BAB I-II-III - Bismillah 01
BAB I-II-III - Bismillah 01
BAB I-II-III - Bismillah 01
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
yang terus meningkat di dunia. Pada tahun 2017 diabetes mellitus telah menjangkit
sekitar 425 juta orang di seluruh dunia, diperkirakan akan terus meningkat pada
tahun 2045 menjadi 629 juta orang (Indu et al., 2018). Luka kaki diabetes (LKD)
merupakan salah satu komplikasi pada penderita diabetes mellitus (Alavi et al.,
2014). Luka kaki diabetes menimbulkan beban berat pada pasien dan kesehatan
pasien. Hampir 600 juta orang diperkirakan menderita diabetes mellitus pada tahun
2035, di mana sekitar 25% diperkirakan mengembkan satu atau lebih luka kaki
diabetes. Luka kaki diabetes merupakan penyebab utama faktor risiko, dan hamper
selalu mendahului infeksi kaki dan amputasi serta mengurangi morbilitas dan
kualitas hidup pasien dalam satu penelitian besar di Eropa (Bus and van Netten,
2016).
dan 5-7% di antara pasien dengan luka kaki diabetes, kematian kira-kira dua kali
lipat di antara pasien diabetes tanpa ulkus kaki, lebih lanjut telah dicatat bahwa
hungga 85% dari amputasi ekstremitas tubuh bagian bawah terkait diabetes
didahului oleh ulkus kaki (Jupiter et al., 2015). Prevalensi luka kaki diabetes di
Lohere, Pakistan adalah 7,02% dalam hal ini dibagi sesuai lokasi ulkusnya 61,22%
dari luka kaki diabetes berada di permukaan plantar pedis ( permukaan telapak
1
kaki) dibandingkan dengan permukaan dorsum pedis ( permukaan punggung kaki)
30,80%, sedangkan 8,08% ulkus keduanya pada permukaan plantar dan dorsal kaki
komplikasi diabetes yang serius dan melumpuhkan berkisar antara 4% hingga 10%
pada pasien rawat inap dan risiko pasien diabetes yang mengalami luka kaki
diabetes dalam hidup pasien bisa mencapai 25%. Hasil terburuk dari luka kaki
diabetes adalah amputasi ekstremitas bawah. Luka kaki diabetes terus menjadi
alasan utama untuk amputasi non traumatik ekstremitas bawah di seluruh dunia.
bahwa 25-90% semua amputasi dikaitkan dengan diabetes. Saat ini, prevalensi
92,4% juta orang dewasa dengan diabetes dan 148,2 juta orang dewasa dengan
prediabetes di China. Karena populasi diabetes yang besar, pasien dengan masalah
dari tahun ke tahun. Pada tahun 1983, prevalensi diabetes mellitus di Indonesia
adalah1,63%, meningkat 5,7% pada 2007 dan diperkirakan 6,0% pada 2030 atau
sama dengan 8,5 juta pada 2013 dan akan menjadi 14,1 juta pasien di 2035. Selain
berpotensi lebih tinggi daripada data yang tersedia (Yusuf et al., 2016).
2
Komplikasi diabetes mellitus utama adalah pengembangan luka kaki
neuropati dan angiopati sebagai faktor risiko utama untuk pengembangan luka kaki
diabetes. Peran faktor- faktor risiko ini telah dijelaskan secara biomekanis dan
pengembangan luka kaki diabetes terutama terkait dengan trauma, neuropati dan
deformitas. Namun, sebagian besar studi hanya berfokus pada neuropati atau
di RSUP Dr.M. Djamil dan RSI Ibnu Sina Padang secara signifikan dipengaruhi
oleh faktor yang tidak dapat dimodifikasi dalam hal ini ialah faktor jenis kelamin ;
laki- laki dan faktor usia penderita ; lansia (51 tahun – 61 tahun ) dan faktor yang
dapat dimodifikasi dalam hal ini ialah faktor kadar glukosa, minimalnya kepatuhan
minum obat, dan faktor kejadian trauma serta faktor pendidikan atau pengetahuan
perawatan intensif terhadap pasien luka kaki diabetes yang memiliki derajat 3
keparahan luka kaki diabetes dalam pemantauan derajat keparahan dari pasien
tersebut. Dokter juga dimudahkan dalam memberikan pelayanan agar pasien luka
penderita meminum obat, kadar glukosa yang tidak terkontrol yang sangat
3
ditekankan untuk pasien-pasien luka kaki diabetes mendapatkan perawatan intensif
di rumah sakit dan dalam hal ini kepada semua penderita luka kaki diabetes
terkhusus lagi kepada penderita yang memiliki tingkat pendidikan dan sosial
ekonomi yang rendah dengan luka kaki diabetes dengan lama penyembuhan secara
tepat sehingga luka tidak sembuh-sembuh dalam 7-24 hari karena telah terjadi
kegagalan proses angiogenesis disertai pasien yang menderita diabetes > 10 tahun
karena kadar glukosa darah yang tidak terkontrol (Loviana, Rudy and Zulkarnain,
2015).
