Sistem Pemerintahan Pada Masa Khulafaur Rasyidin
Sistem Pemerintahan Pada Masa Khulafaur Rasyidin
Sistem Pemerintahan Pada Masa Khulafaur Rasyidin
Dosen pengampuh:
Disusun oleh :
PROGRAM PASCASARJANA
SEMARANG
2018
KATA PENGANTAR
Segala puji dan rasa syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah Subhanahu Wa
Ta’ala yang telah melimpahan Taufiq, Hidayah serta Inayah-Nya sehingga makalah ini dapat
diselesaikan dengan lancar dan tepat waktu. Adapun makalah yang Berjudul Pemerintahan
Pada Masa Khulafaur Rasyidin, ini dimaksudkan guna memenuhi tugas mata kuliah Sejarah
Peradaban Islam.
Makalah ini dapat terselesaikan atas usaha kami dan bimbingan dan pembinaan dari
berbagai pihak.Oleh sebab itu kami menyampaikan terima kasih pada pihak yang turut
berkontribusi dalam penyusunan makalah ini dari awal hingga akhir. Dan kami berterima
kasih kepada Bapak Prof. Dr. Budiharjo, M.Ag dan Sarjuni, S.Ag., S.Hum, selaku dosen
pengampu yang telah membimbing pada mata kuliah Sejarah Peradaban Islam.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih terdapat kekurangan. Oleh sebab itu
kami berharap kepada pembaca memberikan kritik dan saran untuk perbaikan tulisan
ini.Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami, pembaca pada umumnya.
Penyusun
Anis Lutfiani
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
BAB I ......................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 1
BAB II........................................................................................................................................ 2
PEMBAHASAN ........................................................................................................................ 2
4. Ijtihat Politik................................................................................................................ 7
PENUTUP................................................................................................................................ 15
A. KESIMPULAN ............................................................................................................. 15
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ide baru tentang sistem pemerintahan dan bentuk lembaga politik negara
sebagai produk peradaban, selanjutnya terjadi pada priode khalifah empat, disebut, “
al-khalifah’ al-rasyidin” yang berlangsung pemerintahnya selama tiga puluh tahun
(632-661M). Sejarah empat tokoh tersebut benar-benar terjadi walaupun sebenarnya
perkembangan peradaban tersebut dalam bentuk nyata belum sepenuhnya dapat
dijadikan sebagai bukti autentik bagi pengembangan peradaban masyarakat
sesudahnya.
Tentu ada hal-hal yang lebih menarik berupa kontribusi pemikiran, kebijakan
politik dn aspek lainnya atau mungkin beberapa pergolakan dala pemerintahan.
Periode tersebut adalah inti peradaban islam karena mengispirasi beberapa bentuk
peradaban dalam priode berikutnya.
