Obat Otonom

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 9

Obat-obat kolinergik dan antikolinesterase

Obat otonom yang merangsang sel efektor yang dipersarafi serat dapat dibagi
menjadi 3 yaitu
1. Ester kolin dalam golongan ini termasuk asetilkolin, metakolin, karbakol, beta
karbakol. Indikasi obat kolinergik adalah iskemik perifer (penyakit Reynauld,
trombofleibitis), meteorismus, retensi urin, feokromositoma
2. antikolinesterase, dalam golongan ini termasuk fsostigmin (eserin), prostigmin
(neostigmin) dan diisopropilfluorofosfat (DFP). Obat antikolinesterase bekerja
dengan menghambat kerja kolinesterase dan mengakibatkan suatu keadaan
yang mirip dengan perangsangan saraf kolinergik secara terus menerus.
Fisostigmin, prostigmin, piridostigmin menghambat secara reversibel,
sebaliknya DFP, gas perang (tabun, sarin) dan insektisida organofosfat
(paration, malation, tetraetilpirofosfat dan oktametilpirofosfortetramid (OMPA)
menghambat secara irreversibel. Indikasi penggunaan obat ini adalah
penyakit mata (glaukoma) biasanya digunakan fisostigmin,penyakit saluran
cerna (meningkatkanperistalsis usus) basanya digunakan prostigmin,
penyakit miastenia gravis biasanya digunakan prostigmin.
3. Alkaloid termasuk didalamnya muskarin, pilokarpin dan arekolin. Golongan
obat ini yang dipakai hanyalah pilokarpin sebagai obat tetes mata untuk
menimbulkan efek miosis.
Obat Antikolinergik
Obat antikolinergik (dikenal juga sebagai obat antimuskatrinik,
parasimpatolitik, penghambat parasimpatis). Saat ini terdapat antikolinergik yang
digunakan untuk
(1). mendapatkan efek perifer tanpa efek sentral misalnya antispasmodik
(2). Penggunaan lokal pada mata sebagai midriatikum
(3). Memperoleh efek sentral, misalnya untuk mengobati penyakit parkinson.
Contoh obat-obat antikolinergik adalah atropin, skopolamin, ekstrak beladona,
oksifenonium bromida dan sebagainya. Indikasi penggunaan obat ini untuk
merangsang susunan saraf pusat (merangsang nafas, pusat vasomotor dan
sebagainya, antiparkinson), mata (midriasis dan sikloplegia), saluran nafas
(mengurangi sekret hidung, mulut, faring dan bronkus, sistem kardiovaskular
(meningkatkan frekuensi detak jantung, tak berpengaruh terhadap tekanan
darah), saluran cerna (menghambat peristaltik usus/antispasmodik, menghambat
sekresi liur dan menghambat sekresi asam lambung)
Obat antikolinergik sintetik dibuat dengan tujuan agar bekerja lebih selektif dan
mengurangi efek sistemik yang tidak menyenangkan. Beberapa jenis obat
antikolinergik misalnya homatropin metilbromida dipakai sebagai antispasmodik,
propantelin bromida dipakai untuk menghambat ulkus peptikum, karamifen
digunakan untuk penyakit parkinson.
Obat Adrenergik
Obat ini disebut obat adrenergik karena efek yang ditimbulkannya mirip efek
neurotransmitter norepinefrin dan epinefrin (dikenal juga sebagai obat
noradrenergik dan adrenergik atau simpatik atau simpatomimetik). Kerja obat
adrenergik dibagi dalam 6 jenis yaitu:
1. perangsangan perifer terhadap otot polos pembuluh darahn kulit dan
mukosa, kelenjar liur dan keringat
2. penghambatan perifer terhadap otot polos usus, bronkus, dan pembuluh
darah otot rangka
3. perangsangan jantung dengan akibat peningkatan denyut jantung dan
kekuatan kontraksi
4. perangsangan SSP seperti peningkatan pernafasan, kewaspadaan, dan
pengurangan nafsu makan
5. efek metabolik mislnya peningkatan glikogenolisisdi hati dan otot, lipolisis
dan pelepasan asam lemak bebas dari jaringan lemak
6. efek endokrin misalnya mempengaruhi sekresi insulin, renin dan hormon
hipofisis.

