Bab I - Bab V
Bab I - Bab V
Bab I - Bab V
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
pulau yang kaya akan hasil alam dan juga tempat wisata yang menarik. Setiap
– masing.
Budaya adalah suatu cara hidup yang dimiliki dan berkembang bersama
yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas,
merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang
dengan akal dan cara hidup yang selalu berubah dan berkembang dari waktu ke
waktu.
1
2
Dalam budaya juga memiliki nilai budaya yang merupakan nilai- nilai
satu dan lainnya sebagai acuan prilaku dan tanggapan atas apa yang akan terjadi
misi, atau sesuatu yang nampak sebagai acuan pokok moto suatu lingkungan
atau organisasi. Sistem nilai budaya, pandangan hidup, dan ideologi. Sistem
budaya merupakan tingkatan tingkat yang paling tinggi dan abstrak dalam adat
istiadat. Hal itu disebabkan karena nilai – nilai budaya itu merupakan konsep –
konsep mengenai apa yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar dari dari
warga suatu masyarakat mengenai apa yang mereka anggap bernilai , berharga,
dan penting dalam hidup, sehingga dapat berfungsi sebagai suatu pedoman yang
memberi arah dan orientasi kepada kehidupan para warga masyarakat itu sendiri.
Nilai – nilai budaya ini bersifat umum, luas dan tak konkret maka nilai –
nilai budaya dalam suatu kebudayaan tidak dapat diganti dengan nilai-nilai
budaya yang lain dalam waktu yang singkat.Dalam masyarakat ada sejumlah
nilai budaya yang satu dan yang lain berkaitan satu sama lain sehingga
merupakan suatu sistem, dan sistem itu sebagai suatu pedoman dari konsep –
konsep ideal dalam kebudayaan memberi pendorong yang kuat terhadap arah
kehidupan masyarakat.
3
terdiri dari konsepsi-konsepsi yang hidup dalam alam fikiran sebahagian besar
warga masyarakat dalam hal-hal yang mereka anggap amat mulia. Sistem nilai
yang ada dalam suatu masyarakat dijadikan orientasi dan rujukan dalam
tersebar dan diwariskan secara turun temurun diantara kolektif macam apa saja
secara tradisional dalam versi yang berbeda-beda, baik dalam bentuk lisan
maupun disertai contoh dengan gerak isyarat atau alat bantu (Danandjaja 1984 :2
Folklor berasal dari kata folk dan lore. Folk diartikan sebagai rakyat, bangsa,
atau kelompok orang yang memiliki ciri pengenal fisik, sosial dan kebudayaan,
sedangkan lore adalah adat serta khasanah pengetahuan yang diwariskan turun
temurun lewat tutur kata, contoh atau perbuatan. Folklor adalah bagian
kebudayaan yang tersebar dan diadatkan turun temurun dengan cara lisan atau
dalam bentuk perbuatan (Sugono, 2003: 169). Folklor bermula dari sebuah pola
menggunakannya. Dalam hal ini, budaya lisan memberi ruang eksistensi folklor
Alan Dundes (dalam Danandjaja, 1997: 1-2) menjelaskan bahwa folk adalah
sehingga dapat dibedakan dari kelompok - kelompok lainnya. Maksud dari lore
adalah tradisi folk yang berarti sebagian kebudayaan yang diwariskan secara
turun-temurun secara lisan atau melalui suatu contoh yang disertai dengan gerak
juga tersebar di antara kolektif macam apa saja, secara tradisional dalam versi
yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai dengan
yang berpola sebagaimana dalam cerita rakyat atau permainan rakyat pada
kehidupan bersama suatu kolektif misalnya cerita rakyat sebagai alat pendidik,
hiburan, protes sosial, dan proyeksi suatu keinginan yang terpendam. Folklor
bersifat pralogis yaitu logika yang khusus dan kadang berbeda dengan logika
umum. Hal tersebut karena folklor sebagai bentuk kebudayaan milik bersama.
Fang (1991: 4) menyebut sastra rakyat (folklor) dengan nama tradisi lisan.
Tradisi lisan ini mencakup suatu bidang yang cukup luas, seperti cerita-cerita,
Sudah jelas dan pasti bahwa budaya atau kebudayaan itu memiliki
salah satu ruang lingkup sejarah. Tanpa ada sejarah budaya atau kebudayaan,
maka kita tidak akan tahu asal atau awal mula muncul dan perkembangannya.
Misalnya saja, sejarah budaya Hindu dan Budha di Indonesia atau sejarah
budaya Islam di Indonesia. Dengan melihat atau membaca sejarah, maka kita
dan budaya atau kebudayaan itu sangat berkaitan dan penting untuk dipelajari
agar kita tahu mana yang benar-benar budaya asli bangsa Indonesia, dan mana
Kata Historis berasal dari bahasa inggris yang dari segi bahasa memiliki
makna “masa lalu manusia”. Sedangkan istilah “sejarah” berasal dari bahasa
arab “syajarah” yang berarti “pohon”. Penggunaan istilah historis karena dalam
ilmu ini berkaitan dengan masa lalu manusia atau kejadian - kejadian yang
meyangkut manusia pada masa silam. Sedangkan secara istilah para ahli berbeda
upaya – upaya mereka sebagai makhluk sosial. Dan juga menurut Roeslan
Abdulgani” ilmu sejarah adalah salah satu cabang ilmu yang meneliti dan
bahwa historis atau sejarah merupakan satu cabang ilmu yang membahas tentang
dengan negeri lainnya, yang biasanya berada di pulau lain dan kadang juga
menganut agama lain di Maluku. Biasanya satu negeri memiliki paling tidak
satu atau dua Pela yang berbeda jenisnya. Sistem perjanjian pela ini
diperkirakan telah dikenal atau telah ada sebagai bagian kearifan lokal
penyerangan bangsa Eropa yang pada waktu itu melakukan upaya monopoli
rempah-rempah.
Pada prinsipnya dikenal tiga jenis Pela yaitu Pela Karas (Keras), Pela
Gandong (Kandung) atau Bongso (Bungsu) dan Pela Tampa Siri (Tempat
Sirih). a) Pela Karas adalah sumpah yang diikrarkan antara dua negeri atau
7
lebih karena terjadinya suatu peristiwa yang sangat penting dan biasanya
yang tidak menentu, atau adanya bantuan-bantuan khusus dari satu negeri
kepada negeri lain. b) Pela Gandong atau Bongso didasarkan pada ikatan darah
atau keturunan untuk menjaga hubungan antara kerabat keluarga yang berada di
negeri atau pulau yang berbeda. c) Pela Tampa Siri diadakan setelah suatu
kembali sehabis suatu insiden kecil atau bila satu negeri telah berjasa kepada
negeri lain. Jenis Pela ini juga biasanya ditetapkan untuk memperlancar
hubungan perdagangan.
Saleman merupakan salah satu contoh dua negeri yang memiliki ikatan pela
parang (Pela Karas), yang terjadi akibat dua Kapitang yang secara tidak
parang, namun antara kedua kapitang tersebut tidak satupun dari mereka yang
mereka bertemu tidak ada yang boleh mengangkat parang kepada satu sama
lain”. Oleh karena itu, antara kedua negeri ini, tidak boleh secara sengaja
maupun tidak sengaja membuat sakit hati satu sama lain, apabila dilanggar maka
penelitian dengan judul Analisis Nilai Budaya Pela antara Negeri Makariki
B. Rumusan Masalah
masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana Nilai Budaya yang terkandung
dalam ikatan Pela antara Negeri Makariki dengan Negeri Saleman, Kabupaten
C. Tujuan Penelitian
untuk mendeskripsikan nilai budaya yang terkandung dalam ikatan Pela antara
Maluku .
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
2. Manfaat Praktis
b. Bagi lembaga penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan rujukan dan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Sastra Lisan
kebudayaan nasional. Selain itu, sastra lisan juga merupakan sastra yang
disampaikan secra lisan dari mulut seorang pencipta atau penyair kepada
kesatuan waktu lebih terbatas dari pada secara tertulis. Lain halnya dengan
hasil kolektif sebuah bangsa yang disebarkan dalam bentuk lisan maupun
10
11
dan dalam turun waktu kurang dari dua generasi, (3) bersifat anonym,
sederhana, spontan, polos, lugu, dan seadanya, (7) terdapat versi-versi yang
berbeda (8) mempunyai fungsi kolektif dan (9) menjadi milik bersama.
perbedaan mendasar Antara sastra lisan dan sastra tertulis adalah (1) bentuk
sastra tulisan disampaikan secara tidak langsung melalui media masa, (2)
perkembangan dan keutuhan sastra lisan tidak stabil sedangkan sastra tulisan
lebih stabil. Dikatakan sastra lisan tidak stabil karena sastra tersebut
disampaikan dari mulut ke mulut (oral), dari satu generasi ke generasi yang
mengalami kelambanan. Jika sastra lisan itu telah dituliskan, naskah itu
hanyalah merupakan catatan dari sastra lisan tersebut, yang mungkin tidak
tercakup pernyataan sastra lisan itu karena esensinya adalah tradisi lisan.
pertanyaan tradisional, puisi rakyat, nyanyian rakyat dan cerita rakyat. Cerita
sastra lisan adalah suatu unsur kebudayaan nasional yang perlu dibina,
nasional. Selain itu, sastra lisan juga merupakan sastra yang disampaikan
secara lisan dari mulut seorang pencipta atau penyair kepada seseorang atau
kebudayaan nasional.
13
dan mistik. Dalam hal pewarisan ini, ada sastra lisan yang agak stabil da
dengan adat istiadat biasanya lebih stabil dari pada karya yang bersifat
perintang rintang waktu. Sastra lisan ada yang disampaikan tanpa bantuan
juga sering disebut sastra generasi, karena muncul dan berkembang ditengah
B. Pengertian Budaya
jamak dari budhi yang berarti budi atau akal. Budaya adalah suatu cara hidup
yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan
dapat lagi dengan mudah berkata bahwa "satu budaya" adalah satu warisan yang
Kebudayaan adalah segala sesuatu yang dimiliki bersama oleh seluru atau
anggota kelompok sosial. Segala sesuatu (moral, hukum dan adat istiadat) yang
coba dialihkan oleh anggota tertua dari sebuah kelompok kepada anggota
sosial, idiologi, religi, dan kesenian, serta benda, yang kesemuanya merupakan
warisan sosial. Jacobs dan Stern, ( dalam Heny dan Alfan 2012:17).
bagi kehidupan manusia dalam bersikap dan berperilaku, baik secara individu
Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama
dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni.
Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri
bahwa budaya itu dipelajari. Dengan demikian budaya dapat diartikan hal-hal
yang bersangkutan dengan akal dan cara hidup yang selalu berubah dan
berkembang dari waktu ke waktu. Ada pendapat lain yang mengupas kata
budaya sebagai suatu perkembangan dari kata majemuk budi-daya yang berarti
interaksi sosial dan semua perilaku ataupun semua produk yang dihasilkan oleh
atau aktivitas manusia serta produk yang dihasilkan manusia dan masyarakat
secara sosial dan bukan sekedar dialihkan secara genetikal. Mitchell ( dalam
bersama oleh para anggota masyarakat, yang jika dilaksanakan oleh para
anggotanya, akan melahirkan perilaku yang dipandang layak dan dapat diterima
2012:17)
terhadap dua pengaruh kuat, yaitu zaman dan alam yang merupakan bukti
yang pada lahirnya bersifat tertib dan damai. Ki Hajar Dewantara ( dalam Heny
bentuk perilaku, kepercayaan, nilai dan simbol-simbol yang mereka terima tanpa
2. wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tidak berpola dari
C. Nilai Budaya
untuk memahami apa yang disebut nilai perbandingan dengan fakta dalam
konteks deskripsi dan pada prinsipnya dapat diterima oleh semua orang. Nilai-
17
nilai ini mencerminkan sikap hidup dan moralitas yang tertanam dalam
Nilai budaya merupakan nilai- nilai yang disepakati dan tertanam dalam
karakteristik tertentu yang dapat dibedakan satu dan lainnya sebagai acuan
prilaku dan tanggapan atas apa yang akan terjadi atau sedang terjadi.
misi, atau sesuatu yang nampak sebagai acuan pokok moto suatu lingkungan
atau organisasi. Sistem nilai budaya, pandangan hidup, dan ideologi. Sistem
budaya merupakan tingkatan tingkat yang paling tinggi dan abstrak dalam adat
istiadat. Hal itu disebabkan karena nilai – nilai budaya itu merupakan konsep –
konsep mengenai apa yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar dari dari
warga suatu masyarakat mengenai apa yang mereka anggap bernilai , berharga,
dan penting dalam hidup, sehingga dapat berfungsi sebagai suatu pedoman yang
memberi arah dan orientasi kepada kehidupan para warga masyarakat itu sendiri.
