0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
53 tayangan3 halaman

Tugas Keperawatan Menjelang Ajal Sil.2

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1/ 3

Etik Dalam Perawatan Menjelang Ajal dan Paliatif

A. Kode Etik Keperawatan di Indonesia

Menurut WHO palliative care merupakan pendekatan untuk meningkatkan


kualitas hidup pasien dan keluarga dalam menghadapi masalah yang berkaitan
dengan masalah yang mengancam jiwa, melalui pencegahan dan menghentikan
penderitaan dengan identifikasi dan penilaian dini, penanganan nyeri dan masalah
lainnya, seperti fisik, psikologis, sosial dan spiritual (WHO, 2017). Kode Etik
Keperawatan Paliatif di Indonesia diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI
Nomor: 812/Menkes/SK/VII/2007 Tanggal: 19 Juli 2007 tentang Kebijakan
Perawatan Paliatif yang berisikan :

B. Prinsip dan Azas Etik Keperawatan

C. Informed Consend
Secara etika, usaha untuk melakukan perawatan paliatif adalah perbuatan yang
dinilai baik, asalkan tidak menyimpang dari empat prinsip bioetika. Problem etika
seringkali terjadi pada pasien, tenaga kesehatan yang merawat, dan keluarga
pasien. Pada pasien stadium terminal yang masih kompeten, terjadi beberapa
konflik yang dia hadapi, seperti menolak melakukan pengobatan, sehingga seakan-
akan dirinya melakukan bunuh diri pasif, dimana saat kematiannya ditentukan oleh
pasien itu sendiri. Namun, pasien juga bisa menjadi sangat optimis dalam
pengobatan, dimana pasien rela mencoba berbagai macam pengobatan untuk
menyembuhkan penyakitnya tersebut. Bagi pasien yang tidak kompeten lagi,
masalah yang sering terjadi adalah masalah perwalian dan informed consent dari
keluarga atau wali pasien. Dalam hal ini, apapun yang diputuskan oleh keluarganya
dan apapun yang dilakukan oleh dokternya, haruslah demi kebaikan pasien dan
tidak untuk pihak lain.

Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor: 812/Menkes/SK/VII/2007


mencantumkan Aspek Medikolegal dalam Perawatan Paliatif yang berisikan :

1. Persetujuan tindakan medis/informed consent untuk pasien paliatif.


a) Pasien harus memahami pengertian, tujuan dan pelaksanaan perawatan
paliatif melalui komunikasi yang intensif dan berkesinambungan antara
tim perawatan paliatif dengan pasien dan keluarganya.
b) Pelaksanaan informed consent atau persetujuan tindakan kedokteran pada
dasarnya dilakukan sebagaimana telah diatur dalam peraturan perundang-
undangan.
c) Meskipun pada umumnya hanya tindakan kedokteran (medis) yang
membutuhkan informed consent, tetapi pada perawatan paliatif sebaiknya
setiap tindakan yang berisiko dilakukan informed consent.
d) Baik penerima informasi maupun pemberi persetujuan diutamakan pasien
sendiri apabila ia masih kompeten, dengan saksi anggota keluarga
terdekatnya. Waktu yang cukup agar diberikan kepada pasien untuk
berkomunikasi dengan keluarga terdekatnya. Dalam hal pasien telah tidak
kompeten, maka keluarga terdekatnya melakukannya atas nama pasien.
e) Tim perawatan paliatif sebaiknya mengusahakan untuk memperoleh pesan
atau pernyataan pasien pada saat ia sedang kompeten tentang apa yang
harus atau boleh atau tidak boleh dilakukan terhadapnya apabila
kompetensinya kemudian menurun (advanced directive). Pesan dapat
memuat secara eksplisit tindakan apa yang boleh atau tidak boleh
dilakukan, atau dapat pula hanya menunjuk seseorang yang nantinya akan
mewakilinya dalam membuat keputusan pada saat ia tidak kompeten.
Pernyataan tersebut dibuat tertulis dan akan dijadikan panduan utama bagi
tim perawatan paliatif.
f) Pada keadaan darurat, untuk kepentingan terbaik pasien, tim perawatan
paliatif dapat melakukan tindakan kedokteran yang diperlukan, dan
informasi dapat diberikan pada kesempatan pertama.

2. Resusitasi/Tidak resusitasi pada pasien paliatif


a) Keputusan dilakukan atau tidak dilakukannya tindakan resusitasi dapat
dibuat oleh pasien yang kompeten atau oleh Tim Perawatan paliatif.
b) Informasi tentang hal ini sebaiknya telah diinformasikan pada saat pasien
memasuki atau memulai perawatan paliatif.
c) Pasien yang kompeten memiliki hak untuk tidak menghendaki resusitasi,
sepanjang informasi adekuat yang dibutuhkannya untuk membuat
keputusan telah dipahaminya. Keputusan tersebut dapat diberikan dalam
bentuk pesan (advanced directive) atau dalam informed consent menjelang
ia kehilangan kompetensinya.
d) Keluarga terdekatnya pada dasarnya tidak boleh membuat keputusan tidak
resusitasi, kecuali telah dipesankan dalam advanced directive tertulis.
Namun demikian, dalam keadaan tertentu dan atas pertimbangan tertentu
yang layak dan patut, permintaan tertulis oleh seluruh anggota keluarga
terdekat dapat dimintakan penetapan pengadilan untuk pengesahannya.
e) Tim perawatan paliatif dapat membuat keputusan untuk tidak melakukan
resusitasi sesuai dengan pedoman klinis di bidang ini, yaitu apabila pasien
berada dalam tahap terminal dan tindakan resusitasi diketahui tidak akan
menyembuhkan atau memperbaiki kualitas hidupnya berdasarkan bukti
ilmiah pada saat tersebut.

D. Negligence dan Malpraktik


E. Ethical Decision Making pada Keperawatan
F. Issue-issue Etik pada Keperawatan Paliatif

Daftar Pustaka

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor :


812/Menkes/Sk/Vii/2007 Tentang Kebijakan Perawatan Paliatif Menteri
Kesehatan Republik Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai