0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
131 tayangan17 halaman

BLW

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1/ 17

BAB I

PENDAHULUAN

Usia 0-24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat,

sehingga kerap diistilahkan sebagai periode emas sekaligus periode kritis. Periode

emas dapat diwujudkan apabila pada masa ini bayi dan anak memperoleh asupan gizi

yang sesuai untuk tumbuh kembang optimal. Sebaliknya apabila bayi dan anak pada

masa ini tidak memperoleh makanan sesuai kebutuhan gizinya, maka periode emas

akan berubah menjadi periode kritis yang akan mengganggu tumbuh kembang bayi

dan anak, baik pada saat ini maupun masa selanjutnya.Untuk mencapai tumbuh

kembang optimal.1

Menurut Global Strategy for Infant and Young Child Feeding (GSIYCF),

WHO/UNICEF merekomendasikan empat hal penting yang harus dilakukan yaitu;

pertama memberikan air susu ibu kepada bayi segera dalam waktu 30 menit setelah

bayi lahir, kedua memberikan hanya air susu ibu (ASI) saja atau pemberian ASI

secara eksklusif sejak lahir sampai bayi berusia 6 bulan, ketiga memberikan makanan

pendamping air susu ibu (MP-ASI) sejak bayi berusia 6 bulan sampai 24 bulan, dan

keempat meneruskan pemberian ASI sampai anak berusia 24 bulan atau lebih.1,2

Makanan Pendamping ASI/ MP-ASI adalah makanan atau minuman selain ASI

yang mengandung nutrient yang diberikan kepada bayi selama periode pemberian

makanan peralihan (complementary feeding ) yaitu pada saat makanan/ minuman lain
diberikan bersama pemberian ASI. World Health Organization (WHO) menyarankan

pemberian makanan pendamping ASI (MPASI) dimulai paling lambat saat bayi

berusia 6 bulan (timely), dengan memperhatikan kecukupan zat gizi pada MPASI

(adequate),aman dan higienis dalam penyiapan dan pemberian (safe), dan diberikan

secara responsif (responsive feeding).1,3

Beberapa bulan terakhir, para orangtua mengenal metode pemberian MPASI

alternatif yang banyak disebut-sebut di media sosial, yaitu baby-led weaning (BLW).

Sehingga tidak sedikit orangtua yang menjadi bingung memilih metode pemberian

MPASI yang mana yang paling baik untuk sang buah hati.3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi MP-ASI
Makanan Pendamping ASI/ MP-ASI adalah makanan atau minuman selain ASI yang

mengandung nutrient yang diberikan kepada bayi selama periode pemberian makanan

peralihan (complementary feeding) yaitu pada saat makanan/ minuman lain diberikan

bersama pemberian ASI.4


Periode peralihan dari ASI eksklusif ke makanan keluarga dikenal pula sebagai

masa penyapihan (weaning) yang merupakan suatu proses dimulainya pemberian

makanan khusus selain ASI secara bertahap jenis, jumlah, frekuensi maupun tekstur dan

konsistensinya sampai seluruh kebutuhan nutrisi anak dipenuhi oleh makanan keluarga. 4
Menurut WHO tahun 2009, complementary feeding adalah suatu proses ketika ASI

tidak lagi cukup untuk memenuhi kebutuhan nutrisi bayi, sehingga dibutuhkan makanan

lain yang diberikan bersamaan ASI.5


World Health Organization (WHO) menyarankan pemberian makanan

pendamping ASI (MPASI) dimulai paling lambat saat bayi berusia 6 bulan (timely),

dengan memperhatikan kecukupan zat gizi pada MPASI (adequate),aman dan

higienis dalam penyiapan dan pemberian (safe), dan diberikan secara responsif

(responsive feeding). Beberapa bulan terakhir, para orangtua mengenal metode

pemberian MPASI alternatif yang banyak disebut-sebut di media sosial, yaitu baby-

led weaning (BLW). Sehingga tidak sedikit orangtua yang menjadi bingung memilih

metode pemberian MPASI yang mana yang paling baik untuk sang buah hati. 3
B. Definisi Baby Led Weaning
Berbeda dengan pendekatan “tradisional” yang biasa dilakukan pada bayi

dalam memperkenalkan MPASI, Baby-Led Weaning (LBW) adalah metode


memperkenalkan MPASI dengan membiarkan bayi memilih sendiri semua

makanannya (baby-led = dipimpin oleh bayi) sejak awal pemberian MPASI.