B. Rumusan Masalah
1
BAB II
PEMBAHASAN
Kata khalifah menurut Luis Ma’luf Yasu’i dalam kamus al-munjid biasa
diterjemahkan dengan pengganti. Dalam al-Qur’an terdapat dua kata خليفة, empat kata
خالئف, dan tiga kata خلفاء, tapi tidak satupun tertuju Kepada Nabi Muhammad Saw atau
khalifahnya. Yang dimaksud dengan kata خليفةdalam al-qur’an surat al-baqarah ayat:
30 adalaah Nabi Adam. Kata khalifah dalam surat Shat ayat: 26 “ Hai Daud,
sesungguhnya kaami menjadikn kamu khalifah penguasa dimuka bumi,” jelas bertuju
kepada Nabi Daud.1
Secara bahasa, kata al-Khulafa al-Rasyidin berarti para pengganti yang
bijaksana, dan dalam realitas sejarah islam pasca Nabi Muhmmad, bahwa empat
khalifah tersebut adalah Abu Bakar, Umar Bin Khatab, Utsman Bin Affan Dan Ali
Bin Abi Tholib. Mereka memimpin selama tiga puluh tahun. Secara teknis, istilah al-
Khulafa al-Rasyidin berasal dari sebuah riwayat yang disandarkan kepada Nabi
Muhammad. Meskipun berlangsung singkat untuk sebuah rutinitas dan sebuah
penguatan, pemerintahan al-Khulafa al-Rasyidin adalah masa yang sangat bermakna
dalam sejarah peradaban islam. Disamping secara kekerabatan memiliki kedekatan
hubungan dengan Nabi Muhammad Saw, tentu sedikit banyak berpengaruh terhadap
intensitas mereka dalam menangani urusan kenegaraan dan melanjutkan risalah
kenabian. Tampaknya al-Khulafa al-Rasyidin telah berhasil menyelamatkan Islam,
mengonsolidasikan dan meletakkan dasar bagi keagungan Islam. Misalnya, Abu
Bakar menetralisir situasi tertentu dikalangan yang hampir bersitegang perihal
pengganti Rasulullah. Ia juga menyelamatkan masyarakat saat itu dari pengaru dan
intimidasi para murtaddin dan propaganda nabi-nabi palsu.2
Al-khulafa al-Rasyidin adalah para pengganti Nabi. Islam sebagai sebuah
ajaran dan Islam sebagai institusi negara mulai tumbuh dan berkembang pada masa
tersebut. Dalam Islam kedaulatan tertinggi ada pada Allah SWT, sehingga para
pengganti Nabi tidak memiliki fasilitas “ekstra” dalam ajaran Islam untuk
menentukan sebuah hukum baru, namun mereka merupakan pelaksanaan hukum baru.
1
M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran Dan Peradaban Islam,Yogyakarta: Pustaka Book Publisher, 2015, Hlm.
77
2
Rusydi Sulaiman, Penngantar Metodologi Studi Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: PT Rajagrafindo Persada,
Cet.1 2014, Hlm. 205-206.
2
Kecuali, pada masa Abu Bakar dalah hal tertentu seperti menentukan ukuran zakat
atas jual beli binatang. Pada masa Umar kebijakan ekonomi tentang jual beli tanah
diluar arab, pemberian tiga talak sekaligus dihitung menjadi satu talak, pembatalan
nikah muth’ah, penerapan zakat atas jual beli kuda, dan penerapan kharaj sesuai
dengan aturan yang berlaku di daerah yang ditaklukkan. Untuk melaksanakan aturan-
aturan tersebut khalifah bermusyawarah dengan ahli hukum.3
Dalam periode Khulafaur Rasyidin, khalifah adalah pemimpin negara dan juga
predikat kepala agama diletakkan kepadanya. Ia memiliki otoritas tertinggi di sebuah
negara yang bernama madinah. Oleh karenanya seorang khalifah menjadi tauladan
bagi rakyatnya dalam menentukan kebijakan-kebijakan diberagai bidang yang
berhubunngan dengan hajat hidup masyrakat. Khalifah juga disebut amir al-mu’min,
karena ia meguasai wilayah tertentu dan bertanggung jawab atas stabilitas poitik
wilayah tersebut. Berikut upaya-upaya yang dilakukan al-Khulafa al-Rasyidin selama
kepemimpinan mereka di Madina:
Situasi negara pada masa Rasulullah sangat berbeda dengan masa Khulafaur
Rasyidin. Masyarakat tidak sepenuhnya yakin karena dalam pandangan mereka,
apa yang dimiliki nabi belum tentu juga dimiliki Abu Bakar As-Syidiq seperti
dalam hal, kepribadian, sifat-sifat dan kompetensi, sehingga pengakuan
masyarakat sedikit melemah. Munculnya kelompok murtadin dan penolak zakat
merupakan bentuk pembangkangan politik saat itu, diantaraya disebabkan oleh
pandangan mereka tetang Abu Bakar lebih rendah dari Nabi. Bila setiap masalah
yang muncul dimasyarakat mampu diatasi oleh nabi, belum tentu dapat
dikendalikan oleh Khalifah Abu Bakar.
