Epilepsi Grand Mal
Epilepsi Grand Mal
Epilepsi Grand Mal
Oleh :
Putri Yanasari
Pembimbing :
PADANG
2013
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
1.1. PENDAHULUAN
Kata epilepsi berasal dari kata Yunani epilambanein yang berarti “serangan” dan
menunjukkan, bahwa “sesuatu dari luar badan seseorang menimpanay, sehingga ia jatuh”.
Epilepsi tidak dianggap sebagai suatu penyakit, akan tetapi sebabnya diduga sesuatu di luar
badan si penderita, biasanya dianggap sebagai kutukan roh jahat atau akibat kekuatan gaib
yang menimpa seseorang. Anggapan demikian masih ada dewasa ini, terutama dikalangan
masyarakat yang belum terjangkau oleh ilmu kedokteran dan pelayanan kesehatan.
Orang pertama yang mengenal epilepsi sebagai gejala penyakit ialah Hipocrates. Ia
menduga, bahwa serangan epilepsi adalah akibat suatu penyakit otak yang disebabkan oleh
keadaan yang dapat difahami dan bukan akibat kekuatan gaib.
1.2. DEFINISI
Epilepsi didefinisikan sebagai suatu keadaan yang ditandai oleh bangkitan (seizure)
berulang sebagai akibat dari adanya gangguan fungsi otak secara intermiten yang
disebabkan oleh lepas muatan listrik abnormal dan berlebihan di neuron-neuron secara
paroksismal, didasari oleh berbagai faktor etiologi.
Sindrom epilepsi adalah sekumpulan gejala dan tanda klinik epilepsi yang terjadi
secara bersama-sama yang berhubungan dengan etiologi, umur, awitan (onset), jenis
bangkitan, faktor pencetus, dan kronisitas.
1.3. EPIDEMIOLOGI
Epilepsi dijumpai pada semua ras di dunia dengan insidensi dan prevalensi yang
hampir sama, walaupun beberapa peneliti menemukan angka yang lebih tinggi di negara
berkembang. Di Indonesia diperkirakan ada 1-1,8 juta penderita. Laki-laki lebih sering
dari pada perempuan. Serangan pertama pada anak dibawah 4 tahun: + 33% diatas 4-10
tahun: 52%. Usia 20 tahun kebawah + 80%, usia 21 tahun sampai 55 tahun + 15%, usia
diatas 55 tahun + 1-2%.
Dari banyak studi menunjukkan bahwa rata-rata prevalensi epilepsi aktif 8,2 per
1000 penduduk, sedangkan angka insidensi epilepsi mencapai 50 per 100.000 penduduk.
Bila jumlah penduduk Indonesia berkisar 220 juta, maka diperkirakan jumlah pasien
epilepsi yang masih mengalami bangkitan atau membutuhkan pengobatan sekitar 1,8 juta.
Berkaitan dengan umur, grafik prevalensi epilepsi menunjukkan pola bimodal. Prevalensi
epilepsi pada bayi dan anak-anak cukup tinggi, menurun pada dewasa muda dan
pertengahan, kemudian meningkat lagi pada kelompok usia lanjut.
1.4. ETIOLOGI
Etiologi epilepsi dibagi menjadi tiga, yaitu idiopatik, kriptogenik dan simptomatik.
Idiopatik, penyebabnya tidak diketahui dan biasanya pasien tidak menunjukkan manifestasi
cacat otak dan juga tidak bodoh. Sebagian dari jenis idiopatik disebabkan oleh
abnormalitas konstitusional dari fisiologi serebral yang disebabkan oleh interaksi beberapa
faktor genetik. Gangguan fisiologis ini melibatkan stabilitas sistim talamik-intralaminar
dari substansia kelabu basal dan mencakup Reticular Activating System dalam sinkronisasi
lepas muatan sebagai akibatnya dapat terjadi gangguan kesadaran yang berlangsung
singkat atau lebih lama dan disertai kontraksi otot tonik klonik. Umumnya faktor genetik
lebih berperan pada epilepsi idiopatik.
