Kole
Kole
Kole
TINJAUAN TEORI
B. Klasifikasi
Menurut gambaran makroskopik dan komposisi kimianya, terdapat tiga
golongan besar batu empedu (David, dkk. 2015) :
1. Batu empedu kolesterol yang berbentuk oval, multifocal atau mulberry dan
mengandung > 70% kolesterol. Terbentuknya batu empedu kolesterol
diawali adanya presipitasi kolesterol yang membentuk kristal kolesterol.
Beberapa kondisi yang menyebabkan terjadinya presipitasi kolesterol adalah
absorpsi air, absorpsi garam empedu, adanya inflamasi pada epitel kandung
empedu da kegagalan untuk mengosongkan isi kandung empedu, adanya
ketidakseimbangan antara sekresi kolesterol, fosfolipid dan asam empedu,
peningkatan produksi musin di kandung empedu dan penurunan kontratilitas
dari kandung empedu. Batu kolesterol terbentuk ketika konsentrasi
kolesterol dalam saluran empedu melebihi kemampuan empedu untuk
mengikatnya dalam suatu pelarut, kemudian terbentuk kristal yang
selanjutnya membentuk batu. Pembentukan batu kolesterol melibatkan tiga
proses yang panjang yaitu pembentukan empedu yang sangat jenuh
(supersaturasi), pembentukan kristal kolesterol dan agregasi serta proses
pertumbuhan batu. Proses supersaturasi terjadi akibat peningkatan sekresi
kolesterol, penurunan sekresi garam empedu atau keduanya.
2. Batu kalsium bilirubina (pigmen coklat), batu pigmen coklat terbentuk
akibat adanya faktor stasis dan infeksi saluran empedu. Stasis dapat
disebabkan adanya disfungsi sfingter Oddi, struktur, operasi bilier, dan
parasit. Bila terjadi infeksi saluran empedu, khususnnya e-coli, kadar enzim
β-glokoronidase yang berasal dari bakteri akan dihidrolisasi menjadi
bilirubin bebas dan asam glukoronat. Kalsium meningkat bilirubin menjadi
kalsium bilirubinat yang tidak larut.
3. Batu pigmen hitam, batu ini merupakan tipe batu yang banyak ditemukan
pada pasien dengan hemolisis kornik dan sirosis hati. Batu pigmen ini
terutama terdiri dari derivat polymerized bilirubin, patogenesis terbentuknya
batu pigmen hitam ini belum jelas. Umumnya terbentuk dalam kandung
empedu yang steril. Batu empedu hitam terjadi akibat melimpahnya
bilirubin tak terkonjugasi dalam cairan empedu. Peningkatan ini disebabkan
oleh karena peningkatan sekresi bilirubin akibat hemolisis, proses konjugasi
bilirubin yang tidak sempurna (penyakit sirosis hati) dan proses
dekonjugasi. Bilirubin tak konjugasi ini kemudian membentuk kompleks
dengan ion kalsium bebas membentuk kalsium bilirubinat yang mempunyai
sifat sangat tidak larut. Proses asidifikasi yang tidak sempurna
menyebabkan peningkatan pH dan keadaan ini merangsang pembentukan
garam kalsium. Kalsiumbilirubinat yang terbentuk terkait dengan musin
tertahan di kandung empedu. Hal ini sebagai awal proses terbentuknya batu.
C. Anatomi Fisiologi Kandung Empedu
Kandung empedu adalah sebuah kantung berbentuk seperti buah pir yang
terletak pada permukaan inferior dari hati pada garis yang memisahkan lobus
kanan dan kiri yang disebut dengan fossa kadung empedu. Ukuran kandung
empedu pada orang dewasa adalah 7cm hingga 10 cm dengan kapasitas kurang
lebih 30 ml. Kandung empedu dibagi menjadi empat area anatomi yaitu fundus,
korpus, infundibulum dan kolum.
Saluran biliaris dimulai dari kanalikulus hepatosit yang kemudian menuju
ke duktus biliaris. Duktus yang besar bergabung dengan duktus hepatikus kanan
dan kiri, yang akan bermuara ke duktus hepatikus komunis di porta hepatis.
