NSTEMI

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PEMBELAJARAN KLINIK

RSUD Prof. Dr. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO


PERIODE 16 DESEMBER 2019 – 08 FEBRUARI 2020
STASE JANTUNG (RUANG ICCU)

NSTEMI

NAMA : NUR AIDA


NIM : 1808045017

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER ILMUKEFARMASIAN


MINAT FARMASI KLINIK
UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN
YOGYAKARTA
BAB I
PENDAHULUAN

A. NSTEMI
1. Definisi
Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah suatu istilah atau terminologi yang
digunakan untuk menggambarkan spektrum keadaan atau kumpulan proses
penyakit yang meliputi angina pektoris tidak stabil/APTS (unstable angina/UA),
infark miokard gelombang non-Q atau infark miokard tanpa elevasi segmen ST
(Non-ST elevation myocardial infarction/ NSTEMI), dan infark miokard
gelombang Q atau infark miokard dengan elevasi segmen ST (ST elevation
myocardial infarction/STEMI) (Morton, 2012).
Infark miokard akut didefenisikan sebagai nekrosis miokardium yang
disebabkan oleh tidak adequatnya pasokan darah akibat sumbatan akut pada
arteri koroner. Sumbatan ini sebagian besar di sebabkan oleh terjadinya
trombosis vasokontriksi reaksi inflamasi, dan microembolisasi distal.
(Muttaqin,A, 2013).
Unstable Angina (UA) dan Non ST Elevasi Infark Miokard diketahui
merupakan suatu kesinambungan dengan kemiripan patofisiologis dan gambaran
klinis sehingga pada prinsipnya penatalaksanaan keduanya tidak berbeda.
Diagnosis NSTEMI ditegakkan jika pasien dengan manifestasi klinis UA
menunjukkan bukti adanya nekrosis miokard berupa peningkatan biomarker
jantung (Ilmu penyakit dalam, jilid II).
Non ST Elevasi Infark Miokard merupakan adanya ketidakseimbangan
permintaan dan suplai oksigen ke miokardium terutama akibat penyempitan oleh
arteri koroner akan menyebabkan iskemia miokardium lokal. Iskemia yang
bersifat sementara akan menyebabkan perubahan reversible pada tingkat sel dan
jaringan (Sylvia, 2009).
2. Etiologi dan faktor risiko
NSTEMI disebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan peningkatan
kebutuhan oksigen miokard yang diperberat oleh obstruksi Koroner. NSTEMI
terjadi karena thrombosis akut atau prosesvasokonstrikai koroner, sehingga
terjadi iskemia miokard dan dapat menyebabkan nekrosis jaringan miokard
dengan derajat lebih kecil, biasanya terbatas pada sub endokardium.
Keadaan ini tidak dapat menyebabkan elevasi segmen ST, namun
menyebabkan pelepasan penandanekrosis. Penyebab paling umum adalah
penurunan perfusi miokard yang dihasilkan dari penyempitan arteri koroner
disebabkan oleh thrombusnonocclusive yang telah dikembangkan pada plak
aterosklerotik terganggu.
1. Faktor resiko yg tidak dapat diubah :
a. Umur
b. Jenis kelamin
c. Riwayat penyakit jantung koroner
d. Hereditas
e. Ras
2. Faktor resiko yg dapat di ubah :
a. Mayor : hyperlipidemia, hipertensi, merokok, diabetes, obesitas, diet tinggi
lemak jenuh, kalori
b. Minor : inaktifitas fisik, emosional, agresif, ambisius, stress psikologis
berlebihan
3. Faktor penyebab
a. Trombus tidak oklusif pada plak yang sudah ada
Penyebab paling sering SKA adalah penurunan perfusi miokard oleh
karena penyempitan arteri koroner sebagai akibat dari trombus yang ada
pada plak aterosklerosis yang robek/pecah dan biasanya tidak sampai
menyumbat. Mikroemboli (emboli kecil) dari agregasi trombosit beserta
komponennya dari plak yang ruptur, yang mengakibatkan infark kecil di
distal, merupakan penyebab keluarnya petanda kerusakan miokard pada
banyak pasien.
b. Obstruksi dinamik
Penyebab yang agak jarang adalah obstruksi dinamik, yang mungkin
diakibatkan oleh spasme fokal yang terus menerus pada segmen arteri
koroner epikardium (angina prinzmetal). Spasme ini disebabkan oleh
hiperkontraktilitas otot polos pembuluh darah dan/atau akibat disfungsi
endotel. Obstruksi dinamik koroner dapat juga diakibatkan oleh konstriksi
abnormal pada pembuluh darah yang lebih kecil.
c. Obstruksi mekanik yang progresif
Penyebab ke tiga SKA adalah penyempitan yang hebat namun bukan
karena spasme atau trombus. Hal ini terjadi pada sejumlah pasien dengan
aterosklerosis progresif atau dengan stenosis ulang setelah intervensi
koroner perkutan (PCI).
d. Inflamasi dan/atau infeksi
Penyebab ke empat adalah inflamasi, disebabkan oleh yang
berhubungan dengan infeksi, yang mungkin menyebabkan penyempitan
arteri, destabilisasi plak, ruptur dan trombogenesis. Makrofag dan limfosit-T
di dinding plak meningkatkan ekspresi enzim seperti metaloproteinase, yang
dapat mengakibatkan penipisan dan ruptur plak, sehingga selanjutnya dapat
mengakibatkan SKA.
e. Faktor atau keadaan pencetus
Penyebab ke lima adalah SKA yang merupakan akibat sekunder dari
kondisi pencetus diluar arteri koroner. Pada pasien ini ada penyebab berupa
penyempitan arteri koroner yang mengakibatkan terbatasnya perfusi
miokard, dan mereka biasanya menderita angina stabil yang kronik. SKA
jenis ini antara lain karena:
1) Peningkatan kebutuhan oksigen miokard, seperti demam, takikardi dan
tirotoksikosis
2) Berkurangnya aliran darah koroner
3) Berkurangnya pasokan oksigen miokard, seperti pada anemia dan
hipoksemia.
Kelima penyebab SKA di atas tidak sepenuhnya berdiri sendiri dan banyak
terjadi tumpang tindih. Dengan kata lain tiap penderita mempunyai lebih dari
satu penyebab dan saling terkait.

