkan dari perkawinan
yang tidak diinginkan oleh perempuan tersebut. Ada beberapa praktik di mana perempuan
terikat perkawinan di luar kehendaknya sendiri. Pertama, ketika perempuan merasa tidak
memiliki pilihan lain kecuali mengikuti kehendak orang tuanya agar dia menikah,
sekalipun bukan dengan orang yang dia inginkan atau bahkan dengan orang yang tidak
dia kenali. Situasi ini kerap disebut kawin paksa. Kedua, praktik memaksa korban
perkosaan menikahi pelaku. Pernikahan itu dianggap mengurangi aib akibat perkosaan
yang terjadi. Ketiga, praktik cerai gantung yaitu ketika perempuan dipaksa untuk terus
berada dalam ikatan perkawinan padahal ia ingin bercerai. Namun,gugatan cerainya
ditolak atau tidak diproses dengan berbagai alasan baik dari pihak suami maupun otoritas
lainnya. Keempat, praktik “Kawin Cina Buta”, yaitu memaksakan perempuan untuk
menikah dengan orang lain untuk satu malam dengan tujuan rujuk dengan mantan
suaminya setelah talak tiga (cerai untuk ketiga kalinya dalam hokum Islam). Praktik ini
dilarang oleh ajaran agama, namun masih ditemukan di berbagai daerah.
9. Pemaksaan Kehamilan;
Situasi ketika perempuan dipaksa, dengan kekerasan maupun ancaman kekerasan,
untuk melanjutkan kehamilan yang tidak dia kehendaki. Kondisi ini misalnya dialami
30
oleh perempuan korban perkosaan yang tidak diberikan pilihan lain kecuali melanjutkan
kehamilannya.
10. Pemaksaan Aborsi;
Pengguguran kandungan yang dilakukan karena adanya tekanan, ancaman, maupun
paksaan dari pihak lain.
11. Pemaksaan kontrasepsi dan sterilisasi;
Disebut pemaksaan ketika pemasangan alat kontrasepsi dan/atau pelaksanaan
sterilisasi tanpa persetujuan utuh dari perempuan karena ia tidak mendapat informasi
yang lengkap ataupun dianggap tidak cakap hukum untuk dapat memberikan persetujuan.
Sekarang, kasus pemaksaan pemaksaan kontrasepsi/sterilisasi biasa terjadi pada
perempuan dengan HIV/AIDS dengan alasan mencegah anak dengan HIV/AIDS.
12. Penyiksaan Seksual;
Tindakan khusus menyerang organ dan seksualitas perempuan, yang dilakukan
dengan sengaja, sehingga menimbulkan rasa sakit atau penderitaan hebat, baik jasmani,
rohani maupun seksual. Ini dilakukan untuk memperoleh pengakuan atau keterangan
darinya, atau dari orang ketiga, atau untuk menghukumnya atas suatu perbuatan yang
telah atau diduga telah dilakukan olehnya ataupun oleh orang ketiga.
13. Penghukuman tidak manusiawi danbernuansa seksual;
Cara menghukum yang menyebabkan penderitaan, kesakitan, ketakutan, atau rasa
malu yang luar biasa yang tidakbisa tidak termasuk dalam penyiksaan. Ia termasuk
hukuman cambuk dan hukuman-hukuman yang mempermalukan atau untuk
merendahkan martabat manusia karena dituduh melanggar norma-norma kesusilaan.
14. Praktik tradisi bernuansa seksual yang membahayakan atau mendiskriminasi perempuan;
Kebiasaan masyarakat , kadang ditopang dengan alasan agama dan/atau budaya,
yang bernuansa seksual dan dapat menimbulkan cidera secara fisik, psikologis maupun
seksual pada perempuan. Sunat perempuan adalah salah satu contohnya.
15. Kontrol seksual, termasuk lewat aturan diskriminatif beralasan moralitas dan agama;
Kontrol seksual mencakup berbagai tindak kekerasan maupun ancaman kekerasan
secara langsung maupun tidak langsung, untuk mengancam atau memaksakan perempuan
untuk menginternalisasi simbolsimbol tertentu yang dianggap pantas bagi “perempuan
31
baik-baik’. Pemaksaan busana menjadi salah satu bentuk kontrol seksual yang paling
sering ditemui.
3. Bagaimana cara kita sebagai bidan dalam menghadapi kekerasan seksual pasca
trauma? ( Mauwala Hutika)
Kita sebagai bidan bisa memberikan asuhan dan pengawasan. Asuhan disini dimaksud
yaitu konseling untuk korban pemerkosaan agar bidan juga bisa membantu dengan
mengupayakan untuk meminimalisir perasaan takut dan cemas yang dihadapi korban.
Peran bidan dalam kesetaraan gender yaitu memberikan konseling dan membuat
kerja sama dengan pemerintah setempat.Contohnya membuat perkumpulan siap siaga
dalam mencegah terjadinya bencana. Dari ke15 jenis kekerasan seksual didapat bahwa
tindakan berdasarkan perbedaan jenis kelamin yang berakibat atau mungkin berakibat
kesensaraan atau penderitaan baik secara fisik, seksual, maupun psikologis termasuk
ancaman atau tindakan tertentu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara
sewenang – wenang baik yang terjadi diranah publik atau dalam kehidupan pribadi.
Didalam mencegah kekerasan seksual, sebaiknya dilakukan pengarahan tentang
pemisahan posko antara pria dan wanita baik itu tenda maupun wc, agar memperaman
kondisi wanita dan anak dari si pelaku yang biasanya dari kaum laki-laki. Dalam
menghadapi kekerasan seksual pasca trauma, asuhan yang bidan bisa lakukan terhadap
korban yaitu memberikan konseling dan upaya rehabilitasi/pemulihan dengan cara
mengajak si korban berbicara, agar dia bisa sedikit terbuka dan mau membagi
masalahnya kepada orang lain dan konseling kepada keluarganya agar untuk
memberikan support/dukungan kepada korban agar korban bisa menghadap
kehidupannya tanpa rasa beban / ingatan yang buruk tentang peristiwa kelam yang
dialaminya.
33
DAFTAR PUSTAKA
Ramadhani, Nurul. 2009. Gender dalam Bidang Kesehatan. Bandung : Alfa Beta
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/22787/Chapter%20II.pdf?sequenc e=4
Diakses pada tanggal 26 September 2018 pukul 12.30 WIB
https://www.komnasperempuan.go.id/file/pdf_file/Modul%20dan%20Pedoman/Kekerasan%20S
eksual/15%20BTK%20KEKERASAN%20SEKSUAL.pdf Diakses pada tanggal 26
September 2018 pukul 12.40 WIB
http://www.pustakauinib.ac.id/repository/files/original/598969a09a3ad96c03a9eef9791119d6.pd
f Diakses pada tanggal 26 September 2018 pukul 12.55 WIB
https://fisnaeyes.wordpress.com/2016/08/03/perempuan-bencana-belajar-dari-tsunami aceh-
2004perempuan-bencana-belajar-dari-tsunami-aceh-2004/ Diakses pada tanggal 26
September 2018 pukul 13.00 WIB
http://www.refworld.org/cgibin/texis/vtx/rwmain/opendocpdf.pdf?reldoc=y&docid=478f7ccb2
Diakses pada tanggal 26 September 2018 pukul 13.20 WIB
http://kesga.kemkes.go.id/images/pedoman/PEDOMAN%20KESPRO%20PPAM.pdf Diakses
pada tanggal 26 September 2018 pukul 14.00 WIB
34
35