Ketika duktus sistika dari kandung empedu bergabung dengan duktus hepatikus
komunis, maka terbentuklah duktus biliaris komunis. Duktus biliaris komunis
secara umum memiliki panjang 8 cm dan berdiameter 0,5-0,9 cm melewati
duodenum menuju pangkal pankreas dan kemudian menuju ampula vateri. Suplai
darah ke kandung empedu biasanya berasal dari arteri sistika yang berasal dari
arteri hepatikus kanan. Aliran vena pada kandung empedu biasanya melalui
hubungan antara vena-vena kecil. Vena-vena ini melalui permukaan kandung
empedu langsung ke hati dan bergabung dengan vena kolateral dari saluran
empedu bersama dan akhirnya menuju vena portal.
Fungsi kandung empedu adalah untuk menyimpang dan
mengkonsentrasikan cairan empedu yang berasal dari hati diantara dua periode
makan, berkontraksi dan mengalirkan garam empedu yang merupakan turunan
kolesterol dengan stimulasi oleh kolesistokinin ke duodenum sehingga membantu
proses pencernaan lemak. Cairan empedu dibentuk oleh hepatosit sekitar 600 ml
per hari terdiri dari air, elektrolit, garam empedu, kolesterol, fosfolipid bilirubin.
Empedu akan disimpan di kandung empedu selama makan ketika kimus mencapai
usus halus, keberadaan makanan terutama produk lemak akan memicu
pengeluaran kolesistokinin (CCK). Hormon ini merangsang kontraksi dari
kandung empedu dan relaksasi sfingter oddi, sehingga empedu dikeluarkan de
doudenum dan membantu pencernaan dan penyerapan lemak. Garam empedu
secara aktif disekresikan ke dalam empedu dan akhirnya disekresikan bersama
dengan kontituen empedu lainnya ke dalam duodenum. Setelah berperan dalam
penceranaan lemak, garam empedu diresorpsi ke dalam darah dengan mekanisme
transport aktif khusus di ileum terminal. Dari sini garam empedu akan kembali ke
sistem porta hepatika lalu ke hati, yang kembali mensekresikan garam empedu ke
kandung empedu (Made, 2017).
Garam empedu terbentuk di dalam sel-sel hepar dari koesterol yang juga
disintesis di dalam hepar. Kolesterol hampir tak larut dalam air murni. Tetapi
garam empedu an lesitin di dalam empedu bergabung degan kolesterol untuk
membentuk misel ultramikroskopis yang larut. Bila empedu menjadi pekat di
dlaam kandung empedu maka garam empedu dan lesitin menjadi pekat dengan
kolesterol. Kolesterol bila terpresipitasi akan menyebabkan pembentukan batu
empedu. Beberapa keadaan yang dapat menyebabkan prepitasi kolesterol adalah
terlalu banyak absorpsi air dari empedu, terlalu banyak absorpsi garam empedu
dan lesitin dari empedu, terlalu banyak sekresi kolesterol di dalam empedu dan
peradangan epitelium kandung empedu (Ari Purwanti, 2016).
D. Etiologi
Etiologi
1. Peningkatan jumlah kolesterol didalam empedu.
2. Reseksi ilieum yang luas ( seperti pada operasi jejunoileum).
3. Anemi hemolitik (Peningkatan beban bilirubin tak terkonjugasi membentuk
batu pigmen murni).
4. Invasi bakteri sekunder dalam saluran empedu. Tingginya insiden batu
kalsium bilirubinat bisa berhubungan dengan invassi bakteri skunder dalam
batang saluran empedu yang diinfestasi parasit clonorchis sinensis atau
askaris lumbrikoides, esteria colli membentuk B-Glukoronidase yang
dianggap mendekonjugasikan bilirubin didaalam empedu yang menyokong
pembentukan kalsium bilirubinat yang tak dapat larut.
E. Patofisiologi
Batu empedu terjadi karena adanya zat tertentu dalam empedu yang hadir
dalam konsentrasi yang mendekati batas kelarutan. Bila empedu terkonsentrasi di
dalam kandung empedu, larutan akan berubah menjadi jenuh dengan bahan-bahan
tersebut, kemudian endapan dari larutan akan membentuk kristal mikroskopis.
Kristal terperangkap dalam mukosa bilier, akan menghasilkan suatu endapan.
Oklusi dari saluran oleh endapan dan batu menghasilkan komplikasi penyakit batu
empdu. Pada kondisi normal kolesterol tidak mengendap di empedu karena
mengandung garam empedu terkonjugasi dan kesitin dalam jumlah cukup agar
kolesterol berada di dalam larutan misel. Jika rasio konsentrasi kolesterol
berbanding garam empedu dan lesitin meningkat, maka larutan misel menjadi
sangat jenuh. Kondisi yang sangat jenuh ini mungkin karena hati memproduksi
kolesterol dalam konsentrasi tinggi. Zat ini kemudian mengendap pada
lingkungan cairan dalam bentuk kristal kolesterol.
Bilirubin, pigmen kuning yang berasal pemecahan heme, secara aktif
disekresi ke dalam empedu oleh hati. Sebagian besar bilirubin di dalam empedu
berada dalam bentuk konjugat glukoronida yang larut dalam air dan stabil, tetapi
sebagian kecil terdiri dari bilirubin tak terkonjugasi. Bilirubin tak terkonjugasi
seperti lemak, fosfat, karbonat dan anion lainnya cenderung untuk membentuk
prepitasi tak larut dengan kalsium. Kalsium memasuki empedu secara pasif
bersama dengan elektrolit lain. Dalam situasi pergantian heme tinggi, seperti
hemolisis kornis atau sirosis, bilirubin tak terkonjugasi mungkin berada dalam
empedu pada konsentrasi yang lebih tinggi dari biasanya. Kalsium bilirubinat
mungkin kemudian mengkristal dari larutan dan akhirnya membentuk batu
pigmen hitam.
Empedu yang biasanya steril, tetapi dalam beberapa kondisi yang tidak
biasa misal ada striktur bilier, mungkin terkolonisasidengan bakteri. Bekateri
menghidrolisis bilirubin terkonjugasi dari hasil peningkatan bilirubin tak
terkonjugasi dapat menyebabkan prepitasi terbentuknya kristal kalsium
bilirubinat, bakteri hidrolisis lesitin menyebabkan pelepasan asam lemak yang
komplek dengan kalsium dan endapan dari larutan lain. Konkresi yang dihasilkan
memliki konsistensi disebut batu pigmen coklat.
Batu empedu kolesterol dapat terkoloni dengan bakteri dan dapat
menimbulkan peradangan mukosa kandung empedu. Enzim dari bakteri dan
leukosit menghidrolisis bilirubin konjugasi dan asam lemak. Akibatnya dari waktu
ke waktu, batu kolesterol bisa mengumpalkan proporsi kalsium bilirubinat dan
garam kalsium lalu menghasilkan campuran batu empedu.
Kondisi batu kandung empedu memberikan berbagai manifestasi keluhan
pada pasien dan menimbulkan berbagai masalah keperawatan. Jika terdapat batu
empedu yang menyumbat duktus sistikus dan basilaris komunis untuk sementara
waktu, tekanan di duktus bilaris akan meningkat dan peningkatan peristaltik usus
di tempat penyumbatan mengakibatkan nyeri visera di daerah epigastrium,
mungkin dengan penjalaran ke punggung. Respon nyeri gangguan gastrointestinal
dan anoreksia akan meningkatkan penurunan intake nutrisi. Respon komplikasi
akut dengan peradangan akan memberikan manifestasi peningkatan suhu tubuh.
Respon kolik bilier, secara kronis akan meningkatkan kebutuhan metabolisme
sehingga pasien cenderung mengalami kelelahan. Respon adanya batu akan
dilakukan intervensi medis pembedahan, litotripsi atau intervensi endoskopi.
F. Manifestasi klinis
1. Kolik bilier : jika duktus sistikus tersumbat oleh batu empedu, kandung
empedu akan mengalami distensi dan akhirnya infeksi. Pasien akan
menderita panas dan mungkin teraba massa padat pada abdomen pasien
dapat mengalami kolik bilier disertai nyeri hebat pada abdomen kuadran
kanan atas yang menjalar ke punggung atau bahu kanan, rasa nyeeri ini
biasanya disertai mual dan muntah dan bertambah hebat dalam makan
makanan dalam porsi besar. Pada sebagian pasien rasa nyeri bukan
bersifat kolik melainkan persisten. Serangan kolik bilier semacam ini
disebabkan kontraksi kandung empedu yang tidak dapat mengalirkan
empedu keluar akibat tersumbatnya saluran oleh batu. Dalam keadaan
distensi, bagian fundus kandung empedu akan mmenyentuhdinding
abdomen pada daerah kartilago kosta 9 dan 10 kanan. Sentuhan ini
menunjukan nyeri tekan yang mencolok pada kuadran kanan atas ketika
pasien melakukan inspirasi dalam dan menghambat pengembangan
rongga dada
2. Ikterus: obstruksi pengaliran getah empedu ke dalam duodenum akan
menimbulkan gejala yang khas yaitu getah empeduh yanng tidak lagi
dibawah ke dalam duodenum akan diserap oleh darah da penyerapan
empedu ini membuat kulitdan membrane mukosa berwarna kuning.
3. Defisiensi vitamin: obstruksi aliran empedu juga akan mengganggu
absorbsi vitamin A, D, E, K yang larut lemak. Karena itu pasien dapat
memperlihatkan gejala defisiensi vitaminn-vitamin ini jika obstruksi
bilier berlangsung lama defisiensi vitamin K dapat mengganggu
pembekuan darah yang normal.
4. Kolesistitis akut: kassus kolesistittis akut disertai kolelitiasis dan
keadaan ini timbul akibat obstruksi duktus sistikus yang menyebabkan
peradangan organ tersebut. Respon peradangan dapat dicetuskan 3
faktor yaitu:
a. Inflamasi mekanik yang dicetuskan oleh kenaikan tekanan
intralumen dan distensi menyebabkan iskemia mukosa dan dinding
kandung empedu
b. Inflamasi kimiawi akibat pelepasan lesitin
c. Inflamasi bakteri yang memegang peran pada sebagian besar pasien
dengan kolesititis akut
5. Koledokolitiasis dan kolangitis: batu kandung empedu dapat bermigrasi
masuk ke diktus koledokus melalui duktus sistikus atau batu empedu
dapat juga terbentukdi dalam saluran empedu. Gambaran klinis
koledokolitiasis di dominasi penyulitnya seperti ikterus obstruksi,
kolangitis dan pankreatitis memperllihatkan bahwa nyeri dan ikterus
merupakan nyeri utama
G. Komplikasi
1. Kolessistitis adalah perubahan kandung empedu, saluran kandung
tersumbat oleh batu empedu menyebabkan infeksi dan peradangan kandung
emepedu
2. Kolangitis adalah peradangan pada saluran empedu, terjadinya karena
infeksi yang menyebar melalui saluran-saluran dari usus kecil setelah
saluran-saluran menjadi terhalang oleh batu empedu
3. Hidrops: obstruksi kronis dari kandung empedu dapat menimbulkan
hidrops kandung empedu dalam keadaan ini tidak ada peradangan akut dan
sindrom yang berkaitan dengannya. Hidrops biasanya disebabkan oleh
obstruksi duktus sistikus sehingga tidak diisi lagi empedu pada kandung
empedu yaang normal.koleksistektomi bersifat kuratif
4. Empiema: pada empiema kandung empedu berisi nana. Komplikasi ini
dapat membahayakan jiwa dan membutuhkan kolesistektomi darurat segera
H. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan dan Diagnosis (Brunner, 2001; David, 1994)
1. Laboratorium, Pada ikterus obstruksi terjadi :
a. Peningkatan kadar bilirubin direk, kolesterol, alkali fosfatase, gamma
glukoronil trasnferase dalam darah.
b. Bilirubinuria, peningkatan bilirubin serum menunjukkan kelainan
hepatobiliaris. Bilirubin serum dapat meningkat tanpa penyakit
hepatobiliaris pada banyak jenis kelainan yang mencakup episode
bermakna hemolisis intravaskuler dan sepsis sistemik.
c. Tinja akolis
2. USG : Menyatakan kalkuli dan distensi kandung empedu atau duktus
empedu (Suzanna Ndraha, dkk., 2014).
3. Foto polos abdomen : Ditemukan adanya udara /gas di dalam batang
saluran empedu atau didalam lumen atau dinding vesika biliaris bersifat
abnormal. Adanya massa jaringan lunak yang mengiddentasi duodenum
atau fleksura koli dextra menggambarkan vesika biliaris yang terdistensi
4. Kolesistogram oral : Pemberian 6 tablet asam yopanoad diberikan peroral
pada malam sebelum pemeriksaan dan pasien dipuasakan. Digunakan
untuk mengetahui batu empedu atau tumor.
5. Kolangiografi intravena : Untuk memungkinkan visualisasi keseluruhan
batang saluran empedu extra hepatik. Tes ini telah tergantikan oleh
pemeriksaan yang lebih aman.
6. CT scan : Untuk mendeteksi bila batu mengandung kalsium dalam jumlah
yang lumayan, menentukan abses intra hepatik, perihepatik, atau
trikolesistika. Menentukan duktus intra hepatik yang berdilatasi.
7. ERCP : Tes ini melibatkan opasifikasi langsung batang saluran empedu
dengan kanulasi endoskopi ampulla vateri dan suntikan retrograt zat
kontras. Didapatkan anatomi duktus biliaris dan pankreatikus . Visualisassi
mukosa periampulla dan duodenum.
8. PTC (colangiografi transhepatis perkutis) : Memungkinkan dekompresi
saluran empedu non bedah pada pasien kolingitis akut toksik. Drainase
perkutis dapat digunakan untuk menyiapkan pasien ikterus obstruksi untuk
pembedahan dengan menghilangkan ikterusnya dan memperbaiki fungsi
hati.
9. Arteriografi : Evaluasi prabedah passien keganasan saluran empedu.
10. Biopsi hati : Digunakan untuk membedakan kolestasis intrahepatik dari
extrahepatik, karena biopsi akan menentukan luas sirosis biliaris skunder.
I. Penatalaksaan
Penatalaksanaan (Brunner, 2001)
1. Diet dan penatalaksanaan pendukung
Dalam kondisi inflamasi akut kandung empedu sembuh dengan istirahat,
cairan infus, penghisapan nasogastrik, analgesik dan antibiotik. Intervensi
bedah ditunda sampai gejala akut mereda kecuali jika kondisi pasien
memburuk. Manajemen terapi :
a. Diet rendah lemak, tinggi kalori, tinggi protein
b. Pemasangan pipa lambung bila terjadi distensi abdomen
c. Pemberian terapi intravena, infus cairan dan elektrolit, untuk mencegah
terjadinya syok.
d. Pemberian antibiotik sistemik, vitamin K, analgesik.
2. Diagnosa keperawatan
Pre operasi
Diagnosa yang mungkin muncul pada kasus kolelitiasis adalah sebagai berikut :
1. Gangguan rasa nyaman nyeri b.d adanya proses peradangan, agen cidera
biologis proses inflamasi kandung empedu, obstruksi/spasme duktus,
iskemia jaringan (nekrosis).
2. Hypertermi b.d respon sistemik dari inflamasi gastrointestinal
3. Aktual/resiko tinggi ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh b.d peningkatan asam lambung
4. Gangguan rasa nyaman cemas b.d kurangnya pengetahuan
5. Gangguan pemenuhan ADL b.d atropi oto, kelemahan fisik
6. Resiko tinggi ketidak seimbangan cairan dan elektrolit b.d muntah
berlebihan
Post operasi
Diagnosa yang mungkin muncul pada kasus kolelitiasis adalah sebagai berikut :
3. Intervensi
Pre operasi
1. Gangguan rasa nyaman nyeri b.d adanya proses peradangan
Tujuan : Rasa nyaman nyeri terpenuhi dengan
kriteria hasil : TTV dalam batas normal, Pasien tidak tampak kesakitan,
Skala nyeri menurun, Nyeri berkurang atau hilang
Intervensi :
a. Observasi tanda-tanda vital.
Rasional : Untuk menentukan keadaan umum klien
b. Observasi dan catat lokasi (beratnya skala 0-10) dan karakteristik nyeri
(menetap, hilang timbul, kolik).
Rasional : Membantu membedakan penyebab nyeri dan memberikan
informasi tentang kemajuan/perbaikan penyakit, terjadinya komplikasi dan
keefektifan intervensi
c. Tingkatkan tirah baring, biarkan pasien melakukan posisi yang nyaman.
Rasional : Meningkatkan istirahat tirah baring pada posisi fowler rendah
dapat menurunkan tekanan intra abdomen, namun pasien akan melakukan
posisi yang menhilangkan nyeri secara alamiah.
d. Ajarkan tehnik non farmakologi misalnya relaksasi, distraksi dll.
Rasional : Dapat menurunkan nyeri yang dirasakan
e. Kolaborasi dalam pemberian analgetik.
Rasional : Analgetik dapat mengatasi nyeri yang dirasakan