Sebagai khalifah yang bijak, Abu Bakar slalu bermusyawarah dengan para
shahabat untuk menentukan tindakan dalam menghadapi kesulitan-kesulitan.
Perbedaan pendapat dikalangan mereka tidak akan menjadi penghambat dalam
mengendalikan pemerintahan. Tampak kebesaran jiwa dan ketabahan hati Abu
Bakar, seraya bersumpah dengan tegas akan memerangi semua pihak yang
menyimpang yang mengganggu stabilitas negara, setiap kelompok murtad,
3
Opcit. Hlm. 77-78
3
penolak membayar zakat, dan para Nabi palsu.
Dibentuknya sebelas pasukan untuk menghadapi kelompok murtad (riddah).
Sebelum pasukan dikirim menuju daerah yang dituju, dikirimkan surat yang
menyerukan kepada mereka agar kembali kepada ajaran Islam. Bila tidak ada
respon positif tindakan selanjutnya adalah perintah perang, hal ini dilakukan untuk
persatuan umat, menegakan hukum dan keadilan. Dan dalam masalah keadilan
khalifah Abu Bakar juga berjanji untuk melindungi kelompok marginal dan
memperjuangkan nasib mereka.
Abu Bakar mengutus beberapa pasukan kebeberapa wilayah yang dipimpin oleh
beberapa panglima yaitu: Khalid Bin Walid (memadamkan pemberontakan di
battah arab selatan di bawah pimpinan Malik Bin Nuwairah dan memerangi nabi
palsu Tulaihah Bin Khuwailid), Ikhrimah Bin Abu Jahal ( memerangi nabi palsu,
Musailama Al-Kadzdzab di pesisir timur Arab), Surahbil Bin Hasanah yang
membantu Ikrimah, Muhajir Bin Umayyah (menundukkan nabi palsu di Yaman,
Aswad Al-Insan dan memadamkan pemberontakan di daerah Hadramaut),
Huzaifah Bin Muhsin Gailani (mengamankan daerah Gaba), Arlajah Bin
Harsamah (mengembalikan stabilitas oman dari Muhrah), Suwaid Bin Muqarin
(mengamankan daerah Tihamah disepanjang laut Merah), Al-Alla’ Bin Hadrami
(memadamkan pemberontakan para murtaddin di Bahrein), Amru Bin Ash’
(memadamkan pemberontakan suku Kuda’ah dan Wad’ah), Khaid Bin Said (
memadamkan pemberontakan suku-suku besar di Suriah dan Irak) dan Maan Bin
Hajiz (memandang pemberontakan para murtaddin dan suku Salim dan Hawazin
di daerah Taif). Diwilayah jauh dari pusat pemerintahan di Madinah, Abu Bakar
juga mengirimkan beberapa pasukan panglima perang untuk menaklukkaan
beberapa daerah, yaitu: Muannah Bin Harisah Al-Sayaibani (beberapa wilayah
Persia), Khalid Bin Walid (membantu pasukan musannah dipusat kekuatan
Persia), Abu Ubaidah Bin Jarrah (beberapa daerah Romawi: Homs Suriah Utara
dan Antokia), Amru Bin Ash (daerah Palestina), Surahbil Bin Hasan (Tabuk dan
Yordania) dan Yazid Bin Abi Sofyan (Damaskus dan Suriah Selatan).