Walaupun sesungguhnya pada praktik pemberian makan yang tradisional

memfasilitasi bayi untuk memilih sendiri makanannya juga dilakukan, tetapi

tidak untuk semua jenis makanan dan umumnya tidak dilakukan sejak awal

periode perkenalan MPASI.3


Metode BLW diperkenalkan oleh Rapley dan Markett pada tahun 2005

setelah buku mereka yang berjudul Baby Led Weaning: Essential Guide to

Introducing Solid Foods and Helping your Baby to Grow Up a Happy and

Confident Eater dipublikasi. Mereka menyarankan bayi diberi “finger food”,

yaitu makanan yang dapat dipegang oleh bayi, sejak bayi berusia 6 bulan,

tanpa melalui tahap pemberian makanan berkonsistensi lunak (bentuk puree

atau lumat). Orangtua menentukan apa yang ditawarkan untuk dimakan, tetapi

bayi yang menentukan apa yang akan mereka pilih, berapa banyak, dan

seberapa cepat menghabiskan.6


Definisi menurut Brown dkk dari UK menggunakan BLW dengan definisi

yang berbeda, yaitu dengan mengestimasi proporsi makanan yang disediakan

sebagai puree atau spoon-fed. Masih belum jelas apakah “true” BLW masih

memperbolehkan penggunaan spoon-fed atau puree kurang dari 10% atau

definisi yang lebih ketat lagi yaitu hanya finger food yang disediakan.7

BLW memiliki 2 fase, yaitu penyiapan BLW dari lahir hingga usia 6

bulan, kemudian diikuti dengan implementasi BLW dari usia 6 bulan. selama
periode penyiapan, bayi mendapatkan ASI eksklusif (walapun susu formula

atau mixed feeding juga diperkenankan) dan orang tua menunggu anak hingga

memperlihatkan tanda perkembangan kesiapan self-feed pada usia 6 bulan.

Penelitian pertama mengenai BLW merupakan suatu penelitian observasional

yang sangat kecil yang melibatkan 5 bayi yang merespon potongan makanan

yang dapat digenggam saat mereka mengikuti makan bersama keluarga.

Penelitian yang tidak terpublikasi ini menyimpulkan bahwa bayi yang berusia

6 bulan membutuhkan kemampuan motorik untuk menggenggam potongan

makanannya sendiri dan peneliti menyimpulkan bahwa sebagai pengganti dari

cara orang tua menyuapi makanan kepada bayinya, orang tua seharusnya

mengijinkan anaknya memakan makanannya sendiri.8

C. Waktu memulai BLW


Implementasi BLW dimulai saat bayi berusia 6 bulan, dimana ketika saat itu

bayi sudah memiliki kemampuan untuk duduk tegak saat makan atau dengan

sedikit topangan, meraih makanan, menggenggam makanan dan memasukkan

makanannya ke dalam mulut. WHO menekankan pemberian Complementary

feeding seharusnya dimulai saat usia 6 bulan ( 180 hari) dengan memeperhatikan

keamanan, kecukupan, frekuensi, jumlah dan konsistensi. Sebelum tahun 2002,

Rekomendasi ini berubah sejak tahun 2002, dimana sebelum tahun teresbut

WHO masih merekomendasikan pemberian complementary feeding usia 4 bulan.

Terdapat beberapa penelitian yang mengamati tentang berbagai fakto risiko yang

mempengaruhi pemberian MP ASI sebelum usia 4 tahun dan setelah 4 tahun.


Faktor risiko tersebut dibagi berdasarkan variabel ibu dan variabel bayi. Yang

termasuk variabel ibu antara lain : usia, pendidikan, suku, durasi yang pendek

dalam memberi ASI, status sosioekonomi, BMI, paritas, psikologi dan merokok.