diabetes terbatas. Dalam studi kualitatif mengenai proses perawatan pasien dengan
luka kaki diabetes, Aliasgharpour dan Nayeri (2012) menemukan bahwa mayoritas
pasien rawat inap luka kaki diabetes tidak memantau atau mengontrol glukosa
darahnya sebelum dirawat di rumah sakit di antara pasien dengan luka kaki
Perilaku manajemen diri pasien luka kaki diabetes yang tidak memadai
penghasilan rendah (Yang et al., 2019). Selain itu, perilaku manajemen diri yang
tidak memadai mungkin terkait dengan beberapa faktor yang dapat dimodifikasi,
2019), serta perilaku perawatan diri pasien luka kaki diabetes yang tidak memadai
dan keyakinan penghalang (Chin et al., 2019). Studi terbatas telah mengeksplorasi
diabetes. (Yang et al., 2019) telah mengeksplorasi faktor- faktor yang terkait
4
dengan keterlambatan pra- rumah sakit, yang terkait dengan satu aspek perilaku
manajemen diri luka kaki diabetes (Yang et al., 2019) menemukan bahwa pasien
rawat inap LKD (Luka Kaki Diabetes) dengan pendapatan lebih rendah memiliki
penundaan pra- rumah sakit lebih lama dibandingkan dengan penderita yang
kerusakan luka dan pemeriksaan kaki harian yang tidak memadai diidentifikasi
sebagai faktor yang sangat terkait dengan keterlambatan pra- rumah sakit dalam
penelitian (Yang et al., 2019). Dalam studi, hanya sekitar 40% dari pasien rawat
yang dapat menyiratkan bahwa 40% ini belum menerima pendidikan yang
dalam manajemen diri diabetes serta perilaku pemeriksaan diri kaki harian (Chin et
al., 2019).
B. Rumusan Masalah
2. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi lama rawat inap pasien luka kaki
5
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi faktor usia terhadap lama rawat inap penyembuhan luka kaki
diabetes.
b. Mengidentifikasi faktor jenis kelamin terhadap lama rawat inap penyembuhan luka
kaki diabetes.
c. Mengidentifikasi faktor kadar glukosa terhadap lama rawat inap penyembuhan luka
kaki diabetes.
d. Mengidentifikasi faktor pendidikan terhadap lama rawat inap penyembuhan luka kaki
diabetes.
D. Manfaat Penelitian
faktor yang dapat mempengaruhi lama rawat inap terhadap penyembuhan luka kaki
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
mengurangi masalah multifactor yaitu faktor jenis kelamin, usia , pendidikan dan kadar
glukosa (Silvio Inzucchi, et., al 2010). Diabetes mellitus terjadi karena adanya kelainan
berbagai gejala. Gejala diabetes mellitus meliputi poliuria (banyak buang air kecil),
penurunan berat badan yang tidak diketahui penyebabnya, sering kelelahan, infeksi
berulang, mulut kering, mata kabur, kesemutan, gatal, disfungsi ereksi pada pria
(Ramachandran, 2014). Gejala diabetes mellitus dapat dikuatkan dengan adanya uji
atau pemeriksaan laboratorium seperti : AIC, FPG, dan PG 2-jam setelah 75-g OGTT
(American Diabetes Association, 2017), dapat juga dilakukan sendiri dengan bantuan
alat pemeriksa kadar gula darah sederhana maupun dilakukan sendiri dengan bantuan
alat pemeriksa kadar gula darah sederhana maupun dilakukan di tempat pelayanan
7
kesehatan. Diabetes mellitus juga memiliki beberapa komplikasi yang mengancam
diabetes mellitus yang berhubungan dengan jangka Panjang, disfungsi dari berbagai
stroke, perifer arteri disease (PAD) (Megallaa et al., 2019b), Komplikasi yang paling
sering terjadi pada penderita diabetes mellitus yang mengalami neurophaty adalah luka
kaki diabetik (Alavi et al., 2014). Dampak dari luka kaki diabetik ini dapat mengurangi
Spasme Otot
PAD Vaskuler
8
Gambar 2. ( Mikrovaskular ; Alavi et al., 2014)
Jenis kelamin adalah suatu faktor yang berperan penting pada beberapa
kejadian komplikasi penyakit. Dalam penelitian ini, telah memperhatikan variasi yang
signifikan dalam hal tertentu variabel seperti jenis kelamin, spektrum infeksi mikroba,
lokasi dan tingkat keparahan borok, dll. Laki-laki kalah jumlah perempuan dengan