Pada pemerintahan Umar, pengaturan administrasi negara dimulai dengan
mencontohkan administrasi Persia. Terdapat delapan provinsi: Mekkah, Madinah
Syria, Jazirah, Basrah, Kufah, Palestina Dan Mesir. Sehingga negara menjadi
aman. Situasi melemah pada zaman Khalifah Utsman Bin Affan, apalagi Ali Bin
Abi Tholib. Dua belas tahun masa pemerintaha khalifah ketiga tidak membaik,
4
terutama diperiode enam tahun kedua, begitu banyak kebijakan politik dianggap
tidak adil oleh pihak tertentu. Penunjukkan kerabat sendiri untuk jabatan strategis
dalah salah satu contohnya. Utsman meninggalkan tradisi sebelumnya seperti
meminta pendapat para sahabat, dan lebih mendengar suara anggota keluarga dari
kelompok umayyah. Maka sesegera mungkin khalifah ke empat menggantikan
semua kebijakan utsman termasuk semua jabatan strategis. Akibatnya ketegangan
dari bani hasyim dan bani umayyah bertambah memuncak, dan lambat laun
berdampak luas terhadap situasi masyarakat. Perang siffin dan tahkim adalah
bentuk pergolakan politikpada masa pemerintaha Ali Bin Abi Tholib.
Dari empat khalifah, khalifah umar yang paling banyak mengagas perubahan
tatanan administrasi pemerintahan. Misalnya menata pemerintahan dengan
membentuk departemen-departemen (diwan), mengadopsi model persia. Tigas
diwan adalah menyampaikan perintah dari pemerintah pusat ke daerah-daerah dan
menyampaikan laporantentang perilaku dan tindakkan-tindakan penguasa daerah-
daerah kepada khalifah. Untuk melancarkan hubungan antar daerah wilayah
negara dibagi menjadi delapan provinsi: Mekkah, Madinah, Syriah, Jazirah,
Basrah, Kuffah, Palestina dan Mesir. Pemerintahan Islam pun sangat disegani di
mata dunia internasional waktu itu, karena memiliki wilayah kekuasaan sangat
luas setelah ekspansi besar-besaran.
Terkaid dengan peningkatan devisa, umar mengumpulkan sumber negara dari
dana zakat, fai dan ganimah. Dalam zakat khalifah umar meniadakan pemberian
zakat kepada al-muallafah qulubuhum dengan alasan karena umat islam sudah
kuat, tidak seperti sebelumnya. Adapun fai terdiri dari Jizyah, Kharaj, dan Urs, 24
dirham pertahun diambil dari laki-laki ahl al-zimmah, kharaj dari pajak tanah
karena dari pertimbangan politis dan sosiologis, dan fai adalah semacam bea cukai
untuk barang dagangan dari dar al-harb. Kemudian khalifah umar mengatur dan
menertibkan sistem pembayaran gaji dan pajak tanah.
Terkait dengan masalah pajak, Umar membagi warga negara dalam dua
kelompok yaitu, muslim dan non muslim (dzimmy). Bagi muslim diwajibkan
membayar pajak dan non muslim dipungut kharaj (pajak tanah) dan jizyah (pajak
kepala). Bagi muslim diperlakukan hukum Islam, sedangkan non muslim
diberlakukan hukum menurut agama atau adat yang berkembang. Kemudian umar
5
menentukan wilayah jazirah arab bagai muslim dan non muslim. Sedangkan syria
yang sudah padat penduduk dinyatakan sebagai wilayah tertutup bagi pendatang
baru yang ingin eksodus.
Pada masaa umar juga lembaga yudikatif dipiahkan dengan lembaga
pengadilan, di daerah-daerah. Beberapa kebijakan dikeluarkan oleh khalifah
kedua. Seperti pembentukan jawatan kepolisian dan juga pekerjaa umum untuk
stabilisasi keamanan dan ketertiban, dan pendirian baitul maluntuk efisiensi
keuangan negara. Untuk saat itu umar telah menentukan mata uang tersendiri.
Jika khalifah ketiga menetapkan semua tanah rampasan prang (ghanimah)
adalah milik negara, maka utsman membentuk lembaga pertukaran tanah untuk
membagi-bagi tanah itu dengan maksud agar produktif. Dan jika khalifah
sebelumnya menentukan pembatasan wilayah negara agar tidak melampaui lautan,
maka khalifah keempat membangun angkatan laut. Hal ini barkaitan dengan
bertambahnya beban pajak rakyat karena memerlukan biyaya yang sangat besar.