Fotosensitif
Infeksi
Infeksi biasanya disertai dengan demam. Dan demam inilah yang merupakan
pencetus serangan karena demam dapat mencetuskan terjadinya perubahan kimiawi dalam
otak, sehingga mengaktifkan sel-sel otak yang menimbulkan serangan. Faktor pencetus ini
nyata pada anak-anak.
Obat-obatan Tertentu
Alkohol
Perubahan Hormonal
Pada masa haid dapat terjadi perubahan siklus hormon (berupa peningkatan kadar
estrogen) dan stress, dan hal ini diduga merupakan pencetus terjadinya serangan. Demikian
pula pada kehamilan terjadi perubahan siklus hormonal yang dapat mencetuskan serangan.
Kurang Tidur
Kurang tidur dapat mengganggu aktivitas dari sel-sel otak sehingga dapat
mencetuskan serangan.
Stress Emosional
Setiap orang mempunyai ambang rangsang tertentu, yang sebagian besar ditentukan
oleh faktor keturunan. Artinya ialah bila ada sejumlah orang diberikan rangsang kejang
yang sama,hanya satu dua orang mengalami rangsangan, sedangkan sebagian lain tidak.
Mereka yang tidak mengalami serangan karena mempunyai ambang rangsang serangan
yang cukup tinggi. Ambang rangsang serangan ini juga dipengaruhi oleh berbagai faktor
non-spesifik seperti tidak tidur untuk jangka waktu yang lama, atau terlalu letih.
Stress Fisik
1.6. PATOFISIOLOGI
1.7 KLASIFIKASI
1. Bangkitan Parsial
a) Motorik
b) Sensorik
c) Otonom
d) Psikis
c) Parsial sederhana menjadi parsial kompleks kemudian menjadi umum tonik klonik
2. Bangkitan Umum
1. Lena (absence)
2. Mioklonik
3. Klonik
4. Tonik
5. Tonik-klonik
6. Atonik
3. Tak Tergolongkan
1.8 MANIFESTASI KLINIS
Epilepsi parsial adalah serangan epilepsi yang bangkit akibat lepas muatan listrik
di suatu daerah dikorteks serebri (terdapat suatu fokus di korteks serebri).
Manifestasinya bervariasi tergantung dari susunan saraf pusat yang terkena, bisa
dengan gejala motorik, sensorik, autonom ataupunpsikis, dapat memprediksi
kemungkinan lokasi anatomik tetapi yang sering pada lobus frontalis dan temporalis,
merupakan penyakit serebral fokal, dapat mengenai berbagai umur, tidak terjadi
penurunan kesadaran.
Fokus epileptik biasanya terdapat di girus presentralis lobus frontalis (pusat motorik).
Kejang mulai di daerah yang mempunyai reprensetasi yang luas di daerah ini. Dimulai
dari ibu jari, meluas ke seluruh tangan, lengan, muka, dan tungkai. Kadang-kadang
berhenti pada satu sisi. Tetapi bila rangsangan sangat kuat, dapat meluas ke lengan atau
tungkai yang lain, sehingga menjadi kejang umum. Disebut sebagai jackson motorik
epilepsi.
Sering sebagai komponen generalized seizures atau partial complex seizures yang berasal
dari lobus Frontalis atau lobus Temporalis. Manifestasi klinisnya dapat berupa :
perubahan warna kulit, perubahan tensi darah, perubahan denyut nadi, perubahan ukuran
pupil, berdirinya bulu roma.
Fokus di lobus temporalis ± 60% dan di lobus frontalis ± 30%. Pada epilepsi
parsial kompleks terdapat3 komponen, yaitu : aura, penurunan kesadaran dan
automatisms. Epilepsi parsial kompleks disebut juga sebagai epilepsi psikomotor. Pada
epilepsijenis ini, meskipun terdapat gangguan kesadaran, penderita masih dapat
melakukan gerakan-gerakan otomatis. Penderita ini bila ditegur tidak menjawab.