faktor rasio 2,5 : 1. Rasio gender yang serupa dilaporkan oleh Al Benwan et., al. dalam
sebuah penelitian yang dilakukan di Kuwait dan oleh Jain et al. di Gujarat. Dominasi
laki-laki pada komplikasi luka kaki diabetik dapat dikaitkan dengan faktor-faktor
seperti perbedaan terkait gender dalam gaya hidup dan peran yang professional yang
9
pekerjaan di luar ruangan dan kepatuhan yang rendah terhadap praktik perawatan kaki
2. Faktor Usia
Usia seorang pasien harus menjadi perhatian serius. Pada luka kaki diabetik
prevalensinya sangat erat pada pasien dewasa tua dengan usia 51 tahun – 60 tahun
terinfeksi secara signifikan dengan infeksi kaki diabetik. Ini berbeda dengan penelitian
lebih tinggi dengan Diabetes Tipe 2 meskipun pria memiliki tingkat amputasi yang
Terdapat hubungan antara kadar glukosa darah dengan derajat ulkus kaki
diabetik dan didapatkan hasilnya pada responden dengan resiko tinggi terjadinya ulkus
kaki diabetik yaitu kadar gula darah sewaktu (GDS) ≥ 200 mg/dl memiliki derajat
ulkus kaki diabetik 2 dan derajat ulkus kaki diabetik 3. Hal ini menunjukan bahwa
kadar glukosa darah yang tinggi dapat menyebabkan penurunan kemampuan pembuluh
darah dalam berkontraksi maupun relaksasi sehingga perfusi jaringan bagia distal dari
tungkai kurang baik dan juga kadar glukosa darah yang tinggi merupakan lingkungan
yang subur untuk berkembang biaknya kuman pathogen yang bersifat anaerob karena
plasma darah penederita diabetes mellitus yang tidak terkontrol dan memiliki viskositas
yang tinggi. Keadaan inilah yang mengembangkan terjadinya ulkus kaki diabetik pada
penderita diabetes mellitus yang memiliki kadar glukosa darah yang tinggi (Veranita,
2016).
10
4. Faktor Pengetahuan
Penelitian ini melakukan survei cross-sectional dari sampel 686 orang dewasa
A.S. dengan diabetes tipe 2 di lima sistem kesehatan yang telah terperiksa HbA1c
komunikasi penyedia layanan kesehatan, dan jenis sistem kesehatan. Beberapa peneliti
memeriksa hubungan bivariat dan multivariat antara setiap variabel dan pengetahuan
responden tentang nilai HbA1c (haemoglobin A1c) terakhir mereka dan menilai apakah
Dari responden, 66% melaporkan bahwa mereka tidak tahu nilai HbA1c
terakhir mereka dan hanya 25% yang secara akurat melaporkan nilai tersebut. Dalam
analisis multivariat lebih banyak tahun Pendidikan formal ≤ Sekolah Menengah Atas
(SMA) dan evaluasi tinggi dari ketelitian komunikasi penyedia secara independen
nilai HbA1c terakhir mereka memiliki peluang lebih tinggi untuk secara akurat menilai
kontrol diabetes mereka (rasio odds yang disesuaikan 1,59, 95% Cl 1,05-2,42) dan
<0,001). Pengetahuan HbA1c tidak terkait dengan efikasi diri perawatan penyakit
perawatan diabetes yang lebih baik dan penilaian kontrol glikemik mereka daripada
mereka yang tidak. Pengetahuan tentang tingkat HbA1c sesorang saja bagaimanapun,
diabetes menjadi peningkatan kepercayaan diri dan motivasi yang diperlukan untuk
11
meningkatkan manajemen diri pasien diabetes. Strategi untuk memberikan informasi
kepada pasien harus dikombinasikan dengan strategi perilaku lain untuk memotivasi
dan membantu pasien secara efektif mengelola diabetes mereka (Heisler et al., 2005).
pengetahuan yang baik tentang diabetes. Praktek perawatan luka kaki diabetik diamati
di antara 119 (55,1%) dari klien. Berkenaan dengan sikap terhadap perawatan kaki
1. Pengertian
Luka kaki diabetik adalah luka yang terjadi pada kaki pasien yang menderita
diabetes mellitus. Luka kaki diabetik sering terjadi karena adanya gangguan pada saraf
perifer dan autonomik yang sering disebut neuropati (Kateel et al., 2018). Luka kaki
diabetik memiliki tiga tanda klasik yaitu neuropati, iskemia, dan infeksi (Woo, Santos
and Gamba, 2013). Neuropati merupakan penyebab utama terjadinya luka kaki
diabetik.