Mekanisme kerja obat adrenergik adalah merangsang reseptor alfa (a) dan beta
(b) pada sel efektor. Efek obat adrenergik dapat dilihat pada tabel-1 dibawah ini
Penggunaan klinis epinefrin adalah pada
1. Sistem kardiovaskular: terjadinya vasokonstriksi (tekanan darah
meningkat), meningkatkan denyut jantung dan kekuatan kontraksi jantung
2. Susunan Saraf Pusat: terjadinya kegelisahan, rasa kuatir, nyeri kepala
dan tremor.
3. Otot polos : efeknya berbeda tergantung pada jenis reseptor yang
terdapat pada organ tersebut. Pada saluran cerna terjadi relaksasi otot
polos saluran cerna, pada uterus terjadi penghambatan tonus dan
kontraksi uterus, pada kandung kemih terjadi relaksasi otot detrusor
kandung kemih, pada pernafasan menimbulkan relaksasi otot polos
bronkus.
4. Proses metabolik: menstimulasi glikogenolisis di sel-sel hati dan otot
rangka, lipolisis dan pelepasan asam lemak bebas dari jaringan lemak
5. lain-lain : menhambat sekresi kelenjar , menurunkan tekanan intraokular,
mempercepat pembekuan darah

Efek samping epinefrin adalah perasaan takut, khawatir, gelisah, tegang, tremor,
kepala berdenyut, palpitasi.
Obat-obat yang termasuk golongan adrenergik yaitu
1. Golongan katekolamin : epineprin, norepinefrin, isoproterenol, dopamin,
dobutamin dan sebagainya
2. Golongan nonkatekolamin: amfetamin, metamfetamin, fenilpropanolamin,
metaproterenol (orsiprenalin), terbutalin, efedrin dan sebagainya.

Tabel-1 Reseptor adrenergik dan Efeknya


Obat Antiadrenergik
Penghambat adrenergik atau adrenolitik ialah golongan obat yang menghambat
perangsangan adrenergik. Berdasarkan cara kerjanya obat ini dibedakan
menjadi
1. penghambat adrenoseptor (adrenoseptor bloker) yaitu obat yang
menduduki adrenoseptor baik alfa (a) maupun beta (b) sehingga
menghalanginya untuk berinteraksi dengan obat adrenergik.
2. penghambat saraf adrenergik yaitu obat yang mengurangi respons sel
efektor terhadap perangsangan saraf adrenergik. Obat ini bekerja dengan
cara menghambat sintesis, penyimpanan, dan pelepasan
neurotransmitter. Obat yang termasuk penghambat saraf adrenergik
adalah guanetidinbetanidin, guanadrel, bretilium, dan reserpin. Semua
obat golongan ini umumnya dipakai sebagai antihipertensi.
3. penghambat adrenergik sentral atau adrenolitik sentral yaitu obat yang
menghambat perangsangan adrenergik di SSP.
Obat yang termasuk alfa bloker adalah derivat haloalkilamin (dibenamid
dan fenoksibenzamin), derivat imidazolin (tolazolin, fentolamin), prazosin dan
alfa bloker lain misalnya derivat alkaloid ergot dan yohimbin. Indikasi alfabloker
adalah hipertensi, feokromositoma, fenomen Raynaud dan syok.
Obat yang termasuk beta bloker adalah isoproterenol, propanolol,
asetabutolol, timolol, atenolol, oksiprenolol dan sebagainya. Obat betabloker
digunakan untuk mengurangi denyut jantung dan kontraktilitas miokard,
antihipertensi, bronkodilator, menghambat glikogenolisis di sel hati dan otot
rangka, menhambat lipolisis menghambat sekresi renin. Efek samping
betabloker adalah gagal jantung, bradiaritmia, bronkospasm, ekstremitas dingin,
memperberat gejala penyakit Reynaud dan menyebabkan kambuhnya
klaudikasio intermitten.
Obat penghambat saraf adrenergik bekerja dengan cara menghambat
sintesis, penyimpanan, dan pelepasan neurotransmitter. Obat yang termasuk
penghambat saraf adrenergik adalah guanetidinbetanidin, guanadrel, bretilium,
dan reserpin. Semua obat golongan ini umumnya dipakai sebagai antihipertensi.
Obat penghambat adrenergik sentral atau adrenolitik sentral yaitu klonidin
dan metildopa yang dipakai sebagai obat antihipertensi.
Obat Anestetik dan Analgesik
A. Obat Anestetik
Istilah anestetik dikemukakan pertama kali oleh O.W. Holmes yang artinya tidak
ada rasa sakit. Anestetik dibedkan menjadi 2 kelompok yaitu
1. Anestetik lokal yaitu penghilang rasa sakit tanpa disertai hilang kesadaran
2. Anestetik umum yaitu penghilang rasa sakit yang disertai hilangnya
kesadaran.

Sejak dahulu sudah dikenal tindakan anestesi yang digunakan untuk


mempermudah tindakan operasi. Orang Mesir dahulu menggunakan narkotik,
sedangkan orang cina menggunakan Canabis indica dan pemukulan kepala
dengan tongkat untuk menghilangkan kesadaran. Hal ini tidak memberikan
keuntungan. Tahun 1776 ditemukan anestetik gas pertama yaitu N2O, tetapi
anestetik gas ini kurang efektif sehingga diusahakan mencari zat lain.
Mekanisme kerja obat anestesi umum sampai sekarang belum jelas, meskipun
mekanisme kerja susunan saraf pusat dan susunan saraf perifer mengalami
banyak kemajuan pesat, maka timbullah berbagai teori. Beberapa teori yang
dikemukan adalah
1. teori koloid

zat anestesi akan menggumpalkan sel koloid yang menimbulkan anestesi


yang bersifat reversibel diikuti dengan proses pemulihan. Christiansen
(1965) membuktikan bahwa pemberian eter dan halotan akan
menghambat gerakan dan aliran protoplasma dalam amuba
1. teori lipid

Ada hubungan kelarutan zat anestetik dalam lemak dan timbulnya


anestesi. Makin tinggi klerutan dalam lemak makin kuat sifat
anestestetiknya. Teori ini cocok untk obat anestetik yang larut dalam
lemak
1. teori adsorpsi dan tegangan permukaan

Pengumpulan zat anestesi pada permukaan sel menyebabkan proses


metabolisma
dan transmisi neural terganggu sehingga timbul anestesi.
1. teori biokimia

pemberiaan zat anestesi invitro menghambat pengambilan oksigen di otak


dengan cara menghambat sistem fosforilasi oksidatif. Akan tetapi hal ini
mungkin hanya menyertai anestesi bukan penyebab anestesi.
1. teori neurofisiologi

pemberian zat anestesi akan menurunkan transmisi sinaps di ganglion


cervicalis superior dan menghambat formatio retikularis asenden untuk
berfungsi mempertahankan kesadaran.
1. teori fisika

zat anestesi dengan air di dalam susunan saraf pusat dapat membentuk
mikrokristal sehingga menggangu fungsi sel otak.
Semua zat anestesi umum menghambat susunan saraf secara bertahap, mula-
mula fungsi yang kompleks akan dihambat dan yang paling akhir adalah medula
oblongata yang mengandung pusat vasomotor dan pusat pernafasan yang vital.
Guedel (1920) membagi anestesi umum dengan eter menjadi 4 stadia:
1. Stadium I (analgesia) yaitu stadia mulai dari saat pemberian zat anestesi
hingga hilangnya kesadaran. Pada stadia ini penderita masih bisa
mengikuti perintah tetapi rasa sakit sudah hilang
2. Stadium II (delirium/eksitasi) yaitu hilangnya kesadaran hingga permulaan
stadium pembedahan. Pada stadium ini terlihat jelas adanya eksitasi dan
gerakan yang tidak menurut kehendak, seperti tertawa, berteriak,
menangis, menyanyi, gerakan pernafasan yang tak teratur, takikardia,
hipertensi hingga terjadinya kematian, sehingga harus segera dilewati
3. Stadium III yaitu stadia sejak mulai teraturnya lagi pernafasan hingga
hilangnya pernafasan spontan. Stadia ini ditandai oleh hilangnya
pernafasan spontan, hilangnya refleks kelopak mata dan dapat
digerakkannya kepala ke kiri dan kekanan dengan mudah. Stadia ini
dibagi lagi menjadi 4 tingkat yaitu
a. Tingkat I : pernafasn teratur, spontan, gerakan bola mata tak
teratur, miosis, pernafasan dada dan perut seimbang. Belum
tercapai relaksasi otot lurik yang sempurna
b. Tingkat II : pernafasan teratur tetapi kurang dalam dibandingkan
tingkat I, bola mata tak bergerak, pupil melebar, relaksasi otot
sedang, refleks laring hilang.
c. Tingkat III: pernafasan perut lebih nyata daripada pernafasan dada
karena otot interkostal mulai mengalami paralisis, relaksasi otot
lurik sempurna, pupil lebih lebar tetatpi belum maksimal
d. Tingkat IV: pernafasan perut sempurna karena kelumpuhan otot
interkostal sempurna, tekanan darah mulai menurun, pupil sangat
lebar dan refleks cahaya menghilang.
4. Stadium IV (Paralisis mediula oblongata) yaitu stadium dimulai dengan
melemahnya pernafasan perut dibanding stadoium III tingkat 4, tekanan
darah tak terukur, jantung berhenti berdenyut dan akhirnya penderita
meninggal.

Sebelum diberikan zat anestesi pada pasien diberikan medikasi


preanestesi dengan tujuan untuk mengurangi kecemasan, memperlancar
induksi, merngurangi keadaan gawat anestesi, mengurangi timbulnya
hipersalivasi,bradikardia dan muntah sesudah atau selama anestesia. Untuk
tindakan ini dapat digunakan
1.
a. analgesia narkotik untuk mengurangi kecemasan dan ketegangan,
mengurangi rasa sakit dan menghindari takipneu. Misalnya morfin
atau derivatnya misalnya oksimorfin dan fentanil
b. barbiturat biasanya diguankan untuk menimbulkan sedasi.
Misalnya pentobarbital dan sekobarbital.
c. Antikolinergik untuk menghindari hipersekresi bronkus dan kelenjar
liur terutama pada anestesi inhalasi. Obat yang dapat digunakan
misalnya sulfas atropin dan skopolamin.
d. Obat penenang digunakan untuk efek sedasi, antiaritmia,
antihistamin dan enti emetik. Misalnya prometazin, triflupromazin
dan droperidol

Obat-obat anestesi umum yang digunakan dapat dikelompokkan menjadi


1. kelompok inhalasi (gas) : Nitrous oksida (N2O), siklopropan, eter,
enfluran, isofluran, halaotan, metoksifluran, trikoretilen, etil klorida,
fluroksen
2. anestesi parenteral (injeksi) dibagi menjadi beberapa golongan yaitu
a. Barbiturat, bekerja dengan blokade sistem stimulus di
formasio retikularis sehingga kesadaran akan hilang. Efek
samping yang dapat terjadi adalah depresi pusat nafas dan
menurunnya kontraktilitas otot jantung. Contoh obatnya
adalah natrium tiopental, ketamin
b. Droperidol dan Fentanil digunakan untuk menimbulkan
analgesia neuroleptik dan anestesia neuroleptik (bila
digunakan bersama N2O)
c. Diazepam, obat ini menyebabkan tidur dan penurunan
kesadaran yang disertai nistagmus dan bicara lambat, tetapi
tidak berefek analgesia sehingga harus dikombinasi dengan
obat-obat analgesia.
d. Etomidat merupakan anestetik non barbiturat yang digunakan
untuk induksi anestesi tetapi tidak berefek analgesia.
Etomidat hanya menimbulkan efek minimal terhadap sistem
kardiovaskular dan pernafasan. Efek anestesinya
berlangsung segera, dalam waktu 1 menit pasien sudah
tidak sadar.
Efek samping anestesi umum yang dapat terjadi adalah depresi
miokardium dan hipotensi (anestesi inhalasi), depresi nafas (terutama anestesi
inhalasi), gangguan fungsi hati ringan, gangguan fungsi ginjal, hipotermia dan
menggigil pasca operasi, batuk dan spasme laring serta delirium selama masa
pemulihan.
Obat anestetik lokal adalah obat yang menghambat hantaran saraf bila
dikenakan secara lokal pada jaringan saraf dengan kadar cukup. Obat ini bekerja
pada setiap bagian saraf. Pemberian anestetik lokal pada kulit akan
menghambat transmisi impuls sensorik, sebaliknya pemberian anestetik lokal
pada batang saraf menyebabkan paralisis sensorik dan motorik di daerah yang
dipersarafinya. Mekanisme kerja anestetik lokla adalah mencegah konduksi dan
timbulnya impuls saraf. Tempat kerjanya terutama di membran sel. Obat
anestetik lokal dikelompokkan menjadi
1. Kokain
2. Anestetik lokal sintetik seperti prokain, lidokain , butetamid, dibukain,
mepivakain, tetrakain dan sebagainya.
Tehnik pemberian anestetik lokal dapat berupa
1. anestetik permukaan yaitu penyuntikan obat anestetik secara permukaan
misalnya pada kulit, selaput lendir mulut, faring dan esofagus
2. anestetik infiltrasi yaitu penyuntikan untuk menimbulkan anestesi pada
ujung saraf melalui kontak langsung dengan obat. Cara anestesi infiltrasi
yang sering digunakan adalah ring block.
3. anestetik blok yaitu anestesi bertujuan untuk mempengaruhi konduksi
saraf otonom maupun somatis dengan anestesi lokal. Hal ini bervariasi
dari blokade pada saraf tunggal misalnya saraf oksipital, pleksus
brachialis, sampai ke anestesia epidural dan spinal.
4. anestetik spinal yaitu anestesi blok yang lebih luas.
B. Obat Analgesik
Obat analgesik antipiretik serta obat antiinflamasi non steroid (AINS) merupakan
suatu kelompok obat yang heterogen, bahkan beberapa obat sangat berbeda
secara kimia. Mekanisme kerja obat analgesik adalah menghambat ensim
siklooksigenase sehingga konversi asam arakhidonat menjadi PGG2 terganggu
dan reaksi inflamasi akan tertekan. Secara skematis mekanisme kerja obat AINS
tercantum dalam gambar-4 di bawah ini

Gambar-4. Mekanisme Kerja Obat Analgesik


Obat-obat analgesik ini juga mempunyai sifat antipiretik dan antiinflamasi, tetapi
ada perbedaan dari masing-masing obat, contohnya parasetamol bersifat
antipiretik dan analgesik tetapi sifat antiinflamasinya lemah sekali.
Efek samping obat-obat analgesik yang paling sering adalah iritasi pada lambung
hingga tukak lambung, gangguan fungsi trombosit akibat penghambatan
biosintesa tromboksan A2 (TXA2) dengan akibat perpanjangan waktu
perdarahan, gangguan fungsi ginjal dan fungsi hati pada pemamakaian lama dan
reaksi alergi.
Obat-obat yang tergolong analgesik adalah salisilat, paraaminofenol (fenasetin
dan asetaminofen atau parasetamol), pirazolon (antipirin, aminopirin, dipiron),
fenilbutazon dan oksifenbutazon. Obat AINS yang lainnya adalah asam
mefenamat dan meklofenamat, diklofenak, fenbufen, ibuprofen, ketoprofen,
nafroksen, indometasin, piroksikam.
Obat Antiepilepsi
Antiepilepsi atau antikonvulsi digunakan terutama untuk mencegah dan
mengobati bangkitan epilepsi (epileptic seizure). Epilepsi merupakan nama
kolektif untuk sekelompok gangguan atau penyakit susunan saraf pusat yang
timbul spontan dengan episode singkat (disebut bangkitan atau seizure) dan
gejala utama berupa penurunan kesadaran menurun sampai hilang. Bangkitan
ini biasanya disertai dengan terjadinya kejang (konvulsi), hiperaktivitas otonom,
gangguan sensorik atau psikis, dan selalu disertai gambaran letupan EEG
(electroencephalogram) abnormal dan eksesif. Bangkitan epilepsi merupakan
fenomena klinis yang berkaitan dengan letupan listrik atau depolarisasi abnormal
dan ksesif, terjadi disuatu fokus dalam otak yang menyebabkan bangkitan
paroksismal. Dalam fokus ini terdapat neuron epilepsi yang sensitif terhadap
rangsangan. Neuron epileptik inilah yang menjadi pencetus bangkitan epilepsi.
Epilepsi dikelompokkan menjadi 2 yaitu
1. Epilepsi fokal atau parsial, yaitu epilepsi yang ditandai oleh terjadinya
kejang pada bagian tubuh tertentu misalnya tangan, muka dan
sebagainya dan biasanya tanpa disertai dengan penurunan kesadaran.
2. Epilepsi umum yaitu epilepsi yang doitandai oleh terjadinya kejang
menyeluruh (kejang umum) disemua bagian tubuh baik yang bersifat
tonik, klonik ataupun tonik-klonik dan biasanya disertai dengan terjadinya
penurunan kesadaran.

Obat antikonvulsi atau antiepilepsi berdasarkan cara kerjanya dibagi mnejadi 2


yaitu
1. dengan mencegah timbulnya letupan depolarisasi eksesif pada neuron
epileptik dalam fokus epilepsi
2. dengan mencegah terjadnya letupan depolarisasi pada neuron normal
akibat pengaruh dari fokus epilepsi.

Obat epilepsi dibagi nejadi 8 kelompok yaitu


1. Golongan Hidantoin, terdiri atas fenitoin, mefenitoin, dan etotoin

Indikasi obat golongan ini adalah epilepsi umum tonik-klonik (grandmal


epilepsi) dan bangkitan parsial atau fokal. Efek samping yang dapat terjadi
adalah pada susunan saraf pusat (ataksia, nistagmus, sukar bicara,
tremor dan ngantuk), saluran cerna dan gusi (nyeri ulu hati, anoreksia,
mual dan muntah serta pembesaran gusi), Kulit (ruam morbiliform) dan
hepatotoksik (ikterik) serta anemia megaloblastik.
1. Golongan barbiturat, misalnya fenobarbital dan primidon. Selain sebagai
antikonvulsi, obat ini juga digunakan sebagai hipnotik-sedatif.

Fenobarbital digunakan untuk terapi bangkitan tonik-klonik atau berbagai


bangkitan parsial atau fokal. Efek samping fenobarbital relatif kecil berupa
ruam kulit. Primidon digunakan untuk semua bentuk bangkitan atau
epilepsi, kecuali epilepsi jenis petit mal. Efek samping yang dapat terjadi
berupa kantuk, ataksia, pusing, sakit kepala, mual, ruam kulit , anoreksia
dan impotensi.
1. Golongan Oksazolidindion, misalnya trimetadion. Indikasi obat ini adalah
epilepsi jenis petit mal (bangkitan lena). Disamping itu trimetadion juga
bersifat hipnotik dan analgesik. Efek samping ringan berupa ngantuk, dan
ruam kulit. Disamping itu dapat juga terjadi gangguan fungsi hati, darah
dan ginjal.
2. Golongan Suksimid, misalnya etosuksimid, metsuksimid, dan fensuksimid.
Efek antikonvulsi suksimid sama dengan trimetadion. Indiasi penggunaan
obat ini adalah epilepsi tipe petit mal. Efek samping berupa mual, sakit
kepala, kantuk, dan ruam kulit.
3. Golongan Karbamazepin, misalnya karbamazepin. Selain mempunyai
efek antikonvulsif obat ini juga memperbaiki kewaspadaan dan perasaan.
Selain itu juga mempunyai efek analgesia selektif dan digunakan pada
pengobatan tabes dorsalis dan neuropati lainnya. Obat ini digunakan
untuk mengatasi semua bangkitan epilepsi kecuali epilepsi tipe petit mal
dan digunakan secara luas di Amerika Serikat. Efek samping yang dapat
terjadi adalah pusing, vertigo, ataksia, penglihatan kabur, mual, muntah
dan gangguan darah.
4. Golongan Benzodiazepin, misalnya diazepam, klonazepam, nitrazepam.
Selain untuk antikonvulsi obat ini uga dipakai sebagai antiansietas.
Diazepam intravena merupakan obat terpilih untuk status epileptikus dan
merupakan obat antikonvulsi yang paling banyak dipakai. Obat ini
digunakan untuk kejang umum maupun fokal. Efek samping yang dapat
terjadi adalah obstruksi saluran nafas oleh lidah akibat relaksasi otot,
depresi nafas hingga apneu, hipotensi, henti jantung dan ngantuk.
Klonazepam dan nitrazepam digunakan untuk epilepsi tipe mioklonik,
akinetik dan spasme. Efek samping berupa ngantuk, ataksia dan
gangguan kepribadian.
5. Golongan Asam Valproat. Mekanisme kerja asam valproat didasarkan
meningkatnya kadar asam gama aminobutirat (GABA) di otak. Indikasi
pemberian obat ini adalah epilepsi petit mal, mioklonik dan tonik-klonik.
Efek samping yang terjadi adalah gangguan saluran cerna, berupa mual
dan muntah susunan saraf pusat (ngantuk, ataksia, tremor), gangguan
fungsi hati, ruam kulit dan alopesia.
6. Antiepilepsi lain misalnya fenasemid dan asetazolamid.

Prinsip pengobatan epilepsi adalah (1) melakukan pengobatan kausal


(penyebab) misalnya pembedahan pada tumor serebri, (2) menghindari faktor
pencetus suatu bangkitan, misalnya alkohol, emosi dan kelelahan fisik maupun
mental, (3) penggunaan antikonvulsi. Kriteria obat epilepsi yang baik adalah (1)
dapat menekan bangkitan, (2) memiliki batas keamanan yang lebar, (3) satu
jenis obat yang dapat menekan semua jenis bangkitan dan bekerjalangsung
pada fokus bangkitan, (4) diberikan peroral dan masa kerja panjang, tidak
menimbulkan gejala putus obat, (5) harganya murah.

obat – obat anestesi lokal :

1. Potensi rendah, lama kerja pendek

Ex : Procain, chloroprocain

2. Potensi sedang, lama kerja sedang

Ex : Lidocain, Mopivacain, prilokain

3. Potensi kuat, lama kerja panjang

Ex : Bupivacain , Tetracain

Golongan obat anestesi lokal :

1. Golongan eter ( -COOC – )

Kokain, Benzokain, Ametocaine, Prokain ( Novokain), Tetrakain ( Pentokain ), Chloropocain

( Nesakain )

2. Golongan Amida ( – NHCO – )

Lidocain, Mepivacain, Prilocain, Bupivacain, Etidokain, Dibukain, ropivakain, levobupivacain

Anda mungkin juga menyukai