3. Patofisiologi
Sebagian besar SKA adalah manifestasi akut dari plak ateroma pembuluh
darah koroner yang koyak atau pecah. Hal ini berkaitan dengan perubahan
komposisi plak dan penipisan tudung fibrus yang menutupi plak tersebut.
Kejadian ini akan diikuti oleh proses agregasi trombosit dan aktivasi jalur
koagulasi. Terbentuklah trombus yang kaya trombosit (white thrombus).
Trombus ini akan menyumbat liang pembuluh darah koroner, baik secara total
maupun parsial; atau menjadi mikroemboli yang menyumbat pembuluh koroner
yang lebih distal. Selain itu terjadi pelepasan zat vasoaktif yang menyebabkan
vasokonstriksi sehingga memperberat gangguan aliran darah koroner.
Berkurangnya aliran darah koroner menyebabkan iskemia miokardium. Pasokan
oksigen yang berhenti selama kurang-lebih 20 menit menyebabkan miokardium
mengalami nekrosis (infark miokard) (Perki,2015).
Infark miokard tidak selalu disebabkan oleh oklusi total pembuluh darah
koroner. Obstruksi subtotal yang disertai vasokonstriksi yang dinamis dapat
menyebabkan terjadinya iskemia dan nekrosis jaringan otot jantung (miokard).
Akibat dari iskemia, selain nekrosis, adalah gangguan kontraktilitas miokardium
karena proses hibernating dan stunning (setelah iskemia hilang), distritmia dan
remodeling ventrikel (perubahan bentuk, ukuran dan fungsi ventrikel). Sebagian
pasien SKA tidak mengalami koyak plak seperti diterangkan di atas. Mereka
mengalami SKA karena obstruksi dinamis akibat spasme lokal dari arteri
koronaria epikardial (Angina Prinzmetal). Penyempitan arteri koronaria, tanpa
spasme maupun trombus, dapat diakibatkan oleh progresi plak atau restenosis
setelah Intervensi Koroner Perkutan (IKP). Beberapa faktor ekstrinsik, seperti
demam, anemia, tirotoksikosis, hipotensi, takikardia, dapat menjadi pencetus
terjadinya SKA pada pasien yang telah mempunyai plak
aterosklerosis(Perki,2015).
NSTEMI dapat disebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan atau
peningkatan kebutuhan oksigen miokard yang diperberat oleh obstruksi
koroner. NSTEMI dapat terjadi karena trombosis akut atau proses
vasokontriksi koroner. Trombosis akut pada arteri koroner diawali dengan
adanya ruptur plak yang tidak stabil. Plak yang tidak stabil ini biasanya
mempunyai inti lipid yang besar, densitas otot polos yang rendah, fibrous cap
yang tipis dan konsentrasifaktor jaringan yang tinggi. Inti lemak yang
cenderung ruptur mempunyai konsentrasi ester kolesterol dengan proporsi
asam lemak tak jenuh yang tinggi. Pada lokasi ruptur plak dapat dijumpai
selmakrofag dan limfosit T yang menunjukkan adanya proses inflamasi.Sel-sel
ini akan mengeluarkan sitokin proinflamasi seperti TNF α, dan IL-6.
Selanjutnya IL-6 merangsang pengeluaran hsCRP di hati.(Sudoyono Aru W,
2009).

4. Manifestasi klinik
a. Nyeri dada, berlangsung minimal 30 menit sedangkan serangan angina
kurang dari itu.Selain itu pada angina,nyeri akan hilang dengan beristirahat
namun lain halnya dengan NSTEMI.
b. Sesak Nafas, disebabkan oleh peningkatan mendadak tekanan akhir
diastolik ventrikel kiri, disamping itu perasaan cemas bisa menimbulkan
hipervenntilasi. Pada infark yang tanpa gejala nyeri, sesak nafas merupakan
tanda adanya disfungsi ventrikel kiri yang bermakna.
c. Gejala gastrointestinal, peningkatan aktivitas vagal menyebabkan mual dan
muntah, dan biasanya lebih sering pada infark inferior,dan stimulasi
diafragma pada infak inferior juga bisa menyebabkan cegukan.
d. Gejala lain termasuk palpitasi, rasa pusing, atau sinkop dari aritmia
ventrikel, gelisah.

5. Penegakan diagnosis
Presentasi klinik
Presentasi klinik NSTEMI dan UAP pada umumnya berupa:
1. Angina tipikal yang persisten selama lebih dari 20 menit. Dialami oleh
sebagian besar pasien (80%)
2. Angina awitan baru (de novo) kelas III klasifikasi The Canadian
Cardiovascular Society. Terdapat pada 20% pasien.
3. Angina stabil yang mengalami destabilisasi (angina progresif atau
kresendo): menjadi makin sering, lebih lama, atau menjadi makin berat;
minimal kelas III klasifikasi CCS.
4. Angina pascainfark-miokard: angina yang terjadi dalam 2 minggu setelah
infark miokard
Pemeriksaan fisik
Tujuan dilakukannya pemeriksaan fisik adalah untuk menegakkan
diagnosis banding dan mengidentifikasi pencetus. Selain itu, pemeriksaan fisik
jika digabungkan dengan keluhan angina (anamnesis), dapat menunjukkan
tingkat kemungkinan keluhan nyeri dada sebagai representasi SKA
Elektrokardiogram
Perekaman EKG harus dilakukan dalam 10 menit sejak kontak medis
pertama. Bila bisa didapatkan, perbandingan dengan hasil EKG sebelumnya
dapat sangat membantu diagnosis. Setelah perekaman EKG awal dan
penatalaksanaan, perlu dilakukan perekaman EKG serial atau pemantauan
terus-menerus. EKG yang mungkin dijumpai pada pasien NSTEMI dan UAP
antara lain:
1. Depresi segmen ST dan/atau inversi gelombang T; dapat disertai dengan
elevasi segmen ST yang tidak persisten (<20 menit)
2. Gelombang Q yang menetap
3. Nondiagnostik
4. Normal
Hasil EKG 12 sadapan yang normal tidak menyingkirkan kemungkinan
diagnosis SKA tanpa elevasi segmen ST, misalnya akibat iskemia tersembunyi
di daerah sirkumfleks atau keterlibatan ventrikel kanan, oleh karena itu pada
hasil EKG normal perlu dipertimbangkan pemasangan sadapan tambahan.
Depresi segmen ST ≥0,5 mm di dua atau lebih sadapan berdekatan sugestif
untuk diagnosis UAP atau NSTEMI, tetapi mengingat kesulitan mengukur
depresi segmen ST yang kecil, diagnosis lebih relevan dihubungkan dengan
depresi segmen ST ≥1 mm. Depresi segmen ST ≥1 mm dan/atau inversi
gelombang T≥2 mm di beberapa sadapan prekordial sangat sugestif untuk
mendiagnosis UAP atau NSTEMI (tingkat peluang tinggi). Gelombang Q
≥0,04 detik tanpa disertai depresi segmen ST dan/atau inversi gelombang T
menunjukkan tingkat persangkaan terhadap SKA tidak tinggi (Tabel 3)
sehingga diagnosis yang seharusnya dibuat adalah Kemungkinan SKA atau
Definitif SKA.