Sedangkan variabel bayi antara lain : predisposisi alergi, berat lahir, jenis

kelamin, dan temperamen.3,8


Selain kemampuan motorik yang dibutuhkan dalam implementasi BLW,

seorang bayi juga harus memiliki stamina fisik dan ketertarikan dalam

mengkonsumsi sejumlah energi untuk menjaga kebutuhan mereka demi

ketercapaian pertumbuhan yang cepat. Jika tidak, maka mereka berisiko tidak

mendapatkan asupan nutrien dan energi yang cukup, dan selanjutnya akan terjadi

gagal tumbuh. Beberapa literatur mengemukakan terdapat beberapa alasan

(organik dan non organik) dalam gagal tumbuh, tapi masalah yang berhubungan

dengan fungsi oral dan motorik ditemukan sebagai faktor yang berkontribusi

terhadap masalah ini. Risiko gagal tumbuh pada seorang bayi lebih besar pada

bayi yang kemampuan makan sendiri-nya kurang optimal dibandingkan bayi

yang dapat makan sendiri tanpa bantuan orang tuanya. Dalam suatu penelitian

pada tahun 2011 disimpulkan bahwa anak yang menderita gagal tumbuh mulai

makan “finger food” pada usia 7,2 bulan, dibandingan dengan kontrol (6,1

bulan). Gagal tumbuh dapat disebabkan karena terlambatnya memperkenalkan

transisi ke ”finger food”, atau under nutrisi dapat meneyebabkan keterlambatan

perkembangan dan kurangnya energi untuk makan sendiri. Anak yang terlambat

dalam memiliki kemampuan meraih makanan juga akan terlambat dalam


mencapai milestone perkembangannya. BLW dapat menjadi pilihan bagi

sebagian besar bayi namun dapat menyebabkan masalah nutrisi pada bayi yang

relatif mengalami keterlambatan perkembangan.10


D. Manfaat BLW

Para pendukung BLW berpendapat bahwa BLW setara dengan karakteristik


seorang bayi yang menyusu langsung kepada ibunya, dimana bayi tersebut lebih
memiliki kemampuan mengatur dirinya sendiri dalam mendapatkan susu selama dan
sesering yang dimaunya, berkebalikan dengan bayi yang ditawarkan sejumlah susu
dalam botol oleh pengasuhnya, dan mereka termasuk partisipan yang pasif.8
Baby-lead weaning memberikan implikasi terhadap perkembangan regulasi
diri dan mencegah obesitas. Pendekatan BLW memberikan cara makan yang
responsif. Pada metode BLW, orang tua menyediakan makanan, namun bayi tetap
mengontrol apa yang akan mereka makan dan seberapa banyak mereka makan dan
anak tidak akan cepat-cepat atau terpaksa dalam memakan makanannya. Cara makan
yang nonresponsif akan mengesampingkan rasa lapar internal dan regulasi kepuasan
sehingga dapat menyebabkan anak kehilangan kemampuan untuk merespon dengan
tepat sinyal rasa lapar milik mereka sendiri. Suatu tinjauan medis baru-baru ini
mengenai perkembangan kebiasaan makan yang sehat pada awal kehidupan
menyimpulkan bahwa cara makan yang responsif adalah suatu praktek yang paling
penting dalam mendorong kebiasaan makan yang sehat dan harus dipertimbangkan
oleh orang tua untuk mengurangi risiko obesitas pada anaknya. Brown dan Lee pada
tahun 2011 mengadakan penelitian dan menemukan bahwa ibu yang menerapkan
BLW lebih kecil kemungkinannya memaksa anaknya untuk makan dan membatas
makanannya dibandingkan orang tua yang menggunakan metode makan
konvensional.8,9 Dalam suatu penelitian di Nottingham pada tahun 2012 yang
membandingkan antara BLW dan metode konvensional disimpulkan bahwa bayi yang
menggunakan metode BLW memiliki BMI yang lebih rendah dan akan memilih
makanan yang lebih sehat seperti karbohidrat. Hal ini berimpilikasi terhadap
berkurangnya risiko obesitas di kemudian hari.11
Dalam suatu penelitian belah lintang terhadap 51 bayi berusia 6-8 bulan di
New Zealand pada tahun 2016 ditemukan hasil bahwa bayi yang menggunakan
metode BLW memiliki asupan energi yang sama dengan bayi yang menggunakan
metode konvensional namun mendapatkan lemak dan lemak jenuh yang lebh tinggi,
serta mendapatkan asupan besi, zinc dan vitamin B12 yang lebih rendah.
E. Resiko Tersedak pada metode BLW
Risiko tersedak antara metode BLW dan metode konvensional adalah sama. Hal
ini serupa dengan yang diteliti oleh Fangupo dkk, dimana tidak ada perbedaan
mengenai risiko tersedak antara bayi dengan metode BLW dan bayi dengan metode
konvensional.12,13 Terdapat beberapa pesan penting dalam meminimalisir risiko