2. Etiologi
terhadap luka. Luka yang terjadi pada pasien diabetes mellitus mayoritas diakibatkan
oleh neuropati perifer (Chuan et al., 2015) luka yang didapatkan akibat aktivitas sehari-
hari seperti berjalan lama, penggunaan sepatu yang tidak pas dan berjalan tanpa alas
kaki yang dapat mengakibatkan terjadinya luka (Zubair, Malik and Ahmad, 2011).
12
Sehingga kejadian luka kaki diabetik akibat neuropati masih cukup tinggi ditambah
lagi faktor risiko lain yang dialami oleh penderita diabetes mellitus.
Faktor risiko luka kaki diabetik seperti kaki deformitas, nilai ABI (Ankle
Brachial Index) dan masalah kulit kering merupakan faktor yang paling berhubungan
dengan risiko terjadinya luka kaki diabetik (Li et al., 2011). Faktor pencetus lain adalah
penderita diabetes mellitus yang menjalani terapi ACE inhibitor, penderita yang
menjalani terapi insulin, adanya pembentukan kallus pada kaki, adanya pra luka pada
kaki, deformitas dan neuropati perifer (Shahbazian, Yazdanpanah and Latifi, 2013).
Untuk mencegah terjadinya efek lanjutan dari luka kaki diabetik maka dibutuhkan
manajemen perawatan luka yang baik yang dimulai dari pengkajian yang cepat.
rujukan derajat keparahan luka kaki diabetik pasien diabetes mellitus ialah melalui
klasifikasi Wagner yakni ; derajat 0 : tinggi risiko luka pada kaki ; derajat 1 : luka
permukaan kaki ; derajat 2 : penetrasi luka telah menembus jaringan kulit , tendon,
otot, dan sendi ; derajat 3 : penetrasi luka telah mencapai tulang sehingga tulang
ekstensive gangrene berujung pada amputasi (Zubair, Malik and Ahmad, 2012).
Banyak upaya yang telah dilakukan dalam mengkategorikan luka kaki diabetik
sesuai ukuran, kedalaman, lokasi, adanya infeksi dan iskemia. Salah satu yang
direkomendasikan adalah The University of Texas (UT) score untuk klasifikasi luka
13
kaki diabetik (Yazdanpanah et al., 2018). UT score telah di validasi dan lebih mudah
digunakan untuk menilai derajat luka kaki diabetik dan menentukan manajemen luka
Gambar 3. Klasifikasi luka kaki diabetik UT score (Haji Zaine et al., 2014).
kontrol gula darah, debridement luka, kontrol infeksi dan pengurangan beban (Qasim
et al., 2019). Manajemen lain untuk luka kaki diabetik adalah pemilihan balutan luka
yang tepat, antimicrobial bila ada infeksi klinis, manajemen penyakit arteri perifer,
2018). Metode lain yang dapat digunakan seperti terapi oksigen hiperbarik,
penggunaan produk perawatan luka canggih, dan terapi luka tekanan negatif (NPWT/
14
VAC) (Khan et al., 2018). Manajemen luka kaki diabetik yang tepat akan membantu
sepuluh pada pasien luka kaki diabetik dan biasanya dapat mencapai presentase ke
25 pada pasien luka kaki diabetik di RS Tersier China (Li et al., 2011).
yang sangat dipengaruhi oleh faktor usia, tingkat keparahan, pasien rawat inap
hingga satu tahun pasca keluar dari rumah sakit, komplikasi rumah sakit, dan
tingkat aktivitas pasien yang berlebihan pasca dipulangkan dari rumah sakit
diabetes mellitus menggunakan biaya yang tidak sedikit dan telah diketahui dengan
menggunakan metode national datasets pada estimasi biaya luka kaki diabetik yang
pada Layanan Kesehetan Nasional di Inggris pada tahun 2010-2011. Biaya masuk
rumah sakit khusus untuk penyakit kaki diabetik atau amputasi diperkirakan dari
Statistik Episode Rumah Sakit dan tarif nasional. Analisis regresi multivariat
rawat inap yang tidak spesifik untuk klasifikasi derajat keparahan derajat 5 atau
amputasi (Kerr, Rayman and Jeffcoate, 2014). Hasil biaya perawatan kaki diabetik
15
pada 2010-2011 diperkirakan 580 juta poundsterling, hampir 0,6% dari
memperkirakan bahwa lebih dari setengah jumlah ini (307 juta poundsterling)
dihabiskan untuk merawat ulserasi di lingkungan primer dan komunitas (Kurup and
Ansari, 2019b).