Jika pemeriksaan EKG awal menunjukkan kelainan nondiagnostik, sementara


angina masih berlangsung, pemeriksaan diulang 10 – 20 menit kemudian
(rekam juga V7-V9). Pada keadaan di mana EKG ulang tetap menunjukkan
kelainan yang nondiagnostik dan marka jantung negatif sementara keluhan
angina sangat sugestif SKA, maka pasien dipantau selama 12-24 jam untuk
dilakukan EKG ulang tiap 6 jam dan setiap terjadi angina berulang.
Bila dalam masa pemantauan terjadi perubahan EKG, misalnya depresi
segmen ST dan/atau inversi gelombang T yang signifikan, maka diagnosis
UAP atau NSTEMI dapat dipastikan. Walaupun demikian, depresi segmen ST
yang kecil (0,5 mm) yang terdeteksi saat nyeri dada dan mengalami
normalisasi saat nyeri dada hilang sangat sugestif diagnosis UAP atau
NSTEMI. Stress test dapat dilakukan untuk provokasi iskemia jika dalam masa
pemantauan nyeri dada tidak berulang, EKG tetap nondiagnostik, marka
jantung negatif, dan tidak terdapat tanda gagal jantung. Hasil stress test yang
positif meyakinkan diagnosis atau menunjukkan persangkaan tinggi UAP atau
NSTEMI. Hasil stress test negatif menunjukkan diagnosis SKA diragukan dan
dilanjutkan dengan rawat jalan.

Marka jantung.
Pemeriksaan troponin I/T adalah standard baku emas dalam diagnosis
NSTEMI, di mana peningkatan kadar marka jantung tersebut akan terjadi
dalam waktu 2 hingga 4 jam. Penggunaan troponin I/T untuk diagnosis
NSTEMI harus digabungkan dengan kriteria lain yaitu keluhan angina dan
perubahan EKG. Diagnosis NSTEMI ditegakkan jika marka jantung meningkat
sedikit melampaui nilai normal atas (upper limit of normal, ULN). Dalam
menentukan kapan marka jantung hendak diulang seyogyanya
mempertimbangkan ketidakpastian dalam menentukan awitan angina. Tes yang
negatif pada satu kali pemeriksaan awal tidak dapat dipakai untuk
menyingkirkan diagnosis infark miokard akut.
Kadar troponin pada pasien infark miokard akut meningkat di dalam darah
perifer 3 – 4 jam setelah awitan infark dan menetap sampai 2 minggu.
Peningkatan ringan kadar troponin biasanya menghilang dalam 2 hingga 3 hari,
namun bila terjadi nekrosis luas, peningkatan ini dapat menetap hingga 2
minggu (Gambar 2). Mengingat troponin I/T tidak terdeteksi dalam darah
orang sehat, nilai ambang peningkatan marka jantung ini ditetapkan sedikit di
atas nilai normal yang ditetapkan oleh laboratorium setempat.