6
Negara Madinah meliputi beberapa wilayah disebut provinsi. Gubernur
dimasing-masing provinsi tersebut memiliki otonomi penuh dalam mengatur
wilayahnya. Istilah gubernu ketik itu disebut Amir Ra’is Al- Imarah Aw Al-
Wilayah. Disetiap provinsi tetap berlaku adat kebiasaan setempat selama tidak
bertentangan dengan aturan pemerintahan pusat. Agar mekanisme pemerintahan
berjalan lancar, khalifah membentuk organisasi negara Islam (daulah islamiyah)
yang ada garis besarnya sebagai berikut:
a. Al-khalifah al-siysi organisaasi politik
b. Al-nidham al-idari organisasi tata usaha/administrasi negara mencakup
pembentukan dewan-dewan, pemimpin-pemimpin provinsi, masalah pos dan
urusan kepolisian.
c. Al-nidham al-mali organisasi keungan negara, mengelola masuk dan
keluarnya uang negara. Dibentuk baitul mal, termasuk urusan sumber-sumber
negara.
d. Al-nidham al-harbi organisasi ketentaraan yang meliputi susunan tentara,
urusan persenjataan, pengadaan asrama-asrama dan benteng-benteng
pertahanan.
e. Al-nidham al-qada’i organisasi kehakiman yang meliputi masalah-masalah
pengadilan, pengadilan banding dan pengadilan damai.
4. Ijtihat Politik
Sebagai khalifah yang sangat disegani oleh rakyat. Umar tidak hanya
menggagas peraturan baru, tetapi juga menyempurnakan dan melakukan
perubahan berarti, misalnya penguasan umat Islam tentang kepemilihan atas tanah
dan segala sesuatu yang didapatkaan saat perang. khalifah membuat kebijakan
bahwa tanah tersebut tetap ditangan pemilik semua, hanya saja ia dikenakan pajak
tanah (kharaj). Ide-ide dari khalifah umar merupakan hasil ketajaman sosialnya
terhadap kenyataan-kenyataan yang dihadai oleh rakyat meliputi bidang
pemerintahan, pertanahan, kependudukan, ekonomi dan hukum. Diantara
ijtihatnya di bidang hukum yang mencakup spektakuler.
Pertama, tidak dilaksanakannya potong hukum tangan terhadap pencurian
yang terpaksa mencuri demi membebaskan dirinya dari kelaparan, kedua
dihapuskannya bagian zakat bagi para muallaf (orang yang dikuatkan hatinya
karena baru masuk Islam), ketiga dihapuskannya hukum mut’ah (kain sementara)
7
yang semula diperolehnya sampai sekrang masih diakui oleh madzab Syi’ah Itsna
‘Asyariyah.
8
C. Perkembangan peradaban islam
9
komunitas yang membaca al-Qur’an. Kemudian sahabat Huzaifah Bin Yaman
mengusulan kepada khalifah Utsman untuk menyeragamkan bacaan al-Qur’an
dengan membuat mushaf standar, yang kelak akan dijadikan pegangan oleh
seluruh umat Islam. Merespon usulan tersebut, khalifah utsman membentuk suatu
lajnah (panitia) yang diketuai oleh Zaid Bin Tsabit. Tugas utama lajnan adalah
menyalin mushaf yang disimpan oleh Hafsah dan menyeragamkan dialeknya yaitu
dialek Quraisi. Setelah selesai mushaf itu dikembalikan kepada Hafsah, Zaid
membuat salinan berjumlah 6 buah. Khalifah menyuruh agar salinan itu disebar
kebeberapa wilayah islam. Naskah yang lain diperintahkan untk dibakar sehingga
autentisitas kitab suci al-Qur’an terus terpelihara. Mushaf Utsmani adalah
namanya, salah satu disimpan oleh khalifah Utsman yang dinamakan mushaf Al-
Imam. Adapun yang lain dikirim ke Makkah, Madinah, Basrah, Kufah, dan
Syam/Syria.