Umumnya penderita tidak melakukan tindak kriminal atau menyerang orang lain, tetapi
dapat agresif bila dihalangi kemauanya. Setelah serangan berakhir penderita lupaapa
yang telah dilakukanya (amnesia). Bila epilepsi ini sudah lama timbul, maka dapat timbul
afasia sensorik dan hemianopsia oleh karena kelainan di lobus temporalis. Pada rekaman
EEG, akan terdapat gambaran spike, kadang-kadang slow-wave di daerah temporal.
Partial seizures sering sebagai aura yang terjadi beberapa detik, sebelum generalized
seizures. Biasanya dalam bentuk :
Merupakan bentuk yang paling sering dijumpai. Sebagian penderita beberapa hari
sebelum serangan grandmal merasa tegang, cepat tersinggung, perubahan emosi, dll,
sebagai gejala-gejala prodormal. Aura tidak terdapat pada grandmal dan bila ada aura
berarti bukan grandmal murni, tetapi ada suatu focus. Jadi adanya aura menunjukan suatu
tanda fokal (fokal sign).
Serangan dimulai dengan fase tonik selama ± 30 detik, dilanjutkan dengan fase
klonik selama ± 60 detik, kemudian terjadi fase post iktal selama 15-30 menit.
o Fase Tonik
o Fase Klonik
o Fase Post-ictal
Pada epilepsi jenis ini tidak terdapat kejang. Epilepsi ini ditandai oleh terjadinya
gangguan kesadaran dalam waktu singkat (6-10 detik), tiba-tiba kehilangan kesadaran
danaktivitas motorik, sehingga penderita tidak sampai jatuh (tonus otot normal). Penderita
berhenti dari aktifitas yang dilakukan, seakan-akan melamun, kemudian melakukan
aktivitas kembali. Gejala lain (pada serangan yang lama): berkedip, gerakan klonik ringan,
automatisme yang singkat. Serangan kadang-kadang dapat 10-20 kali dalam sehari (dapat
berulang-ulang 100X/hari). Karena singkat, biasanya tidak diketahui orang sekitarnya.
Serangan bersifat mengelompok, memburuk bila terbangun, dapat dicetuskan oleh:
kelelahan, rileks, stimulasi fotik atau hiperventilasi. Serangan sangat banyak pada
idiopathik generalized epileptic
EEG menunjukan gambaran yang sangat khas, yaitu dalam 1 detik terdapat 3
kompleks gelombang tumpul dan runcing, disebut 3/sec spike slow wave (3/sec S-W). Baik
klinis maupun EEG dapat diprovokasi dengan hiperventilasi.
Epilepsi petit mal dapat tejadi pada masa anak-anak atau dewasa, akan tetapi
banyak terdapat pada anak-anak awal usia sekolah. Penderita sering dimarahi gurunya
karena melamun.
C. Mioklonik
Kontraksi otot sesaat, oleh karena lepas muatan listrik kortical. Dapat single atau
berulang, sangat ringan (twitch) sampai jerking, paling berat (the Flying Saucer
Syndrom). Dapat dicetuskan oleh : suara, kejutan, photic stimulation, perkusi. Dapat
terjadi pada semua umur, akan tetapi banyak terdapat pada anak-anak. Saat serangan
terjadi gangguan kesadaran sebentar, disertai gerakan involunter yang aneh dari
sekelompok otot, terutama pada tubuh bagian atas (bahu dan lengan) yang disebut
myoclonic jerking.
D. Klonik
Epilepsi klonik jarang terjadi. Bangkitan ini selalu simtomatik. Bangkitan berupa
gerakan jerking ritmik (klonik jercking) pd kedua tangan dan kaki, asimetris (sering),
irreguler. Epilepsi klonik sering pada neonatus, bayi.
E. Tonik
Kontraksi otot tonik mendadak, terjadi penurunan kesadaran tanpa klonik ( 20- 30
dtk), sering terjadi saat tidur, dapat terjadi pada semua umur. Terjadi kontraksi otot-otot
wajah; mata terbuka lebar; bola mata menarik keatas; extensi leher; spasme otot-otot
extremitas bagian proximal sampai ke distal lengan diangkat keatas seperti menahan
pukulan kepala; menangis sampai apneu (mungkin), kepala mengangguk-angguk dan
perubahan posture yang ringan.
