Tugas Praktikum Swamedikasi

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 6

NAMA : Dorkas Hoke Liba

NIM : PO530333218113

KELAS : II B

1. Pengertian Swamedikasi

Upaya masyarakat untuk mengobati dirinya sendiri dikenal dengan istilah swamedikasi.
Swamedikasi biasanya dilakukan untuk mengatasi keluhan-keluhan dan penyakit ringan
yang banyak dialami masyarakat, seperti demam, nyeri, pusing, batuk, influenza, sakit
maag, kecacingan, diare, penyakit kulit dan lain-lain. Swamedikasi menjadi alternatif
yang diambil masyarakat untuk meningkatkan keterjangkauan pengobatan. Pada
pelaksanaannya swamedikasi dapat menjadi sumber terjadinya kesalahan pengobatan
(medication error) karena keterbatasan pengetahuan masyarakat akan obat dan
penggunaannya. Dalam hal ini Apoteker dituntut untuk dapat memberikan informasi
yang tepat kepada masyarakat sehingga masyarakat dapat terhindar dari penyalahgunaan
obat (drug abuse) dan penggunasalahan obat (drug misuse). Masyarakat cenderung hanya
tahu merk dagang obat tanpa tahu zat berkhasiatnya.

2.Faktor yang Mempengaruhi Tindakan Swamedikasi

a. Faktor sosial ekonomi

Dengan meningkatnya pemberdayaan masyarakat, berakibat pada semakin tinggi


tingkat pendidikan dan semakin mudah akses untuk mendapatkan informasi.
Dikombinasikan dengan tingkat ketertarikan individu terhadap masalah kesehatan,
sehingga terjadi peningkatan untuk dapat berpartisipasi langsung terhadap pengambilan
keputusan dalam masalah kesehatan.
b. Gaya hidup

Meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap dampak dari gaya hidup tertentu


seperti menghindari merokok dan pola diet yang seimbang untuk memelihara kesehatan
dan mencegah terjadinya penyakit

c. Kemudahan memperoleh produk obat

Saat ini pasien dan konsumen lebih memilih kenyamanan membeli obat yang bisa
diperoleh dimana saja, dibandingkan harus menunggu lama di rumah sakit atau klinik.

d. Faktor kesehatan lingkungan

Dengan adanya praktek sanitasi yang baik, pemilihan nutrisi yang tepat serta
lingkungan perumahan yang sehat, meningkatkan kemampuan masyarakat untuk dapat
menjaga dan mempertahankan kesehatan serta mencegah terkena penyakit.

e. Ketersediaan produk baru

Saat ini, semakin banyak tersedia produk obat baru yang lebih sesuai untuk
pengobatan sendiri. Selain itu, ada juga beberapa produk obat yang telah dikenal sejak
lama serta mempunyai indeks keamanan yang baik, juga telah dimasukkan ke dalam
kategori obat bebas, membuat pilihan produk obat untuk pengobatan sendiri semakin
banyak tersedia.

3.Penggolongan Obat Swamedikasi

1.Obat Bebas

Obat golongan ini merupakan obat yang termaksud relatif paling aman, dapat
diperoleh tanpa resep dokter, selain di apotik juga dapat diperoleh di warung-warung.
Obat bebas dalam kemasannya ditandai dengan lingkaran warna hijau. Contohnya
parasetamol, asetosal, vitamin C, antasida daftar obat esensial (DOEN) dan obat batuk
hitam (OBH) (Depkes, 2008).
2.Obat Bebas Terbatas

Golongan obat ini disebut juga obat W (Waarschuwing) yang artinya


waspada. Diberi nama obat bebas terbatas karena ada batasan jumlah dan kadar dari zat
aktifnya. Seperti Obat Bebas, Obat Bebas Terbatas mudah didapatkan karena dijual
bebas dan dapat dibeli tanpa resep dokter. Meskipun begitu idealnya obat ini hanya
dijual di apotek atau toko obat berizin yang dikelola oleh minimal asisten apoteker
dan harus dijual dengan bungkus/kemasan aslinya. Oleh karenanya, obat bebas terbatas
dijual dengan disertai beberapa peringatan dan informasi memadai bagi masyarakat
luas. Obat ini dapat dikenali lewat lingkaran biru dengan garis tepi berwarna hitam
yang mengelilingi. Contoh obat bebas terbatas : obat batuk, obat flu, obat pereda
rasa nyeri, obat yang mengandung antihistamin.

3.Obat Wajib Apotik

Obat wajib apotik adalah obat yang dapat diserahkan oleh apoteker kepada pasien
tanpa resep dokter. Apoteker di apotik dalam melayani pasien yang memerlukan obat
diwajibkan memenuhi ketentuan dan batasan tiap jenis obat perpasien yang disebutkan
pada obat wajib apotek, dimana yang bersangkutan wajib membuat catatan pasien serta
obat yang akan diserahkan, dan dapat memberikan informasi yang meliputi dosis,
kontraindikasi, efek samping, dan aturan pakainya (Depkes, 2008).

4. Penggunaan Obat yang Rasional

Kriteria yang digunakan dalam penggunaan obat yang rasional adalah sebagai berikut

a. Tepat Diagnosis
Pengobatan merupakan suatu proses ilmiah yang dilakukan oleh dokter
berdasarkan temuan-temuan yang diperoleh selama anamnesis dan pemeriksaan. Dalam
proses pengobatan terkandung keputusan ilmiah yang dilandasi oleh pengetahuan dan
keterampilan untuk melakukan intervensi pengobatan yang memberi manfaat maksimal
dan resiko sekecil mungkin bagi pasien. Hal tersebut dapat dicapai dengan melakukan
pengobatan yang rasional. Obat diberikan sesuai dengan diagnosis. Apabila diagnosis
tidak ditegakkan dengan benar maka pemilihan obat akan salah.
b. Tepat Pemilihan Obat
Obat yang dipilih harus memiliki efek terapi yang sesuai dengan penyakit.
Beberapa pertimbangan dalam pemilihan obat menurut World Health Organization
(WHO) yaitu manfaat (efficacy), kemanfaatan dan keamanan obat sudah terbukti
keamanan (safety), resiko pengobatan yang paling kecil dan seimbang dengan manfaat
dan keamanan yang sama dan terjangkau oleh pasien (affordable),
kesesuaiaan/suittability (cost).Pasien swamedikasi dalam melakukan pemilihan obat
hendaknya sesuai dengan keluhan yang dirasakan.
c. Tepat Dosis
Dosis merupakan aturan pemakaian yang menunjukkan jumlah gram atau volume
dan frekuensi pemberian obat untuk dicatat sesuai dengan umur dan berat badan pasien.
Dosis, jumlah, cara, waktu dan lama pemberian obat harus tepat. Pemberian dosis yang
berlebihan, khususnya untuk obat yang dengan rentang terapi yang sempit akan sangat
beresiko timbulnya efek samping. Sebaliknya dosis yang terlalu kecil tidak akan
menjamin tercapainya kadar terapi yang diharapkan.
d. Waspada Efek Samping
Pasien hendaknya mengetahui efek samping yang mungkin timbul pada
penggunaan obat sehingga dapat mengambil tindakan pencegahan serta mewaspadainya.
Pemberian obat potensial menimbulkan efek samping, yaitu efek tidak diinginkan yang
timbul pada pemberian obat dengan dosis terapi.
e. Efektif, aman, mutu terjamin, dan harga terjangkau
Untuk mencapai kriteria ini obat dibeli melalui jalur resmi. Apoteker sebagai
salah satu profesi kesehatan sudah seharusnya berperan sebagai pemberi informasi (drug
informer) khususnya untuk obat-obat yang digunakan dalam swamedikasi (Depkes RI,
2006).
f. Tepat tindak lanjut (follow up)
Apabila pengobatan sendiri telah dilakukan, bila sakit berlanjut konsultasikan ke
dokter.
5. Keuntungan dan Kerugian

a. Keuntugan
1. Menghemat biaya
2. Membantu mencegah dan mengatasi penyakit ringan yang tidak memerlukan
dokter.
3. Menghemat biaya
4. Meningkatkan kepercayaan diri dalam pengobatan

b.Kerugian

1. Kesalahan pengobatan karena ketidakketepatan dosis


2. penggunaan obat yang terkadang tidak sesuai karena informasi biasa dari iklan
obat di media;
3. pemborosan waktu dan biaya apabila swamedikasi tidakrasional;
4. dapat menimbulkan reaksi obat yang tidak diinginkan seperti sensitivitas,alergi,
efek samping atau resistensi

6.Peran TTK (Tenaga Teknis Kefarmasian)

Menurut PP 51 tahun 2009 pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan


langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi
dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk menigkatkan mutu kehidupan pasien.
Bentuk pekerjaan kefarmasian yang wajib dilaksanakan oleh seorang Tenaga Teknis
Kefarmasian (menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1332/MENKES/X/2002
adalah sebagai berikut:

1.Melayani resep dokter sesuai dengan tanggung jawab dan standart profesinya.

2. Memberi informasi yang berkaitan dengan penggunaan/pemakaian obat.

3. menghormati hak pasien dan menjaga kerahasiaan idntitas serta data kesehatan pasien.

4. Melakukan pengelolaan apotek.

5. Pelayanan informasi mengenai sediaan farmasi.


Daftar Pustaka

1. Anonim, 1993. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 919/Menkes/ Per/X/ 1993 tentang
Kriteria Obat yang Dapat Diserahkan Tanpa Resep, Pasal 1, 2 dan 3
2. Departemen Kesehatan RI, 2007, Pedoman Penggunaan Obat Bebas dan Bebas
Terbatas, Jakarta: Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, Departemen
Kesehatan RI.
3. Kristina, S. A., Prabandari, Y. S., & Sudjaswadi, R. 2012. Perilaku pengobatan sendiri
yang rasional pada masyarakat. Berita Kedokteran Masyarakat (BKM), 23(4), 176-
183.

Anda mungkin juga menyukai