Rumah Sakit
Adanya kallus pada kaki pasien diabetes mellitus beresiko >18 kali
mengalami luka kaki diabetes daripada pasien penderita tanpa adanya kallus pada
kakinya. Dan juga pasien yang menggunakan sepatu pas sakit >12,2 kali luka kaki
dibandingkan mereka yang tidak menggunakan sepatu pas sakit. Pasien yang
berasal dari pedesaan >3,6 kali untuk mengembangkan tukak kaki diabetes
dibandingkan dengan mereka yang berasal dari perkotaan. Mengenai tekstur kulit
kaki, kemungkinan memiliki luka kaki diabetes diantara pasien diabetes dengan
kulit kaki kering dan pecah adalah >3,5 kali dibandingkan dengan mereka yang
memiliki kulit kaki lembab dan halus, untuk komorbiditas menunjukkan bahwa
ketika memegang semua faktor lain pasien diabetes konstan dengan komorbiditas
adalah >7,8 kali untuk memiliki ulkus kaki daripada mereka yang tidak memiliki
komorbiditas. Indeks massa tubuh yang mayoritas populasi penelitian berada dalam
kisaran 24,5-29,9 kg/m2 itu menandakan mereka kelebihan berat badan. Mencari
tekanan darah, mayoritas populasi penelitian 183 (84,7%) memiliki tekanan darah
sistolik kurang dari 139 mmhg, berkenaan dengan tekanan darah diastolik 41 (19%)
dari populasi penelitian memiliki DBP (Diastolik Blood Pressure) lebih besar dari
16
90 mmhg. Mengenai kadar glukosa darah puasa, rata-rata kadar glukosa darah
puasa antara pasien diabetes dengan luka kaki adalah 177,97 mg/ dl yang lebih
tinggi daripada klien diabetes tanpa luka kaki diabetes. Pasien diabetes dengan
kehilangan sensasi terhadap getaran 128Hz dari tuning forke (garpu tala) >3,91 kali
untuk memiliki luka kaki diabetes dibandingkan mereka yang tanpa kehilangan
temuan yang secara signifikan secara statistic dalam beberapa penelitian . Studi
luka kaki diabetes meningkat 8 kali lebih tinggi pada mereka yang menderita
diabetes selama lebih dari 10 tahun diabandingkan dengan mereka yang durasi
Fakta bahwa pasien diabetes untuk waktu yang lama dianggap lebih beresiko
pembuluh darah perifer (PVD), neuropati, nefropati dan retinopati yang dapat
penyembuhannya terkait luka kaki diabetes lama, sekitar 6 bulan dengan tingkat
kekambuhan tinggi pada 1999/2000 serta pada 2011/2012. Hasil ini harus
17
(Copenhagen Wound Healing Centre) adalah pasien dengan keadaan penyakit yang
lebih lanjut, komorbiditas, dan luka kaki diabetes yang sulit disembuhkan. Faktor
yang ditemukan secara negatif terkait dengan penyembuhan maag adalah infeksi.
diabetes adalah kontrol glikemik yang baik dan lokalisasi jari kaki. Hasil ini
sejak dini ketika melihat luka kaki diabetes yang baru terbentuk adalah langkah-
langkah penting dalam mengobati luka kaki diabetes. Intervensi mengatasi ini dapat
meningkatkan waktu penyembuhan luka kaki diabetes, meskipun bukti lebih lanjut
18
G. Kerangka Teori
KOMPLIKASI MAKROVASKULAR
MIKROVASKULAR
DM
Faktor yang
Faktor-faktor terkait
berhubung
penyembuhan luka kaki diabetes
dengan LKD
Faktor penyerta yang mempengaruhi
lama perawatan LKD di rumah sakit
Penyembuhan
Jenis
luka kaki
Kelamin Adanya kallus
diabetes sekitar
Usia Kaki bengkak
6 bulan
Kadar Tekstur kulit kaki
Kontrol glikemik
Glukosa ( kulit kaki kering
yang baik
Pendidikan/ dan pecah)
(Deribe,2014). Lokalisasi jari
Pengetahuan
kaki
(Louise et al.,
2019).
19
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Kerangka Konsep
Variabel Antara
B. Variabel Penelitian
1. Variabel independen
Variabel independen dalam penelitian ini meliputi laki > perempuan, usia ≥ 18 tahun ,
2. Variabel dependen
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah penyembuhan luka kaki diabetes di RS.