Perlu diingat bahwa selain akibat STEMI dan NSTEMI, peningkatan kadar
troponin juga dapat terjadi akibat:
1. Takiaritmia atau bradiaritmia berat
2. Miokarditis
3. Dissecting aneurysm
4. Emboli paru
5. Gangguan ginjal akut atau kronik
6. Stroke atau perdarahan subarakhnoid
7. Penyakit kritis, terutama pada sepsis
Apabila pemeriksaan troponin tidak tersedia, pemeriksaan CKMB dapat
digunakan. CKMB akan meningkat dalam waktu 4 hingga 6 jam, mencapai
puncaknya saat 12 jam, dan menetap sampai 2 hari.
Pemeriksaan Noninvasif.
Pemeriksaan ekokardiografi transtorakal saat istirahat dapat memberikan
gambaran fungsi ventrikel kiri secara umum dan berguna untuk menentukan
diagnosis banding. Hipokinesia atau akinesia segmental dari dinding ventrikel
kiri dapat terlihat saat iskemia dan menjadi normal saat iskemia menghilang.
Selain itu, diagnosis banding seperti stenosis aorta, kardiomiopati hipertrofik,
atau diseksi aorta dapat dideteksi melalui pemeriksaan ekokardiografi. Jika
memungkinkan, pemeriksaan ekokardiografi transtorakal saat istirahat harus
tersedia di ruang gawat darurat dan dilakukan secara rutin dan sesegera
mungkin bagi pasien tersangka SKA.
Stress test seperti exercise EKG yang telah dibahas sebelumnya dapat
membantu menyingkirkan diagnosis banding PJK obstruktif pada pasien-
pasien tanpa rasa nyeri, EKG istirahat normal dan marka jantung yang negatif.
Multislice Cardiac CT (MSCT) dapat digunakan untuk menyingkirkan PJK
sebagai penyebab nyeri pada pasien dengan kemungkinan PJK rendah hingga
menengah dan jika pemeriksaan troponin dan EKG tidak meyakinkan.
Pemeriksaan Invasif (Angiografi Koroner).
Angiografi koroner memberikan informasi mengenai keberadaan dan
tingkat keparahan PJK, sehingga dianjurkan segera dilakukan untuk tujuan
diagnostik pada pasien dengan risiko tinggi dan diagnosis banding yang tidak
jelas. Penemuan oklusi trombotik akut, misalnya pada arteri sirkumfleksa,
sangat penting pada pasien yang sedang mengalami gejala atau peningkatan
troponin namun tidak ditemukan perubahan EKG diagnostik. Pada pasien
dengan penyakit pembuluh multipel dan mereka dengan stenosis arteri utama
kiri yang memiliki risiko tinggi untuk kejadian kardiovaskular yang serius,
angiografi koroner disertai perekaman EKG dan abnormalitas gerakan dinding
regional seringkali memungkinkan identifikasi lesi yang menjadi penyebab.
Penemuan angiografi yang khas antara lain eksentrisitas, batas yang ireguler,
ulserasi, penampakkan yang kabur, dan filling defect yang mengesankan
adanya trombus intrakoroner.
6. Penatalaksanaan
Pasien NSTEMI harus istirahat ditempat tidur dengan pemantauan EKG
untuk deviasi segmen ST dan irama jantung. Empat komponen utama terapi
harus dipertimbangkan pada setiap pasien NSTEMI yaitu:
a. Terapi antiiskemia
Bertujuan untuk menghilangkan nyeri dada dan mencegah nyeri dada
berulang. Dapat diberikan terapi awal mencakup nitrat dan penyekat beta.
Terapi ini terdiri dari nitrogliserin sublingual dan dapat dilanjutkan dengan
intravena dan penyekat beta oral
1) Nitrat
a) Pertama kali diberikan sublingual atau spray bukal jika pasien
mengalami nyeri dada iskemia.
b) Jika nyeri menetap setelah diberikan nitrat sublingual 3X dgn
interval 5 menit, direkomendasikan pemberian nitrogliserin
intravena (mulai 5-10 ug/menit).
c) Dimana laju dapat ditingkatkan 10ug/menit tiap 3-5 menit setiap
keluhan menghilang / tekanan sistolik <100 mmHg.
d) Setelah nyeri dada hilang, dapat digantikan dengan nitrat oral/dapat
menggantikan nitrogliserin intravena jika pasien sudah bebas nyeri
selama 12-24 jam.
2) Penyekat Beta
Penyekat beta oral diberikan dgn frekuensi jantung 50-60X/menit.
Antagonis kalsium yng mengurangi frekuensi jantung seperti
verapamil atau diltiazem direkomendasikan pada pasien dengan nyeri
dada persisten atau rekuren setelah terapi nitrat dosis penuh dan
penyekat beta dan pada pasien dengan kontraindikasi pengikat beta.
b. Terapi antiplatelet
1. Aspirin
Berfungsi penghambat siklooksigenase-1. Pada pemberian terapi
aspirin dpt terjadi sindrom resistensi insulin yg ditandai dgn
penghambat agresasi platelet dan/kegagalan yg dpt memperpanjang
waktu pendarahan
2. Clopidogrel
Clopidogrel sebaiknya diberikan pada pasien yg direncanakan
mendapatkan pendekatan non invasif dini, pasien yang bukan
merupakan kadidat operasi koroner segera/memiliki kontraindikasi
untuk operasi dan kateterisasi ditunda selama >24-36 jam.
3. Terapi Antikoagulan
a) UFH (Unfractionated Heparin)
Manfaat UFH jika ditambah aspirin telah dibuktikan dalam 7
penelitian acak dan kombinasi UFH dan aspirin telah dignakan
dalam tatalaksana NSTEMI untuk lebih dari 15 tahun. Namun,
terdapat banyak kerugian UFH termasuk dalam ikatan yang non
spesifik dan menyebabkan inaktivasi platelet, endotel vascular,
fibrin, platelet factor 4 dan sejumlah protein sirkulasi.
b) LMWH (Low Molecular Weight Heparin)
Merupakan inhibitor utama pada sirkulasi trombin dan juga pada
faktor X sehingga obat ini mempengaruhi tidak hanya kinerja
trombin dlm sirkulasi (efek anti faktor IIa-nya) dan juga
mengurangi pembentukan trombin (efek IIa-nya). Keutungan
praktik obat ini adalah absorbsi yg cepat dan dapat diprediksi
setelah pemberian subkutan.

7. Komplikasi
Beberapa komplikasi yang terjadi akibat gagal jantung:

a. Syok kardiogenik
Syok kardiogenik ditandai oleh gangguan fungsi ventrikel kiri yang
mengakibatkan gangguan fungsi ventrikel kiri yaitu mengakibatkan
gangguan berat pada perfusi jaringan dan penghantaran oksigen ke
jaringan yang khas pada syok kardiogenik yang disebabkan oleh infark
miokardium akut adalah hilangnya 40 % atau lebih jaringan otot pada
ventrikel kiri dan nekrosis vokal di seluruh ventrikel karena
ketidakseimbangan antara kebutuhan dan supply oksigen miokardium.
b. Edema paru
Edema paru terjadi dengan cara yang sama seperti edema dimana
saja didalam tubuh. Faktor apapun yang menyebabkan cairan interstitial
paru meningkat dari batas negative menjadi batas positif. Penyebab
kelainan paru yang paling umum adalah:

1) Gagal jantung sisi kiri (penyakit katup mitral) dengan akibat


dari peningkatan tekanan kapiler paru dan membanjiri ruang
interstitial dan alveoli.
2) Kerusakan pada membrane kapiler paru yang disebabkan oleh
infeksi seperti pneumonia atau terhirupnya bahan - bahan yang
berbahaya seperti gas klorin atau gas sulfur dioksida. Masing-masing
menyebabkan kebocoran protein plasma dan cairan secara
cepat keluar dari kapiler.
RSUD Prof. Dr. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO RM
INSTALASI FARMASI

Nama : Ny. S Nomor RM : 00986599


Tgl lahir/Umur : 49 tahun BB :50 kg; TB : 155 cm; Kamar : ICCU
RPM : Nyeri dada sejak 2 hari terakhir, dan sesak RPD : CHF, HT, AF
DPJP : dr. Abraham Avicena Sp.JP Diagnosis : NSTEMI
REKONSILIASI OBAT

