Case Anestesi FF
Case Anestesi FF
Case Anestesi FF
Pembimbing :
dr. Bambang Sutanto, Sp.An
Disusun Oleh:
Aditya Arifudin bachtiar, S.Ked J510185047
Retno Wulandari, S.Ked J510185038
LAPORAN KASUS
GENERAL ANESTESI PADA HISTEREKTOMI
Disusun Oleh:
Aditya Arifudin bachtiar, S.Ked J510185047
Retno Wulandari, S.Ked J510185038
Mengetahui :
Pembimbing :
dr. Bambang Sutanto, Sp.An (........................................)
Dipresentasikan di hadapan :
dr. Bambang Sutanto, Sp.An (........................................)
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Ilmu anestesi dan reanimasi adalah cabang ilmu kedokteran yang
mempelajari tatalaksana untuk “mematikan” rasa, baik rasa nyeri, takut, dan rasa
tidak nyaman yang lain sehingga pasien nyaman dan ilmu yang mempelajari
tatalaksana unuk menjaga/ mempertahankan hidup dan kehidupan pasien selama
mengalami “kematian” akibat obat anestesi. Sedangkan anestesiologi adalah
cabang ilmu kedokteran yang mendasari berbagai tindakan meliputi pemberian
anestesi ataupun analgesi, pengawasan keselamatan penderita yang mengalami
pembedahan atau tindakan lainnya, pemberian bantuan hidup dasar, perawatan
intensif pasien gawat, terapi inhalasi dan penanggulangan nyeri menahun.
Anestesi umum adalah menghilangkan rasa sakit seluruh tubuh secara sentral
disertai hilangnya kesadaran yang bersifat reversible. Perbedaannya dengan
anestesi lokal antara lain, pada anestesi lokal hilangnya rasa sakit setempat
sedangkan pada anestesi umum seluruh tubuh. Pada anestesi lokal yang terpengaruh
syaraf perifer sedangkan anestesi umum yang terpengaruh syaraf pusat dan pada
anestesi lokal tidak terjadi kehilangan kesadaran.
Tindakan pembedahan berdasarkan faktor resikonya dibagi menjadi
pembedahan minor dan mayor. Pembedahan minor adalah pembedahan yang dapat
menimbulkan trauma fisik yang minimal dengan resiko kerusakan yang minim.
Sedangkan pembedahan mayor sendiri adalah pembedahan yang dapat
menimbulkan trauma fisik yang luas dan resiko kematiannya sangat serius,
misalnya total abdominal histerektomy, resekresi kolon dan lain-lain.
Histerektomi adalah pengangkatan uterus melalui pembedahan, paling umum
dilakukan untuk keganasan dan kondisi bukan keganasan tertentu
(endometriosis/tumor), untuk mengontrol perdarahan yang mengancam jiwa dan
kejadian infeksi pelvis yang tak sembuh-sembuh atau ruptur uterus yang tidak dapat
diperbaiki. Sebelum dilakukan pembedahan ada tindakan yang paling penting
dilakukan yaitu anestesi atau pembiusan pada pasien. Tujuan dan teknik dari
anestesi umum yaitu menginduksi hilangnya kesadaran
3
BAB II
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. DS
Usia : 41 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Nogosari Boyolali
Nomer RM : 0207xxx
Tanggal MRS : 04-09-2018
B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Perdarahan pervaginam
4. Riwayat Alergi :
Alergi obat dan makanan : Disangkal
4
5
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Generalis
a) Keadaan Umum : Sedang
b) Kesadaran : Compos mentis
c) Tekanan Darah : 100/70 mmHg
d) Nadi : 80 kali/menit
e) Respirasi : 20 kali/menit
f) Suhu : Afebris
2. Pemeriksaan Fisik
a) Status Gizi
1) Berat Badan : 77 kg