Nilai – nilai budaya ini bersifat umum, luas dan tak konkret maka nilai –
nilai budaya dalam suatu kebudayaan tidak dapat diganti dengan nilai-nilai
budaya yang lain dalam waktu yang singkat.Dalam masyarakat ada sejumlah
nilai budaya yang satu dan yang lain berkaitan satu sama lain sehingga
merupakan suatu sistem, dan sistem itu sebagai suatu pedoman dari konsep –
18
konsep ideal dalam kebudayaan memberi pendorong yang kuat terhadap arah
kehidupan masyarakat.
konsepsi yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar warga masyarakat
terhadap sesuatu yang dipercayai. Sistem nilai yang ada dalam suatu masyarakat
dijadikan orientasi dan rujukan dalam bertindak. Oleh karena itu, nilai budaya
Ada tiga hal yang terkait dengan nilai budaya itu sendiri, yakni:
tersebut.
dapat hidup tanpa nilai. Nilai membuat suatu sifat atau kualitas menjadi
Sejalan dengan hal ini maka, Mulyana (Feby. 2006:82) mengatakan bahwa nilai
Sastra lisan adalah semua cerita yang sejak awalnya disampaikan secara
lisan, tidak ada naskah tertulis yang dapat dijadikan pegangan. Menurut
19
Atmazaki, sastra lisan adalah sastra yang disampaikan secara lisan dari mulut
dikarenakan adanya kepercayaan terhadap nilai mistik yang dimiliki oleh sastra
lisan tersebut.
Folklor berasal dari kata folk dan lore. Folk diartikan sebagai rakyat,
bangsa, atau kelompok orang yang memiliki ciri pengenal fisik, sosial dan
diwariskan turun temurun lewat tutur kata, contoh atau perbuatan. Folklor adalah
bagian kebudayaan yang tersebar dan diadatkan turun temurun dengan cara lisan
tersebar dan diwariskan secara turun temurun diantara kolektif macam apa saja
secara tradisional dalam versi yang berbeda-beda, baik dalam bentuk lisan
maupun disertai contoh dengan gerak isyarat atau alat bantu ( Danandjaja 1984
:2 ).
ini, budaya lisan memberi ruang eksistensi folklor untuk dapat berkembang di
dari lore adalah tradisi folk yang berarti sebagian kebudayaan yang diwariskan
secara turun-temurun secara lisan atau melalui suatu contoh yang disertai dengan
saja, secara tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan
maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat bantu pengingat
atau fungsi dalam kehidupan bersama suatu kolektif misalnya cerita rakyat
sebagai alat pendidik, hiburan, protes sosial, dan proyeksi suatu keinginan yang
terpendam. Folklor bersifat pralogis yaitu logika yang khusus dan kadang
berbeda dengan logika umum. Hal tersebut karena folklor sebagai bentuk
dengan nama tradisi lisan. Tradisi lisan ini mencakup suatu bidang yang cukup
21
adalah sebagian kebudayaan suatu kolektif yang tersebar dan diwariskan turun-
temurun, diantara kolektif macam apa saja, secara tradisional dalam versi yang
berbeda, baik dalam bentuk tulisan maupun contoh yang disertai dengan gerak
kelompok besar ini antara lain: 1) bahasa rakyat (folk speech) seperti
dan syair, 5) cerita prosa rakyat, seperti mite, legenda dan dongeng, 6)
nyanyian rakyat.
Kelompok ini dibagi menjadi yang material dan yang bukan material.
Bentuk yang material antara lain: arsitektur rakyat (bentuk rumah asli
daerah, bentuk lumbung padi dsb). Kerajinan tangan rakyat, pakaian dan
bahaya di Jawa atau bunyi gendang untuk mengirim berita seperti yang
22).
keberadaan sastra lisan dalam kehidupan masyarakat negeri atau desa tidak
dan dengan sendirinya akan menjadi panutan dari generasi ke gerenasi yang
lainnya.
Istilah “sejarah” berasal dari bahasa Arab, yakni dari kata “syajaratun”
(dibaca” syajarah), yang memiliki arti “pohon kayu”. Pengertian “pohon kayu”
sesuatu hal (peristiwa) dalam suatu kesinambungan (kontinuitas). Selain itu ada
pula peneliti yang menganggap bahwa arti kata “syajarah” tidak sama dengan
kata “sejarah”, sebab sejarah bukan hanya bermakna sebagai “pohon keluarga”
atau asal-usul atau silsilah. Walaupun demikian diakui bahwa ada hubungan
sejarah tertentu berkaitan dengan cerita, silsilah, riwayat dan asal-usul tentang
sangat luas dan beraneka ragam. Keluasan dan keanekaragaman tersebut sama
sejarah.
Kata Historis berasal dari bahasa inggris yang dari segi bahasa memiliki
makna “masa lalu manusia”. Sedangkan istilah “sejarah” berasal dari bahasa
arab “syajarah” yang berarti “pohon”. Penggunaan istilah historis karena dalam
24
ilmu ini berkaitan dengan masa lalu manusia atau kejadian-kejadian yang
science; no less, and no more”. Sejarah itu adalah ilmu, tidak kurang dan tidak
semua kejadian di masa lalu adalah sejarah, sejarah sebagai aktualitas. Daniel
Abdulgani, Ilmu sejarah adalah salah satu cabang ilmu pengetahuan yang
dengan maksud untuk kemudian menilai secara kritis seluruh hasil penelitiannya
dan penentuan keadaan sekarang serta arah proses masa depan. Dari penjelasan
para ahli di atas, dapat kita ambil kesimpulan bahwa historis atau sejarah
merupakan satu cabang ilmu yang membahas tentang catatan masa lalu manusia
25
F. Pengertian Pela
masyarakat Maluku, berupa suatu perjanjian hubungan antara satu negeri dengan
negeri lainnya, yang biasanya berada di pulau lain dan kadang juga menganut
agama lain di Maluku. Biasanya satu negeri memiliki paling tidak satu atau dua
Pela yang berbeda jenisnya. Pela adalah sejarah hidup orang Maluku,
nilai-nilai relasi antar manusia, baik yang diawali dengan atau tanpa ketegangan.
antara seluruh penduduk pribumi dari dua desa atau lebih. Ikatan tersebut telah
ditetapkan oleh para leluhur dalam keadaan yang khusus dan menyertakan hak-
peristiwa besar yang berkaitan dengan perang. (Riry dan Manopo, 2007:174).
