Tetes Mata Miotik Pilokarpin HCL 1
Tetes Mata Miotik Pilokarpin HCL 1
Tetes Mata Miotik Pilokarpin HCL 1
Disusun oleh:
Kelompok E.2.I
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PANCASILA
JAKARTA
2014
I. Judul Praktikum
Sediaan tetes mata miotik Pilokarpin HCl
II. Pendahuluan
Tetes mata adalah sediaan steril berupa larutan atau suspensi yang digunakan
dengan cara meneteskan pada selaput lendir mata disekitar kelopak mata dan bola
mata. (Farmakope Indonesia edisi III, tahun 1979 hal 10).
Larutan obat mata adalah larutan steril, bebas partikel asing. Larutan obat mata
merupakan sediaan yang dibuat dan dikemas sedemikian rupa sesuai digunakan pada
mata. (Farmakope Indonesia edisi IV, tahun 1995 hal 12).
Mata merupakan organ yang paling peka dari manusia. Oleh karena itu sediaan obat
mata mensyaratkan kualitas yang lebih tajam. Tetes mata harus efektif dan tersatukan
secara fisiologis (bebas rasa nyeri, tidak merangsang) dan steril.
1. Larutan dalam air
Persyaratan
Untuk membuat sediaan yang tersatukan, maka faktor-faktor berikut hendaknya
diperhatikan:
a. Steril
Pembuatan tetes mata pada dasarnya dilakukan pada kondisi kerja aseptik
dimana penggunaan air yang sempurna serta material wadah dan penutup yang
diproses dulu dengan anti bakterial. Sejauh sterilitas sediaannya diragukan,
sebaiknya dilakukan sterilisasi akhir (sterilisasi uap), atau menyaring larutan
dengan filter pembebas bakteri. Beberapa Farmakope memungkinkan proses
termokimia sebagai upaya membasmi mikroba.
b. Kejernihan
Persyaratan larutan bebas partikel yang tidak dimaksudkan untuk menghindari
rangsangan akibat bahan padat. Melalui filtrasi dengan menggunakan kertas
saring atau kain wol tidak dapat dihasilkan larutan bebas bahan melayang. Oleh
karena itu sbagai material penyaring digunakan leburan gelas, misalnya Jenner
Fritten dengan ukuran pori G3-G5.
c. Pengawet
Karena sediaan tetes mata cenderung dosis ganda, maka akan ada kemungkinan
kontaminasi saat penggunaan oleh pasien. Dari sekian banyak bahan pengawet
yang digunakan secara farmasetika yang sering kali digunakan adalah thio mersal
(0,002 %), garam fenil merkuri (0,002 %), garam alkonium dan garam
benzalkonium (0,002 - 0,01 %)dalam klorbutanol (0,5 %) dan benzyl alkohol (0,5
-1 %).
d. Tonisitas
Untuk sediaan tetes mata sebaiknya isotonis (memiliki tekanan osmotic yang
setara dengan tekanan cairan mata atau setara dengan larutan garam
fisiologis/NaCl 0,9%). Mata dapat mentoleransi larutan dengan rentang nilai
tonisitas ekivalen dengan 0,5%-1,6% larutan NaCl tanpa menimbulkan rasa tidak
nyaman.
e. Pendaparan
Pada pemakaian tetes biasa yang nyaris tanpa rasa nyeri adalah larutan dengan
pH 7,3 – 9,7 daerah pH 5,5 – 11,4 masih dapat diterima. Pengaturan larutan
dalam kondisi isohidri (pH= 7,4) adalah sangat berguna untuk mencapai rasa
bebas nyeri yan sempurna, meskipun hal ini sangat sulit direalisasikan karena zat
aktif memiliki stabilitas pada pH tertentu.
Penyeimbangan pH pada umumnya dilakukan dengan larutan dapar isotonis.
Larutan dapar berikut digunakan secara internasional:
- Dapar natrium asetat – asam borat, kapasitas daparnya tinggi dalam daerah
asam.