Saat transfer dari ruang : IGD Ke : ICCU Tanggal :25/1/2020

Nama Obat Aturan pakai Tindak lanjut

Inj Furosemid 2x1 A

ISDN 3x5mg Lanjut

Aspilet 4 tablet loading Lanjut

Brilinta 2 tab loading Lanjut

Atorvastatin 1x20mg Lanjut

Arixtra 1x2,5mg Lanjut

Compolac 0-0-1C Lanjut

Alprazolam 1x0,5mg Lanjut


RSUD Prof. Dr. MARGONO SOEKARJO RM
PURWOKERTO

Nama : Ny. S Nomor RM : 00986599


Tgl lahir/Umur : 49 tahun BB :50 kg; TB : 155 cm; Kamar : ICCU
RPM : Nyeri dada sejak 2 hari terakhir, dan sesak RPD : CHF, HT, AF
DPJP : dr. Abraham Avicena Sp.JP Diagnosis : NSTEMI

Diisi oleh Apoteker yang merawat :


Parameter Penyakit / Tanggal Nilai Normal 25/1 26/1 27/1 28/1 29/1 30/1
Tekanan Darah (mm Hg) <120/80 mmHg 153/90 129/85 124/62 120/77 130/70 120/80
Tanda vital

Nadi (kali per menit) 60-100x/menit 109 117 96 84 86 80


Suhu Badan (oC) 36.50C-370C 36,70 31 36 35 36 36
Respirasi (kali per menit) 12-20x/menit 28 27 22 17 20 20
Nyeri dada kiri + + Skala 5 4→3 ↓ ↓
↓ ↓ ↓ ↓ ↓
Keluhan

Sesak nafas +
Lemas + + + + ↓ ↓
Batuk berdahak + +
Demam dan pusing + ↓ kadang kadang membaik membaik
Laboratorium Rutin / Tanggal Nilai Normal 25/1 26/1 27/1 28/1 29/1 30/1
LAB

CKMB 7-25 U/L 73

Terapi (Nama Obat, Aturan Pakai 25/1 26/1 27/1 28/1 29/1 30/1
Kekuataan) IGD
Arixtra 1x2,5 mg √ √ √ √ √ stop
Parenteral

Miniaspi 1x1 √ √ √ √ √ √
Brilinta 2x1 √ √ √ √ √ √
ISDN 3x5mg √ √ √ √ √ √
Atorvastatin 1x20mg √ √ √ √ √ √
Compolac 0-0-1C √ √ √ √ √ stop
Oral

Alprazolam 1x0,25 √ √ √ √ √ stop


PCT 3x500mg k/p k/p k/p stop
Amiodaron 2x1 tab √
Kendaron 2x200mg √ √ 1x1
Ambroxol 3x1 tab V
RL 10 tpm √ √ √ √ √ √
IVFD

O2 2 lpm √ √ √ √ √ √
RSUD Prof. Dr. MARGONO SOEKARJO
RM
PURWOKERTO
INSTALASI FARMASI
PEMANTAUAN TERAPI OBAT

Nama : Ny. S Nomor RM : 00986599


Tgl lahir/Umur : 49 tahun BB :50 kg; TB : 155 cm; Kamar : ICCU
RPM : Nyeri dada sejak 2 hari terakhir, dan sesak RPD : CHF, HT, AF
DPJP : dr. Abraham Avicena Sp.JP Diagnosis : NSTEMI

Diisi oleh Apoteker yang merawat :


Asuhan Kefarmasian Nama
Tanggal & Paraf
& Jam Assesment Apotek
Subyektif Obyektif Planning
(DRP) er
26/1 - Subjektif Rencana Rekomendasi : Nur
Pasien mengeluhkan nyeri dada demam dan Aida, S.
pusing berkurang, kadang-kadang masih sesak 1. Rekomendasi pemberian Farm.,
dan lemas Captopril (AHT dan Apt
- Objektif antiremodeling)
Diagnosa: NSTEMI 2. Rekomendasi pemberian
1. Tanda Vital 26/01/2020 : TD : 129/85 mmHg, ranitidin
Nadi : 117x/menit, RR : 27x/menit, dan suhu
badan : 360C. Rencana monitoring:
2. Pemeriksaan darah 25/1/2019: CKMB 73
3. Terapi : Sesuai instruksi dokter 1. Monitoring tanda-tanda
interaksi obat  tanda-tanda
- Assessment (DRP) pendarahan
1. Pasien memiliki riwayat hipertensi, belum 2. Rekomendasi pengecekan nilai
mendapatkan terapi APTT
2. Potensi efek samping aspirin pada GI 3. Monitoring BAB pasien.
3. Potensi Interaksi obat (Mayor) : Aspirin – 4. Monitoring efektivitas terapi
fondaparinux – brilinta dapat menngkatkan
resiko pendarahan
4. Pasien belum BAB, sudah mndapatkan terapi
compolaxsyrup
27/1 - Subjektif Rencana Rekomendasi :
Pasien mengeluhkan nyeri dada membaik (skala
5) , demam dan pusing berkurang, kadang-kadang 1. Rekomendasi pemberian
masih sesak dan lemas Captopril (AHT dan
- Objektif antiremodeling)
Diagnosa: NSTEMI 2. Rekomendasi pemberian
1. Tanda Vital 27/01/2020 : TD : 124/62 mmHg, ranitidin
Nadi : 96x/menit, RR : 22x/menit, dan suhu
badan : 360C. Rencana monitoring:
2. Pemeriksaan darah 25/1/2019: CKMB 73
3. Terapi : Sesuai instruksi dokter 1. Monitoring tanda-tanda
interaksi obat  tanda-tanda
- Assessment (DRP) pendarahan
1. Pasien memiliki riwayat hipertensi, belum 2. Rekomendasi pengecekan nilai
mendapatkan terapi APTT
2. Potensi efek samping aspirin pada GI 3. Monitoring BAB pasien.
3. Potensi Interaksi obat (Mayor) : Aspirin – 4. Monitoring efektivitas terapi
fondaparinux – brilinta dapat menngkatkan
resiko pendarahan
4. Pasien belum BAB, sudah mndapatkan terapi
compolaxsyrup
28/1 - Subjektif Rencana rekomendasi : Nur
Pasien mengeluhkan nyeri dada membaik (skala 4 Aida, S.
 3), demam dan pusing berkurang, kadang- 1. Rekomendasi pemberian Farm.,
kadang masih sesak dan lemas captopril (anti hipertensi dan Apt
- Objektif anti remodeling)
Diagnosa: NSTEMI 2. Rekomendasi pemberian
1. Tanda Vital 28/01/2020 : TD : 120/77 ranitidin
mmHg, Nadi : 84x/menit, RR : 17x/menit,
dan suhu badan : 350C. Rencana monitoring:
2. Pemeriksaan darah 25/1/2019: CKMB 73
3. Terapi : Sesuai instruksi dokter 1. Monitoring tanda-tanda
interaksi obat  tanda-tanda
- Assessment (DRP) pendarahan
1. Pasien memiliki riwayat hipertensi, belum 2. Rekomendasi pengecekan nilai
mendapatkan terapi APTT
2. Potensi efek samping aspirin pada GI 3. Monitoring BAB pasien.
3. Potensi Interaksi obat (Mayor) : Aspirin – 4. Monitoring efektivitas terapi
fondaparinux – brilinta dapat menngkatkan
resiko pendarahan
4. Pasien belum BAB, sudah mndapatkan terapi
compolax syrup
29/1 - Subjektif Rencana Rekomendasi Nur
Pasien mengeluhkan nyeri dada membaik, Aida, S.
kadang-kadang masih sesak, lemas berkurang dan 1. Rekomendasi pemberian
Farm.,
hari ini mengeluhkan batuk berdahak captopril Apt
- Objektif 2. Rekomendasi pemberian terapi
Diagnosa: NSTEMI ambroxol
1. Tanda Vital 28/01/2020 : TD : 130/70 3. Rekomendasi pemberian aspirin
mmHg, Nadi : 86x/menit, RR : 20x/menit,
dan suhu badan : 360C. Rencana monitoring:
2. Pemeriksaan darah 25/1/2019: CKMB 73
3. Terapi : Sesuai instruksi dokter 1. Monitoring tanda-tanda
interaksi obat  tanda-tanda
- Assessment (DRP) pendarahan
1. Pasien memiliki riwayat hipertensi, belum 2. Rekomendasi pengecekan nilai
mendapatkan terapi APTT
2. Pasien mengeluhkan batuk dan 3. Monitoring efektivitas terapi
belummendapatkan terapi
3. Potensi efek samping aspirin pada GI
4. Potensi Interaksi obat (Mayor) : Aspirin –
fondaparinux – brilinta dapat menngkatkan
resiko pendarahan
5. Pasien mengeluhkan batuk berdahak,belum
mendapatkan terapi
BAB III
PEMBAHASAN

