0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
66 tayangan33 halaman

Kel-9 - Askep KGD Trauma Abdomen

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1/ 33

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

PADA PASIEN DENGAN TRAUMA ABDOMEN

Disusun Oleh:
Alexander Dadi Rahmadi 201943002
Maria Dhita Suryani Lumban G 201943027
Yohana Sugiyatmi 201943043

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PANTI RAPIH
YOGYAKARTA
2020
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Trauma abdomen ditemukan pada 25% pada penderita multi trauma. Gejala
dan tanda yang ditimbulkan kadang-kadang lambat sehingga memerlukan
tingkat kewaspadaan yang tinggi untuk mendapatkan diagnosisnya. Cidera
abdomen yang luput dari diagnosis masih merupakan penyebab kematian
yang dapat dicegah ( prevenable death) pada penderita dengan trauma batang
tubuh (Sander,2018).

Lebih dari setengah pasien trauma merupakan akibat kecelakaan lalu lintas,
selebihnya akibat terjatuh, luka tembak dan luka tusuk, keracunan, luka bakar
dan tenggelam. Trauma abdomen menempati peringkat ketiga sebagai
penyebab kematian akibat trauma setelah cidera kepala dan trauma dada.
Trauma abdomen merupakan penyebab yang cukup signifikan bagi angka
kesakitan dan kematian. Diagnosis trauma abdomen sering kali terlewatkan
akibat gejala fisik yang tidak diketahui oleh adanya intoksikasi maupun
trauma kepala. Trauma abdomen yang tidak diketahui masih menjadi momok
penyebab kematian yang seharusnya dapat dicegah ( Umboh et al.,2018).

Diagnosis dan penanganan yang tepat dari trauma abdomen merupakan unsur
terpenting dalam mengurangi kematian akibat trauma abdomen. Pada pasien
trauma, penilaian abdomen merupakan salah satu bagian yang menarik.
Penilaian sirkulasi saat survei awal harus mencakup deteksi dini dari
kemungkinan adanya perdarahan yang tersembunyi di dalam abdomen dan
pelvis pada pasien trauma tumpul abdomen. Trauma tajam pada dada diantara
puting dan perineum harus dianggap potensial menyebabkan cidera intra
abdominal. Pada penilaian abdomen, prioritas maupun metode yang terbaik
sangat ditentukan oleh mekanisme trauma, berat dan lokasi trauma maupun
status hemodinamik pasien (Umboh et al.,2018).
B. Tujuan Umum
Mampu mengetahui dan memahami pengelolaan kegawatdaruratan pada
pasien trauma abdomen.

C. Tujuan Khusus
1. Mengetahui dan memahami penatalaksanaan trauma abdomen.
2. Mengetahui dan memahami asuhan keperawatan pada pasien dengan
trauma abdomen .
BAB II
GAMBARAN KASUS DAN PENANGANAN YANG DILAKUKAN
DI INSTALASI GAWAT DARURAT

A. Identitas Pasien
Nama : An. A. O
Tanggal Lahir : 28-10-2003
Jenis Kelamin : Perempuan
No RM : 393088

B. Riwayat Sakit Sekarang


Pasien datang ke IGD Rumah Sakit Panti Rapih dengan riwayat pasca
kecelakaan lalulintas riwayat mengendarai sepeda motor tabrakan dengan
sepeda motor saat akan berangkat sekolah. Kejadian kecelakaan pukul 06.45,
sebelum pasien ke Rumah Sakit Panti Rapih pasien sudah mendapatkan
pertolongan di Rumah Sakit Puri Husada dan diijinkan pulang. Ketika pasien
dalam perjalanan pulang pasien tiba-tiba pingsan dan keringat dingin
kemudian oleh orang tua pasien dibawa ke IGD Rumah Sakit Panti Rapih,
tiba di IGD Panti Rapih pukul 10.30 WIB.
Kondisi pasien saat datang ke IGD akral teraba dingin dan tampak pucat,
pasien cenderung tidur, nadi teraba lembut. Dari hasil pemeriksaan fisik
ditemukan adanya jejas luka lecet di inguinal kiri, teraba distensi abdomen di
suprapubic. Tanda-tanda vital: tekanan darah 70/40mmHg, nadi 126x/menit
RR 22X/menit, suhu 35,6oC, SpO2 95%.

C. Riwayat Sakit Dahulu


Tidak ada riwayat sakit sebelumnya.

D. Riwayat Pengobatan
Dari Rumah Sakit Puri Husada mendapatkan terapi Asam Mefenamat
3x500mg dan Amoxicilin 3x500mg.
E. Riwayat Alergi obat : tidak ada

F. Data Obyektif
1. Keadaan Umum : Tampak sakit berat
2. Kesadaran : Somnolent
3. GCS : E3 V4 M5
4. Psikososial : Gelisah
5. Tanda Vital : TD 70/40 mmHg Nadi :126x/mnt
Pernafasan : 22x/mnt Suhu : 35,6◦C
Saturasi O2: 94% BB : 40KG
Skala Nyeri : 6 (0-10)
6. Airway : Bebas
7. Breathing : Normal Suara Nafas : Bersih
8. Circulation : Pengisian Kapiler : > 3 detik
9. Ekstremitas : Akral Dingin , Pucat, Sianosis
10. Tekanan Intrakranial : Bingung, Hipotensi
11. Neuro sensorik : Penurunan tingkat kesadaran
12. Integumen : Luka lecet di inguinal kiri
13. Muskuloskeletal : Tidak ada gangguan
14. Edema : Tidak ada edema
15. Mukosa mulut : Kering

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
a. Darah Rutin
Pemeriksaan I Pemeriksaan serial ke 2
Hb : 6,2 g% Hb : 5,1 g%
Lekosit : 44,4 Lekosit : 20,7
Hematokrit : 19,3 Hematokrit : 14,8
Trombosit : 248 Trombosit : 183
Basofil : 0.3 Basofil : 0,1
Neutrofil : 67,6 Neutrofil : 84,1
Monosit : 7,1 Monosit : 3,7
b. Koagulasi
Golongan Darah : AB , Rhesus : Positip
Protrombin Time : Control : 12,6 (11,7 – 15,7)
Hasil : 21,8 (11,1- 14,6)
APTT : Control : 30,9 ( 25.6 – 33.6)
Hasil : 43.0 (24.6 – 37.2)
c. Kimia
Fungsi Hati : SGOT : 129.0
SGPT : 81.0

Fungsi Ginjal : Ureum : 24


Kreatinin : 1.63

Elektrollit : Natrium : 137


Kalium : 3.8
Imuno-Serologi : Hepatitis : HbsAg : Non Reaktive
2. Radiologi
a. Foto Thorax : Cor dan Pulmo Dalam Batas Normal
b. Foto Pelvis : Tak tampak tanda-tanda fraktur Pelvis
c. Foto Abdomen: Tak Tampak Kelainan
d. USG abdomen
Gambaran prominen cairan bebas di cavum intraperitoneal
(terutama terkonsentrasi di cavum pelvis). Gambaran Blood Cloth
di intravesica urinaria sugestive hematuria. Tak tampak laserasi
maupun hematom pada organ hepar, VF, Pancreas, Lien, Ren
dexta et Sinistra dan uterus

H. Masalah Keperawatan yang muncul


1. Syok hipovolemik
2. Nyeri akut
I. Rencana Keperawatan
1. Tujuan
Pasien Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 jam mampu
mencapai :
a. Keseimbangan cairan
b. Keseimbangan elektrolit
c. Tidak terjadi syock neurogenik
d. Nyeri berkurang/hilang
Dengan kriteria hasil :
a. Kesadaran : CM , GCS : E4V5M6 , Pupil: 3/3 Reaksi :+/+
b. TD 120/80 mmHg, RR 16-20x/mnt, suhu 36◦C, nadi 80-100x/mnt
c. Skala nyei : 0-1 (skala 0-10), Capilarry Refil: <3 detik, Irama
Jantung : Sinus Ritme
d. Pompa jantung baik, sirkulasi perifer adekuat, dapat mentoleransi
aktivitas.
e. Ekspresi wajah rileks
f. Tidak terdapat tanda-tanda dehidrasi, turgor kulit elastis, membran
mukosa lembab
g. Urine output 1cc/kg BB/jam
h. Hb 10, Hmt : 37-47, Elektrolit : dalam batas normal
i. Mengungkapkan nyeri berkurang/hilang
2. Intervensi
a. Kolaborasikan dan berikan therapi oksigen
b. Lakukan pemantauan tanda-tanda vital ( TD, RR, N, S, Nyeri)
c. Lakukan penatalaksanaan kebutuhan cairan
d. Lakukan pemantauan keseimbangan cairan
e. Lakukan pemantauan keseimbangan asam basa
f. Lakukan pemantauan keseimbangan elektrolit
g. Lakukan penatalaksanaan syok
h. Lakukan penatalaksanaan syok hipovolemia
i. Lakukan penatalaksanaan nyeri
j. Kolaborasikan dan berikan terapi analgetik
J. Tindakan di IGD
1. Pemberian oksigenasi dengan NRM 7 liter/menit
2. Resusitasi cairan dengan Infus RL 2 jalur  Total cairan 2000cc
3. Pemberian cairan koloid ( Gelofusal)  500 cc
4. Transfusi darah 1 kolf di IGD dan 2 kolf untuk persiapan operasi
5. Pemasangan Dower Catheter: hasil pemasangan urine kemerahan /
hematuria
6. Pemasangan NGT
7. Konsul anesthesi untuk pemasangan CVC  CVC dipasang di IGD
8. Pemberian therapi :
a. Analgetik : Injeksi Ketorolac 30mg
b. Injeksi Antibiotik : Situroxim 1 gram
9. Pemeriksaan laboratorium, serial Hb, pemeriksaan radiologi
10. Konsul dokter bedah  dilakukan Cito operasi laparotomi explorasi e.c
perdarahan intra abdomen, pada pukul 13.00 WIB.
BAB III
PENGKAJIAN, DIAGNOSA DAN RENCANA KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN TRAUMA ABDOMEN

A. Pengkajian
1. Secara umum pengkajian keperawatan kegawat daruratan diprioritaskan
pada Airway, Breathing dan Circulation (Hamarno, 2016), yaitu:
a. Airway
Bertujuan untuk memastikan jalan nafas lancar dan tidak ada
kendala serta mempertahankan tulang servical dengan baik pada
kasus-kasus trauma. Pengkajian pada jalan nafas untuk pasien sadar
bisa ditanyakan ada tidaknya keluhan dan dapat dilihat ada tidaknya
gangguan/kelainan. Pasien tidak sadar pengkajian jalan nafas denga
n cara membuka mulut korban dan lihat apakah ada vokalisasi, mun
cul suara ngorok, apakah ada secret, darah, muntahan, apakah ada b
enda asing seperti gigi yang patah, apakah ada bunyi stridor (obstruk
si dari lidah).
b. Breathing
Pengkajian pernafasan merupakan kelanjutan dari penilaian jalan
nafas yang secara otomatis harus dilakukan oleh seorang perawat.
Pengkajian dilakukan secara inspeksi, palpasi, auskultasi dan bila
memungkinkan dengan perkusi.
Inspeksi dilakukan untuk menghitung jumlah pernafasan, ritme, tipe
pernafasan, kesimetrisan pengembangan dada, melihat ada tidaknya
jejas/kerusakan kulit, retraksi intercostalis.
Palpasi dada dilakukan untuk mengetahui adakah nyeri tekan, dan a
dakah penurunan ekspansi paru.
Auskultasi dilakukan untuk mengetahui bunyi nafas (normal atau ve
sikuler menurun/meredup, adakah suara nafas tambahan seperti ronc
hi, wheezing, pleural dan frictionrub.
Perkusi, dilakukan bila memungkinan dan dilakukan secara hati-hati
bertujuan untuk mengetahui sonor (normal), hipersonor atau timpa
ni bila ada udara di thorak, pekak atau dullnes bila ada konsolidasi a
tau cairan di cavumpleura.
c. Circulation
Pada kasus kegawatdaruratan menjadi hal yang sangat penting untuk
dapat menilai sebuah sirkulasi agar dapat menghindari terjadinya
henti jantung.
Pengkajian sirkulasi bertujuan untuk mengetahui dan menilai kema
mpuan jantung dan pembuluh darah dalam memompa darah keselur
uh tubuh dan dapat memperkirakan kemungkinan adanya gangguan
dalam sirkulasi seperti perdarahan. Pengkajian sirkulasi meliputi tek
anan darah, jumlah nadi, keadaan akral dingin/hangat, sianosis, ada t
idaknya bendungan vena jugularis.
2. Pengkajian keperawatan pada kasus trauma abdomen adalah sebagai beri
kut:
a. Riwayat sakit saat ini
Riwayat trauma sangat penting untuk ditanyakan untuk menilai
penderita yang cidera. Pertanyaan meliputi : kecepatan, jenis
kecelakaan, posisi penderita, arah kecelakaan dan lain-lain.
Keterangan ini dapat diberikan oleh penderita, penumpang lain,
polisi atau petugas di lapangan.
b. Pemeriksaan fisik
1) Inspeksi
Penderita harus dibuka pakaiannya untuk melihat adanya jejas
di abdomen, periksa adanya goresan, robekan, luka tembus,
benda asing yang menancap, keluarnya oementun atau usus
kecil. Penderita dapat dibalikkan dengan hati-hati (gunakan
teknil Log Roll) untuk memeriksa bagian belakang tubuh secara
lengkap. Inspeksi secara menyeluruh meliputi penis, vagina,
perianal dan rectal.
2) Auskultasi
Untuk mengetahui adanya bising usus atau tidak. Darah
intraperitoneum yang bebas atau adanya kebocoran abdomen
dapat menyebabkan illeus, mengakibatkan hilangnya bising
usus.
3) Perkusi
Dapat dilihat apakah terdengar bunyi timpani akibat adanya
dilatasi lambung akut atau bunyi redup bila ada
hemoperitonium.
4) Palpasi
Perabaan yang tegang dari dinding perut (defans muscular)
adalah tanda yang khas dari iritasi peritonium.
5) Hasil dari pemeriksaan fisik
a) Tanda Ballance Dullness menetapkan pada perkusi pinggul
kiri dan dullness pada perkusi pinggul kanan yang hilang
dengan perubahan posisi. Adanya darah pada sisi kanan
akan tetapi koagulasi pada sisi kiri.
b) Tanda Cullen Memar ungu kebiruan atau ekimosis sekitar
umbilicus perdarahan peritoneal.
c) Tanda Grey-Turner Memar ungu kebiruan atau ekimosis
diatas area pinggul atau punggung. Perdarahan
retroperitoneal.
d) Tanda Kehr Nyeri yang menyebar ke bahu kiri, darah,
cairan atau udara intra abdominal mengiritasi nervus
frenikus pada diafragma, Nyeri lepas, nyeri pada saat
pemeriksaan palpasi dalam dilepas. Iritasi peritoneal,
perabaan yang tegang dari dinding perut (defans muscular)
adalah tanda yang khas dari iritasi peritonium.
6) Pada trauma tumpul, kecurigaan adanya trauma dan perdarahan
intraperitonial dapat dilakukan dengan pemantauan lingkar
perut, bisa diukur dengan meteran/mitline atau tali, dimana
hasilnya makin bertambah. Saat pengukuran lingkar abdomen
dilakukan pada titik yang sama sehingga di abdomen dapat
diberi tanda dengan bolpoin atau pleseter agar setiap
orang/petugas yang mengukur dilakukan pada titik yang sama.
3. Pemeriksaan penunjang
a. Focus Abdomnial Sonografi Of Trauma (FAST), paling efektif
dilakukan di awal atau di ruang IGD untuk mengetahui adanya
perdarahan atau kerusakan organ abdomen secara cepat dan jelas.
b. Pemeriksaan laboratorium: darah dan urine
c. Pemeriksaan radiologi: USG, Foto polos abdomen, CT-Scan
abdomen, sistografi, uretrografi, IVP
d. Parasintesis perut
e. DPL (Diagnostik Peritoneal Lavage)

B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera
2. Risiko hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan secara aktif
3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas
(kelemahan otot pernafasan)
4. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas
5. Resiko ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan trauma/
perdarahan
6. Resiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan trauma
multiple
7. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
8. Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi
9. Hipertermia berhubungan dengan respon infeksi penyakit
10. Resiko Infeksi berhubungan dengan peningkatan paparan organisme
patogen lingkungan
C. Rencana Keperawatan
N
Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi
O
1 Nyeri akut berhubungan Tingkat nyeri berkurang setelah Manajemen Nyeri
dengan agen cidera dilakukan tindakan keperawatan a. Observasi :
dibuktikan dengan pasien selama 1 jam kriteria hasil: - Identifikasi lokasi,karakteristik, durasi nyeri,
mengeluh nyeri, pasien a. Skala nyeri 0-2 (dari skala 0- frekuensi, kualitas dan intensitas nyeri
tampak meringis, gelisah, 10) - Identifikasi skala nyeri
frekuensi nadi meningkat, b. Ekspresi wajah rileks - Identifikasi respon nyeri non verbal
bersikap protektif, pola c. Tekanan darah dalam batas - Identifikasi faktor yang memperberat dan
nafas berubah, berfokus normal 120/80 mmHg memperingan nyeri
pada diri sendiri, diaforesis d. Denyut jantung normal 60- - Monitor efek samping penggunaan analgetik
100x/mnt dan teratur b. Terapeutik :
e. Pasien bisa mengungkapkan - Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi
penyebab nyeri nyeri, misalnya teknik nafas dalam, pemberian
aroma terapi, terapi musik, terapi pijat.
- Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
(misalnya pencahayaan, suhu ruangan, kebisingan)
c. Edukasi :
- Jelaskan penyebab, periode danpemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan nyeri
N
Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi
O
- Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi
nyeri
- Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian
analgetik
2 Resiko hipovolemia Status cairan membaik setelah 1 Manajemen syok hipovolemia
berhubungan dengan jam dilakukan tindakan a. Observasi
kehilangan cairan secara keperawatan dengan kriteria - Monitor status kardiopulmunal (frekuensi dan
aktif hasil : kekuatan nadi, frekuensi nafas, TD, MAP)
a. Denyut nadi teraba kuat - Monitor status oksigenasi (saturasi oksigen, AGD)
dan teratur - Monitor status cairan (masukan dan haluaran
b. Output urine 0,5- 1 cc/kg urine, turgor kulit, CRT)
BB/jam - Periksa tingkat kesadaran dan respon pupil
c. Tekanan darah dalam batas - Periksa seluruh permukaan tubuh terhadap DOTS
normal 120/80mmHg (derfomity/deformitas, open wound/luka terbuka,
d. Denyut jantung normal tenderness / nyeri tekan, swelling/bengkak)
60-80x/mnt b. Terapeutik
e. Kadar Hb baik minimal 10 - Pertahankan jalan nafas paten
g% - Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi
f. Tingkat kesadaran : oksigen > 94%
N
Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi
O
compos mentis, GCS : 15 - Persiapkan intubasi dan ventilasi mekanis, jika
g. Turgor kulit elastis perlu
- Berikan posisi syok (Modified Tendelenberg)
- Pasang jalur IV berukuran besar (mis.no14/16)
- Pasang catheter urine untuk menilai produksi
urine
- Pasang selang nasogastric untuk dekompresi
lambung
- Ambil sampel darah untuk pemeriksaan darah
lengkap dan elektrolit
c. Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian infus cairan kristaloid 1-2
liter pada dewasa
- Kolaborasi pemberian infus cairan kristaloid
20cc/Kg BB pada anak
- Kolaborasi pemberian transfusi darah, jika perlu
3 Pola nafas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan Pemantauan Respirasi
berhubungan dengan keperawatan selama 2jam a. Observasi
hambatan upaya nafas pasien menunjukkan pola nafas - Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya
N
Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi
O
(kelemahan otot pernafasan) membaik dengan kriteria hasil: napas.
a. Frekuensi nafas membaik, - Monitor pola napas seperti bradipnea, takipnea,
RR 10-20x/mnt (dewasa), hiperventilasi, Kussmaul, Cheyne-Stokes, Biot.
b. Kedalaman nafas membaik - Monitor kemampuan batuk efektif
c. Cuping hidung menurun - Monitor adanya produksi sputum
d. Orthopnea menurun - Monitor adanya sumbatan jalan napas
- Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
- Auskultasi bunyi napas
- Monitor saturasi oksigen
- Monitor nilai AGD
- Monitor hasil x-ray toraks
b. Terapeutik
- Atur interval waktu pemantauan respirasi sesuai
kondisi pasien
- Dokumentasikan hasil pemantauan
c. Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
N
Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi
O
Manajemen jalan nafas
a. Observasi
- Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha
napas)
- Monitor bunyi napas tambahan (mis. Gurgling,
mengi, weezing, ronkhi kering)
- Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
b. Terapeutik
- Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt
dan chin-lift (jaw-thrust jika curiga trauma cervical)
- Posisikan semi-Fowler atau Fowler, jika tidak ada
kontrs indikasi
- Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
- Lakukan hiperoksigenasi sebelumPenghisapan
endotrakeal
- Keluarkan sumbatan benda padat dengan
forsepMcGill
- Berikan oksigen
c. Edukasi
N
Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi
O

- Ajarkan teknik batuk efektif


d. Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik
- Kolaborasi penentuan dosis oksigen

4 Penurunan curah jantung Curah jantung meningkat Perawatan jantung


berhubungan dengan setelah 2 jam tindakan a. Intervensi
perubahan kontraktilitas keperawatan dengan kriteria - Identifikasi tanda/gejala primer penurunan jantung
yang dibuktikan dengan hasil : - Identifikasi tanda/gejala sekunder penurunan
palpitasi, gambaran EKG a. Takikardi menurun (HR: 60- jantung
aritmia, warna kulit 120 x/mnt). - Monitor saturasi oksigen
pucat/sianosis, tekanan b. Nadi dalam rentang normal - Monitor intake dan output cairan
darah turun, nadi perifir sesuai usia. - Monitor aritmia
teraba lemah c. Dyspnea menurun RR - Monitor frekuensi nadi setelah aktifitas
dalam rentang normal sesuai b. Terapeutik
usia( RR : 10-20 x/mnt) - Posisikan pasien dengan nyaman
d. Capilary refil < 3detik - Berikan oksigenasi untuk mempertahankan saturasi
N
Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi
O
e. Output urine 0,5cc-1cc oksigen 96-100%
/kgBB /jam) - Beri dukungan emosional dan spiritual pada pasien
dan keluarga
- Hindarkan stress pada pasien
c. Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian obat antiaritmia jika perlu
- Rujuk ke ahli jantung
5 Resiko ketidakseimbangan Keseimbangan cairan meningkat Pemantauan Cairan
cairan berhubungan dengan setelah 2 jam tindakan a. Observasi
trauma/perdarahan keperawatan dengan kriteria - Monitor frekuensi dan kekuatan nadi
hasil : - Monitor frekuensi nafas
a. Haluaran urine meningkat - Monitor tekanan darah
0,5-1cc/kgBB/Jam - Monitor waktu pengisian kapiler
b. Membran mukosa lembab - Monitor elastisitas / turgor kulit
c. Tekanan darah membaik - Monitor jumlah, warna urine
(TD120/80mmHg) - Monitor kadar albumin dan protein total
d. Denyut nadi membaik (60- - Monitor hasil pemeriksaan serum ( hematokrit,
100x/mnt) natrium,kalium,BUN)
N
Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi
O
e. Turgor kulit membaik - Monitor intake dan output cairan
f. Kesadaran membaik - Identifikasi adanya tanda-tanda hipovolemia (mis:
( compos mentis, GCS: 15) frekuensi nadi meningkat, nadi teraba lemah,
tekanan darah menurun, tekanan nadi menyempit,
turgor kulit menurun, membran mukosa kering,
volume urine menurun, hematokrit meningkat,
haus, lemah, kesadaran menurun)
- Identifikasi adanya tanda-tanda hipervolemia
(mis: dispnea, JVP meningkat, CVP meningkat)
- Identifikasi faktor resiko ketidakseimbangan
cairan (mis: trauma/perdarahan, obstruksi
intestinal, disfungsi intestinal)
b. Terapeutik
- Atur interval waktu pemantauan sesuai dengan
kondisi pasien
- Dokumentasikan hasil pemantauan
c. Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan,jika perlu
N
Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi
O
6 Resiko ketidakseimbangan Kadar serum elektrolit dalam Pemantauan elektrolit
elektrolit berhubungan batas normal setelah dilakukan a. Observasi
dengan trauma multiple tindakan keperawatan 4 jam - Identifikasi kemungkinan penyebab
dengan kriteria hasil : ketidakseimbangan elektrolit
a. Serum natrium membaik - Monitor kadar elektrolit serum
(135-145 mmol/L) - Monitor mual, muntah dan diare
b. Serum kalium membaik - Monitor kehilangan cairan
(3,5-5 mmol/L) - Monitor tanda dan gejala hipokalemia
c. Serum klorida membaik (98- (mis:kelemahan otot, interval OT memanjang,
108 mmol/L) gelombang T datar atau terbalik, depresi segmen
d. Serum kalsium membaik ST, gelombang U, kelelahan, parestesia,
(2.2–2.6 mmol/L) penurunan refleks, motilitas usus menurun,
e. Serum magnesium membaik pusing, depresi pernafasan)
(1,7–2,3 mg/dL) - Monitor tanda dan gejala hiperkalemia (mis: peka
rangsnagan,gelisah, mual,muntah, takikardia
mengarah ke bradikardia, fibrilasi/takikardia
ventrikel, gelombang T tinggi, gelombang P datar,
kompleks QRS tumpul, blok jantung mengarah ke
asistole)
N
Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi
O
- Monitor tanda dan gejala hiponatremia (mis:
disorientasi,otot berkedut, sakit kepala, membran
mukosa kering, hipotensi postural, kejang, letargi,
penurunan kesadaran )
- Monitor tanda dan gejala hipernatremia (mis:
haus, demam, mual, muntah, gelisah, peka
rangsangan,membran mukosa kering, takikardia,
letargi, konfusi, kejang
- Monitor tanda dan gejala hipokalsemia (mis: peka
rangsangan, spasme otot wajah, tanda
Troussau/spasme karpal, kram otot, interval QT
memanjang)
- Monitor tanda dan gejala hiperkalsemia (mis:
nyeri tulang,haus, anorexia, letargi, kelemahan
otot, segmen ST memendek,gelombang T lebar,
komplek QRS lebar, interval PR memanjang)
- Monitor tanda dan gejala hipomagnesemia (mis :
depresipernafasan, apatis, tanda chvostek/spasme
otot, tanda trousseau, konfusi, disritmia)
N
Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi
O
- Monitor tanda dan gejala hipermagnesemia (mis :
kelemahan otot, hiporefleks, bradikardia, depresi
SSP, letargi, coma, depresi)
b. Terapeutik
- Atur interval waktu pemantauan sesuai kondisi
pasien
- Dokumentasikan hasil pemantauan
c. Edukasi
- Jelaskan tujuan dari prosedur pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan

7 Intoleransi aktivitas Toleransi aktivitas meningkat Manajemen energy


berhubungan dengan dalam waktu 24 jam setelah a. Observasi :
kelemahan fisik perawatan ditandai: - Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang
a. Kemudahan melakukan mengakibatkan kelelahan
aktivitas sehari-hari - Monitor kelelahan fisik dan emosional
b. Keluhan lelah menurun - Monitor lokasi dan ketidaknyamnan selama
c. Adanya perbaikan, nadi melakukan aktivitas
tekanan darah, frekuensi b. Terapeutik :
N
Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi
O
pernapasan - Sediakan lingkungan naman dan rendah stimulasi
d. Gambaran EKG membaik - Lakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif
- Fasilititasi ambulasi pasien
c. Edukasi :
- Anjurkan tirah baring
- Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
- Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan
gejala kelelahan tidak berkurang
- Ajarkan stategi koping untuk mengurangi
kelelahan
d. Kolaborasi : kolaborasikan dengan gizi cara
meningkatkan asupan makanan
8 Ansietas berhubungan Setelah dilakukan tindakan Reduksi ansietas
dengan kurang terpapar keperawatan selama 2 jam a. Observasi
informasi tingkat ansietas pasien - Identifikasi saat tingkat anxietas berubah (mis.
menurun, dengan kriteria hasil : kondisi, waktu, stressor)
a. Verbalisasi kebingungan - Identifikasi kemampuan mengambil keputusan
menurun - Monitor tanda anxietas (verbal dan non verbal)
b. Verbalisasi khawatir akibat
N
Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi
O
kondisi anak yang di b. Terapeutik
hadapi - Ciptakan suasana  terapeutik untuk menumbuhkan
c. Perilaku gelisah menurun kepercayaan
d. Perilagi tegang menurun - Temani pasien untuk mengurangi kecemasan, jika
memungkinkan
- Pahami situasi yang membuat anxietas
- Dengarkan dengan penuh perhatian
- Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
- Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu
kecemasan.
- Diskusikan perencanaan  realistis tentang peristiwa
yang akan datang.
- Ciptakan lingkungan tenang dan tanpa gangguan
dengan pencahayaan dan suhu ruang nyaman, jika
memungkinkan
c. Edukasi
- Ciptakan suasana  terapeutik untuk menumbuhkan
kepercayaan
- Temani pasien untuk mengurangi kecemasan , jika
N
Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi
O
memungkinkan
- Pahami situasi yang membuat anxietas
- Dengarkan dengan penuh perhatian
- Gunakan pedekatan yang tenang dan meyakinkan
- Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu
kecemasan
- Diskusikan perencanaan  realistis tentang
peristiwa yang akan dating
- Demonstrasikan dan latih teknik relaksasi (mis.
napas dalam, pereganganm atau imajinasi
terbimbing )
d. Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian obat anti anxietas, jika
perlu
9 Hipertermia berhubungan Pasien tidak mengalami Manajemen hipertermi
dengan respon infeksi hipertermi setelah perawatan 4 a. Observasi
penyakit jam dengan kriteria hasil: - Identifikasi penyebab hipertermia
a. Suhu tubuh dalam batas - Monitor suhu tubuh
N
Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi
O
normal (36,5ᴼC– 37,5ᴼC) - Monitor kadar haluaran urine
b. Tidak sakit kepala b. Terapeutik
c. Nadi dalam batas normal - Ciptakan lingkungan yang diingin
(60-100 x/mnt) - Longgarkan atau atau lepaskan pakaian
d. Frekuensi nafas dalam batas - Ganti linen jika basahakibat keringat berlebih
normal (10-20 x/mnt) - Berikan oksigenasi jika perlu
e. Tidak ada perubahan warna c. Edukasi : Anjurkan tirah baring
kulit d. Kolaborasi : Kolaborasi dengan dokter untuk
f. Hidrasi cukup pemberian cairan intravena dan antipiretik
10 Resiko infeksi berhubungan Tingkat infeksi menurun setelah Pencegahan infeksi
dengan peningkatan paparan dilakukan tindakan keperawatan a. Observasi: Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan
organisme patogen 4 jam, dengan kriteria hasil : sistemik
lingkungan a. Demam menurun, suhu b. Terapeuik
36,5-37,50C - Batasi jumlah pengunjung
b. Letargi menurun - Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
c. Kadar sel darah putih - Ajarkan etika batuk
membaik (5.000-10.000) - Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka
d. Tidak mengalami operasi
gangguan kognitif - Anjurkan untuk meningkatkan asupan nutrisi
N
Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi
O
- Anjurkan untuk meningkatkan asupan cairan
c. Edukasi
- Jelaskan tanda dan gejala infeksi
- Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
- Ajarkan etika batuk
- Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka
operasi
- Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
- Ajurkan meningkatkan asupan cairan
d. Kolaborasi: Kolaborasi dengan dokter untuk
pemberian antibiotik
BAB IV
PEMBAHASAN

Kegawatdaruratan pada trauma abdomen ditemukan sebanyak 25% pada


penderita multi trauma. Diagnosa trauma abdomen kadang memerlukan sebuah
kecermatan yang sangat tinggi oleh karena gejala dan tanda yang ditimbulkan
kadang-kadang lambat. Cidera abdomen yang luput dari diagnosis masih
merupakan penyebab kematian yang dapat dicegah (prevenable death) pada
penderita dengan trauma dengan trauma batang tubuh (Sander,2018).
Berikut pembahasan hasil studi dokumentasi di IGD Rumah Sakit Panti Rapih
pada kasus kegawatdaruratan trauma abdomen.

A. Pengkajian
Pasien mengalami kecelakaan lalu lintas tabrakan antara motor dan motor,
sesaat setelah kejadian pasien periksa ke salah satu failitasa pelayanan
kesehatan terdekat dari tempat kejadian dan diijinkan pulang untuk rawat
jalan. Sesaat di rumah tiba-tiba pasien mengalami shock dan langsung di
bawa ke IGD Rumah Sakit Panti Rapih. Di IGD pasien didapatkan dalam
kondisi shock, ditemukan adanya jejas di daerah pelvis, hasil USG abdomen
perdarahan di daerah pelvis, Hb 6,2%, tekanan darah 70/40mmHg, nadi
126x/menit, RR 22X/menit, suhu 35,6oC, SpO2 95%. Pasien segera
dilakukan penanganan pembedahan laparatomi. Kasus menunjukan tanda dan
gejala trauma abdomen yang muncul secara lambat, pada saat pemeriksaan
pertama pasien tidak terdiagnosa adanya trauma abdomen dan di ijinkan
pulang. Saat di IGD sudah dalam kondisi shock kemudian dilakukan
penanganan dengan laparatomi.
Kegawatdaruratan trauma abdomen pada kasus hingga terjadi shock
kemungkinan besar dapat dicegah bila pengkajian kegawat daruratan dapat
dilakukan dengan baik dan benar. Pasien sudah menunjukan adanya jejas di
daerah pelvis dimana hal ini merupakan tanda adanya trauma tumpul yang
berisiko mengakibatkan adanya gangguan pada ogran intra abdomen.
Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan dengan USG abdomen, CT Scan
abdomen, serial Hb atau dengan DPL. Penanganan lebih lanjut dapat segera
dilakukan dan pasien dapat terhindar dari komplikasi lebih lanjut. Dalam
kondisi keterbatasan sarana dan prasarana oleh karena kondisi geografis dan
lain hal sehingga sulit untuk mendapatkan pelayanan penunjang yang di
inginkan, observasi pada kasus trauma abdomen dapat dilakukan seperti
dengan mengukur lingkar perut secara kontinue, dan observasi tanda vital
terutama kapilari refil.

B. Diagnosa Keperawatan
Hasil studi literatur pada kasus kegawatdaruratan trauma abdomen dengan
kondisi seperti pada kasus bisa diangkat 10 diagnosa keperawatan. Hasil
studi dokumentasi pada kasus trauma abdomen ditemukan ada 2 diagnosa
keperawatan yang diangkat, yaitu shock hipovolemik dan nyeri akut. Hal ini
kemungkinan petugas hanya mengangkat diagnosa keperawatan yang dirasa
saat itu paling prioritas dan perlu segera dilakukan tindakan keperawatan.

C. Rencana Keperawatan
Studi literatur rencana keperawatan disusun berdasarkan diganosa
keperawatan yang dapat muncul pada kasus kegawatdaruaratan trauma
abdomen, yaitu sebanyak 10 rencana keperawatan. Hasil studi dokumentasi
pada kasus didapatkan satu rencana keperawatan yang merupakan satu
kesatuan rencana keperawatan dari 2 diganosa keperawatan yang diangkat.
Rencana keperawatan yang didapatkan dari hasil studi dokumentasi kasus
dimana hanya dibuat dalam satu rencana keperawatan, hal ini kemungkinan
dilakukan untuk dapat mengefektifkan dan mengefisienkan waktu untuk
dokumenasi asuhan keperawatan sehingga waktu dapat lebih banyak
diberikan dalam implementasi kepada pasien.
BAB V
KESIMPULAN

Studi dokumentasi pada kasus kegawatdaruratan trauma abdomen dilakukan pada


pasien An. AO. Pasien menunjukan tanda dan gejala trauma abdomen yang
perlahan hingga akhirnya jatuh shock. Segera setelah kejadian pasien sudah
memeriksakan diri ke fasilitas layanan kesehatan terdekat dari kejadian
kecelakaan dan diijinkan pulang karena tidak didapatkan adanya tanda dan gejala
kegawat daruratan. Butuh waktu sekitar 3 jam sejak kejadian sampai pasien
menunjukkan tanda gejala syok hipovolemia akibat trauma abdomen dan
kemudian dilakukan tindakan operasi segera di rumah sakit yang kedua.

Kita bisa mengetahui adanya trauma abdomen sejak awal melalui anamnesa dan
pemeriksaan fisik yang teliti, pada kasus hasil pemeriksaan fisik ditemukan tanda
yang ada pada pasien seperti sebuah jejas, pasien mengeluh nyeri dan adanya
riwayat benturan di perut, namun tidak dilakukan observasi lanjutan untuk
menegakan diagnosa trauma abdomen yang lebih lanjut, seperti dengan USG
abdomen, CT Scan abdomen, serial laboratorium Hb atau dengan DPL, dan
observasi lingkar perut.

Kemampuan berfikir kritis, pengetahuan serta kompetensi seorang perawat gawat


darurat mengenai trauma abdomen sangat dibutuhkan dalam merawat pasien
dengan trauma abdomen terutama trauma abdomen yang disebabkan trauma
tumpul karena menunjukkan tanda dan gejala minimal namun sangat berbahaya.
Hal ini akan mempengaruhi keberhasilan life saving pada pasien dengan trauma
abdomen mengingat truma abdomen adalah penyebab kematian terbesar setelah
cidera kepala dan trauma dada. Selain pengkajian, proses menentukan diagnosa
dan intervensi keperawatan menentukan keberhasilan penanganan kegawat
daruratan pada trauma abdomen. Kompetensi, kemampuan berfikir kritis dan
pengetahuan dapat ditingkatkan dengan selalu meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan melalui kegiatan ilmiah yang sesuai dengan kebutuhan
pengembangan atau belajar melalui kasus-kasus yang selama ini pernah dihadapi.
Semakin jeli dan teliti pemeriksaan fisik dan penegakan diagnosa yang dilakukan
pada pasien yang dicurigai trauma abdomen maka semakin cepat pula dan
semakin baik progress yang didapatkan dalam menolong pasien dengan trauma
abdomen.
DAFTAR PUSTAKA

Fadhilah, H. (2019). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta : DPP


PPNI

Fadhilah, H. (2019). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta : DPP


PPNI

Hamarno R., (2016), Keperawatan Kegawatdaruratan dan Manajemen Bencana,


Jakarta, BPPSDM Kemenkes RI

Karjosukarso, et.al.(2019). Medicina. Validitas diagnostik Blunt Abdominal


Trauma Scoring System (BATSS) pada trauma tumpul abdomen di RSUP
Sanglah Denpasar Bali. 50 (2) 377-380.

Sander.(2018). Kasus serial Ruptur lien akibat trauma abdomen: Bagaimana


pendekatan diagnosis dan penatalaksanaannya, 14 (1).

Tim Pusbankes 118-Persi Diy.(2019). Modul Pelatihan Basic Trauma And


Cardiac Life Support, Tim Pusbankes 118.

Umboh, et.al.(2018). Hubungan penatalaksanaan operatif trauma abdomen dan


kejadian laparotomi negatif di RSUP Prof.Dr.R.D.Kandou Manado

Anda mungkin juga menyukai