tersedak, antara lain : 13,14
1. Selalu pastikan anak sudah mampu duduk tegak saat makan, atau sedikit
topangan. Prinsip ini sebenarnya juga berlaku untuk spoon-feeding. Duduk
tegak membuat bayi bisa mencerna akanan dengan baik, selain untuk bisa
membiasakan cara makan yang benar sejak dini. Pilihannya, bisa dengan
mendudukkan anak di kursi maka atau memangkunya dengan posisi tegak.
2. Cicipi dulu makannan yang disajikan. Testurnya harus cukup empuk, sehingga
mudah dikunyah dengan gusi. Selain itu tekstur yang empukjuga membuat
makanan mudah dihancurkan dengan lidah di langit-langit mulut anak.
Sebagai tambahan, proses mencicipi ini juga perlu untuk mengetahui apakah
suhu makanan sudah hangat atau masih panas.
3. Pastikan ukuran makanan sesuai dengan genggaman tangan anak. Bagi bayi
berusia 6 bulan, ukuran yang sesuai adalah seukuran jari orang dewasa.
Artinya ada “ruang” baginya untuk menggenggam makanan, dan makanan
tersebut tidak langsung habis jika ia memasukkan sebagian ke mulutnya. Bayi
usai enam atau tujuh bulan secara normal akan menggerogoti atau mengunyah
bagian makanan yang keluar dari kepalannya. Sekitar usai delapan bulan, bayi
akan bisa mengambil makanan yanga “masuk”dalam kepalannya. Ia lebih
dapat menangani potongan makanan yang lebih kecil dan bentuk yang tidak
beraturan.
4. Hindari makanan yang mudah hancur menjadi remah-remah begitu masuk
mulut atau terlalu lunak. Maka, pilih sayur atau buah yang benar-benar pas
kematangannya. Jangan terlalu lembek atau juga terlalu keras.
5. Pastikan anak tidak makan sendiri, oleh karena itu anak harus selalu
didampingi oleh orang tua. Hal ini dilakukan untuk mengindari risiko
tersedak.
6. Biarkan anak memasukkan sendiri makanana ke dalam mulutnya. Anak harus
makan dengan kecepatan dan kontrolnya sendiri. Waktu makan dianggap
sebagai waktu bermain pada awalnya. Jadi, bukanlah semata makan, tetapi
biarkan anak belajar dan bereksperimen. Pada awalnya anak tidak akan
banyak memasukkan makanan, namun orang tua harus memberi ruang untuk
mencoba memasukkan makanannnya sendiri ke dalam mulutnya, sampai
lambat laun anak akan mampu mengendalikan makanan itu dengan baik.
Makanan yang dihindari ketika memperkenalkan makanan padat ke bayi antara
lain : 13,14
1. Makanan yang tidak bisa dihancurkan di langit-langit mulut dengan lidah
karena beresiko membuat anak tersedak.
2. Makanan yang sangat kecil, seperti kacang, anggur dan buah-buahan berbiji,
kecuali jika kita telah mengeluarkan bijinya. Anggur sendiri bisa diberikan
pada bayi yang lebih besar, jika keterampilan pincer-nya telah lancar. Dengan
catatan, biji anggur dibuang dan anggur dibelah menjadi 2 sehingga
meminimalisir risiko tersedak dan lebih mudah dipegang.
3. Sayuran mentah
4. Apel (sekalipun sudah diiris) dan juga buah yang keras
5. Jeruk, kecuali telah dikupas masing-masing kulit dalamnya, dan hilangkan
bijinya
6. Kacang-kacangan utuh, sementara selai kacang dapat diberikan pada adank
dengan memperhatikan riawayat alergi apda keluarga
7. Popcorn, yang bentuknya kecil dan kadang belum tentu biji jagungnya
matang sempurna. Biji jagung yang eblum matang sempurna, selian keras,
bentuknya juga kecil sehingga khawatir anak tersedak
8. Makanan yang diiris berbentuk koin, misalnya wortel yang diiris bulat atau
sosis. Jika ingin memberi wortel, lebih baik diiris memanjang seperti jari,
sehingga mudah digenggam anak. Sementara sosis, selai karena bentuknya
berupa makanann olahan, irisan koin juga menyulitkan anak untuk
menggemgam dan mengunyahnya dengan baik.
Dalam suatu penelitian analisis pada tahun 2012 yang meneliti mengenai
pengetahuan ibu dan praktisi kesehatan mengenai BLW, didapatkan bahwa praktisi
kesehatan memiliki sedikit pengalaman mengenai BLW dan pertimbangan utamanya
adalah kemungkinan risiko tersedak yang lebih besar, defisiensi besi dan asupan
energi yang kurang. Hal ini berimpilkasi terhadap jadinya gagal tumbuh, dimana
energi yang didapat dari makanan yang ditawarkan dalam BLW adalah rendah (bayi
BLW hanya menerima buah dan sayur karena makanan ini mudah digenggam).
Walaupun mereka juga mengetahui beberapa keuntungan dari BLW yaitu lebih