3. Variabel antara
Variabel antara dalam penelitian ini adalah lama rawat inap pasien kaki diabetes.
20
C. Definisi Operasional
1. Jenis kelamin adalah prosedur yang digunakan dalam penyembuhan LKD terhadap
lama rawat inap pasien, laki-laki kalah jumlah perempuan dengan rasio 2,5 : 1.
2. Usia adalah prosedur yang digunakan dalam penyembuhan LKD terhadap lama rawat
3. Kadar glukosa adalah yang digunakan gula darah sewaktu (GDS) pasien ≥ 200 mg/dL.
5. Lama rawat inap adalah laki-laki, ≥ 18 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛 penderita luka kaki diabetes yang
memiliki kadar glukosa yang abnormal disertai Pendidikan atau pengetahuan penderita
yang rendah.
6. Proses penyembuhan luka adalah proses perkembangan luka kaki diabetes yang diukur
D. Hipotesis
Faktor jenis kelamin, usia, kadar glukosa, dan pengetahuan atau pendidikan berpengaruh
terhadap lama rawat inap penyembuhan luka kaki diabetes di RS. Labuang Baji Makassar.
E. Desain Penilitian
Desain penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan cross
sectional yaitu dengan rancangan penelitian pengukuran atau pengamatan yang dilakukan
21
F. Tempat dan waktu penelitian
1. Tempat
Penelitian ini akan dilaksanakan di RS. Labuang Baji Kota Makassar, Sulawesi
Selatan.
2. Waktu
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah pasien luka kaki diabetes yang mendapatkan
2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah pasien luka kaki diabetes yang memenuhi kriteria
inklusi. Besar sampel dalam penelitian ini adalah (n’) = 100 / (1-0,1) = 112 responden
a. Kriteria inklusi.
22
b. Kriteria eksklusi.
H. Teknik Sampling
Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah dengan teknik non random (non
didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri,
I. Instrumen Penelitian
demografi yang terdiri dari inisial, usia, jenis kelamin, alamat, nomor telepon,
Pendidikan, pekerjaan, tinggi badan (TB), berat badan (BB), indeks massa tubuh
(IMT), dengan kategori underweight (< 18,4 kg/𝑚2 ), normal (18,5 – 25 kg/𝑚2 ),
dan overweight (> 25,1 kg/𝑚2 ), tekanan darah dan riwayat merokok. Status
diabetes mellitus (DM) terdiri dari lamanya riawayat DM, GDS ( gula darah
sewaktu) dan obat yang dikonsumsi. Riwayat luka terdiri dari onset luka,
penyebab, perawatan sebelumnya, perawatan saat ini dan derajat luka yang
1. Ukur luka.
3. Menilai dasar luka, karakteristik dan jumlah eksudat, bau, tepi luka
23
5. Kaji klien untuk nyeri pada luka.
1. Analisis Univariat
2. Analisis Bivariat
Dalam penelitian ini akan dibandingkan distribusi silang antara kedua variabel yang
hubungan antara kedua variabel tersebut bermakna atau tidak. Uji statistik yang
digunakan pada penelitian ini adalah uji chisquare (x2) jika memenuhi syarat yaitu
tidak ada sel yang nilai observed yang bernilai nol dan tidak ada sel yang
mempunyai nilai yang expected kurang dari 5. Jika tidak memenuhi syarat maka
24
K. Manajemen Penelitian
1. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan setelah meminta perizinan dari pihak Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin Makassar dan mendapatkan izin dari RS. Labuang Baji Makassar.
Data yang dikumpulkan berupa data primer yang diperoleh dari hasil pengamatan luka dan
memberikan kuisioner kepada penderita luka kaki diabetes di RS. Labuang Baji Kota
dibubuhkan ke dalam tabel dan analisa data yang dilakukan dengan cara analisis univariat
dengan tujuan melihat gambar distribusi frekuensi dan proporsi dari variable independen dan
dependen dan analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan dua
variabel. Metode statistik yang digunakan untuk melihat kemaknaan dan hubungan antar
variabel kategorik maka dilakukan uji chi square (X2). Syarat untuk uji square adalah sel yang
mempunyai nilai expected kurang 5 maksimal 20 % dari jumlah se. Jika syarat uji Chi square
tidak terpenuhi maka uji alternatifnya adalah uji fisher. Untuk melihat kejelasan tentang
dinamika hubungan antara faktor risiko dan faktor efek dilihat melalui nilai Odds Ratio (OR).
