Kel-9 - Askep KGD Trauma Abdomen
Kel-9 - Askep KGD Trauma Abdomen
Kel-9 - Askep KGD Trauma Abdomen
Disusun Oleh:
Alexander Dadi Rahmadi 201943002
Maria Dhita Suryani Lumban G 201943027
Yohana Sugiyatmi 201943043
A. Latar Belakang
Trauma abdomen ditemukan pada 25% pada penderita multi trauma. Gejala
dan tanda yang ditimbulkan kadang-kadang lambat sehingga memerlukan
tingkat kewaspadaan yang tinggi untuk mendapatkan diagnosisnya. Cidera
abdomen yang luput dari diagnosis masih merupakan penyebab kematian
yang dapat dicegah ( prevenable death) pada penderita dengan trauma batang
tubuh (Sander,2018).
Lebih dari setengah pasien trauma merupakan akibat kecelakaan lalu lintas,
selebihnya akibat terjatuh, luka tembak dan luka tusuk, keracunan, luka bakar
dan tenggelam. Trauma abdomen menempati peringkat ketiga sebagai
penyebab kematian akibat trauma setelah cidera kepala dan trauma dada.
Trauma abdomen merupakan penyebab yang cukup signifikan bagi angka
kesakitan dan kematian. Diagnosis trauma abdomen sering kali terlewatkan
akibat gejala fisik yang tidak diketahui oleh adanya intoksikasi maupun
trauma kepala. Trauma abdomen yang tidak diketahui masih menjadi momok
penyebab kematian yang seharusnya dapat dicegah ( Umboh et al.,2018).
Diagnosis dan penanganan yang tepat dari trauma abdomen merupakan unsur
terpenting dalam mengurangi kematian akibat trauma abdomen. Pada pasien
trauma, penilaian abdomen merupakan salah satu bagian yang menarik.
Penilaian sirkulasi saat survei awal harus mencakup deteksi dini dari
kemungkinan adanya perdarahan yang tersembunyi di dalam abdomen dan
pelvis pada pasien trauma tumpul abdomen. Trauma tajam pada dada diantara
puting dan perineum harus dianggap potensial menyebabkan cidera intra
abdominal. Pada penilaian abdomen, prioritas maupun metode yang terbaik
sangat ditentukan oleh mekanisme trauma, berat dan lokasi trauma maupun
status hemodinamik pasien (Umboh et al.,2018).
B. Tujuan Umum
Mampu mengetahui dan memahami pengelolaan kegawatdaruratan pada
pasien trauma abdomen.
C. Tujuan Khusus
1. Mengetahui dan memahami penatalaksanaan trauma abdomen.
2. Mengetahui dan memahami asuhan keperawatan pada pasien dengan
trauma abdomen .
BAB II
GAMBARAN KASUS DAN PENANGANAN YANG DILAKUKAN
DI INSTALASI GAWAT DARURAT
A. Identitas Pasien
Nama : An. A. O
Tanggal Lahir : 28-10-2003
Jenis Kelamin : Perempuan
No RM : 393088
D. Riwayat Pengobatan
Dari Rumah Sakit Puri Husada mendapatkan terapi Asam Mefenamat
3x500mg dan Amoxicilin 3x500mg.
E. Riwayat Alergi obat : tidak ada
F. Data Obyektif
1. Keadaan Umum : Tampak sakit berat
2. Kesadaran : Somnolent
3. GCS : E3 V4 M5
4. Psikososial : Gelisah
5. Tanda Vital : TD 70/40 mmHg Nadi :126x/mnt
Pernafasan : 22x/mnt Suhu : 35,6◦C
Saturasi O2: 94% BB : 40KG
Skala Nyeri : 6 (0-10)
6. Airway : Bebas
7. Breathing : Normal Suara Nafas : Bersih
8. Circulation : Pengisian Kapiler : > 3 detik
9. Ekstremitas : Akral Dingin , Pucat, Sianosis
10. Tekanan Intrakranial : Bingung, Hipotensi
11. Neuro sensorik : Penurunan tingkat kesadaran
12. Integumen : Luka lecet di inguinal kiri
13. Muskuloskeletal : Tidak ada gangguan
14. Edema : Tidak ada edema
15. Mukosa mulut : Kering
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
a. Darah Rutin
Pemeriksaan I Pemeriksaan serial ke 2
Hb : 6,2 g% Hb : 5,1 g%
Lekosit : 44,4 Lekosit : 20,7
Hematokrit : 19,3 Hematokrit : 14,8
Trombosit : 248 Trombosit : 183
Basofil : 0.3 Basofil : 0,1
Neutrofil : 67,6 Neutrofil : 84,1
Monosit : 7,1 Monosit : 3,7
b. Koagulasi
Golongan Darah : AB , Rhesus : Positip
Protrombin Time : Control : 12,6 (11,7 – 15,7)
Hasil : 21,8 (11,1- 14,6)
APTT : Control : 30,9 ( 25.6 – 33.6)
Hasil : 43.0 (24.6 – 37.2)
c. Kimia
Fungsi Hati : SGOT : 129.0
SGPT : 81.0
A. Pengkajian
1. Secara umum pengkajian keperawatan kegawat daruratan diprioritaskan
pada Airway, Breathing dan Circulation (Hamarno, 2016), yaitu:
a. Airway
Bertujuan untuk memastikan jalan nafas lancar dan tidak ada
kendala serta mempertahankan tulang servical dengan baik pada
kasus-kasus trauma. Pengkajian pada jalan nafas untuk pasien sadar
bisa ditanyakan ada tidaknya keluhan dan dapat dilihat ada tidaknya
gangguan/kelainan. Pasien tidak sadar pengkajian jalan nafas denga
n cara membuka mulut korban dan lihat apakah ada vokalisasi, mun
cul suara ngorok, apakah ada secret, darah, muntahan, apakah ada b
enda asing seperti gigi yang patah, apakah ada bunyi stridor (obstruk
si dari lidah).
b. Breathing
Pengkajian pernafasan merupakan kelanjutan dari penilaian jalan
nafas yang secara otomatis harus dilakukan oleh seorang perawat.
Pengkajian dilakukan secara inspeksi, palpasi, auskultasi dan bila
memungkinkan dengan perkusi.
Inspeksi dilakukan untuk menghitung jumlah pernafasan, ritme, tipe
pernafasan, kesimetrisan pengembangan dada, melihat ada tidaknya
jejas/kerusakan kulit, retraksi intercostalis.
Palpasi dada dilakukan untuk mengetahui adakah nyeri tekan, dan a
dakah penurunan ekspansi paru.
Auskultasi dilakukan untuk mengetahui bunyi nafas (normal atau ve
sikuler menurun/meredup, adakah suara nafas tambahan seperti ronc
hi, wheezing, pleural dan frictionrub.
Perkusi, dilakukan bila memungkinan dan dilakukan secara hati-hati
bertujuan untuk mengetahui sonor (normal), hipersonor atau timpa
ni bila ada udara di thorak, pekak atau dullnes bila ada konsolidasi a
tau cairan di cavumpleura.
c. Circulation
Pada kasus kegawatdaruratan menjadi hal yang sangat penting untuk
dapat menilai sebuah sirkulasi agar dapat menghindari terjadinya
henti jantung.
Pengkajian sirkulasi bertujuan untuk mengetahui dan menilai kema
mpuan jantung dan pembuluh darah dalam memompa darah keselur
uh tubuh dan dapat memperkirakan kemungkinan adanya gangguan
dalam sirkulasi seperti perdarahan. Pengkajian sirkulasi meliputi tek
anan darah, jumlah nadi, keadaan akral dingin/hangat, sianosis, ada t
idaknya bendungan vena jugularis.
2. Pengkajian keperawatan pada kasus trauma abdomen adalah sebagai beri
kut:
a. Riwayat sakit saat ini
Riwayat trauma sangat penting untuk ditanyakan untuk menilai
penderita yang cidera. Pertanyaan meliputi : kecepatan, jenis
kecelakaan, posisi penderita, arah kecelakaan dan lain-lain.
Keterangan ini dapat diberikan oleh penderita, penumpang lain,
polisi atau petugas di lapangan.
b. Pemeriksaan fisik
1) Inspeksi
Penderita harus dibuka pakaiannya untuk melihat adanya jejas
di abdomen, periksa adanya goresan, robekan, luka tembus,
benda asing yang menancap, keluarnya oementun atau usus
kecil. Penderita dapat dibalikkan dengan hati-hati (gunakan
teknil Log Roll) untuk memeriksa bagian belakang tubuh secara
lengkap. Inspeksi secara menyeluruh meliputi penis, vagina,
perianal dan rectal.
2) Auskultasi
Untuk mengetahui adanya bising usus atau tidak. Darah
intraperitoneum yang bebas atau adanya kebocoran abdomen
dapat menyebabkan illeus, mengakibatkan hilangnya bising
usus.
3) Perkusi
Dapat dilihat apakah terdengar bunyi timpani akibat adanya
dilatasi lambung akut atau bunyi redup bila ada
hemoperitonium.
4) Palpasi
Perabaan yang tegang dari dinding perut (defans muscular)
adalah tanda yang khas dari iritasi peritonium.
5) Hasil dari pemeriksaan fisik
a) Tanda Ballance Dullness menetapkan pada perkusi pinggul
kiri dan dullness pada perkusi pinggul kanan yang hilang
dengan perubahan posisi. Adanya darah pada sisi kanan
akan tetapi koagulasi pada sisi kiri.
b) Tanda Cullen Memar ungu kebiruan atau ekimosis sekitar
umbilicus perdarahan peritoneal.
c) Tanda Grey-Turner Memar ungu kebiruan atau ekimosis
diatas area pinggul atau punggung. Perdarahan
retroperitoneal.
d) Tanda Kehr Nyeri yang menyebar ke bahu kiri, darah,
cairan atau udara intra abdominal mengiritasi nervus
frenikus pada diafragma, Nyeri lepas, nyeri pada saat
pemeriksaan palpasi dalam dilepas. Iritasi peritoneal,
perabaan yang tegang dari dinding perut (defans muscular)
adalah tanda yang khas dari iritasi peritonium.
6) Pada trauma tumpul, kecurigaan adanya trauma dan perdarahan
intraperitonial dapat dilakukan dengan pemantauan lingkar
perut, bisa diukur dengan meteran/mitline atau tali, dimana
hasilnya makin bertambah. Saat pengukuran lingkar abdomen
dilakukan pada titik yang sama sehingga di abdomen dapat
diberi tanda dengan bolpoin atau pleseter agar setiap
orang/petugas yang mengukur dilakukan pada titik yang sama.
3. Pemeriksaan penunjang
a. Focus Abdomnial Sonografi Of Trauma (FAST), paling efektif
dilakukan di awal atau di ruang IGD untuk mengetahui adanya
perdarahan atau kerusakan organ abdomen secara cepat dan jelas.
b. Pemeriksaan laboratorium: darah dan urine
c. Pemeriksaan radiologi: USG, Foto polos abdomen, CT-Scan
abdomen, sistografi, uretrografi, IVP
d. Parasintesis perut
e. DPL (Diagnostik Peritoneal Lavage)
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera
2. Risiko hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan secara aktif
3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas
(kelemahan otot pernafasan)
4. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas
5. Resiko ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan trauma/
perdarahan
6. Resiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan trauma
multiple
7. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
8. Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi
9. Hipertermia berhubungan dengan respon infeksi penyakit
10. Resiko Infeksi berhubungan dengan peningkatan paparan organisme
patogen lingkungan
C. Rencana Keperawatan
N
Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi
O
1 Nyeri akut berhubungan Tingkat nyeri berkurang setelah Manajemen Nyeri
dengan agen cidera dilakukan tindakan keperawatan a. Observasi :
dibuktikan dengan pasien selama 1 jam kriteria hasil: - Identifikasi lokasi,karakteristik, durasi nyeri,
mengeluh nyeri, pasien a. Skala nyeri 0-2 (dari skala 0- frekuensi, kualitas dan intensitas nyeri
tampak meringis, gelisah, 10) - Identifikasi skala nyeri
frekuensi nadi meningkat, b. Ekspresi wajah rileks - Identifikasi respon nyeri non verbal
bersikap protektif, pola c. Tekanan darah dalam batas - Identifikasi faktor yang memperberat dan
nafas berubah, berfokus normal 120/80 mmHg memperingan nyeri
pada diri sendiri, diaforesis d. Denyut jantung normal 60- - Monitor efek samping penggunaan analgetik
100x/mnt dan teratur b. Terapeutik :
e. Pasien bisa mengungkapkan - Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi
penyebab nyeri nyeri, misalnya teknik nafas dalam, pemberian
aroma terapi, terapi musik, terapi pijat.
- Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
(misalnya pencahayaan, suhu ruangan, kebisingan)
c. Edukasi :
- Jelaskan penyebab, periode danpemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan nyeri
N
Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi
O
- Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi
nyeri
- Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian
analgetik
2 Resiko hipovolemia Status cairan membaik setelah 1 Manajemen syok hipovolemia
berhubungan dengan jam dilakukan tindakan a. Observasi
kehilangan cairan secara keperawatan dengan kriteria - Monitor status kardiopulmunal (frekuensi dan
aktif hasil : kekuatan nadi, frekuensi nafas, TD, MAP)
a. Denyut nadi teraba kuat - Monitor status oksigenasi (saturasi oksigen, AGD)
dan teratur - Monitor status cairan (masukan dan haluaran
b. Output urine 0,5- 1 cc/kg urine, turgor kulit, CRT)
BB/jam - Periksa tingkat kesadaran dan respon pupil
c. Tekanan darah dalam batas - Periksa seluruh permukaan tubuh terhadap DOTS
normal 120/80mmHg (derfomity/deformitas, open wound/luka terbuka,
d. Denyut jantung normal tenderness / nyeri tekan, swelling/bengkak)
60-80x/mnt b. Terapeutik
e. Kadar Hb baik minimal 10 - Pertahankan jalan nafas paten
g% - Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi
f. Tingkat kesadaran : oksigen > 94%
N
Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi
O
compos mentis, GCS : 15 - Persiapkan intubasi dan ventilasi mekanis, jika
g. Turgor kulit elastis perlu
- Berikan posisi syok (Modified Tendelenberg)
- Pasang jalur IV berukuran besar (mis.no14/16)
- Pasang catheter urine untuk menilai produksi
urine
- Pasang selang nasogastric untuk dekompresi
lambung
- Ambil sampel darah untuk pemeriksaan darah
lengkap dan elektrolit
c. Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian infus cairan kristaloid 1-2
liter pada dewasa
- Kolaborasi pemberian infus cairan kristaloid
20cc/Kg BB pada anak
- Kolaborasi pemberian transfusi darah, jika perlu
3 Pola nafas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan Pemantauan Respirasi
berhubungan dengan keperawatan selama 2jam a. Observasi
hambatan upaya nafas pasien menunjukkan pola nafas - Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya
N
Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi
O
(kelemahan otot pernafasan) membaik dengan kriteria hasil: napas.
a. Frekuensi nafas membaik, - Monitor pola napas seperti bradipnea, takipnea,
RR 10-20x/mnt (dewasa), hiperventilasi, Kussmaul, Cheyne-Stokes, Biot.
b. Kedalaman nafas membaik - Monitor kemampuan batuk efektif
c. Cuping hidung menurun - Monitor adanya produksi sputum
d. Orthopnea menurun - Monitor adanya sumbatan jalan napas
- Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
- Auskultasi bunyi napas
- Monitor saturasi oksigen
- Monitor nilai AGD
- Monitor hasil x-ray toraks
b. Terapeutik
- Atur interval waktu pemantauan respirasi sesuai
kondisi pasien
- Dokumentasikan hasil pemantauan
c. Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
N
Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi
O
Manajemen jalan nafas
a. Observasi
- Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha
napas)
- Monitor bunyi napas tambahan (mis. Gurgling,
mengi, weezing, ronkhi kering)
- Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
b. Terapeutik
- Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt
dan chin-lift (jaw-thrust jika curiga trauma cervical)
- Posisikan semi-Fowler atau Fowler, jika tidak ada
kontrs indikasi
- Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
- Lakukan hiperoksigenasi sebelumPenghisapan
endotrakeal
- Keluarkan sumbatan benda padat dengan
forsepMcGill
- Berikan oksigen
c. Edukasi
N
Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi
O
A. Pengkajian
Pasien mengalami kecelakaan lalu lintas tabrakan antara motor dan motor,
sesaat setelah kejadian pasien periksa ke salah satu failitasa pelayanan
kesehatan terdekat dari tempat kejadian dan diijinkan pulang untuk rawat
jalan. Sesaat di rumah tiba-tiba pasien mengalami shock dan langsung di
bawa ke IGD Rumah Sakit Panti Rapih. Di IGD pasien didapatkan dalam
kondisi shock, ditemukan adanya jejas di daerah pelvis, hasil USG abdomen
perdarahan di daerah pelvis, Hb 6,2%, tekanan darah 70/40mmHg, nadi
126x/menit, RR 22X/menit, suhu 35,6oC, SpO2 95%. Pasien segera
dilakukan penanganan pembedahan laparatomi. Kasus menunjukan tanda dan
gejala trauma abdomen yang muncul secara lambat, pada saat pemeriksaan
pertama pasien tidak terdiagnosa adanya trauma abdomen dan di ijinkan
pulang. Saat di IGD sudah dalam kondisi shock kemudian dilakukan
penanganan dengan laparatomi.
Kegawatdaruratan trauma abdomen pada kasus hingga terjadi shock
kemungkinan besar dapat dicegah bila pengkajian kegawat daruratan dapat
dilakukan dengan baik dan benar. Pasien sudah menunjukan adanya jejas di
daerah pelvis dimana hal ini merupakan tanda adanya trauma tumpul yang
berisiko mengakibatkan adanya gangguan pada ogran intra abdomen.
Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan dengan USG abdomen, CT Scan
abdomen, serial Hb atau dengan DPL. Penanganan lebih lanjut dapat segera
dilakukan dan pasien dapat terhindar dari komplikasi lebih lanjut. Dalam
kondisi keterbatasan sarana dan prasarana oleh karena kondisi geografis dan
lain hal sehingga sulit untuk mendapatkan pelayanan penunjang yang di
inginkan, observasi pada kasus trauma abdomen dapat dilakukan seperti
dengan mengukur lingkar perut secara kontinue, dan observasi tanda vital
terutama kapilari refil.
B. Diagnosa Keperawatan
Hasil studi literatur pada kasus kegawatdaruratan trauma abdomen dengan
kondisi seperti pada kasus bisa diangkat 10 diagnosa keperawatan. Hasil
studi dokumentasi pada kasus trauma abdomen ditemukan ada 2 diagnosa
keperawatan yang diangkat, yaitu shock hipovolemik dan nyeri akut. Hal ini
kemungkinan petugas hanya mengangkat diagnosa keperawatan yang dirasa
saat itu paling prioritas dan perlu segera dilakukan tindakan keperawatan.
C. Rencana Keperawatan
Studi literatur rencana keperawatan disusun berdasarkan diganosa
keperawatan yang dapat muncul pada kasus kegawatdaruaratan trauma
abdomen, yaitu sebanyak 10 rencana keperawatan. Hasil studi dokumentasi
pada kasus didapatkan satu rencana keperawatan yang merupakan satu
kesatuan rencana keperawatan dari 2 diganosa keperawatan yang diangkat.
Rencana keperawatan yang didapatkan dari hasil studi dokumentasi kasus
dimana hanya dibuat dalam satu rencana keperawatan, hal ini kemungkinan
dilakukan untuk dapat mengefektifkan dan mengefisienkan waktu untuk
dokumenasi asuhan keperawatan sehingga waktu dapat lebih banyak
diberikan dalam implementasi kepada pasien.
BAB V
KESIMPULAN
Kita bisa mengetahui adanya trauma abdomen sejak awal melalui anamnesa dan
pemeriksaan fisik yang teliti, pada kasus hasil pemeriksaan fisik ditemukan tanda
yang ada pada pasien seperti sebuah jejas, pasien mengeluh nyeri dan adanya
riwayat benturan di perut, namun tidak dilakukan observasi lanjutan untuk
menegakan diagnosa trauma abdomen yang lebih lanjut, seperti dengan USG
abdomen, CT Scan abdomen, serial laboratorium Hb atau dengan DPL, dan
observasi lingkar perut.