besarnya kesempatan bertemu saat makan keluarga, lebih sedikitnya “pertengkaran”
saat makan, memberi efek positif terhadap perilaku makan, lebih memberikan
kenyamanan pada bayi dan keuntungan dalam perkembangan anak. Namun banyak
praktisi menolak rekomendasi BLW karena adanya risiko tersedak pada bayi.
Sebaliknya, ibu yang menggunakan metode BLW tidak memiliki pertimbangan
terhadap hal tersebut. Mereka berpikir bahwa BLW lebih sehat, lebih membuat
nyaman bayi dan mengurangi tingkat stres dalam memperkenalkan makanan
pelengkap ASI kepada bayinya dan merekomendasikan metode BLW ini ke ibu
lainnya. Walaupun demikian angka kejadian tersedak yang dilaporkan adalah sebesar
30%, namun kejadian tersedak ini dapat ditangani sendiri oleh bayi dengan cara
mengeluarkan makanan melalui batuk dan ibu tidak sampai melakukan pertolongan
pertama. Kesulitan terbesar dalam mengumpulkan data mengenai angka kejadian
tersedak adalah kemampuan orang tua dalam membedakan antara tersedak dan
sendawa (kejadian yang lebih sering terjadi). 15
Studi BLISS (Baby-Led Introduction to SolidS, 2015) mencoba mengurangi
risiko tersedak dengan melakukan modifikasi terhadap metode BLW, yaitu dengan
tetap mengikuti aturan umum pemberian makan. BLISS dibuat oleh karena 3
pertimbangan utama dari para klinisi, ibu dan peneliti :16
1. Meningkatnya risiko tersedak, karena finger food ditawarkan pada metode
BLW diberikan pada usia yang masih sangat muda dibandingkan metode
konvensional.
2. Meningkatnya risiko defisiensi besi, karena makanan yang difortifikasi besi
yang sering diberi dalam bentuk “baby rice” dan ditujukan dalam
pemberian mengguankan sendok
3. Meningkatnya risiko gagal tumbuh karena bayi mendapat makanan yang
mudah digenggam namun energinya rendah seperti buah dan sayur sebagai
dasar dari makanan bayi
Karakteristik dasar dari BLISS antara lain : 16
1. Menawarkan makanan yang dapat digenggam dan dimakan sendiri oleh bayi
2. Menawarkan makanan yang mengandung besi yang tinggi setiap makan
3. Menawarkan makanan yang mengandung energi yang tinggi setiap makan
4. Menawarkan makanan yang disiapkan sesuai dengan umur bayi untuk
mengurangi risiko tersedak dan menghindari memberikan makanan yang
menyebabkan risiko tinggi tersedak
Rekomendasi BLISS dibawah ini bertujuan untuk mengurangi asupan rendah
besi, rendah energi dan risiko tersedak : 16
1. Meningkatkan asupan makanan kaya besi :
a. Menganjurkan memberikan makanan kaya besi setiap makan
b. Memberikan ide untuk meningkatkan kandungan besi dalam makanan
(misalnya menambahkan bubur bayi yang terfortifikasi besi ketika
memanggang kue)
c. Memberikan resep dan ide makanan yang mengandung besi tinggi
( misalnya daging merah yang kandungan besi total dan besi heme nya
tinggi, dan daging/ikan/unggas yang meningkatkan absorbsi besi non-
heme)
d. Menyarankan pemberian complementary feeding pada saat bayi berusia 6
bulan
2. Mengurangi risiko gagal tumbuh yang disebabkan karena memakan makanan
dengan kandungan energi yang rendah :
a. Menganjurkan untuk menawarkan berbagai makanan, paling sedikit satu
jenis makanan energi tinggi pada setiap makan
b. Memberikan resep dan ide makanan yang mengandung energi tinggi dan
dapat dimakan sendiri oleh bayi
c. Menganjurkan untuk mempraktekan “responsive feeding”, memastikan
bahwa lingkungan makan menyenangkan dengan gangguan yang sedikit
( misalnya tidak menyalakan televisi), pengasuh memberi perhatian
terhadap tanda lapar dan tanda kenyang pada bayi, dan pengasuh
merespon hal tersebut dengan tepat
d. Menganjurkan untuk menawarkan makanan yang “mudah” dan minum
susu lebih sering ketika anak sakit dan selama masa pemulihan.
3. Mengurangi risiko tersedak :
a. Menyarankan untuk mencoba makanan sebelum diberikan pada bayi dan
memastikan konsistensinya cukup empuk.
b. Menyediakan daftar makanan tertentu yang ahrus dihindari (misalnya apel
mentah)
c. Menyarankan untuk menghindari : makanan yang membentuk remah-
remah, makanan yang keras, makanan yang kecil, makanan yang
berbentuk koin
d. Mengedukasi keamanan dalam makanan, termasuk bagaiamana
membedakan antara tersedak dan sendawa, dan apa yang harus dilakukan
saat anak tersedak.

F. Jenis makanan yang diberikan pada BLW

Daftar makanan sesuai rekomendasi BLISS :16


1. Makanan yang mengandung kaya besi
a. Daging sapi
b. Daging ayam
c. Ikan
d. Ham
e. Domba
f. Hati sapi
g. Sosis
h. Sereal bayi yang terfortifiksai bayi
i. Buncis matang
2. Makanan yang mengandung kaya energi
a. Semua makanan kecuali buah dan sayur, biskuit beras, dan sop bening
b. Buah yang mengandung energi tinggi : alpukat dan pisang
c. Sayuran yang mengandung energi tinggi : labu, kentang dan kumara
(kentang manis)
3. Makanan yang harus dihindari karena memiliki risiko tinggi tersedak :
a. Sayuran mentah (misalnya wortel, seledri, daun salada)
b. Apel mentah
c. Biskuit beras, keripik kentang, keripik jagung
d. Kacang utuh
e. Buah yang dikeringkan (kismis, berry kering)
f. Ceri, anggur, berry, tomat ceri
g. Kacang polong, jagung
h. Permen
Hasil dari penelitian BLISS ini adalah bahwa asupan besi yang diberikan oleh
ibu kepada bayi yang menerapkan BLW termodifikasi adalah lebih tinggi
dibandingkan kelompok BLW murni, namun asupan energi lebih tinggi pada BLW
termodifikasi namun tidak signifikan antara kedua kelompok, begitu pula risiko
tersedak tidak ada perbedaan antara kedua kelompok. 16
Pada BLW,bayi ditawarkan beberapa potong makanan dalam ukuran dan bentuk
tertentu yang dapat diambil dan dimakan oleh mereka sendiri, secara khusus dikenal
dengan “stick shaped”. Orang tua menentukan apa saja yang ditawarkan namun bayi
yang menentukan apa saja yang akan mereka makan (dari pilihan yang ditawarkan),
seberapa banyak dan seberapa cepat. Banyak perdebatan mengenai metode BLW
sebagai metode pemberian ASI pertama. Bayi yang mendapat BLW berisiko
mengalami kekurangan nutrisi karena bayi yang menentukan jenis makanan yang
dihabiskan dan berapa banyak. Seringkali apa yang dipilih bayi tersebut tidak dapat
memenuhi kebutuhan karbohidrat, protein, lemak, serta zat gizi mikro terutama zat
besi. Sebagian beranggapan bahwa metode BLW mendorong bayi untuk menerima
berbagai macam tekstur dan rasa makanan sehingga lebih mudah menerima makan
“sehat” seperti sayur-sayuran. Ada pula anggapan bahwa metode BLW berdampak
pada kemampuan bayi mengatur rasa lapar dan mencegah obesitas. Namun hal ini
tidak terbukti berdasarkan studi terbaru oleh Taylor (2017) yang menemukan bahwa
bayi yang menjalani metode BLW memiliki indeks massa tubuh yang sama dengan
bayi yang diberi MPASI secara konvensional. Hampir semua makanan yang pada
umumnya ditawarkan melalui metode konvensional (spoon-fed) dapat disajikan
dalam metode BLW, walaupun kecil kemungkinannya sereal bayi daat ditawarkan
karena tidak dapat dengan mudah digenggam oleh tangan. Ada beberapa contoh
makanan yang dapat disajikan dengan pilihan BLW. 8
Tabel 1. Contoh makanan yang dapat disajikan dengan metode konvensional dan
metode BLW 8