F. Epilepsi Atonik
Pada epilepsi atonik, secara mendadak penderita kehilangan tonus otot. Hal ini
dapat mengenai beberapa bagian tubuh ataupun pada otot seluruh badan, misalnya tiba-
tiba kepalanya terkulai karena kehilangan tonus otot leher, atau secara tiba-tiba penderita
terjatuh karena hilangnya tonus otot tubuh. Serangan ini berlangsung singkat, disebut
sebagai drop attact. Serangan berlangsung hanya sebentar dan segera recovery.
Jenis ini, tidak termasuk semua yang diatas, data tidak komplit, gejala-gejala yang
timbul tidak sesuai : gerakan bola mata ritmik, mengunyah-ngunyah., gerakan seperti
berenang, pernafasan berhenti. Banyak terjadi pada bayi
c. Kejang demam - Epilepsi timbul waktu anak demam > 390C pada umur 4 bulan sampai 5
tahun
Kejang singkat
Tidak berulang
EEG normal
Bila diluar tanda-tanda diatas berarti gejala demam maligna, bisa menjadi epilepsi (5%
kejang demam akan menjadi epilepsi).
d. Epilepsy reflex
e. Epilepsia partialis continue
f. Kejang histerikal
1.9 DIAGNOSIS
I. Diagnosis
Langkah ketiga : pastikan sindrom epilepsi apa yang ditunjukan oleh bangkitan
tadi, atau epilepsi apa yang diderita oleh pasien, dan tentukan etiologinya.
Diagnosis epilepsi ditegakan atas dasar adanya gejala dan tanda klinik dalam bentuk
bangkitan epilepsi berulang (minimal 2 kali) yang ditunjang oleh gambaran epileptiform pada
EEG. Secara lengkap urutan pemeriksaan untuk menuju ke diagnosis adalah sebagai berikut :
1. Anamnesis (auto dan allo-anamnesis)
Lama bangkitan
Frekuensi bangkitan
Faktor pencetus
Riwayat pada saat dalam kandungan, persalinan atau kelahiran dan perkembangan
bayi atau anak
Hal-hal yang perlu diperiksa antara lain adanya tanda-tanda dari gangguan yang
berhubungan dengan epilepsi, misalnya trauma kepala, infeksi telinga atau sinus,
gangguan kongenital, gangguan neurologik fokal atau difus, kecanduan obat terlarang
atau alkohol, dan kanker.
3. Pemerikasaan penunjang dilakukan sesuai dengan bukti-bukti klinik dan indikasi, serta
bila keadaan memungkinkan untuk pemeriksaan penunjang.
Indikasi :
c. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah meliputi, hemoglobin, leukosit, trombosit, hapusan darah tepi,
elektrolit (natrium, kalium, kalsium, magnesium) kadar gula darah, fungsi hati (SGOT,
SGPT, Gamma GT, Alkali Fosfatase), ureum, kreatinin dan lain-lain atas indikasi.
Pemeriksaan cairan serebrospinal,biladicurigai adanya infeksi SSP
Pemeriksaan-pemeriksaan lain dilakukan bila ada indikasi misalnya adanya kelainan
metabolik bawaan.
1. Sinkop
Epilepsi Sinkop
2. Drop Attack
3. Narcolepsi
Narcolepsi merupakan keinginan tidur yang tidak terkendali dan berulang dan
kehilangan tonus otot ekstremitas. Bersifat familial dan penyebabnya tidak diketahui.
4. Kelainan psikiatrik
Serangan nafas terhenti sejenak sering terjadi pada anak, yaitu 4% anak-anak
berusia kurang dari 5 tahun. Mereka membagi Serangan nafas terhenti sejenak menjadi 2
jenis, yaitu jenis sianotik (cyanotic breath-holding spell) dan jenis pucat (pallid breath-
holding spell atau white breath-holding spell).