Pasien Ny S usia 49 tahun masuk RSMS pada tanggal 25 Januari 2020


dengan keluhan nyeri dada sejak ± 2 hari terakhir,nyeri dada seperti di tekan
benda berat (+), sesak nafas,pasien post pingsan pukul 12.00,dan keringat dingin.
Tekanan darah pasien 153/90 mmHg, nadi pasien 109 kali/menit, suhu badan
pasien 36,7 C, dan laju respirasi 28 kali/menit. Pasien mendapatkan terapi di IGD
RSMS O2 4 lpm; inj furosemid 3x1A; ISDN 3x5m; aspilet 4 tab loading; briinta 2
tab loadng; atorvastatin 1x20mg; inj arixtra 1x2,5mg; compolac 0-0-1C;
alprazolam 1x0,5mg.. Hasil pemeriksaan laboratorium pasien pada saat awal
masuk adalah nilai CKMB 73 (tinggi). Saat dipindahkan ruang Asoka pasien
mendapatkan terapi RL 10 tpm, O2 2 lpm; inj furosemid 3x1A; ISDN 3x5m;
aspilet 4 tab loading; briinta 2 tab loadng; atorvastatin 1x20mg; inj arixtra
1x2,5mg; compolac 0-0-1C; alprazolam 1x0,5mg; pct 3x500 kp; amiodaron 2x1.
Pada saat pasien di IGD pasien mendapatkan terapi awal dimna terapi
awal adalah terapi yang diberikan pada pasien dengan diagnosis kerja
Kemungkinan SKA atau SKA atas dasar keluhan angina di ruang gawat darurat,
sebelum ada hasil pemeriksaan EKG dan/atau marka jantung. Terapi awal yang
dimaksud adalah Morfin, Oksigen, Nitrat, Aspirin (disingkat MONA), yang tidak
harus diberikan semua atau Bersamaan (Perki, 2015)
Pasien mendapatkan O2 4 lpm, ISDN 3x5mg, aspirin 4 tablet dan brilinta
2 tab. Suplemen oksigen dapat diberikan pada semua pasien SKA dalam 6 jam
pertama, tanpa mempertimbangkan saturasi O2 arteri (Kelas IIa-C). Obat
antiplatelet (antiaggregant), juga dikenal sebagai inhibitor aglutinasi
platelet atau inhibitor agregasi platelet , adalah anggota kelas obat-obatan yang
mengurangi agregasi platelet dan menghambat pembentukan trombus. Aspirin
160-320 mg diberikan segera pada semua pasien yang tidak diketahui
intoleransinya terhadap aspirin (Kelas I-A). Aspirin tidak bersalut lebih terpilih
mengingat absorpsi sublingual (di bawah lidah) yang lebih cepat (Kelas I-C) dan
dosis awal ticagrelor yang dianjurkan adalah 180 mg dilanjutkan dengan dosis
pemeliharaan 2 x 90 mg/hari kecuali pada pasien STEMI yang direncanakan
untuk reperfusi menggunakan agen fibrinolitik (Kelas I-B) (Perki, 2015)
Nitrogliserin (NTG) spray/tablet sublingual bagi pasien dengan nyeri dada
yang masih berlangsung saat tiba di ruang gawat darurat (Kelas I-C). Jika nyeri
dada tidak hilang dengan satu kali pemberian, dapat diulang setiap lima menit
sampai maksimal tiga kali. Nitrogliserin intravena diberikan pada pasien yang
tidak responsif dengan terapi tiga dosis NTG sublingual (kelas I-C). dalam
keadaan tidak tersedia NTG, isosorbid dinitrat (ISDN) dapat dipakai sebagai
pengganti (Perki, 2015)
Pada saat di ruang ICCU pasien mendapatkan terapi nitrat. Keuntungan
terapi nitrat terletak pada efek dilatasi vena yang mengakibatkan berkurangnya
preload dan volume akhir diastolik ventrikel kiri sehingga konsumsi oksigen
miokardium berkurang. Efek lain dari nitrat adalah dilatasi pembuluh darah
koroner baik yang normal maupun yang mengalami aterosklerosis. Nitrat oral atau
intravena efektif menghilangkan keluhan dalam fase akut dari episode angina
(Kelas I-C). Pasien dengan UAP/NSTEMI yang mengalami nyeri dada berlanjut
sebaiknya mendapat nitrat sublingual setiap 5 menit sampai maksimal 3 kali
pemberian, setelah itu harus dipertimbangkan penggunaan nitrat intravena jika
tidak ada indikasi kontra (Kelas I-C). Nitrat tidak diberikan pada pasien dengan
tekanan darah sistolik <90 mmHg atau >30 mmHg di bawah nilai awal,
bradikardia berat (<50 kali permenit), takikardia tanpa gejala gagal jantung, atau
infark ventrikel kanan (Kelas III-C). (Perki, 2015)
Dosis ISDN yang diberikan pada pasien telah tepat obat, tepat indikasi, tepat
pasien dan tepat dosis.
Pemberian aspirin pada paisen dengan dosis pemeliharaan 75-100 mg
setiap harinya untuk jangka panjang, tanpa memandang strategi pengobatan yang
diberikan (Kelas I-A).Penghambat reseptor ADP perlu diberikan bersama aspirin
sesegera mungkin dan dipertahankan selama 12 bulan kecuali ada indikasi kontra
seperti risiko perdarahan berlebih (Kelas I-A).Penghambat pompa proton
(sebaiknya bukan omeprazole) diberikan bersama DAPT (dual antiplatelet
therapy - aspirin dan penghambat reseptor ADP) direkomendasikan pada pasien
dengan riwayat perdarahan saluran cerna atau ulkus peptikum, dan perlu diberikan
pada pasien dengan beragam faktor risiko seperti infeksi H. pylori, usia ≥65 tahun,
serta konsumsi bersama dengan antikoagulan atau steroid (Kelas I-A).
Penghentian penghambat reseptor ADP lama atau permanen dalam 12 bulan sejak
kejadian indeks tidak disarankan kecuali ada indikasi klinis (Kelas I-C).