Sistem perjanjian pela ini diperkirakan telah dikenal atau telah ada
antar negeri (baik dua negeri atau pun banyak negeri) yang bersangkutan dan
dianggap suci. Ada empat aturan dasar Pela yang umum, yang harus dipatuhi
peperangan dll.)
b. Jika diminta ataupun tidak diminta, maka negeri yang satu yang berpela
dengan negeri yang satunya lagi wajib memberi bantuan kepada negeri
memberi makanan secara sukarela kepadanya dan tamu yang sepela itu
tidak perlu meminta izin untuk membawa pulang apa-apa dari hasil tanah
dianggap sedarah sehingga penduduk dari kedua negeri yang sepela tidak
akan dihukum keras oleh nenek moyang yang mengikrarkan pela itu
berupa kutukan seperti sakit, mati dan kesusahan lain yang ditujukan
27
pezina/pembuat aib.
G. Jenis-Jenis Pela
Pada prinsipnya dikenal tiga jenis Pela yaitu Pela Karas (Keras), Pela
Gandong (Kandung) atau Bongso (Bungsu) dan Pela Tampa Siri (Tempat Sirih).
a. Pela Karas adalah sumpah yang diikrarkan antara dua Negeri (kampung)
atau lebih karena terjadinya suatu peristiwa yang sangat penting dan
b. Pela Gandong atau Bongso didasarkan pada ikatan darah atau keturunan
c. Pela Tampa Siri diadakan setelah suatu peristiwa yang tidak begitu
insiden kecil atau bila satu negeri telah berjasa kepada negeri lain. Jenis
28
perdagangan.
Pela Karas dan Pela Gandong ditetapkan oleh sumpah yang sangat
perjanjian Pela ini. Sumpah dilakukan dengan mencampur tuak dengan darah
yang diambil dari tubuh pemimpin kedua pihak kemudian diminum oleh kedua
persaudaraan itu. Pela Tampa Siri dilakukan tanpa sumpah dengan menukar dan
tolong menolong lebih bersifat sukarela tanpa ada ancaman hukuman nenek
moyang.
upacara bersama yang disebut "panas Pela" antara kedua negeri yang berpela.
Upacara ini dilakukan dengan berkumpul selama satu minggu di salah satu
sumpahnya. Pada umumnya upacara atau gelaran panas pela diramaikan dengan
pertunjukan menyanyi, dansa dan tarian tradisional serta acara lain seperti
makan patita/makan perdamaian. Sistem Pela sampai saat ini masih berperan
29
penting terutama di daerah Maluku Tengah. Karena rasa persatuan dan identitas
(panas Pela) masih sering berlangsung. Sejak Perang Dunia II sejumlah Pela
baru, kebanyakan Pela Tampa Siri ditetapkan sebagian besar antara Negeri-
Negeri Islam dan Kristen sebagai usaha diadakan dengan sadar untuk
menguatkan hubungan antara dua golongan itu. Dapat dikatakan bahwa berkat
sistem Pela itu, pertentangan antara kaum Muslim dan Kristen yang terjadi pada
BAB III
METODE PENELITIAN
1. Jenis Penelitian
Jadi, penelitian ini peneliti mengkaji secara alamiah nilai budaya yang
terkandung dalam budaya pela Antara negeri Makariki dengan Negeri Saleman
2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini berlokasi pada dua negeri adat yakni Negeri Makariki dan
30
31
B. Kehadiran Peneliti
pemahaman dan kepercayaan adanya kesakralan pada data yang berakibat pada
keterbatasan data yang diperoleh. Selain itu, karena data merupakan bagian dari
foklor lisan, maka keabsahan data harus dicek kembali dengan melakukan
sesuatu yang diketahui suatu fakta yang digambarkan melalui angka, symbol, kode dan
lain-lain, Hasan (dalam Mahmud, 2011 : 82). Data dalam penelitian ini adalah cerita
Sumber data adalah subjek tempat asal dapat diperoleh, dapat berupa bahan
pustaka, atau orang (informan atau responden) (dalam Mahmud, 2011 : 59). Sedangkan
sumber data dalam penelitian ini adalah tua-tua adat negeri makariki dan tua-tua adata
negeri saleman yang mengusai dengan jelas cerita pela Antara negeri makariki dengan
negeri saleman terdiri dari 2 orang dari negeri makariki dan 4 orang dari negeri
saleman.
1. Observasi
2. Wawancara
Teknik ini digunakan untuk mewawancarai informan yang tidak lain adalah tokoh
3. Dokumentasi
mendukung hasil penelitian. teknik ini digunakan untuk melengkapi data yang
4. Catatan lapangan
sebelum dianalisis.
E. Instrumen Penelitian
1 Reduksi data
Kegiatan merangkum, memilih hal - hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal
yang penting sehingga dicatat secara teliti dan rinci berasarkan aspek yang telah
ditentukan dalam penelitian ini yakni Nilai Budaya dalam Ikatan Pela Negeri
2 Penyajian data
untuk mengetahui Nilai Budaya dalam Ikatan Pela Negeri Makariki dan Negeri
Saleman.
Langkah ini merupakan kegiatan terakhir dalam menganalisis data kegiatan yang
dilakukan dengan cara penarikan kesimpulan tentang Nilai Budaya dalam Ikatan
G. Keabsahan Data
Agar data yang diteliti memiliki validitas, realibilitas, objektifitas yang tinggi
data. Dalam penelitian ini dilakukan tringulasi teori yaitu membandingkan dan
mengecek kembali derajat suatu informasi yang diperoleh melalui teori yang dikaji.
35
BAB IV
A. Hasil penelitian
1. Hasil obsevasi
Adat adalah aturan, kebiasaan dan hukum yang menuntun dan menguasai
yang merupakan sistem adat desa itu, atau sesuatu kebiasaan tertentu yang
merupakan satu satuan saja dalam system tersebut. Misalnya, kain berkat
dianggap wajib bagi semua anggota masyarakat dan harus dilakukan tepat
menurut cara yang telah ditetapkan. Misalnya, perkawinan antar-pela ada yang
ditabukan. Sanksi yang menunjang adat terbagi dua yakni: sosial dan gaib.