Serangan nafas terhenti sejenak jenis sianotik timbul karena adanya faktor
pencetus berupa marah, takut, sakit atau frustasi. Biasanya anak menangis kuat sebentar
kemudian menahan nafas panjang dalam ekspirasi, menjadi sianosis, lemas dan tidak
sadar. Pada waktu sianosis kadang-kadang diikuti kekakuan seluruh tubuh sebentar,
kadang-kadang diikuti oleh 2-3 sentakan (jerks), kemudian anak bernafas kembali dan
menjadi sadar. Serangan nafas terhenti sejenak jenis sianotik dengan kekakuan badan dan
sentakan ini juga disebut juga jenis kejang dan kadang-kadang disalah diagnosis sebagai
epilepsi. Terjadinya serangan nafas terhenti sejenak jenis sianotik diduga disebabkan
berkurangnya aliran darah ke otak karena peninggian tekanan dalam rongga dada.
Serangan nafas terhenti sejenak jenis pucat sangat berbeda dengan serangan nafas
terhenti sejenak jenis sianotik. Serangan biasanya timbul karena trauma ringan terutama
benturan pada kepala, anak menjadi frustasi dan marah, kemudian menjadi tidak sadar,
pucat, kaku dan atau opistotonus. Kadang-kadang tidak didahului oleh menangis atau
menangis singkat. Tidak terdapat sianosis, kadang-kadang disertai mata melirik ke bawah
dan sentakan-sentakan anggota gerak (jerking). Hal ini menyebabkan disalah
diagnosissebagai epilepsi. Mekanismenya berbeda dengan serangan nafas terhenti sejenak
sianotik. Terjadinya karena kegagalan sirkulasi yang disebabkan oleh karena asistole.
Asistole disebabkan oleh terangsangnya refleks vagal. Hal ini dapat dibuktikan dengan
melakukan penekanan pada biji mata, maka akan terjadi asistole dan timbullah serangan
serangan nafas terhenti sejenak sianotik. 75% serangan nafas terhenti sejenak timbul pada
umur 6-18 tahun. Serangan pada umur yang lebih muda dapat terjadi, tetapi jarang.
Serangan ini tidak berbahaya, tidak menyebabkan retardasi mental, tidak menyebabkan
epilepsi, dan tidak perlu pengobatan.
6. Tics
1.10. TERAPI
Tujuan Terapi
Tujuan terapi epilepsi adalah tercapainya kualitas hidup optimal untuk pasien,
sesuai dengan perjalanan penyakit epilepsi dan disabilitas fisik maupun mental yang
dimilikinya. Untuk tercapainya tujuan tadi diperlukan beberapa upaya, antara lain :
menghentikan bangkitan, mengurangi frekuensi bangkitan, mencegah timbulnya efek
samping, menurunkan angka kesakitan dan kematian, mencegah timbulnya efek samping
OAE.
Pasien dan atau keluargannya telah diberitahu tentang kemungkinan efek samping
OAE yang akan timbul.
2. Terapi dimulai dengan monoterapi, menggunakan OAE pilihan sesuai dengan jenis
bangkitan dan jenis sindrom epilepsy
3. Pemberian obat dimulai dengan dosis rendah dan dinaikan bertahap sampai dosis
efektif tercapai atau timbul efek samping. Kadar obat dalam plasma ditentukan bila
bangkitan tidak terkontrol dengan dosis efektif.
4. Bila dengan penggunaan dosis maksimum obat pertama tidak dapat megontrol
bangkitan,makaperlu ditambah OAE kedua. Bila OAE telah mencapai kadar tarapi,
maka OAE pertama diturunkan bertahap (tapering off), perlahan-lahan.
5. Penambahan obat ketiga baru dilakukan setelah terbukti bangkitan tidak dapat diatasi
dengan penggunaan dosis maksimal kedua OAE pertama.
Pada pemeriksan CT scan atau MRI otak dijumpai lesi yang berkorelasi dengan
bangkitan, misalnya neoplasma otak, AVM, abses otak, ensefalitis herpes
Pada pemeriksaan neurologik dijumpai kelainan yang mengarah pada adanya kerusakan
otak
Riwayat trauma kepala terutama yang disertai penurunan kesadaran, stroke, infeksi SSP.