Ticagrelor direkomendasikan untuk semua pasien dengan risiko kejadian


iskemik sedang hingga tinggi (misalnya peningkatan troponin) dengan dosis 90
mg dua kali sehari. Pemberian dilakukan tanpa memandang strategi pengobatan
awal. Pemberian ini juga dilakukan pada pasien yang sudah mendapatkan
clopidogrel (pemberian clopidogrel kemudian dihentikan) (Kelas I-B) (PERKI
2015)

Terapi antikoagulan harus ditambahkan pada terapi antiplatelet secepat


mungkin. Pemberian antikoagulan disarankan untuk semua pasien yang
mendapatkan terapi antiplatelet (Kelas I-A).Pemilihan antikoagulan dibuat
berdasarkan risiko perdarahan daniskemia, dan berdasarkan profil efikasi-
keamanan agen tersebut. (KelasI-C). Fondaparinuks secara keseluruhan memiliki
profil keamanan berbanding risiko yang paling baik. Dosis yang diberikan adalah
2,5 mg setiap hari secara subkutan (Kelas I-A).Bila antikoagulan yang diberikan
awal adalah fondaparinuks, penambahan bolus UFH (85 IU/kg diadaptasi ke
ACT, atau 60 IU untuk mereka yang mendapatkan penghambat reseptor GP
Iib/IIIa) perlu diberikan saat IKP(Kelas I-B). Dalam strategi yang benar-benar
konservatif, pemberian antikoagulasi perlu dilanjutkan hingga saat pasien
dipulangkan dari rumah sakit (Kelas I-A). Dosis fondaparinux yang diberikan
pada pasien telah tepat obat, tepat indikasi, tepat pasien dan tepat dosis (Perki,
2015).

Pasien mengeluhkan nyeri pada bagian dada, kemudian pasien


mendapatkan terapi isosorbid dinitrat. Isosorbid dinitrat termasuk dalam golongan
nitrat. Nitrat bekerja cepat untuk angina akut. Nitrogliserin sublingual merupakan
terapi inisial standard untuk angina. Ketika gejala angina muncul, pasien harus
duduk beristirahat (berdiri menyebabkan sinkop, berbaring meningkatkan aliran
balik vena dan kerja jantung) dan konsumsi nitrogliserin sublingual (0,3-0,6 mg)
tiap 5 menit hingga nyeri hilang atau maksimal 1,2 mg telah dikonsumsi dalam 15
menit. Nitrogliserin juga dapat diberikan sebagai profilaksis ketika kemungkinan
akan terjadinya angina, misalnya aktivitas setelah makan, stres emosional,
aktivitas seksual dan dalam cuaca dingin. Isosorbid dinitrat (5 mg sublingual)
membantu menggagalkan serangan angina untuk sekitar 1 jam. Karena dinitrat
membutuhkan konversi hepatik untuk menjadi mononitrat, onset (dalam 3-4
menit) lebih lambat dibandingkan nitrogliserin. Setelah ingesti oral, efek
hemodinamik dan anti-angina bertahan dalam beberapa jam. Isosorbid dinitrat
(sediaan oral) sering diberikan untuk profilaksis angina (PERKI, 2015).

Efek samping nitrat antara lain hipotensi. Ini merupakan efek samping
nitrat yang paling berbahaya. Sedangkan sakit kepala merupakan efek samping
nitrat yang paling sering. Sakit kepala (aspirin dapat mengurangi gejala) dapat
menyebabkan kepatuhan pasien menurun. Kegagalan terapi nitrat dapat terjadi
akibat resistensi nitrat dan toleransi nitrat. Beberapa obat dapat berinteraksi
dengan nitrat, misalnya potensiasi efek vasodilator oleh penghambat kanal
kalsium. Hipotensi berat dapat terjadi dengan pemberian bersamaan dengan
inhibitor PDE5 untuk pengobatan disfungsi ereksi atau hipertensi paru. Jika tidak
sengaja atau sudah pasien terlanjur mengkonsumsi kombinasi inhibitor PDE5 dan
nitrat, maka agonis adrenergik alfa dan epinefrin diperlukan. Nitrat juga tidak
boleh diberikan bersamaan penyekat alfa adrenergik (PERKI, 2015).
Terapi antikoagulan harus ditambahkan pada terapi antiplatelet secepat
mungkin. Pemberian antikoagulan disarankan untuk semua pasien yang
mendapatkan terapi antiplatelet (Kelas I-A).Pemilihan antikoagulan dibuat
berdasarkan risiko perdarahan daniskemia, dan berdasarkan profil efikasi-
keamanan agen tersebut. (KelasI-C). Fondaparinuks secara keseluruhan memiliki
profil keamanan berbanding risiko yang paling baik. Dosis yang diberikan adalah
2,5 mg setiap hari secara subkutan (Kelas I-A).Bila antikoagulan yang diberikan
awal adalah fondaparinuks, penambahan bolus UFH (85 IU/kg diadaptasi ke
ACT, atau 60 IU untuk mereka yang mendapatkan penghambat reseptor GP
Iib/IIIa) perlu diberikan saat IKP(Kelas I-B) (Perki, 2015).