Untuk interpretasi hasil menggunakan derajat kemaknaan α ( P alpha ) sebesar 10% dengan
catatan jika p <0,05 ( p value ≤ p alpha ) maka H0 di tolak ( ada hubungan antara variabel
bebas dengan terikat) sedangkan bila p > 0,05 maka H0 diterima ( tidak ada hubungan antara
variabel bebas dengan terikat) sedangkan untuk mengetahui besarnya faktor resiko maka
digunakan OR.
25
3. Penyajian Data
Data yang telah dimasukkan, dijelaskan dalam bentuk tabel dan dalam bentuk
narasi untuk memperjelas hubungan antara variabel dependen dan variabel independen. Hasil
penelitian disajikan dalam bentuk table dengan rumus chi square menggunakan program SPSS
( Statistical Product and Service Solution ) versi 21, Microsoft Office Word 2016, dan
L. Etika Penelitian
1. Menyertakan surat pengantar yang ditujukan kepada pihak Fakultas Kedokteran Universitas
2. Menjaga kerahasiaan subjek penelitian dengan cara tidak menuliskan nama subjek
penelitian tetapi hanya berupa inisial pasien, sehingga tidak ada yang merasa dirugikan
3. Diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat kepada semua pihak yang terkait,
dimana yang telah dijelaskan di manfaat penelitian yang telah disebutkan sebelumnya.
26
4. Informed consent pada responden dengan menjelaskan tentang:
a. Tujuan penelitian.
b. Prosedur penelitian.
e. Nomor kontak peneliti, pernyataan sukarela dari responden tanpa paksaan untuk ikut
informed consent.
f. Responden memiliki hak untuk mengundurkan diri dari penelitian kapan saja
responden menginginkannya.
27
M. Alur Penelitian
Identifikasi sampel
Dokumentasikan hasil
ANALISA
28
Alavi, A. et al. (2014) ‘Diabetic foot ulcers: Part II. Management’, Journal of the
American Academy of Dermatology. American Academy of Dermatology, Inc., 70(1), pp. 21.e1-
Bus, S. A. and van Netten, J. J. (2016) ‘A shift in priority in diabetic foot care and
research: 75% of foot ulcers are preventable.’, Diabetes/metabolism research and reviews, 32
Chin, Y. F. et al. (2019) ‘Factors associated with foot ulcer self-management behaviours
among hospitalised patients with diabetes’, Journal of Clinical Nursing, 28(11–12), pp. 2253–
Chuan, F. et al. (2015) ‘Reliability and Validity of the Perfusion, Extent, Depth, Infection
and Sensation (PEDIS) Classification System and Score in Patients with Diabetic Foot Ulcer’,
PLOS ONE. Edited by F. Santanelli, di Pompeo d’Illasi. Public Library of Science, 10(4), p.
KcsA C-type inactivation’, Biophysical Journal. Biophysical Society, 100(10), pp. 2387–2393.
doi: 10.1016/j.bpj.2011.01.073.
Deribe, B. (2014) ‘Prevalence and Factors Influencing Diabetic Foot Ulcer among
Diabetic Patients Attending Arbaminch Hospital, South Ethiopia’, Journal of Diabetes &
29
Seventh Ed, Oxford Handbook of Clinical Medicine. Seventh Ed. Elsevier Inc. doi:
10.1016/B978-0-323-18907-1.00038-X.
Haji Zaine, N. et al. (2014) ‘Characteristics of diabetic foot ulcers in Western Sydney,
Australia.’, Journal of foot and ankle research, 7(1), p. 39. doi: 10.1186/s13047-014-0039-4.
Values and Diabetes Care Understanding and Self-Management’, Diabetes Care. American
Indu, R. et al. (2018) ‘Polypharmacy and comorbidity status in the treatment of type 2
Jupiter, D. C. et al. (2015) ‘The impact of foot ulceration and amputation on mortality in
diabetic patients. I: From ulceration to death, a systematic review’, International Wound Journal,
Kateel, R. et al. (2018) ‘Clinical and microbiological profile of diabetic foot ulcer
patients in a tertiary care hospital’, Diabetes and Metabolic Syndrome: Clinical Research and
Kerr, M., Rayman, G. and Jeffcoate, W. J. (2014) ‘Cost of diabetic foot disease to the
National Health Service in England’, Diabetic Medicine, 31(12), pp. 1498–1504. doi:
10.1111/dme.12545.
Kurup, R. and Ansari, A. A. (2019a) ‘A study to identify bacteriological profile and other
risk factors among diabetic and non-diabetic foot ulcer patients in a Guyanese hospital setting’,
30
Diabetes and Metabolic Syndrome: Clinical Research and Reviews. Elsevier Ltd, 13(3), pp.