Sanksi sosial adalah ancaman atau desakan pendapat dari masyarakat tentang
suatu peristiwa yang berlawanan dengan adat, sedang gaib adalah yang
2. Hasil wawancara
35
36
dan Pela. Penulisan ini hanya dititikberatkan pada sistem adat Pela. Pela adalah
penduduk pribumi dari dua desa ataua lebih. Ikatan tersebut telah ditetapkan
oleh para leluhur dalam keadaan yang khusus dan menyertakan hak-hak serta
Kailolo, Pulau Haruku, disebut pelaya “sudah atau habis”. Di Amahai, setiap
“semua janji diakhiri”. Menurut streseman, pela dalam bahasa Paulohi di Pulau
Seram berarti membatasi atau merintangi. Suku Naulu sendiri menyebut pela
Terdapat dua jenis pela yang saling berbeda dalam hal eratnya ikatan dan
ketatnya kewajiban serta ancaman hukuman, yakni: a) pela keras atau pela batu
karang atau pela darah. Jenis pela ini ditetapkan melalui sumpah para pemimpin
leluhur dengan cara meminum darah yang diambil dari jari mereka yang
dicampur dengan minuman keras lokal, dari satu gelas setelah ujung-ujung
senjata mereka dicelupkan ke dalam gelas itu. b) pela tempat sirih adalah pela
lunak karena tidak ditetapkan dengan sumpah dan tidak diikatkan dengan
ini disebut dengan nama Makaniki “Katong bakudapa, katong bakumpul baru
tetapi merupakan pendatang dari Pulau Seram yakni: Tihiahy dari Seram Barat,
Watimena dan Wattimuri dari Uweng Makina, Seram Utara, Titihalawa dari
Papua dan Titiheru dari Haruku. Menurut tuturan Amrosila Tihiahy salah satu
Samasuru untuk mencari daerah tempat tinggal yang baru diakibatkan semakin
banyaknya jumlah jiwa dan semin sempitnya lahan untuk ditempati. Negeri
Makariki pertama kali terbentuk oleh 8 Dati dan sekarang telah menjadi 9 Dati
yang terbagi menjadi dua soa. Dua soa tersebut yakni (i) Wanawolo yang terdiri
dari marga Tihiahy, Titihalawa dan Titiheru, (ii) Pipinalo yang terdiri dari
Pela Keras antara Negeri Saleman dan Negeri Makariki tergolong dalam folklor
kolektif apa saja secara tradisional dalam versi yang berbeda-beda baik dalam bentuk
lisan maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau bantu pengingat. (1994:2).
Sejarah hubungan Pela Keras Pela Keras yang terjadi antara Negeri Saleman dan
Negeri Makariki tidak memiliki dokumen tertulis atau arsip yang telah dibukukan
trianggulasi keabsahan data, maka peneliti harus menemui beberapa tokoh adat atau
persaudaraan Negeri Saleman dan Negeri Makariki merupakan salah satu contoh dua
negeri yang memiliki ikatan pela parang (Pela Keras). Ikatan hubungan ini terjdi akibat
perkelahian antara dua Kapitang yang secara tidak disengaja bertemu di dalam hutan.
Mereka berkelahi dengan menggunakan parang, namun tidak ada yang terluka dan
Sejalan dengan tuturan Ambrosius Titiahy, salah seorang tokoh dari Negeri
Saleman menambahkan bahwa kedua kapitan tersebut bertemu pada saat berburu.
(Menurut Mustapa Upuolat selaku ketua Saniri Negeri Saleman, 41 Tahun) Yang
satunya berada di dahan salah satu pohon, sedang yang lainnya sementara mencari
menggunakan parang. Dikarenakan tidak ada yang menang, maka mereka yang saat itu
menggunakan kain sarung untuk menutupi tubuh bagian bawah, bersepakat untuk
masuk dalam salah satu sarung dan bertarung dengan menginjak ibu jari lawan.
Walaupun demikian, tidak ada yang menang atau kalah sehingga merekapun membuat
Menurut Jaelan Makuituin, kapitan dari Negeri Saleman yang bertarung dengan
kapitan dari negeri makariki, yaitu kapitan yang keluar dari mata rumah Aloatuan,
dengan cara setiap mata rumah melakukan musyawarah dan menunjuk salah seorang
39
yang dipandang memiliki jiwa keberanian dan rela berkorban dalam berjuang serta
membela negeri. Kapitan yang keluar dari mata rumah Upuolat adalah kapitang dengan
sebutan Kapitan Kabaresi “ Orang Berani”. Kapitan inilah yang bertempur dengan
dikarenakan sampai saat ini kedua negeri belum pernah membuat ritual Panas Pela.
Namun ada beberapa peristiwa yang memperkuat ikatan ini sebagimana yang dituturkan
1. Saat peristiwa RMS tahun 1950an, ada seorang dari Negeri Saleman yang secara
tidak sengaja mengambil dan memakan buah pisang milik salah seorang keluarga
yang berasal dari Negeri Makariki. Hal ini mengakibatkan tanaman pisang tersebut
Negeri Makariki untuk makan. Sesampai di Negeri Makariki, atas saran Ambrosius
Titiahy, Surya yang merupakan ketua pemuda dari Negeri Saleman menuntun
beberapa temannya memanjat tiga pohon jeruk milik salah seorang warga.
pemilik pohon jeruk tersebut, namun seminggu kemudian ketiga pohon jeruk yang
saat itu sedang sarat buahnya, kering dan tidak pernah berbuah lagi sampai sekarang.
Setelah diketahui penyebab kering (mati) tanaman jeruk tersebut, pemerintah negeri
makariki mulai melakukan rapat dan menyiapkan 100 bibit pohon jeruk yang akan
ditanam bersama oleh pemuda dari Negeri Saleman dan Negeri makariki, dan pada
akhirnya membuahkan hasil yang baik, tanaman tersebut bertumbuh dan terpelihara
dengan baik.
Selain peristiwa-peristiwa tersebut, ada juga semacam aturan yang dibuat yang
berlaku di Negeri Makariki dan Negeri Saleman yakni tentang menggunakan senjata
tajam atau parang. Senjata tajam atau parang yang digunakan oleh masyarakat ke dua
negeri tidak boleh kedapatan digunakan pada saat berada di negeri pela karena bisa
mengakibatkan bencana. Seperti peristiwa yang terjadi ketika salah seorang anak Negeri
Saleman memanjat pohon kelapa di dusun Negeri Makariki. Saat menggunakan parang
untuk memotong rumpun kelapa di atas pohon, dalam waktu selang tiga hari kelapa
jenis tersebut kering dan tidak bertunas lagi sampai sekarang. (Jaelan Makatita selaku
Adapun peristiwa lainnya yang terjadi di Negeri Saleman. Ada seorang guru,
anak Negeri Makariki yang bertugas di salah satu sekolah yang berada di Negeri
Saleman. Saat mengikuti acara syukuran di negeri tersebut, tanpa sadar karena telah
dipengaruhi oleh minuman keras (sopi), guru tersebut mengambil parang dan salawaku
dan menari. Seketika itu juga terjadi Guntur dan hujan lebat sehingga membuat negeri
tersebut bergelinang air hujan (banjir) hebat. Melihat peristiwa tersebut maka salah satu
41
bumbungan rumah dimana acara tersebut berlangsung. Selang beberapa menit, Guntur
dan hujan pun reda. (ambrosius.Titiahy dan Hadir.Upuolat perwakilan dari Negeri
Semua peristiwa ini kemudian menjadi pegangan dan patokan bagi masyarakat
kedua negeri tentang adanya ikatan pela walaupun sampai sekarang, mereka tidak
mengetahui dengan pasti nama kedua kapitan yang mengikat sumpah tersebut.