2) Tinggi Badan : 150 cm
b) Kepala : dalam batas normal
c) Leher : dalam batas normal
d) Thorax
Paru : dalam batas normal
Jantung : dalam batas normal
Abdomen : dalam batas normal
e) Abdomen : dalam batas normal
f) Ekstremitas : akral hangat
6
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Hematologi
4 Seprtember 2018
Darah Rutin
Leukosit : 7,50 x 103
Eritrosit : 4,33 x 106
Hemoglobin : 11,1 g/Dl L
Hematokrit : 34,7 L
Trombosit : 358
Neutrofil : 63,6
Limfosit : 29,7
Monosit : 6,7
MCV : 80.2
MCH : 25,6 L
MCHC : 31,9 L
MPV : 7,7 fL L
Kimia Klinik
SGOT : 28 U/L
SGPT : 18
Ureum : 24 mg/dL
Creatinin : 0,70 mg/dL
GDS : 99,2
Sero imunologi
HbsAg : Non reaktif
2. Pemeriksaan Radiologi
Foto polos thorax : dalam batas normal
7
E. DIAGNOSIS
P3 A0 Abnormal uterine bleeding/AUB berulang riwayat SC 3x riwayat
kuret 2x
F. TINDAKAN / TATALAKSANA
Histerektomi
G. ASSESMENT MEDIS ANESTESI DAN SEDASI
Diagnosis Pre-operatif : Abnormal uterine bleeding/AUB berulang
Macam Operasi : Histerektomi
Tanggal Operasi : 4 September 2018
2. Pemeriksaan Fisik
a. Anamnesis : Autoanamnesis
b. Jalan Nafas : Normal
- Buka mulut >2 jari
- Jarak thyromental >3 jari
- Mallampati score : II
- Gerakan leher maksimal
4. Teknik Anestesi
a. Jenis : General Anestesi
b. Obat :
1) Fentanyl 100 mg
2) Atracurium besylate 25 mg
3) Propofol 120 mg
4) Sevofluorane = 1-2 %
5) N20/O2 = 2:3
b. Infus
- Ringer Laktat 3 flab
c. Keterangan
- Induksi : 12.18 WIB
- Pasien siap insisi : 12.32 WIB
- Insisi mulai : 12:33 WIB
- Operasi selesai : 14:00 WIB
b. Analgesia :
- Pethidin 50 mg iv
- Tramadol 100 mg
- Ketorolac 30 mg
- Pethidin 100 mg dalam 500 ml cairan RL
c. Anti Emetik : Ondansentron 4mg
d. Infus : Ringer Laktat 20 tetes / menit
e. Makan / Minum : post operasi pasien sadar penuh tidak mual boleh
minum
f. Pemantauan : Tensi, Nadi, Nafas tiap 15 menit selama 1 jam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anestesi Umum
Anestesi umum adalah menghilangkan rasa sakit seluruh tubuh secara
sentral disertai hilangnya kesadaran yang bersifat reversible. Perbedaan
anestesi umum dibanding dengan anestesi lokal diantaranya pada anestesi
lokal hilangnya rasa sakit setempat sedangkan pada anestesi umum seluruh
tubuh. Pada anestesi lokal yang terpengaruh syaraf perifer, sedang pada
anestesi umum yang terpengaruh syaraf pusat dan pada anestesi lokal tidak
terjadi kehilangan kesadaran Menurut bentuk fisiknya, anestesi umum dibagi
menjadi 2 macam yaitu anestesi inhalasi dan anestesi intravena.1
1. Stadium Anestesi
Kedalaman anestesi harus dimonitor terus menerus oleh pemberi
anestesi, agar tidak membahayakan penderita, tetapi cukup adekuat untuk
melakukan operasi.
1. Stadium I (Stadium analgesi atau stadium disorientasi)
Dimulai sejak diberikan anestesi sampai hilangnya kesadaran. Pada
stadium ini, operasi kecil dapat dilakukan.
2. Stadium II (stadium delirium atau stadium eksitasi)
Dimulai dari hilangnya kesadaran sampai nafas teratur. Pada
stadium ini penderita bisa meronta-ronta, pernafasan irregular, pupil
melebar, refleks cahaya positif gerakan bola mata tidak teratur, lakrimasi
(+), tonus otot meninggi, refleks fisiologi masih ada, dapat terjadi batuk
atau muntah, kadang-kadang kencing atau defekasi.
Stadium ini diakhiri dengan hilangnya reflek menelan dan kelopak
mata, dan selanjutnya nafas menjadi teratur. Stadium ini dapat
membahayakan penderita sehingga harus segera diakhiri. Keadaan ini
dapat dikurangi dengan memberikan premedikasi yang adekuat, persiapan
psikologis penderita dan induksi yang halus dan tepat.
10
11
4. Stadium IV
Dari paralisis diafragma sampai apneu dan kematian. Disebut juga
stadium overdosis atau stadium paralysis. Ditandai dengan hilangnya
semua reflek, pupil dilatasi, terjadi respiratory failure dan diikuti dengan
circulatory failure.1
c. Pemeriksaan laboratorium
Uji laboratorium hendaknya atas indikasi yang tepat sesuai dengan dugaan
penyakit yang sedang dicurigai. Pemeriksaan yang dilakukan meliputi
pemeriksaan darah kecil (Hb, lekosit, masa perdarahan dan masa
pembekuan) dan urinalisis. Pada usia pasien diatas 50 tahun ada anjuran
pemeriksaan EKG dan foto thoraks.1
e. Masukan oral
Refleks laring mengalami penurunan selama anestesia. Regurgitasi isi
lambung dan kotoran yang terdapat dalam jalan napas merupakan risiko
utama pada pasien-pasien yang menjalani anestesia. Untuk meminimalkan
risiko tersebut, semua pasien yang dijadwalkan untuk operasi elektif
14
e) Antikolinergik
1) Sulfas atropine (anti kolinergik) (amp 1cc = 0,25 mg),dosis 0,001
mg/kgBB
f) Anti emetic
1) Simetidin dan Ranitidin
2) Ondancentron
3. Pemulihan
Pasca anestesi dilakukan pemulihan dan perawatan pasca operasi
dan anestesi yang biasanya dilakukan di ruang pulih sadar atau recovery
room yaitu ruangan untuk observasi pasien pasca atau anestesi.Ruang pulih
sadar merupakan batu loncatan sebelum pasien dipindahkan ke bangsal atau
masih memerlukan perawatan intensif di ICU.Dengan demikian pasien
pasca operasi atau anestesi dapat terhindar dari komplikasi yang disebabkan
karena operasi atau pengaruh anestesinya2.
1 Kesadaran Bangun 2
Respon terhadap stimuli
Tak ada respon 1
Tanda Kriteria
Tanda vital Respirasi, T/N, suhu seperti semula
Reflek laryng dan pharyng Mampu menela, batuk, dan muntah
Gerakan Mampu bergerak sesuai umur dan tingkat
perkembangan
Muntah Muntah, mual pusing minimal
Pernafasan Tidak ada sesak nafas, stridor, dan
mendengkur
Kesadaran Alert, orientasi tempat, waktu, dan orang
Kriteria Skor
Gerakan penuh dari tungkai 0
Tak mampu ekstensi tungkai 1
Tak mampu fleksi lutut 2
Tak mampu fleksi pergelangan kaki 3
20
B. Histerektomi
1. Definisi
Istilah histerektomi berasal dari bahasa latin histeria yang berarti
kandungan, rahim, atau uterus, dan ectomi yang berarti memotong, jadi
histerektomi adalah suatu prosedur pembedahan mengangkat rahim yang
dilakukan oleh ahli kandungan.
Histerektomi adalah suatu prosedur operatif dimana seluruh organ dari
uterus diangkat. Histerektomi merupakan suatu prosedur non obstetrik
untuk wanita di negara Amerika Serikat.
Histerektomi adalah bedah pengangkatan rahim (uterus) yang sangat
umum dilakukan. namun organ-organ lain seperti ovarium, saluran tuba
dan serviks sangat sering dihapus sebagai bagian dari operasi.
Histeroktomi merupakan suatu tindakan penanganan untuk mengatasi
kelainan atau gangguan organ atau fungsi reproduksi yang terjadi pada
wanita. Dengan demikian, tindakan ini merupakan keputusan akhir dari
penanganan kelainan atau gangguan berdasarkan hasil pemeriksaan
dokter. Namun tindakan ini sangat berpengaruh terhadap system
reproduksi wanita. Diangkatnya rahim, tidak atau dengan saluran telur atau
indung telur akan mengakibatkan perubahan pada system reproduksi
wanita, seperti tidak bisa hamil, haid dan perubahan hormone.
Histerektomi adalah operasi pengangkatan kandungan (rahim,uterus) pada
seorang wanita, sehingga setelah menjalani ini dia tidak bisa lagi hamil
dan mempunyai anak. Histerektomi biasanya disarankan oleh dokter untuk
dilakukan karena berbagai alasan. Alasan utamanya dilakukan
histerektomi adalah kanker mulut rahim atau kanker rahim. 3,4
21
B. Kontraindikasi
1. Atelektasis
2. Luka infeksi
3. Infeksi saluran kencing
4. Tromoflebitis
5. Embolisme paru-paru.
6. Terdapat jaringan parut, inflamasi, atau perubahan endometrial pada
adneksa
7. Riwayat laparotomi sebelumnya (termasuk perforasi appendix) dan
abses pada cul-de-sac Douglas karenadiduga terjadi pembentukan
perlekatan.
22
3. Jenis-jenis Histerektomi
a. Histerektomi parsial (subtotal)
Pada histerektomi jenis ini, rahimn diangkat, tetapi mulut rahim (serviks)
tetap dibiarkan. Oleh karena itu, penderita masih dapat terkena kanker
mulut rahim sehingga masih perlu pemeriksaan pap smear (pemeriksaan
leher rahim) secara rutin. 3,4
b. Histerektomi total
Pada histerektomi ini, rahim dan mulut rahim diangkat secara
keseluruhan. 3,4
Keuntungan dilakukan histerektomi total adalah ikut diangkatnya serviks
yang menjadi sumber terjadinya karsinoma dan prekanker. Akan tetapi,
histerektomi total lebih sulit daripada histerektomi supraservikal karena
insiden komplikasinya yang lebih besar. 7
Operasi dapat dilakukan dengan tetap meninggalkan atau mengeluarkan
ovarium pada satu atau keduanya. Pada penyakit, kemungkinan
dilakukannya ooforektomi unilateral atau bilateral harus didiskusikan
dengan pasien. Sering kali, pada penyakit ganas, tidak ada pilihan lain,
kecuali mengeluarkan tuba dan ovarium karena sudah sering terjadi
mikrometastase. 7
Berbeda dengan histerektomi sebagian, pada histerektomi total seluruh
bagian rahim termasuk mulut rahim (serviks) diangkat. Selain itu,
terkadang histerektomi total juga disertai dengan pengangkatan beberapa
organ reproduksi lainnya secara bersamaan. Misalnya, jika organ yang
diangkat itu adalah kedua saluran telur (tuba falopii) maka tindakan itu
disebut salpingo. Jika organ yang diangkat adalah kedua ovarium atau
indung telur maka tindakan itu disebut oophor. Jadi, yang disebut
histerektomi bilateral salpingo-oophorektomi adalah pengangkatan
rahim bersama kedua saluran telur dan kedua indung telur. Pada tindakan
histerektomi ini, terkadang juga dilakukan tindakan pengangkatan bagian
atas vagina dan beberapa simpul (nodus) dari saluran kelenjar getah
23
d. Histerektomi radikal
Histerektomi ini mengangkat bagian atas vagina, jaringan dan kelenjar
limfe disekitar kandungan. Operasi ini biasanya dilakukan pada beberapa
jenis kanker tertentu untuk bisa menyelamatkan nyawa penderita. 3,4
4. Pemeriksaan Diagnostik
a. USG
Untuk menentukan jenis tumor, lokasi mioma, ketebalan endometrium
dan keadaan adnexa dalam rongg apelvis. Mioma juga dapat dideteksi
dengan CT scan ataupun MRI, tetapi kedua pemeriksaan itu lebih mahal
dan tidak memvisualisasi uterus sebaik USG. Untungnya
leiomiosarkoma sangat jarang karena USG tidak dapat
membedakannya dengan mioma dan konfirmasinya membutuhkan
diagnose jaringan.
b. Foto BNO/IVP pemeriksaan ini penting untuk menilai masaa di rongga
pelvis serta menilai fungsi ginjal dan perjalanan ureter
c. Histerografi dan histeroskopi untuk menilai pasien mioma submukosa
disertai dengan infertilitas.
d. Laparoskopi untuk mengevaluasi massa pada pelvis
e. Laboratorium, darah lengkap, urine lengkap, gula darah, tes fungsi hati,
ureum, kreatinin darah.
f. Tes kehamilan
25
b. Komplikasi
1. Hemoragik
Keadaan hilangnya cairan dari pembuluh darah yang biasanya terjadi
dengan cepat dan dalam jumlah yang banyak. Keadaan ini
diklasifikasikan dalam sejumlah cara yaitu, berdasarkan tipe pembuluh
darah arterial, venus atau kapiler, berdasarkan waktu sejak dilakukan
pembedahan atau terjadi cidera primer, dalam waktu 24 jam ketika
tekanan darah naik reaksioner, sekitar 7-10 hari sesudah kejadian
dengan disertai sepsis sekunder, perdarahan bisa interna dan eksterna.
2. Thrombosis vena
Komplikasi hosterektomi radikal yang lebih jarang terjadi tetapi
membahayakan jiwa adalah thrombosis vena dalam dengan emboli
paru-paru, insiden emboli paru-paru mungkin dapat dikurangi dengan
penggunaan ambulasi dini, bersama-sama dengan heparin subkutan
profilaksis dosis rendah pada saat pembedahan dan sebelum mobilisasi
sesudah pembedahan yang memadai.
3. Infeksi
Infeksi oleh karena adanya mikroorganisme pathogen, antitoksinnya
didalam darah atau jaringan lain membentuk pus.
4. Pembentukan fistula
Saluran abnormal yang menghubungkan 2 organ atau menghubungkan
1 organ dengan bagian luar. Komplikasi yang paling berbahaya dari
27
1. Pre Operasi
Pasien direncanakan operasi histerektomi. Sebelum dilakukan operasi tanda
vital pasien; TD: 155/85 mmHg, N: 80x/menit, S: afebris, SpO2: 99%, hb : 11,1
mg/dL, GDS : 99,2 dan GCS :15 (E4V5M6). Pasien memiliki riwayat operasi
seksio caesaria 3x (+), riwayat kuretase 2x (+), alergi (-), asma (-), DM (-),
hipertensi (-).
2. Durante Operasi
Sebelum dilakukan tindakan operatif pada pasien ini diputuskan akan
dilakukan General anestesi. Induksi anestesi pada pasien ini dimulai dengan
pemberian Fentanyl 100 mg untuk memberi efek analgetik menyebabkan
hilangnya rasa sakit pada tubuh. Kemudian obat propofol 120 mg untuk
memberikan efek hipnotik yang mempengaruhi kesadaran pasien. Kemudian
terakhir diberikan obat Atracurium 25 mg untuk memberi efek pelumpuh otot.
Setelah semua obat induksi diberikan, Kemudian prosedur intubasi
dilakukan dengan cara membuka jalan nafas dengan laringoskop machiyos
ukuran no. 3 lalu memasukkan endotrakeal tube kinking ukuran 7.0 ke dalam
trakea, dengan level pipa di mulut 20 sehingga jalan nafas bebas hambatan dan
nafas mudah dikendalikan.
Setelah itu pernafasan dibantu dengan ventilator karena keadaan depresi
nafas yang terjadi. Sebagai obat pemeliharaan diberikan gas N2O, O2 dan obat
sevoflurane 1-2% secara inhalasi.
3. Post Operasi
Pasien dibawa ke ruang pulih sadar (recovery room) dan dipantau tanda
vitalnya. Tanda vital pasien nadi : 95x/menit, TD : 140/85 mmHg, SpO2: 99%.
Pasien diberikan oksigen nasal sebanyal 3 liter per menit. Skor aldrete pada saat
28
29
pasien masuk ruang pulih sadar adalah 9 dengan rincian warna kulit (2), aktifitas
motorik (1), pernapasan (2), tekanan darah (2), kesadaran (2). Skor aldrete pada
pasien >8 maka pasien dapat dipindahkan ke bangsal.
BAB V
KESIMPULAN
30
DAFTAR PUSTAKA
31