Kurup, R. and Ansari, A. A. (2019b) ‘A study to identify bacteriological profile and other
risk factors among diabetic and non-diabetic foot ulcer patients in a Guyanese hospital setting’,
Diabetes & Metabolic Syndrome: Clinical Research & Reviews, 13(3), pp. 1871–1876. doi:
10.1016/j.dsx.2019.04.024.
Li, X. et al. (2011) ‘Incidence, risk factors for amputation among patients with diabetic
foot ulcer in a Chinese tertiary hospital’, Diabetes Research and Clinical Practice, 93(1), pp. 26–
Louise, M. et al. (2019) ‘Healing of Diabetic Foot Ulcers in Patients Treated at the
Copenhagen Wound Healing Center in 1999 / 2000 and in 2011 / 2012’, 2019.
Loviana, R. R., Rudy, A. and Zulkarnain, E. (2015) ‘Artikel Penelitian Faktor Risiko
Terjadinya Ulkus Diabetikum pada Pasien Diabetes Mellitus yang Dirawat Jalan dan Inap di
Megallaa, M. H. et al. (2019a) ‘Association of diabetic foot ulcers with chronic vascular
diabetic complications in patients with type 2 diabetes’, Diabetes and Metabolic Syndrome:
Clinical Research and Reviews. Diabetes India, 13(2), pp. 1287–1292. doi:
10.1016/j.dsx.2019.01.048.
Megallaa, M. H. et al. (2019b) ‘Association of diabetic foot ulcers with chronic vascular
diabetic complications in patients with type 2 diabetes’, Diabetes & Metabolic Syndrome:
31
Qasim, R. et al. (2019) ‘Effect of diabetic counseling based on conversation map as
among patients with diabetes in Pakistan: A randomized controlled trial (study protocol)’, BMC
foot ulcers in a South-Indian tertiary care hospital’, The Foot, 37, pp. 95–100. doi:
10.1016/j.foot.2018.07.002.
with diabetes for foot ulcers according to risk classification consensus of International Working
Group on Diabetic Foot (IWGDF).’, Pakistan journal of medical sciences, 29(3), pp. 730–4.
Silvio Inzucchi, MD; Richard Bergenstal MD; Vivian Fonseca, MD; Edward Gregg,
PhD; Beth Mayer-Davis, MSPH, PhD RD; Geralyn Spollett, MSN, CDE, ANP; and Richard
Wender, M. (2010) ‘ADA Position Statement on the Diagnosis and classification of diabetes
Journal of the American Geriatrics Society, 44(12), pp. 1435–1440. doi: 10.1111/j.1532-
5415.1996.tb04067.x.
Tsui, D. K. (2008) ‘1 This article is protected by copyright. All rights reserved.’, pp. 4–6.
doi: 10.1111/1744-1633.12020.
Veranita, V. (2016) ‘Hubungan antara Kadar Glukosa Darah dengan Derajat Ulkus Kaki
32
Woo, K. Y., Santos, V. and Gamba, M. (2013) ‘Understanding diabetic foot ulcers’,
Yang, Y. et al. (2019) ‘Research on the application of health management model based
10.1097/MD.0000000000016847.
Yazdanpanah, L. et al. (2018) ‘Risk factors associated with diabetic foot ulcer-free
survival in patients with diabetes’, Diabetes and Metabolic Syndrome: Clinical Research and
Younis, B. Bin et al. (2018) ‘Frequency of foot ulcers in people with type 2 diabetes,
presenting to specialist diabetes clinic at a Tertiary Care Hospital, Lahore, Pakistan’, BMC
Endocrine Disorders. BMC Endocrine Disorders, 18(1), pp. 1–6. doi: 10.1186/s12902-018-
0282-y.
Yusuf, S. et al. (2016) ‘Prevalence and Risk Factor of Diabetic Foot Ulcers in a Regional
Hospital, Eastern Indonesia’, Open Journal of Nursing, 06(01), pp. 1–10. doi:
10.4236/ojn.2016.61001.
Zubair, M., Malik, A. and Ahmad, J. (2011) ‘The impact of creatinine clearance on the
outcome of diabetic foot ulcers in north Indian tertiary care hospital’, Diabetes and Metabolic
Syndrome: Clinical Research and Reviews. Diabetes India, 5(3), pp. 120–125. doi:
10.1016/j.dsx.2012.02.028.
Zubair, M., Malik, A. and Ahmad, J. (2012) ‘Incidence, risk factors for amputation
among patients with diabetic foot ulcer in a North Indian tertiary care hospital’, The Foot, 22(1),
33
34