Merekonstruksi nilai budaya masyarakat adat suatu desa tidaklah cukup hanya
dengan melihat hubungan pela antara desa tersebut dengan desa yang lain tetapi melihat
bagaimana sistem adat atau kebiasaan yang terjadi di dalam kehidupan secara umum.
Oleh karena itu, peneliti juga melihat kebiasaan-kebiasaan lainnya yang terjadi dalam
masyarakat ke dua desa seperti: perilaku saling membantu demi kepentingan bersama,
adat sebagai aturan yang mengikat. Hal ini dapat dilihat dalam aturan hidup masyarakat
seperti, adanya pernikahan yang dilakukan dalam dua prosesi yakni adat dan agama, dan
pelantikan raja.
budaya masyarakat Negeri Saleman dan Negeri Makariki yang didapat dari ikatan pela
Negeri Makariki. Walaupun sampai saat ini belum diadakan panas pela antara
42
menjaga kokohnya ikatan pela. Hal ini dapat dilihat dari sikap hidup saling
2. mempercayai dan menjunjung adat dalam kehidupan sampai saat ini. Hal ini
dapat dilihat dari dilibatkannya kedua negeri dalam ritual-ritual adat yang
3. memegang teguh ikatan janji yang dibuat oleh leluhur dan dijadikan ikatan turun
temurun. Hal ini dapat dilihat dari tidak adanya penggunaan senjata tajam pada
4. menjadi contoh hidup toleransi antar umat beragama di Maluku dan Indonesia
secara umum. Masyarakat Negeri Saleman yang beragama Islam dan Negeri
lunturnya ikatan persaudaraan pela parang yang diikat oleh kedua kapitan yang
B. Pembahasan
a. Nilai-nilai budanya yang terdapat dalam Cerita Pela Negeri Makariki dan
Negeri Saleman
Pela Keras antara Negeri Saleman dan Negeri Makariki tergolong dalam folklor
kolektif apa saja secara tradisional dalam versi yang berbeda-beda baik dalam bentuk
lisan maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau bantu pengingat. (1994:2).
Sejarah hubungan Pela Keras yang terjadi antara Negeri Saleman dan Negeri Makariki
tidak memiliki dokumen tertulis atau arsip yang telah dibukukan sehingga dalam
data, maka peneliti harus menemui beberapa tokoh adat atau tokoh masyarakat yang
Berdasarkan latar belakang dari nilai-nilai yang terkandung dalam ikatan Pela
Manusia sebagai makhuk individu memiliki unsur jasmani dan rohani, unsur
fisik dan psikis, unsur raga dan jiwa. Seseorang dikatakan sebagai manusia
tersebut sudah tidak menyatu lagi maka seseorang tidak disebut sebagai
individu. Dalam diri individu dan unsur jasmani dan rohaninya, atau unsur fisik
Manusia adalah individu yang unik, makhuk yang dapat dipandang dari
berbagai sudut pandang. Adanya manusia yang dikenal sebagai makhuk yang
berfikir, makhuluk yang berbuat, makhluk yang dapat dididik hubungan manusia
44
dengan diri sendiri tergambar dalam beberapa peristiwa kehidupan dalam cerita
a. Nilai kepahlawan
Pahlawan adalah sosok orang biasa yang tidak egois dan berbuat sesuatu
kepahlawanan dalam pela antar negeri makariki dan negeri saleman. Hal ini
“kapitan dari Negeri Saleman yang bertarung dengan Kapitan dari Negeri
Makariki, yaitu kapitan yang keluar dari mata rumah Upuolat, dengan cara
setiap mata rumah melakukan musyawarah dan menunjuk salah seorang
yang dipandang memiliki jiwa keberanian dan rela berkorban dalam
berjuang serta membela negeri. Kapitan yang keluar dari mata rumah
Upuolat adalah kapitan dengan sebutan Kapitan Kabaresi “Orang Berani”.
Kapitan inilah yang bertempur dengan kapitan dari makariki, demi membela
Negerinya.”.
b. Nilai keberanian
Keberanian dalam arah yang benar adalah hal yang mulia. Keberanian
adalah faktor yang terpenting dari semua nilai kebijakan. Pada pengalan teks
45
Pada panggalan teks di atas menunjukan bahwa masyarakat yang pada saat
itu saling mengadu kekuatan antara satu dengan yang lain sehingga
hakekatnya ingin hidup damai dalam komunitas yang harmonis. Untuk itulah
Hal ini di landasi adanya penerapan terhadap nilai-nilai budaya yang berlaku
yang akan dianalisis. Adapun nilai budaya yang terkandung tentang hubungan
“mempercayai dan menjunjung adat dalam kehidupan sampai saat ini. Hal
ini dapat dilihat dari dilibatkannya kedua negeri dalam ritual-ritual adat yang
dilakukan oleh masing-masing negeri”
gotong royong, yang tergambar dalam cerita pela antara Negeri Makariki dan
“Mempercayai dan menjunjung adat dalam kehidupan sampai saat ini. Hal ini
dapat dilihat dari dilibatkannya kedua negeri dalam ritual-ritual adat yang
dilakukan oleh masing-masing negeri”.
Dari cerita di atas, terlihat jelas bahwa negeri makariki saling bergotong
royang untuk membentuk atau membuat sebuah negeri hingga ada sampai saat
ini. Dan juga nilai gotong royong yang diajarkan dalam cerita pela antara
negeri makariki dan negeri saleman oleh ke lima marga, dan sampai saat ini
kedua negeri yaitu makariki dan saleman yang merupakan kebiasaan dalam
47
kehidupan pribadi dan masyarakat secara umum. Hal ini juga di tanamkan
kepada anak cucu negeri sebagaimana yang tersirat dalam cerita di atas.
semesta beserta isinya. Hubungan manusia dengan alam mencerminkan sikap dan
perbuatan manusia dalam usaha untuk mencipkan hubungan timbal balik yang
tercermin dalam cerita pela Antara Negeri Makariki dan Negeri Saleman.
“Saat peristiwa RMS tahun 1950an, ada seorang dari Negeri Saleman yang secara
tidak sengaja memotong dengan parang dan memakan buah pisang milik salah
seorang keluarga yang berasal dari Negeri Makariki. Hal ini mengakibatkan
tanaman pisang tersebut mati dan tidak memiliki tunas lagi sampai sekarang”
“Guru tersebut mengambil parang dan salawaku dan menari. Seketika itu juga
terjadi Guntur dan hujan lebat sehingga membuat negeri tersebut bergelinang air
hujan (banjir) hebat. Melihat peristiwa tersebut maka salah satu tetua adatpun
menyuruhnya melepaskan pakaian dalam dan melemparnya di atas bumbungan
rumah dimana acara tersebut berlangsung. Selang beberapa menit, Guntur dan
hujan pun reda”.
penyatuan dan pemanfaatan isi alam, sebagaimana tergambar yakni : hubungan pela
parang, yang melarang negeri saleman untuk saling menggunakan benda tajam
dalam proses apapun bila berhadapan dengan salah satu pela dari negeri makariki,
Tuhan yang mereka yakini ada di sekitar hidupnya. Pada dasarnya adalah homo
religious, yaitu makhluk beragama. Homo religious adalah tipe manusia yang
hidup dalam satu alam yang sakral, penuh dengan nilai-nilai religious dan dapat
manikmati sakralitas yang ada dan tampak dalam semesta alam materi, alam
rasa bersyukur sebagai ciptaan Tuhan sangat yakni akan kekuasaan-Nya. Oleh
karena itu, digambarkan dalam cerita Negeri Makariki dan Negeri Saleman
tersebut bersyukur kepada Tuhan atas anugrah yang diberikan kepada mereka.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Adat adalah kebiasaan yang diturunkan dari leluhur dan dipercayai atau
mereka. Adat ini menjadi aturan yang tidak tertulis namun mengikat dalam sistem
kehidupan masyarakat adat. Pela adalah salah satu sistem adat yang dimiliki oleh
masyarakat Maluku yang menjadi ciri khas tersendiri karena menjadi salah satu
negeri adat yang berada di Maluku tanpa melihat latarbelakang perbedaan agama,
suku dan ras. Pela ini juga menjadi payung kehidupan masyarakat dalam menjalin
kepentingan orang banyak. Seperti halnya hubungan pela jenis keras antara
Negeri Saleman dan Negeri Makariki. Berada dalam satu Pulau yang sama namun
memiliki petuanan yang berbeda dengan kepercayaan (agama) yang berbeda pula
tidak menjadi alasan terputusnya rantai hubungan persaudaraan yang diikat dahulu
oleh leluhur yang memiliki latarbelakang agama suku (dinamisme dan animisme).
Hal ini menjadi dasar simpulan bahwa adat walaupun telah ada sejak zaman
leluhur masih memiliki peranan yang besar dalam mengatur tata hidup masyarakat
50
50
Makariki yang tercipta pada saat mengangkat sumpah oleh leluhur kedua negeri
untuk menjalin hubungan persaudaraan masih dipercaya sampai saat ini dan
menjadi nilai budaya yang melandasi hubungan persaudaraan ke dua negeri yakni:
Negeri Makariki.
3 memegang teguh ikatan janji yang dibuat oleh leluhur dan dijadikan ikatan turun
temurun
4 menjadi contoh hidup toleransi antar umat beragama di Maluku dan Indonesia
secara umum.
B. Saran
Tak dapat dipungkiri bahwa masyarakat adat saat ini yang mendiami
pranata yang dibawa dari negeri-negeri asal mereka. Oleh karena itu perlu adanya
individualime terhadap suku, ras dan agam tidak melunturkan ikatan adat yang
bersejarah yang berkaitan dengan nilai dan aturan dalam masyarakat adat
51
sehingga generasi muda tetap memiliki nilai-nilai tersebut dalam pola hidup di
jaman sekarang.
dibentuk dari buah budi masyarakat adat dimana ia dibentuk. Budaya bangsa
tercermin dari perilaku yang telah dibentuk tersebut sehingga sebuah Negara
nilai-nilai yang tertanam dalam norma-norma adat yang berlaku. Oleh karenanya
DAFTAR PUSTAKA
Kebudayaan-Ambon
Danandjaja, James. 1984. Folklor Indonesia : Ilmu Gosip, dongeng, dan lain-
Danandjaja, James. 1997. Folklor Indonesia, Ilmu Gosip, Dongeng dan Lain-
Danandjaja, James. 2002. Folklor Indonesia (Ilmu Gosip, Dongeng dan Lain-
Erlangga
Bandung.Pustaka Setia
53
httpxondis.blogspot.co.05/10/2014
Indonesia Press.
hlmn, 1096-1097.
Sugono, Dendy. 2003. Buku Praktis Bahasa Indonesia 2. Jakarta: Pusat Bahasa.
Sugono, Dendy. (ed.). 2005. Buku Praktis Bahasa Indonesia Jilid 1. Jakarta:
Lampiran : I
Maluku Tengah. Tanggal 30 Agustus 2014 negeri ini baru saja menggelar ritual adat
pelantikan raja. Raja Negeri Saleman berasal dari Soa Makuituin yang merupakan
keturunan raja.
Negeri Makariki pertama kali terbentuk di Air Makariki. Dahulu, negeri ini
disebut dengan nama Makaniki “Katong bakudapa, katong bakumpul baru bentuk
negeri”. Masyarakat Negeri Makariki semuanya bukanlah orang asli tetapi merupakan
pendatang dari Pulau Seram yakni: Titiahy dari Seram Barat, Watimena dan Wattimuri
dari Uweng Makina, Seram Utara, Titihalawa dari Papua dan Titiheru dari Haruku.
Menurut tuturan Ambrosius Titiahy salah satu tetua adat Negeri Makariki, mereka
semuanya dioperintahkan oleh Raja Samasuru untuk mencari daerah tempat tinggal
yang baru diakibatkan semakin banyaknya jumlah jiwa dan semin sempitnya lahan
untuk ditempati. Negeri Makariki pertama kali terbentuk oleh 8 Dati dan sekarang telah
menjadi 9 Dati yang terbagi menjadi dua soa. Dua soa tersebut yakni (i) Wanawolo
yang terdiri dari marga Titiali, Titihalawa dan Titiheru, (ii) Pipinalo yang terdiri dari
Pela Keras antara Negeri Saleman dan Negeri Makariki tergolong dalam folklor
kolektif apa saja secara tradisional dalam versi yang berbeda-beda baik dalam bentuk
lisan maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau bantu pengingat. (1994:2).