Islam adalah agama yang identik dengan penguatan ilmu pegetahuan terbukti
bertambah luas penguasaaan wilayah, maka bertambah luas akses untuk
mengajarkan Islam sebagai sumber ilmu pengetahuan, disamping umat Islam bisa
mendapatkan refrensi keilmuan disetiap sela penaklukkan terhadap wilayah
setempat. Semangat itu dituru oleh bangsa eropa, kolonial belanda untuk menjajah
bangsa indonesia di awal abad ke-17 M, hampir pasti memboyong naskah-naskah
untuk dipelajari dan disimpan dalam perpustakaan.
Ilmuan di dunia Islam melahirkan ilmuan-ilmuan muslim unggulan dalam
bidang keilmuannya masing-asing. Ilmu pengetahuan klasik Islam dibedakan
menjadi dua macam ‘ulum al-naqliyah, yang bersumber pada al-Qur’an atau dalil
Naql (disebut juga ulum al-syariah), dan ulum al-aqliyah yang bersumber pada
akal bukan dalil Naql ( disebut juga ulum al-najm). Dalam priode al-Khulafa al-
Rasyidin sebagai priode paling awal pasca Nabi Muhammad Saw, masih
didominasi oleh perkembangan ilmu Naqliyah. Ini bisa dipahami ibarat Nabi baru
saja menabut benih, dan benih-benih tersebut baru bertumbuh kembang pada masa
Khulafaur Rasyidin, baru ilmu pengetahuan yang lainnya.
Lahirnya ilmu Qira’at erat dengn kaitannya membaca dan memahami al-
Qur’an. Terdapat beberapa dialeg bahasa dalam membaca dan memahami. Oleh
karenanya diperlukan standadisasi bacaan dengan kaidah-kaidah tersendiri.
10
Apalagi bahasa Arab yang tidak bersyakal tentu terasa sulit dibaca apalagi ditulis,
kecuali bagi yang enar-benar cerdas. Dalam rangka kesempurnaan pembacaan al-
Qur’an Khalifah Umar telah mengutus Mu’adz Bin Jabal Kepalestina, Ibadah Bin
As-Shamit Ke Hims, Abu Dardak Ke Damaskus, Ubai Bi Ka’ab Dan Abu Ayub
tetap di Madinah.
Adapun ilmu lain untuk mengembangkan al[qur’an adalah Ilmu Tafsir dan
Ilmu Hadits. Dengan metode Tafsir, maka efektifitas dalam pembelajaran al-
Qur’an akan terwujud. Selanjutnya sebagai kitab suci agama wahyu, al-Qur’an
memerlukan interpretasi dan pendalaman khusus. Beberapa shahabat telah
mempelajari dan menafsirkan al-Qur’an sesuai dengan apa yang apa terima dari
Nabi, diantaranya Ali Bin Abi Tholib, Abdullah Bin Abbas, Abdullah Bin
Mas’ud, dan Ubay Bin Ka’ab.
Adapun Hadist adalah ilmu kedua, karena al-Qur’an bersifat mujmal, sedangkan
Hadits bersift tafsili. Secara keilmuan, ilmu hadits belum dikenal pada masa
Khulafaur Rasyidin, tetpi pengetahuan tentnag hadits sudah tersebat luas
dikalangan umat islam. beberapa sahabat yang ditugaskan Khalifah Umar untuk
menyebrkan hadits adalah, Abdullah Bin Mas’ud Ke Kufah, Ma’qal Bin Yasar Ke
Basrah, Ibadah Bin Shamits dan Abu Dardak Ke Syria. Ilmu hadits tersebut baru
muncul pada abad kedua H. Ilmu-ilmu yang tak lepas dari al-Qur’an sebagai
sumber utama adalah Ilmu Nahwu, Khath Al-Qur’an, Ilmu Fiqih dan lainnya.
Pada masa Khulafaur Rasyidin belum dikenal sebenanya ilmu pengetahuan
umum, disebut sains. Walaupun demikian, Al-Haris Bin Katadah yang berasal
dari Taif (w.13H), tercatat sebagai dokter pada masa permulaan Islam.
Pengetahuan kedokteran diperoleh dari persian, sebagai sarjana ia terlatih terbaik
dalam bidangnya sehingga mendapat julukan dokter oleh orang-orang Arab.
3. Perkembangan sastra
11
Puisi pada masa tersebut tidak jauh pada masa jahiliyah, maksudnya bahwa
kurang maju dan berkembang karenaa memerhatikan al-Qur’an, sehingga aroma
struktural kata dalam puisi sangat terpengaruh oleh al-Qur’an, prosa tertuang
dalam dua bentuk : khitabah ( bahasa pidato), khitabah (bahasa koresponden).
Kithbah menjadi bahsa yang paling efektif untuk dakwah dan megalami
kesepurnaan karena pengaruh al-Qur’an. Ruhnya khitabah adalah Nabi sendiri
dan Arab. Semuanya dikenal sangat balig dan fasih, terutama dalam
menyampaikan cerama/khutbah. Ali Bin Abi Thalib sangat dikenal dengan
retorika khutbah. Khutbahnya dikumpulkan dalam kitan “nahl al-balagah”
adapun dalam aspek menuis tidak mengalami perkembangan seperti khitabah
walaupun didalamnya terdapat banyak nilai-nilai sastra yang sangat tinggi.
Para penyair dua masa yaitu Pra Islam dan Masa Islam disebut
“mukhadhram”, seperti Hasan Bin Tsabit dan Ka’ab Bin Zubir. Hasan Bin Tsabit
adalah penyair rumah tangga Nabi. Ia selalu mengubah syair-syair untuk membela
Islam dan memuliakan Rasulullah selama hayatnya. Kemampuan dibidang sastra
lebih identik dengan tingkt peradaban seseorang.
Orang yang memiliki kemampuan sastra (abad) berarti memiliki pengetahuan
yang membawa pada budaya intelektual yang tinggi, yang karenanya
dimungkinkan akan terjadi hubungan sosial yang beradab, dengan sentuhan yang
lembut terhadap orang lain. Khalifah yang disebut sebagai khulafaur rasyidin dan
ulama dalam priode tersebut mereka tidak hanya memiliki sastra tapi juga
menguasai bidang ilmu pengetahuan.
4. Perkembangan arsitektur
Arsitektur sudah dimulai sejak awal peradaban Islam, salah satunya adalah
Masjid. Keindahan sebuah masjid dinilai karena tingginya sebuah arsitekturnya,
lentik tangan seorang arsitek sangat berpengaruh oleh beberapa estetika masjid.
Keindahan arsitektur masjid menunjukkan tinggi nilai ilmu engetahuan pada masa
itu. Terutama dalam seni kaligrafi, dan seni memahat. Walaupun masjid quba
yang didirikan oleh Rasululah di Madinah belum mempunyai nilai seni, paling
tidak bangunan itu telah memberi tempat awal bertolaknya kesenian Islam. Masjid
tersebut tidak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah seperti shalat, dan kegunaan
ritual keagamaan melainkan digunakan sentral dakwa islam bahkan politik.
Masjid menerima para duta dan mengurus persoalan kenegaraan dimasjid, juga
12
menyampaikan pidato tentang politik dan agama di mimbar. Di masjid, umar bin
khatab mengumumkan kekalahan umat islam dalam peperangan di Irak dan
memotivasi para sahabat untuk bergerak maju. Begitu juga dengan khalifah-
khalifah yang lain. Adapun beberapa masjid yang dibangun dan diperbaiki pada
masa Khulafaur Rasyidin adalah:
a. Masjid al-haram adalah satu dari tiga masjid yang paling mulia dalam Islam.
Terletak di sekitar Ka’bah, dibangun oleh nabi Ibrahim. khaifah Umar mulai
memperluas masjid pada masa Nabi Muhmmad. Masih amat sederhana,
dikelilngi oleh rumah-rumah di sekitarnya. Masjid dikelilingi oleh tembok
batu bara setinggi 1,5 meter. Pada masa Khalifah utsman (26 H), perluasan
masjid dilakukan kembali.
b. Masjid Nabawi al-Syarif, yaitu masjid yang awal tanahnya berasal dari tanah
kepemilikan dari dua anak yatim dibawah asuhan As’ad bin Zararah. Nabi
membelinya dengan harga wajar, walaupun sebelumnya ingin diwakafkan.
Masjid tersebut dibangun dari batang-batang dan arap serta pelepah kurma.
Kemudian khalifah Umar memper luas area masid tersebut dan Utsman
merenovasinya.
c. Masjid Raya al-Atiq disebut juga masjid Amru bin al-Ash, dibangun diatas
tanah bekas masjid Qusaibah bin Kultsum an-Nujaibi. Masjid yang awalnya
kecil kemudian di perbesar. Orang pertama yang membuat mirhabnya adalah
Qurah bin Syarik, gubernur mesir pada masa pemerintahan al-Wahid bin
Abdul Malik.
Tak ketinggalan pada masa empat khalifah dibangun kota-kota sebagai pusat
peradaban Islam khususnya sebagai benteng konsentrasi militer, terdiri dari
perumahan, masjid Jami’, masjid-masjid kecil, perkantoran yang lengkap dengan
sarana dan prasarana. Adapun beberapa kota yang dibangun pada periode ini
adalah:
1. Basrah dibangun pada tahun 14-15 h dengan arsiteknya Utbah bin Ghazwh,
dibantu 800 pekerja. Khalifah umar sendiri yang menentukan lokasi, kira-kira
10 mil dari sungai Tigris. Untuk memenuhi kebutuhan air bagi penduduk,
dibuatlah saluran air dari sungai menuju kota.
2. Kufa dibangun dibekas ibu kota kerajaan Arab sebelum Islam, Manadzir,
sekitar 2 mil dari sungai Efhrat (17 H). Pembangunannya dipercaya kepada
13
Salman al-Farisi dan kawan-kawan. Arsitek persia ini memperoleh pensiun
selama hidupnya selama hidupnya dari kegiatan tersebut.
3. Fusthath dibangun pada tahun 21 H. Kota ini dibangun karena khalifa Umar
tidak menyetujui Amr bin Ash untuk menjadikan Iskandariyah sebagai ibu
kota provinsi Mesir, dengan alasan karena sungai Nil membatasi kota tersebut
dengan Madinah sehingga akan menyulitkan hubungan dengan pemerintah
pusat. Dibangun di sebelah timur sungai Nil, dilengkapi dengan bangunan-
bangunan utama sebuah kota. Pada periode beriutnya (dinasti umayyah)
dibangun beberapa kota baru: kota Damaskus dan kota Dairawan.
14
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Al-khulafa al-Rasyidin adalah para pengganti Nabi. Islam sebagai sebuah ajaran
dan Islam sebagai institusi negara mulai tumbuh dan berkembang pada masa tersebut.
Dalam Islam kedaulatan tertinggi ada pada Allah SWT, sehingga para pengganti Nabi
tidak memiliki fasilitas “ekstra” dalam ajaran Islam untuk menentukan sebuah hukum
baru, namun mereka merupakan pelaksanaan hukum baru.
15
DAFTAR PUSTAKA
Sou’yb, Joesoef, Sejrah Daulat Khulafaur Rasyidin, Jakarta: Bulan Bintang, 1979
16