Pasien mempunyai nilai HDL normal dan nilai kolestrol yang lainnya juga
normal tapi pemberian stain pada kasus ini tetap harus diberikan, statin dapat
membantu menurunkan tingkat lipoprotein densitas rendah (LDL), yakni
kolesterol jahat dalam darah, dan statin membantu mengurangi produksinya di
dalam hati. Tingginya kadar kolesterol LDL dapat menyebabkan pengerasan dan
penyempitan pembuluh darah (atherosclerosis) serta penyakit kardiovaskular
(cardiovascular disease alias CVD). Tanpa melihat nilai awal kolesterol LDL dan
tanpa mempertimbangkan modifikasi diet, inhibitor hydroxymethylglutary-
coenzyme A reductase (statin) harus diberikan pada semua penderita
UAP/NSTEMI, termasuk mereka yang telah menjalani terapi revaskularisasi, jika
tidak terdapat indikasi kontra (Kelas I-A). Terapi statin dosis tinggi hendaknya
dimulai sebelum pasien keluar rumah sakit, dengan sasaran terapi untuk mencapai
kadar kolesterol LDL <100 mg/ dL (Kelas I-A). Menurunkan kadar kolesterol
LDL sampai <70 mg/dL mungkin untuk dicapai (Perki, 2015)

Pada kasus ini pasien juga mendapatkan terapi amiodaron 2x1tab, dimana
kondisi pasien dengan riwayat atrial fibrilation dan pada saat rawat inap
mengalami irama jantung yang tidak teratur. Amiodarone digunakan untuk
mengobati beberapa jenis aritmia (gangguan irama jantung) serius yang mungkin
fatal (seperti fibrilasi ventrikel/takikardia persisten). Obat ini berfungsi
mengembalikan irama jantung normal dan mempertahankan detak jantung yang
stabil. Amiodaron dikenal sebagai obat anti-aritmia. Obat ini bekerja dengan
menghalangi sinyal-sinyal listrik tertentu pada jantung yang dapat
menyebabkan detak jantung tidak teratur.

Pasien memiliki riwayat hipertensi namun tidak mendapatkan terapi


antihipertensi. Terapi anti hipertensi yang biasa diberikan pada pasien dengan
diagnosis NSTEMI adalah captopril. Captoril (Inhibitor angiotensin converting
enzyme (ACE)) selain untuk antihipertensi juga berguna dalam mengurangi
remodeling dan menurunkan angka kematian penderita pascainfark miokard yang
disertai gangguan fungsi sistolik jantung, dengan atau tanpa gagal jantung klinis.
Penggunaannya terbatas pada pasien dengan karakteristik tersebut, walaupun pada
penderita dengan faktor risiko PJK atau yang telah terbukti menderita PJK,
beberapa penelitian memperkirakan adanya efek antiaterogenik (Perki, 2015).

Sedangkan Penghambat reseptor angiotensin diindikasikan bagi pasien


infark mikoard yang intoleran terhadap inhibitor ACE dan mempunyai fraksi
ejeksi ventrikel kiri ≤40%, dengan atau tanpa gejala klinis gagal jantung (Kelas I-
B). Dosis yang dapat di berikan adalah sebagai berikut :

Penyakit arteri koroner, akut dan kronis, memicu berbagai respons


psikologis yang dapat memengaruhi hasil biologis penyakit tersebut. Pasien rawat
inap yang mengalami kecemasan lebih mungkin untuk mengalami episode baru
aritmia atau iskemia selama dirawat di rumah sakit. Pasien di rumah sakit
menunjukkan kecemasan segera setelah serangan jantung, yang memuncak pada
hari kedua dan biasanya mereda setelah beberapa hari pertama. Insiden rawat inap
pasien di antara pasien dengan sindrom koroner akut mendekati 50% di unit
perawatan koroner. Dalam sebuah penelitian populasi Yunani, 25,5% dari 702
pasien yang dirawat di rumah sakit dengan penyakit arteri koroner mengalami
tingkat sedang dan 32,7% tingkat kecemasan yang tinggi (M. polikandrioti dan
Olympios, 2013).

Benzodiazepin yang paling umum digunakan dalam praktik klinis adalah


lorazepam (Rasa), diazepam (Stedon), alprazolam (Xanax), bromazepam
(Lexotanil) dan chlorazepam (Tranxene) (M. polikandrioti dan Olympios, 2013).

Pasien dengan penyakit jantung tidak diperbolehkan untuk mengejan.


Untuk memudahkan pasien buang air besar, pasien dibeirkan laxadine sirup.
Laxadine mengandung phenolphthalein 55 mg, liquid paraffin 1200 mg, dan
gliserin 378 mg. laxadine digunakan untuk konstipasi sebagai laksatif/pencahar.
Dosis yang diberikan yaitu 1-2 sendok makan 1 kali sehari sebelum tidur.
DAFTAR PUSTAKA

Aru W, Sudoyo. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, edisi V. Jakarta :
Fakultas Kedokteran Universitas indonesia
M. polikandrioti dan Olympios, 2013, Anxiety and coronary artery disease,
Archives of Hellenic Medicine, 31(4),403-411
Morton,et al. (2012). Volume 1 Keperawatan kritis pendekatan asuhan holistik:
Jakarta: kedokteran EGC, hlm 835-842
Muttaqin A. Pengantar asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistem
kardiovaskular. Jakarta: Penerbit Salemba Medika; 2009
PERKI, 2015, Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut, Perhimpunan
Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia
Sudoyo.,et al. (2006). Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas indonesia
Sylvia Anderson. 2009. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses. Penyakit.
Ed.6.Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai