Referat - Meningitis Bakterial
Referat - Meningitis Bakterial
Referat - Meningitis Bakterial
MENINGITIS BAKTERIAL
Oleh :
Muhammad Iqbal Hermawan 142011101027
Pembimbing :
dr. H. Usman G. Rangkuti, Sp.S
2. Arachnoidea
Membrana arachnoidea melekat erat pada permukaan dalam dura dan
hanya terpisah dengannya oleh suatu ruang potensial, yaitu spatium subdural. Ia
menutupi spatium subarachnoideum yang menjadi liquor cerebrospinalis, cavum
subarachnoidalis dan dihubungkan ke piamater oleh trabekulae dan septa-septa
yang membentuk suatu anyaman padat yang menjadi system rongga-rongga yang
saling berhubungan.
Dari arachnoidea menonjol ke luar tonjolan-tonjolan mirip jamur ke dalam
sinus-sinus venosus utama yaitu granulationes pacchioni (granulationes/villi
arachnoidea). Sebagian besar villi arachnoidea terdapat di sekitar sinus sagitalis
superior dalam lacunae lateralis. Diduga bahwa liquor cerebrospinali memasuki
circulus venosus melalui villi. Pada orang lanjut usia villi tersebut menyusup ke
dalam tulang (foveolae granulares) dan berinvaginasi ke dalam vena diploe.
Cavum subaracnoidea adalah rongga di antara arachnoid dan piamater
yang secara relative sempit dan terletak di atas permukaan hemisfer cerebrum,
namun rongga tersebut menjadi jauh bertambah lebar di daerah-daerah pada dasar
otak. Pelebaran rongga ini disebut cisterna arachnoidea, seringkali diberi nama
menurut struktur otak yang berdekatan. Cisterna ini berhubungan secara bebas
dengan cisterna yang berbatasan dengan rongga sub arachnoid umum.
Cisterna magna diakibatkan oleh pelebaran-pelebaran rongga di atas
subarachnoid di antara medulla oblongata dan hemisphere cerebellum; cistena ini
bersinambung dengan rongga subarachnoid spinalis. Cisterna pontin yang terletak
pada aspek ventral dari pons mengandung arteri basilaris dan beberapa vena. Di
bawah cerebrum terdapat rongga yang lebar di antara ke dua lobus temporalis.
Rongga ini dibagi menjadi cisterna chiasmaticus di ats chiasma opticum, cisterna
supraselaris di atas diafragma sellae, dan cisterna interpeduncularis di antara
peduncle cerebrum. Rongga di antara lobus frontalis, parietalis, dan temporalis
dinamakan cisterna fissure lateralis (cisterna sylvii).
3. Piamater
Piamater merupakan selaput jaringan penyambung yang tipis yang
menutupi permukaan otak dan membentang ke dalam sulcus, fissure dan sekitar
pembuluh darah di seluruh otak. Piamater juga membentang ke dalam fissure
transversalis di abwah corpus callosum. Di tempat ini pia membentuk tela
choroidea dari ventrikel tertius dan lateralis, dan bergabung dengan ependim dan
pembuluh-pembuluh darah choroideus untuk membentuk pleksus choroideus dari
ventrikel-ventrikel ini. Pia dan ependim berjalan di atas atap dari ventrikel
keempat dan membentuk tela choroidea di tempat itu.
LCS terdapat dalam suatu system yang terdiri dari spatium liquor
cerebrospinalis internum dan externum yang saling berhubungan. Hubungan
antara keduanya melalui dua apertura lateral dari ventrikel keempat (foramen
Luscka) dan apetura medial dari ventrikel keempat (foramen Magendie). Pada
orang dewasa, volume cairan cerebrospinal total dalam seluruh rongga secara
normal ± 150 ml; bagian internal (ventricular) dari system menjadi kira-kira
setengah jumlah ini. Antara 400-500 ml cairan cerebrospinal diproduksi dan
direabsorpsi setiap hari.
3. Tekanan
Tekanan rata-rata cairan cerebrospinal yang normal adalah 70-180 mm air;
perubahan yang berkala terjadi menyertai denyutan jantung dan pernapasan.
Tekanan meningkat bila terdapat peningkatan pada volume intracranial (misalnya,
pada tumor), volume darah (pada perdarahan), atau volume cairan cerebrospinal
(pada hydrocephalus) karena tengkorak dewasa merupakan suatu kotak yang kaku
dari tulang yang tidak dapat menyesuaikan diri terhadap penambahan volume
tanpa kenaikan tekanan.
4. Sirkulasi LCS
LCS dihasilkan oleh pleksus choroideus dan mengalir dari ventriculus
lateralis ke dalam ventriculus tertius, dan dari sini melalui aquaductus sylvii
masuk ke ventriculus quartus. Di sana cairan ini memasuki spatium liquor
cerebrospinalis externum melalui foramen lateralis dan medialis dari ventriculus
quartus. Cairan meninggalkan system ventricular melalui apertura garis tengah
dan lateral dari ventrikel keempat dan memasuki rongga subarachnoid. Dari sini
cairan mungkin mengalir di atas konveksitas otak ke dalam rongga subarachnoid
spinal. Sejumlah kecil direabsorpsi (melalui difusi) ke dalam pembuluh-pembuluh
kecil di piamater atau dinding ventricular, dan sisanya berjalan melalui jonjot
arachnoid ke dalam vena (dari sinus atau vena-vena) di berbagai daerah –
kebanyakan di atas konveksitas superior. Tekanan cairan cerebrospinal minimum
harus ada untuk mempertahankan reabsorpsi. Karena itu, terdapat suatu sirkulasi
cairan cerebrospinal yang terus menerus di dalam dan sekitar otak dengan
produksi dan reabsorpsi dalam keadaan yang seimbang.
2.4 Epidemiologi
Umur dan daya tahan tubuh sangat mempengaruhi terjadinya meningitis.
Penyakit ini lebih banyak ditemukan pada laki-laki dibandingkan perempuan dan
distribusi terlihat lebih nyata pada bayi. Meningitis purulenta lebih sering terjadi
pada bayi dan anak-anak karena sistem kekebalan tubuh belum terbentuk
sempurna. Risiko penularan meningitis umumnya terjadi pada keadaan sosio-
ekonomi rendah, lingkungan yang padat, dan penyakit ISPA. Penyakit meningitis
banyak terjadi pada negara yang sedang berkembang dibandingkan pada negara
maju.
Di Amerika Serikat, sebelum pemberian rutin vaksin conjugate-
pneumococcal, insidens dari meningitis bakteri ± 6000 kasus per tahun dan sekitar
setengahnya adalah pasien anak (≤18 tahun). N. meningitidis menyebabkan 4
kasus per 100.000 anak (usia 1 – 23 bulan). Sedangkan S.pneumoniae
menyebabkan 6,5 kasus per 100.000 anak (usia 1 – 23 bulan). Angka ini menurun
setelah pemberian rutin dari vaksin conjugate-pneumoccal pada anak-anak.
Pengenalan dari vaksin meningococcal baru-baru ini di Amerika Serikat
diharapkan dapat mengurangi insidens meningitis bacterial di kemudian hari.
Insidens dari meningitis bakterial pada neonatus sekitar 0,15 kasus per 1000 bayi
lahir cukup bulan dan 2,5 kasus per 1000 bayi lahir kurang bulan (premature).
Hampir 30% bayi baru lahir dengan klinis sepsis, berhubungan dengan adanya
meningitis bakterial. Sejak adanya pemberian antibiotik inisiasi intrapartum tahun
1996, terjadi penurunan insidens nasional dari onset awal infeksi GBS (Group B
Streptococcus) dari hampir 1,8 kasus per 1000 bayi lahir hidup pada tahun 1990
menjadi 0,32 kasus per 1000 bayi lahir hidup pada tahun 2003.
Secara umum, mortalitas dari meningitis bacterial bervariasi menurut usia
dan jenis pathogen, dengan angka tertinggi untuk S.pneumoniae. Mortalitas pada
neonatus tinggi dan meningitis bakterial juga menyebabkan long term sequelae
yang menyebabkan morbiditas pada periode neonatal. Mortalitas tertinggi yakni
pada tahun pertama kehidupan, menurun pada pertengahan (mid life) dan
meningkat kembali di masa tua. Insidens lebih banyak pada kulit hitam. Bayi laki
– laki lebih sering terkena meningitis gram negatif, bayi perempuan lebih rentan
terhadap infeksi L.monocytogenes , sedangkan Streptococcus agalactiae (GBS)
mengenai kedua jenis kelamin.
2.6 Etiologi
Banyak faktor yang mempengaruhi etiologi penyakit meningitis bakteri.
Beberapa faktor yang mempengaruhi, antara lain usia, faktor-faktor risiko (seperti
gangguan imunitas, sinusitis, trauma kepala, dan sickle cell disease), serta variasi
musim dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya meningitis bakteri. Hal ini
penting diketahui untuk pengambilan keputusan dalam terapi empirik.
Keberhasilan penggunaan vaksin Haemophilus influenza tipe b (Hib)
secara luas selama beberapa tahun terakhir telah merubah epidemiologi bakteri
meningitis secara signifikan. Haemophilus influenza merupakan organisme
penyebab meningitis bakteri yang paling banyak ditemukan pada seluruh
kelompok umur dan secara signifikan telah mengalami penurunan dari 48%
menjadi 7% dari seluruh kasus. Pada kasus yang disebabkan oleh bakteri
Neisseria meningitidis masih menunjukkan persentase kejadian yang konstan
yaitu pada 14% – 25%, pada beberapa kasus terjadi antara umur 2-18 tahun.
Staphyloccocus pneumonia menjadi penyebab paling sering pada seluruh
kelompok umur.
Tabel 2. Penyebab umur meningitis bakterial berdasarkan usia dan faktor risiko
2.7 Patofisiologi
Akhir – akhir ini ditemukan konsep baru mengenai patofisiologi
meningitis bakterial, yaitu suatu proses yang kompleks, komponen – komponen
bakteri dan mediator inflamasi berperan menimbulkan respons peradangan pada
selaput otak (meningen) serta menyebabkan perubahan fisiologis dalam otak
berupa peningkatan tekanan intrakranial dan penurunan aliran darah otak, yang
dapat mengakibatkan tinbulnya gejala sisa. Proses ini dimulai setelah ada
bakteriemia atau embolus septik, yang diikuti dengan masuknya bakteri ke dalam
susunan saraf pusat dengan jalan menembus rintangan darah otak melalui tempat
– tempat yang lemah, yaitu di mikrovaskular otak atau pleksus koroid yang
merupakan media pertumbuhan yang baik bagi bakteri karena mengandung kadar
glukosa yang tinggi. Segera setelah bakteri berada dalam cairan serebrospinal,
maka bakteri tersebut memperbanyak diri dengan mudah dan cepat oleh karena
kurangnya pertahanan humoral dan aktivitas fagositosis dalam cairan
serebrospinal melalui sistem ventrikel ke seluruh ruang subaraknoid.
Bakteri pada waktu berkembang biak atau pada waktu mati (lisis) akan
melepaskan dinding sel atau komponen – komponen membran sel (endotoksin,
teichoic acid) yang menyebabkan kerusakan jaringan otak serta menimbulkan
peradangan di selaput otak (meningen) melalui beberapa mekanisme seperti dalam
skema tersebut di bawah, sehingga timbul meningitis. Bakteri Gram negative pada
waktu lisis akan melepaskan lipopolisakarida/endotoksin, dan kuman Gram positif
akan melepaskan teichoic acid (asam teikoat).
2.8 Diagnosis
Diagnosis meningitis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang:
Anamnesis
Demam
Nyeri kepala
Fotofobia
Penurunan kesadaran
Kejang
Kelemahan 1 sisi
Pada stadium lanjut dapat dijumpai tanda hidrosefalus: nyeri kepala berat,
muntah-muntah, kejang.
Pada orang dewasa biasanya diawali dengan infeksi saluran pernapasan
atas yang ditandai dengan demam dan keluhan-keluhan pernapasan,
kemudian diikuti gejala-gejala SSP.
Pada Meningitis Mengingokokus seringkali diawali dengan gejala
septikemia dan syok septik, seperti demam, nyeri pada lengan dan/atau
tungkai. Perlu diketahui riwayat berpergian haji atau ada orang lain yang
mengalami hal yang sama karena penyakit ini dapat menyebabkan epidemi
meningitis.
Pemeriksaan Penunjang
- Darah lengkap, Kimia klinik (SE, SGOT, SGPT, BUN, SK,Albumin),
kadar elektrolite urine bila di curigai komplikasi SIADH pada penderita
meningitis.
- Lumbal pungsi (pleositosis dominan sel polimorfonuklear, peningkatan
kadar protein, penurunan kadar glukosa, rasio glukosa LCS: Darah < 0.4)
o Kontra indikasi lumbal punksi:
Papil edema
Penurunan keasadaran yang dalam dan progressif
Kecurigaan lesi desak ruang
Defisit neurologis fokal
o Kontraindikasi relative:
Infeksi pada daerah tusukan
Syok
Koagulopathy
Trombosit < 50.000 g/dL
Pada kasus tersebut perlu dilakukan pemeriksaan imaging sebelum
dilakukan lumbal pungsi
- Pemeriksaan latex aglutinasi atau PCR untuk 3 kuman penyebab, Kultur
darah dan likuor serta tes kepekaan antibiotika
- Pengecatan gram pada darah dan likuor.
- EEG bila didapatkan riwayat kejang
- CT scan kepala + kontras
- MRI kepala + Kontras
KRITERIA DIAGNOSIS
KRITERIA DIAGNOSIS
2.10 Tatalaksana
Jika pasien dalam syok atau hipotensi, kristaloid harus diberikan hingga
mencapai euvolemia. Jika terdapat perubahan status mental, tindakan pencegahan
kejang harus dipertimbangkan. Jika terjadi kejang harus ditangani sesuai dengan
protocol kejang. Jika pasien waspada, kondisi stabil, dengan tanda-tanda vital
yang normal, berikan oksigen dan pasang akses intravena (IV). Segera rujuk
pasien ke departemen gawat darurat.
Pada meningitis akut, pemeriksaan lumbal (LP) dan cairan serebrospinal
(CSF) diindikasikan untuk mengidentifikasi organisme penyebab dan, pada
meningitis bacterial dilakukan uji sensitivitas antibiotik. Computed Tomography
(CT) kepala harus dilakukan sebelum LP, jika diindikasikan. Jika tidak ada massa
pada CT kepala, LP dilakukan untuk mendapatkan studi mikrobiologi.
Pemeriksaan radiologi tidak boleh menunda inisiasi terapi antimikroba
empiris; terapi tersebut harus dimulai sebelum CT kepala jika diindikasikan.
Sangat penting untuk memulai pengobatan sedini mungkin dalam perjalanan
penyakit; penundaan dapat berkontribusi secara signifikan terhadap morbiditas
dan mortalitas. Pada pasien yang sakit akut, terapi antibiotik harus segera dimulai.
Dipertimbangkan pula pemberian deksametason sebelum dosis antibiotik pertama,
atau setidaknya bersamaan dengan antibiotik.
Vaksin Meningococcus
Terdapat dua macam vaksin untuk Neisseria meningitidis yang tersedia di
America Serikat. Vaksin Meningococcus polisakarida (Menomune®). Vaksin
Meningococcus conjugate, Menactra® and Menveo®. Vaksin Meningococcus
tidak dapat mencegah semua tipe penyakit, namun dapat memberikan proteksi
orang-orang yang dapat sakit jika tidak diberi vaksin. Vaksin meningococcus
conjugate di rekomendasikan rutin untuk orang berusia 11 – 18 tahun dan anak
serta dewasa yang mempunyai resiko tinggi.
Vaksin Pneumococcal
Terdapat dua tipe dari vaksin pneumococcus yang tersedia : Vaksin
polisakarida dan konjugasi. Vaksin pneumococcus konjugasi, PCV7 (Prevnar®),
yang diproduksi akhir tahun 2000, merupakan vaksin pertama yang digunakan
untuk anak-anak usia kurang dari 2 tahun. PCV13 (Prevnar 13®), diproduksi awal
tahun 2010, menggantikan PCV7. Vaksin pneumococcus sebagai pencegahan
penyakit pada anak-anak usia 2 tahun atau lebih dan dewasa sudah digunakan
sejak tahun 1977. Pneumovax®, 23-valent polysaccharide vaccine (PPSV) di
rekomendasikan untuk dewasa usia 65 tahun atau lebih, untuk usia 2 tahun atau
lebih yang mempunyai resiko tinggi penyakit Pneumococcus (termasuk penyakit
sel sabit, infeksi HIV, atau kondisi imunokompromais, dan untuk usia 19-64 tahun
yang merokok dan mempunyai asma.
Vaksin Hib
Vaksin Haemophilus influenzae tipe b (Hib) mempunyai efektivitas yang
tinggi melawan meningitis bakterial oleh bakteri Haemophilus influenzae tipe b.
Vaksin Hib dapat mencegah can prevent pneumonia, epiglottitis, dan infeksi
serius lainnya yang disebabkan oleh bakteri Hib. Vaksin ini di rekomendasikan
untuk semua anak usia kurang dari 5 tahun di Amerika Serikat, dan biasa
diberikan pada bayi mulai usia 2 bulan. Vaksin Hib dapat dikombinasikan dengan
vaksin lainnya.
2.11 Komplikasi
Penyakit-penyakit yang dapat terjadi akibat dari komplikasi meningitis
antara lain:
a. Trombosis vena serebral, yang menyebabkan kejang, koma, atau
kelumpuhan.
b. Efusi atau abses subdural, yaitu penumpukan cairan di ruangan subdural
karena adanya infeksi oleh kuman.
c. Hidrosefalus, penumpukan cairan serebrospinalis
d. Ensefalitis, yaitu radang pada otak
e. Abses otak, terjadi karena radang yang berisi pus di otak
f. Arteritis pembuluh darah otak, yang dapat mengakibatkan infark otak
karena adanya infeksi pada pembuluh darah yang mengakibatkan kematian
pada jaringan otak.
g. Kehilangan pendengaran, dapat terjadi karena radang langsung saluran
pendengaran
h. Gangguan perkembangan mental dan inteligensi
2.11 Prognosis
Prognosis pasien meningitis bakterial tergantung dari banyak faktor, antara
lain umur pasien, jenis mikroorganisme, berat ringannya infeksi, lamanya sakit
sebelum mendapat pengobatan, kepekaan bakteri terhadap antibiotic yang
diberikan.
Makin muda umur pasien makin jelek prognosisnya; pada bayi baru lahir
yang menderita meningitis angka kematian masih tinggi. Infeksi berat disertai
DIC mempunyai prognosis yang kurang baik. Apabila pengobatan terlambat
ataupun kurang adekuat dapat menyebabkan kematian atau cacat yang permanen.
Infeksi yang disebabkan bakteri yang resisten terhadap antibiotik bersifat fatal.
Dengan deteksi bakteri penyebab yang baik pengobatan antibiotik yang adekuat
dan pengobatan suportif yang baik angka kematian dan kecacatan dapat
diturunkan. Walaupun kematian dan kecacatan yang disebabkan oleh bakteri gram
negatif masih sulit diturunkan, tetapi meningitis yang disebabkan oleh bakteri-
bakteri seperti H.influenzae, pneumokok dan meningokok angka kematian dapat
diturunkan dari 50-60% menjadi 20-25%. Insidens sequele Meningitis bakterialis
9-38%, karena itu pemeriksaan uji pendengaran harus segera dikerjakan setelah
pulang, selain pemeriksaan klinis neurologis. Pemeriksaan penunjang lain
disesuaikan dengan temuan klinis pada saat itu.
BAB 3. KESIMPULAN