BAB III
PENUTUP

Sebagai kesimpulan, metode BLW saat ini masih menimbulkan kontroversi dan
belum dapat dibuktikan sebagai metode pemberian MPASI yang aman dan lebih
superior dibandingkan metode pemberian MPASI yang dianjurkan WHO. Masih
banyak hal yang harus diperhatikan dengan cermat sehingga metode BLW ini masih
belum dianjurkan untuk diterapkan.
Keputusan penerapan metode MP ASI anak berada di tangan orang tua.
Sebaiknya orang tua berkonsulatsi kepada dokter anak untuk memberikan MP ASI
yang tepat untuk anaknya, terutama jika anak mengalami masalah keterlambatan
perkembangan yang mempengaruhi kemampuan motoriknya termasuk kemampuan
mengunyah dan menelan, riwayat lahir prematur, kondisi sakit, atau adanya riwayat
alergi makanan. Riwayat kesehatan yang berbeda-beda membutuhkan penanganan
dan penerapan metode MP ASI yang berbeda pula. Beberapa orang tua ada yang
mulai memperkenalkan meetode BLW di awal MP ASI dan mengkombinasikannya
dengan spoon feeding untuk memastikan anaknya mendapat nutrisi cukup dengan
tetap memberikan ruang eksplorasi yang luas bagi anak untuk belajar termasuk
belajar makan.
Apapun metode MP ASI yang diberikan kepada anak, kesiapan anak untuk
makan mempengaruhi susksesnya pemberian MP ASI. Pemberian makan juga
sebaiknya dibatasi dalam 30 menit. Hal tersebut dilakukan untuk membantu anak
disiplin saat makan, berkonsentrasi mengunyah dan menelan tanpa dialihkan
perhatiannya pada hal lain, sehingga mengurangi kemungkinan anak mengemut
makanan, serta membantu anak mengenali rasa kenyang. Terkait hal ini, dapat
dilakukan pendekatan responsive feeding, yang bisa dilaksanakan dengan metode
spoon feeding maupun BLW. Responsive feeding adalah pendekatan pemberian
makanan dengan mengenali tanda-tanda kapan anak lapar dan kapan anak sudah
kenyang. Orang tua perlu melatih kepekaan terhadap tanda-tanda ini sehingga dapat
memastikan anak sungguh-sungguh menikmati proses makannya. Dengan demikian
anak menyadari bahwa makan itu menyenangkan, dan memang kebutuhan dasar yang
harus dipenuhi, semata karena ia suka dan butuh, bukan karena dipaksa tau
kewajiban.

Anda mungkin juga menyukai