Sejarah hubungan Pela Keras Pela Keras yang terjadi antara Negeri Saleman dan
Negero Makariki tidak memiliki dokumen tertulis atau arsip yang telah dibukukan
trianggulasi keabsahan data, maka peneliti harus menemui beberapa tokoh adat atau
hubungan persaudaraan Negeri Saleman dan Negeri Makariki merupakan salah satu
contoh dua negeri yang memiliki ikatan pela parang (Pela Keras). Ikatan hubungan ini
terjdi akibat perkelahian antara dua Kapitang yang secara tidak disengaja bertemu di
dalam hutan. Mereka berkelahi dengan menggunakan parang, namun tidak ada yang
terluka dan kalah. Merekapun mengangkat parang dan bersumpah “dimanapun mereka
bertemu tidak ada yang boleh mengangkat parang satu sama lain”.
Menurut Jaelan Makuituin, kapitan dari Negeri Saleman yang bertarung dengan
kapitan dari negeri makariki, yaitu kapitan yang keluar dari mata rumah Upuolat,
dengan cara setiap mata rumah melakukan musyawarah dan menunjuk salah seorang
yang dipandang memiliki jiwa keberanian dan rela berkorban dalam berjuang serta
membela negeri. Kapitan yang keluar dari mata rumah Upuolat adalah kapitang dengan
56
sebutan Kapitan Kabaresi “ Orang Berani”. Kapitan inilah yang bertempur dengan
Sejalan dengan tuturan Ambrosius Titiahy, salah seorang tokoh dari Negeri
Saleman menambahkan bahwa kedua kapitan tersebut bertemu pada saat berburu. Yang
satunya berada di dahan salah satu pohon, sedang yang lainnya sementara mencari
menggunakan parang. Dikarenakan tidak ada yang menang, maka mereka yang saat itu
menggunakan kain sarung untuk menutupi tubuh bagian bawah, bersepakat untuk
masuk dalam salah satu sarung dan bertarung dengan menginjak ibu jari lawan.
Walaupun demikian, tidak ada yang menang atau kalah sehingga merekapun membuat
dikarenakan sampai saat ini kedua negeri belum pernah membuat ritual Panas Pela.
Namun ada beberapa peristiwa yang memperkuat ikatan ini sebagimana yang dituturkan
1. Saat peristiwa RMS tahun 1950an, ada seorang dari Negeri Saleman yang secara
tidak sengaja mengambil dan memakan buah pisang milik salah seorang
keluarga yang berasal dari Negeri Makariki. Hal ini mengakibatkan tanaman
pisang tersebut mati dan tidak memiliki tunas lagi sampai sekarang.
atas saran Ambrosius Titiahy, Surya yang merupakan ketua pemuda dari Negeri
Saleman menuntun beberapa temannya memanjat tiga pohon jeruk milik salah
Permohonan maaf pun disampaikan oleh pemilik pohon jeruk tersebut, namun
semnggu kemudian ketiga pohon jeruk yang saat itu sedang sarat buahnya,
kering dan tidak pernah berbuah lagi sampai sekarang. Setelah diketahui
mulai melakukan rapat dan menyiapkan 100 bibit pohon jeruk yang akan
ditanam bersama oleh pemuda dari Negeri Saleman dan Negeri makariki, dan
pada akhirnya membuahkan hasil yang baik, tanaman tersebut bertumbuh dan
3. Selain peristiwa-peristiwa tersebut, ada juga semacam aturan yang dibuat yang
senjata tajam atau parang. Senjata tajam atau parang yang digunakan oleh
masyarakat ke dua negeri tidak boleh kedapatan digunakan pada saat berada di
negeri pela karena bisa mengakibatkan bencana. Seperti peristiwa yang terjadi
ketika salah seorang anak Neeri Saleman memanjat phon kelapa di dusun Negeri
pohon, dalam waktu selang tiga hari kelapa jenis tersebut kering dan tidak
4. Adapun peristiwa lainnya yang terjadi di Negeri Saleman. Ada seorang guru,
anak Negeri Makariki yang bertugas di salah satu sekolah yang berada di Negeri
Saleman. Saat mengikuti acara syukuran di negeri tersebut, tanpa sadar karena
telah dipengaruhi oleh minuman keras (sopi), guru tersebut mengambil parang
dan salawaku dan menari. Seketika itu juga terjadi Guntur dan hujan lebat
sehingga membuat negeri tersebut bergelinang air hujan (banjir) hebat. Melihat
tersebut berlangsung. Selang beberapa menit, Guntur dan hujan pun reda.
masyarakat kedua negeri tentang adanya ikatan pela walaupun sampai sekarang,
mereka tidak mengetahui dengan pasti nama kedua kapitan yang mengikat sumpah
tersebut.
hanya dengan melihat hubungan pela antara desa tersebut dengan desa yang lain
tetapi melihat bagaimana sistem adat atau kebiasaan yang terjadi di dalam kehidupan
secara umum. Oleh karena itu, peneliti juga melihat kebiasaan-kebiasaan lainnya
yang terjadi dalam masyarakat ke dua desa seperti: perilaku saling membantu demi
masih menghargai kedudukan adat sebagai aturan yang mengikat. Hal ini dapat
dilihat dalam aturan hidup masyarakat seperti, adanya pernikahan yang dilakukan
dalam dua prosesi yakni adat dan agama, dan pelantikan raja.
budaya masyarakat Negeri Saleman dan Negeri Makariki yang didapat dari ikatan
Negeri Makariki. Walaupun sampai saat ini belum diadakan panas pela antara
menjaga kokohnya ikatan pela. Hal ini dapat dilihat dari sikap hidup saling
2 mempercayai dan menjunjung adat dalam kehidupan sampai saat ini. Hal ini
dapat dilihat dari dilibatkannya kedua negeri dalam ritual-ritual adat yang
3 memegang teguh ikatan janji yang dibuat oleh leluhur dan dijadikan ikatan
turun temurun. Hal ini dapat dilihat dari tidak adanya penggunaan senjata tajam
pada saat mengambil ternak ataupun hasil pertanian dari masing-masing negeri.
4 menjadi contoh hidup toleransi antar umat beragama di Maluku dan Indonesia
secara umum. Masyarakat Negeri Saleman yang beragama Islam dan Negeri
lunturnya ikatan persaudaraan pela parang yang diikat oleh kedua kapitan
LAMPIRAN : II
Lampiran : III
DOKUMENTASI PENELITIAN
RIWAYAT HIDUP
Alamat : Makariki, RT X
NPM : 12388201130100
Pekerjaan : Mahasiswa
Jenjang Pendidikan :
Analisis Nilai Budaya Pela Antara Negeri Makariki Dengan Negeri Saleman Kabupaten
Maluku Tengah, Provinsi Maluku