1.11. PROGNOSIS
Pada sekitar 70 % kasus epilepsi serangan dapat dicegah dengan obat anti epilepsi,
sedangkan pada 30-50 % pada suatu saat pengobatan dapat dihentikan. Namun prognosis
tergantung dari jenis serangan, usia waktu serangan pertama terjadi, saat dimulai
pengobatan, ada tidaknya kelainan neurologik atau mental dan faktor etiologik. Prognosis
terbaik adalah untuk serangan umum primer seperti kejang tonik klonik dan serangan petit
mal, sedangkan serangan parsial dengan simtomatologi kompleks kurang baik
prognosisnya. Juga serangan epilepsi yang mulai pada waktu bayi dan usia dibawah tiga
tahun prognosisnya relatif buruk.
BAB II
ILUSTRASI KASUS
ANAMNESIS
Keluhan Utama : Kejang berulang .
Kejang berulang sejak 1 hari yang lalu, kejang diawali kaku ± 5 detik diikuti kejang
diseluruh tubuh selama ± 1 menit, frekuensi kejang 5x. Jarak antara kejang +3menit. Di
antara kejang pasien sadar.
Pada saat kejang, kedua mata pasien mengarah ke kanan atas, pasien mengompol dan
mulut pasien pasien mengeluarkan buih.
Pasien tidak sadar saat kejang dan sadar setelah kejang. Setelah kejang pasien merasa
mengantuk dan akan ketiduran.
Nyeri kepala ada.
Kejang dipengaruhi menstruasi dan stress emosional disangkal
Sebelum kejang pasien menyangkal pernah mencium bau-bauan atau mendengar suara-
suara aneh.
Mual (-) Muntah (-)
Demam (-), Kelemahan anggota gerak (-)
BAK dan BAB baik (tidak ada relevansi langsung0
Riwayat trauma kepala sebelumnya di sangkal
Pasien sudah dikenal menderita epilepsi sejak berusia 9 tahun. Control teratur ke Dokter
Spesialis Saraf dan mendapat pengobatan fenitoin, luminal dan clobazam.
Pasien sudah pernah kejang sebelumnya dengan ciri yang sama sejak 19 tahun yang lalu.
Pasien telah mengalami kejang hampir setiap bulan, frekuensi 1-2x/bulan selama 1-2
menit.
PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis :
Nadi : 78 x /menit
Nafas : 18 x /menit
Suhu : 36,5 °C
Status Internus :
Thorak :
Perkusi : Sonor
Perkusi : batas jantung atas RIC II, kanan LSD, kiri 1 jari medial LMCS RIC V.
Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba, defans muscular (-), nyeri tekan (-), nyeri
lepas (-).
Perkusi : Timpani
Jejas :?
Status Neurologis :
o NI : penciuman baik
o N II : Kanan : penglihatan baik
o N III,IV,VI : pupil isokor, bentuk bulat, Ø 3mm / 3mm, gerakan bola mata
kanan
Kanan Kiri
Ekstremitas Inferior
Kanan Kiri
6. Sensorik
a. Eksteroseptif : baik
b. Proprioseptif : baik
7. Fungsi Otonom
BAK : Normal
BAB : Normal
Sekresi Keringat : Normal
8. Refleks
a. Refleks fisiologis : Refleks biceps ++/++
Refleks triceps ++/++
Refleks KPR ++/++
Refleks APR ++/++
b. Refleks patologis : Refleks Hoffman Trommer -/-
Refleks Babinsky -/-
DIAGNOSA KERJA :
PEMERIKSAAN ANJURAN
Laboratorium darah rutin
EEG
Brain CT Scan
TERAPI :
Umum :
Khusus :
PROGNOSIS
BAB III
DISKUSI
Telah dilaporkan seorang pasien wanita berumur 26 tahun dengan diagnosis klinis
Epilepsi grand mal, diagnosis topik intrakranial, dan diagnosis etiologi idiopatik. Diagnosis
ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Dari anamnesis didapatkan keluhan utama Kejang berulang sejak 1 hari yang lalu,. Pasien
tidak sadar saat kejang dan sadar setelah kejang .Setelah kejang pasien merasa mengantuk dan
akan ketiduran. Pasien su dah pernah kejang sebelumnya dengan ciri yang sama sejak 19 tahun
yang lalu. Pasien telah mengalami kejang hampir setiap bulan, frekuensi 1-2x/ bulan selama 1-2
menit.