- Dapar fosfat, kapasitas daparnya tinggi dalam daerah alkalis.
f. Viskositas dan aktivitas permukaan
Tetes mata dalam air mempunyai kerugian, oleh karena mereka dapat ditekan
keluar dari saluran konjungival oleh gerakan pelupuk mata. Oleh karena itu waktu
kontaknya pada mata menurun. Melalui peningkatan viskositas dapat dicapai
distribusi bahan aktif yang lebih baik didalam cairan dan waktu kontak yang lebih
panjang. Lagi pula sediaan tersebut memiliki sifat lunak dan licin sehingga dapat
mengurangi rasa nyeri. Oleh karena itu sediaan ini sering dipakai pada
pengobatan keratokonjungtifis. Sebagai peningkat viskositas digunakan metil
selulosa dan pilivinilpirolidon (PVP).
2. Larutan Dalam Minyak
Larutan dalam minyak dibandingkan dalam air sangat kurang lazim. Larutan dalam
minyak memiliki waktu kontak yang panjang pada kornea, sebab tidak tercuci. Akan
tetapi kerugiannya adalah mampu membentuk lapisan pembawa lipid sehingga
resorpsi obat berlangsung lebih lambat.
3. Suspensi
Pembuatan preparat suspensi dilakukan, jika obat (misalnya kortikosteroid) tidak
larut didalam penyangga yang cocok untuk obat mata atau jika diharapkan suatu
kerja depo. Suspensi baik di dalam air maupun minyak syarat utamanya adalah
ukuran partikel yang sangat dibatasi. Pada dasarnya digunakan serbuk yang telah
dimikronisasi untuk menghindari terjadinya rangsangan mekanis pada mata dan
menjamin kerjanya. Sebagian besar ukuran partikel suspensi pada mata kurang dri
30µm.
4. Wadah dan Penyimpanan
Tetes mata dapat diisikan dalam wadah takaran tunggal atau ganda.
Beberapa bahan obat (zat aktif) yang diberikan sebagai tetes mata antara lain yang
berkhasiat sebagai : Midriatika, Miotika, Antimikroba, Antiinflamasi, Anestetika, dan
sebagainya.
Salah satu yang paling sering digunakan adalah bahan obat yang berkhasiat sebagai
miotika. Miotika adalah zat-zat yang dapat menyebabkan kontraksi pupil mata yang
ditandai dengan terjadinya pengecilan pupil mata. Efek ini dapat digunakan untuk
beberapa kasus penyakit tertentu, seperti misalnya pada penyakit glaukoma. Glaukoma
adalah suatu penyakit yang ditandai oleh peningkatan tekanan dalam bola mata.
Glaukoma dibagi menjadi 2 tipe yaitu glaukoma sudut terbuka dan sudut sempit.
Pemacu muskarinik dan penghambat kolinesterase dapat mengurangi tekanan dalam
bola mata dengan memperlancar keluarnya cairan yaitu dengan mengecilkan pupil mata.
Agonis langsung yang dapat digunakan untuk penyakit ini adalah pilokarpin, karbakol,
dan metakolin. Demikian pula dengan penghambat kolinesterase seperti fisostigmin, dan
isoflurofat. Pilokarpin sampai kini paling sering digunakan.
Pilokarpin adalah amina tersier langsung bertindak parasympatomimetic yang
memiliki efek asetilkolin muscarinic. Setelah penggunaan obat tetes mata, miosis terjadi
pada sekitar 10 sampai 30 menit dan berlangsung 4 sampai 8 jam sementara
pengurangan puncak tekanan intra okular terjadi dalam 75 menit dan pengurangan
biasanya berlangsung selama 4 sampai 14 jam.
III. Data Preformulasi
1. Zat Aktif
Nama ZA Sifat fisika dan kimia Khasiat Dosis Ekivalen Cara Cara
NaCl Sterilisasi Penggunaan
2. Zat Aditif
Fungsi Zat Nama Zat Sifat fisika dan Konsentrasi Ekivalen Cara Alasan Pemilihan
Aditif kimia NaCl sterilisasi
OTT:
Ag dan garam
merkuri
Stabilitas:
Larutan NaCl
stabil tetapi
dapat
menyebabkan
pemisahan
partikel kaca
dari wajah
gelas yang
dipakai
pH:
4.5-7.0
V. Cara Sterilisasi
VI. FORMULA
Tiap 10 ml mengandung :
Pilokarpin HCl 1%
Benzalkonium klorida 0,01%
NaCl 0,648%
Aqua pro injeksi ad 10 ml
a. Perhitungan
Volume 1 botol = 10 ml
Dibuat 2 botol = 2 x 10 ml
Total volume = (V x n) + (10-30%) (V x n)
= (10 x 2)ml + (20% x 10 x 2)ml
= 20 + (20% x 20)
= 20 + 4
= 24 ml
b. Penimbangan
1. Pilokarpin HCl = 0,26 g
2. Benzalkonium klorida = 0,0026 g
3. NaCl qs
4. Aqua pro injeksi ad 10 ml
VIII. Pembuatan (Teknik Uap Air Mengalir)
1. Dicuci alat-alat yang digunakan
2. Dikalibrasi wadah (botol tetes) dengan air sebanyak 10 ml dan beaker glass di
kalibrasi 24 ml.
3. Disterilkan masing-masing alat dengan metode yang sesuai.
4. Dibuat aqua p.i dengan cara: disumbat dengan kapas dan kassa lalu dipanaskan
aquadest diatas kompor sampai mendidih lalu dihitung selama 30 menit,
dinginkan.
5. Di timbang Pilokarin HCl, Benzalkonium klorida, dan NaCl.
6. Di larutkan masing-masing Pilokarin HCl, Benzalkonium klorida, dan NaCl dalam
beaker glass dengan aqua pro injeksi.
7. Dibuat pengenceran Benzalkonium klorida dengan cara: dilarutkan 10mg
benzalkonium klorida dengan aqua pro injeksi hingga 5ml didalam beaker glass.
Diambil sejumlah 2,4 ml.
8. Dicampurkan ketiga larutan dalam beaker glass yang telah di kalibrasi, lalu
ditambahkan aqua pro injeksi ad tanda.
9. Dicek pH larutan (pH=6)
10. Ditambahkan aqua pro injeksi ad garis tanda kalibrasi, lalu saring sebanyak 2 kali.
11. Dimasukkan larutan ke dalam botol tetes mata ad tanda kalibrasi, lakukan uji
keseragaman volume.
12. Disterilisasi akhir dengan metode uap mengalir 98º-100ºC selama 30 menit
(dispensasi autoklaf katup terbuka)
13. Dikemas, dimasukkan dalam kemasan setelah sebelumnya beri etiket dan label.
IX. Evaluasi
In Proses Control
1. Uji kejernihan (Lachman III hal. 1355-1356)
Uji kejernihan dilakukan dengan melakukan pemeriksaan visual di bawah
penerangan cahaya yang baik, berlatar belakang hitam dan putih dengan
rangkaian isi dijalankan dengan suatu aksi memutar.
Syarat: semua wafah diperiksa secara visual dan tiap partikel yang terlihat
dibuang dari infus volume besar, batas 50 partikel 10µm dan lebih besar 5
partikel ≥25µm/ml
Hasil: Jernih
3. Uji pH
Cek pH larutan menggunakan pH meter atau pH indikator universal
Hasil: 6
Quality Control
1. Uji sterilitas (FI IV hal 858)
Menggunakan teknik penyaringan membran:
Dibersihkan permukaan luar botol, tutup botol dengan bahan dekontaminasi
yang sesuai, ambil isi secara aseptik. Pindahkan secara aseptik seluruh isi tidak
kurang dari 10 wadah melalui tiap penyaring dari 2 rakitan penyaring. Lewatkan
segera tiap spesimen melalui penyaring dengan bantuan pompa vakum/tekanan.
Secara aseptik, pindahkan membran dari alat pemegang, potong menjadi
setengah bagian (jika hanya menggunakan satu). Celupkan membran atau
setengah bagian membran ke dalam 100ml media inkubasi selama tidak kurang
dari 7hari. Lakukan penafsiran hasil uji sterilitas.
Hasil: Dispensasi
4. Penetapan kadar
Hasil: Dispensasi
1. Lachman L, Lieberman HA, Kanig JL. 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri. Jakarta:
UI Press
2. Raymon C Rowe. 2009. Handbook of Pharmaceutical Excipients 6 th. USA:
Pharmaceutical Press
3. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Farmakope Indonesia ed III. 1979.
Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan
4. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Farmakope Indonesia ed IV. 1995.
Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan
5. Sean C Sweetman. 2009. Martindale thirty sixth edition. USA: Pharmaceutical Press
6. American Society of Health –System Pharmacists. 2010. Drug Information 2010. USA:
Pharmaceutical Press
7. Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 1995. Farmakologi
dan Terapi edisi IV. Jakarta.