Obat Otonom
Obat Otonom
Obat Otonom
Obat otonom yang merangsang sel efektor yang dipersarafi serat dapat dibagi
menjadi 3 yaitu
1. Ester kolin dalam golongan ini termasuk asetilkolin, metakolin, karbakol, beta
karbakol. Indikasi obat kolinergik adalah iskemik perifer (penyakit Reynauld,
trombofleibitis), meteorismus, retensi urin, feokromositoma
2. antikolinesterase, dalam golongan ini termasuk fsostigmin (eserin), prostigmin
(neostigmin) dan diisopropilfluorofosfat (DFP). Obat antikolinesterase bekerja
dengan menghambat kerja kolinesterase dan mengakibatkan suatu keadaan
yang mirip dengan perangsangan saraf kolinergik secara terus menerus.
Fisostigmin, prostigmin, piridostigmin menghambat secara reversibel,
sebaliknya DFP, gas perang (tabun, sarin) dan insektisida organofosfat
(paration, malation, tetraetilpirofosfat dan oktametilpirofosfortetramid (OMPA)
menghambat secara irreversibel. Indikasi penggunaan obat ini adalah
penyakit mata (glaukoma) biasanya digunakan fisostigmin,penyakit saluran
cerna (meningkatkanperistalsis usus) basanya digunakan prostigmin,
penyakit miastenia gravis biasanya digunakan prostigmin.
3. Alkaloid termasuk didalamnya muskarin, pilokarpin dan arekolin. Golongan
obat ini yang dipakai hanyalah pilokarpin sebagai obat tetes mata untuk
menimbulkan efek miosis.
Obat Antikolinergik
Obat antikolinergik (dikenal juga sebagai obat antimuskatrinik,
parasimpatolitik, penghambat parasimpatis). Saat ini terdapat antikolinergik yang
digunakan untuk
(1). mendapatkan efek perifer tanpa efek sentral misalnya antispasmodik
(2). Penggunaan lokal pada mata sebagai midriatikum
(3). Memperoleh efek sentral, misalnya untuk mengobati penyakit parkinson.
Contoh obat-obat antikolinergik adalah atropin, skopolamin, ekstrak beladona,
oksifenonium bromida dan sebagainya. Indikasi penggunaan obat ini untuk
merangsang susunan saraf pusat (merangsang nafas, pusat vasomotor dan
sebagainya, antiparkinson), mata (midriasis dan sikloplegia), saluran nafas
(mengurangi sekret hidung, mulut, faring dan bronkus, sistem kardiovaskular
(meningkatkan frekuensi detak jantung, tak berpengaruh terhadap tekanan
darah), saluran cerna (menghambat peristaltik usus/antispasmodik, menghambat
sekresi liur dan menghambat sekresi asam lambung)
Obat antikolinergik sintetik dibuat dengan tujuan agar bekerja lebih selektif dan
mengurangi efek sistemik yang tidak menyenangkan. Beberapa jenis obat
antikolinergik misalnya homatropin metilbromida dipakai sebagai antispasmodik,
propantelin bromida dipakai untuk menghambat ulkus peptikum, karamifen
digunakan untuk penyakit parkinson.
Obat Adrenergik
Obat ini disebut obat adrenergik karena efek yang ditimbulkannya mirip efek
neurotransmitter norepinefrin dan epinefrin (dikenal juga sebagai obat
noradrenergik dan adrenergik atau simpatik atau simpatomimetik). Kerja obat
adrenergik dibagi dalam 6 jenis yaitu:
1. perangsangan perifer terhadap otot polos pembuluh darahn kulit dan
mukosa, kelenjar liur dan keringat
2. penghambatan perifer terhadap otot polos usus, bronkus, dan pembuluh
darah otot rangka
3. perangsangan jantung dengan akibat peningkatan denyut jantung dan
kekuatan kontraksi
4. perangsangan SSP seperti peningkatan pernafasan, kewaspadaan, dan
pengurangan nafsu makan
5. efek metabolik mislnya peningkatan glikogenolisisdi hati dan otot, lipolisis
dan pelepasan asam lemak bebas dari jaringan lemak
6. efek endokrin misalnya mempengaruhi sekresi insulin, renin dan hormon
hipofisis.
Mekanisme kerja obat adrenergik adalah merangsang reseptor alfa (a) dan beta
(b) pada sel efektor. Efek obat adrenergik dapat dilihat pada tabel-1 dibawah ini
Penggunaan klinis epinefrin adalah pada
1. Sistem kardiovaskular: terjadinya vasokonstriksi (tekanan darah
meningkat), meningkatkan denyut jantung dan kekuatan kontraksi jantung
2. Susunan Saraf Pusat: terjadinya kegelisahan, rasa kuatir, nyeri kepala
dan tremor.
3. Otot polos : efeknya berbeda tergantung pada jenis reseptor yang
terdapat pada organ tersebut. Pada saluran cerna terjadi relaksasi otot
polos saluran cerna, pada uterus terjadi penghambatan tonus dan
kontraksi uterus, pada kandung kemih terjadi relaksasi otot detrusor
kandung kemih, pada pernafasan menimbulkan relaksasi otot polos
bronkus.
4. Proses metabolik: menstimulasi glikogenolisis di sel-sel hati dan otot
rangka, lipolisis dan pelepasan asam lemak bebas dari jaringan lemak
5. lain-lain : menhambat sekresi kelenjar , menurunkan tekanan intraokular,
mempercepat pembekuan darah
Efek samping epinefrin adalah perasaan takut, khawatir, gelisah, tegang, tremor,
kepala berdenyut, palpitasi.
Obat-obat yang termasuk golongan adrenergik yaitu
1. Golongan katekolamin : epineprin, norepinefrin, isoproterenol, dopamin,
dobutamin dan sebagainya
2. Golongan nonkatekolamin: amfetamin, metamfetamin, fenilpropanolamin,
metaproterenol (orsiprenalin), terbutalin, efedrin dan sebagainya.
zat anestesi dengan air di dalam susunan saraf pusat dapat membentuk
mikrokristal sehingga menggangu fungsi sel otak.
Semua zat anestesi umum menghambat susunan saraf secara bertahap, mula-
mula fungsi yang kompleks akan dihambat dan yang paling akhir adalah medula
oblongata yang mengandung pusat vasomotor dan pusat pernafasan yang vital.
Guedel (1920) membagi anestesi umum dengan eter menjadi 4 stadia:
1. Stadium I (analgesia) yaitu stadia mulai dari saat pemberian zat anestesi
hingga hilangnya kesadaran. Pada stadia ini penderita masih bisa
mengikuti perintah tetapi rasa sakit sudah hilang
2. Stadium II (delirium/eksitasi) yaitu hilangnya kesadaran hingga permulaan
stadium pembedahan. Pada stadium ini terlihat jelas adanya eksitasi dan
gerakan yang tidak menurut kehendak, seperti tertawa, berteriak,
menangis, menyanyi, gerakan pernafasan yang tak teratur, takikardia,
hipertensi hingga terjadinya kematian, sehingga harus segera dilewati
3. Stadium III yaitu stadia sejak mulai teraturnya lagi pernafasan hingga
hilangnya pernafasan spontan. Stadia ini ditandai oleh hilangnya
pernafasan spontan, hilangnya refleks kelopak mata dan dapat
digerakkannya kepala ke kiri dan kekanan dengan mudah. Stadia ini
dibagi lagi menjadi 4 tingkat yaitu
a. Tingkat I : pernafasn teratur, spontan, gerakan bola mata tak
teratur, miosis, pernafasan dada dan perut seimbang. Belum
tercapai relaksasi otot lurik yang sempurna
b. Tingkat II : pernafasan teratur tetapi kurang dalam dibandingkan
tingkat I, bola mata tak bergerak, pupil melebar, relaksasi otot
sedang, refleks laring hilang.
c. Tingkat III: pernafasan perut lebih nyata daripada pernafasan dada
karena otot interkostal mulai mengalami paralisis, relaksasi otot
lurik sempurna, pupil lebih lebar tetatpi belum maksimal
d. Tingkat IV: pernafasan perut sempurna karena kelumpuhan otot
interkostal sempurna, tekanan darah mulai menurun, pupil sangat
lebar dan refleks cahaya menghilang.
4. Stadium IV (Paralisis mediula oblongata) yaitu stadium dimulai dengan
melemahnya pernafasan perut dibanding stadoium III tingkat 4, tekanan
darah tak terukur, jantung berhenti berdenyut dan akhirnya penderita
meninggal.
Ex : Procain, chloroprocain
Ex : Bupivacain , Tetracain
( Nesakain )