Dari anamnesa dapat dilihat pola/bentuk bangkitan kejang, lama bangkitan, frekuensi
bangkitan dan factor pencetus. Disini ditegakkan Epilepsi Grandmal karena dari teori serangan
ini dimulai dengan fase tonik selama ±30 detik dan dilanjutkan dengan fase klonik selama ±60
detik, kemudian terjadi fase post iktal selama 15-30 menit. Dan pada epilepsy grand mal tidak
terdapat aura sebelum terjadi kejang, dari diagnosis topic di katakan intrakaranial karena ada
kelainan pada neuron di otak akibat berbagai penyebab. Dan untuk etiologinya didapatkan
simptomatik karena dari anamnesa dikatakan riwayat kelahirannya tidak langsung menangis dan
air ketuban hijau. Ini mendukung kepada teori yang mengatakan gejala timbul akibat dari adanya
kelainan pada jaringan otak yang dapat disebabkan oleh kerusakan otak pada waktu lahir.
Dari anamnesis ditemukan pasien tidak sadar saat kejang karena terputusnya pengiriman
impuls aspesifik ke seluruh korteks serebri akibat perlepasan muatan listrik berlebihan dan
tidakterkendali neuron-neuron di thalamus. Pada pemeriksaan fisik keadaan umum pasien
dengan sadar dan tekanan darah 110/70 mmHg. Pada pemeriksaan status internus dalam batas
normal.
Pada pemeriksaan neurologis didapatkan E4M6V5, tanda ransangan meningeal tidak ada,
peningkatan TIK tidak ada. Pada pemeriksaan Nn Kranialis tidak ditemukan kelainan. Sensorik
baik dan otonom baik. Pada sistem reflek, reflek fisiologis baik dan reflek patologis tidak ada.
Pasien ini dianjurkan untuk pemeriksaan laboratorium darah rutin, EEG, Brain CT-Scan
untuk mendukung penegakkan diagnosis.Tujuan pemeriksaan laboratorium darah rutin adalah
untuk periksa glukosa, kalsium, magnesium, natrium, bilirubin dan ureum dalam darah. Karena
hipoglikemi, hiponatremi, hipomagnesium, hipokalsemi, hipernatremia dan hiperbilirubinemia
ureum memudahkan timbulnya kejang. EEG dilakukan sebagai pemeriksaan penunjang yang
informative bertujuan untuk memastikan diagnosis epilepsy. CT scan bertujuan untuk
menunjukkan kelaianan pada tengkorak dan rongga intrakranium.
Terapi umum yang diberikan pada pasien saat ini adalah dapat menghindari benda-benda
tajam saat akan tiba serangan epilepsi. Terapi khusus antara lain IVFD, Fenitoin 2x 100g
(peroral), Clobazam 2 x 1 tab, Luminal 2 x 2 tab. Fenitoin merupakan golongan hidantoin yang
sering dipakai, berkerja dengan menghambat penjalaran rangsang dari focus kebagian lain otak.
Clobazam adalah golongan benzodiazepine yang bekerja berdasarkan potensiasi inhibisi neuron
dengan asam gamma aminobutirat (GABA) sebagai mediator. Tujuaan nya adalah untuk
mengatasi keadaan asietas dan psikoneurotik yang disertai ansietas. Luminal merupakan
golongan fenobarbital dan bekerja sebagai menghambat kejang dengan meningkatakn respon
terhadap GABA. Toksisitasnya yang relative rendah, murah dan efektif.
DAFTAR PUSTAKA
1. Harsono. Epilepsi. Dalam: Kapita Selekta Neurologi. Gajah Mada University Press,
Yogyakarta, 2003:117-148.
2. Harsono. Buku Ajar Neurologi klinik. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf, Indonesia.
Gajah Mada University Press. Yogyakarta, 2008, hal: 119-150.
3. Marjono M, Sidharta P. Neurologi Klinis Dasar. Dian Rakyat. Jakarta, 2004, hal 439-450.