SMT 4 Pemeriksaan Kardiovaskuler Lanjut 2019
SMT 4 Pemeriksaan Kardiovaskuler Lanjut 2019
SMT 4 Pemeriksaan Kardiovaskuler Lanjut 2019
Untuk Semester 4
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2019 i
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
FAKULTAS KEDOKTERAN
Jl. Ir. Sutami 36 A Surakarta Tel/Fax (0271) 664178
iii
KATA PENGANTAR
Kami mengucapkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena dengan
bimbingan-Nya pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan penyusunan Buku Breast and
Advanced Cardiovascular Examination: Pemeriksaan Kardivaskuler Lanjut sebagai Pedoman
Keterampilan Klinis bagi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta
Semester 4. Buku Pedoman Keterampilan Klinis ini disusun sebagai salah satu penunjang
pelaksanaan Problem Based Learning di FK UNS.
Perubahan paradigma pendidikan kedokteran serta berkembangnya teknologi kedokteran
dan meningkatnya kebutuhan masyarakat menyebabkan perlunya dilakukan perubahan dalam
kurikulum pendidikan dokter khususnya kedokteran dasar di Indonesia. Seorang dokter umum
dituntut untuk tidak hanya menguasai teori kedokteran, tetapi juga dituntut terampil dalam
mempraktekkan teori yang diterimanya termasuk dalam melakukan Pemeriksaan Fisik dan
Keterampilan Terapeutik yang benar terhadap pasiennya.
Keterampilan ini dipelajari di semester IV Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret
Surakarta. Dengan disusunnya buku ini penulis berharap mahasiswa kedokteran lebih mudah
dalam mempelajari dan memahami pemeriksaan fisik pasien dengan penyakit kardiovaskuler
serta dapat melakukan keterampilan diagnostik dan terapeutik dengan benar.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penyusunan
buku ini. Penulis menyadari bahwa buku ini masih banyak kekurangannya, sehingga sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk perbaikan dalam penyusunan buku ini.
Terima kasih dan selamat belajar.
Tim penyusun
iv
DAFTAR ISI
Abstrak .................................................................................................................... vi
Pemeriksaan Fisik...................................................................................................... 7
Daftar Pustaka.......................................................................................................... 27
v
ABSTRAK
vi
RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS)
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
Deskripsi Mata Kuliah :Memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk mengidentifikasi kelainan hasil pemeriksaan pada kasus-kasus kardiovaskuler
serta memberi kesempatan mahasiswa untuk melatih keterampilan klinis pemeriksaan fisik pada pasien dengan penyakit
kardiovaskuler.
Daftar Referensi : Bates, B; 1995, A Guide to Physical Examination and History Taking, Sixth Edition, Lippincott.
vii
Penilaian*
Kemampuan Metode Pengalaman Teknik
Tahap Materi Pokok Referensi Waktu Indikator/ penilaian
akhir Pembelajaran Belajar
kode CPL /bobot
1 2 3 4 5 6 7 8 9
1. 1. Melakukan Anamnesis pasien Bates, B; 1995, A Guide to Kuliah Kuliah 100 CP 3 OSCE
anamnesis dengan keluhan sistem Physical Examination and Pengantar interaktif menit CP 7
terhadap pasien kardiovaskuler History Taking, Sixth
dengan keluhan Edition, Lippincott. Skills lab Demonstrasi 100
sistem Pemeriksaan fisik terbimbing Simulasi menit
Kardiovaskuler. kardiovaskuler
2. Mengidentifika meliputi inspeksi, Skills lab Simulasi 100
si bunyi jantung palpasi, perkusi, dan responsi Umpan balik menit
abnormal. auskultasi untuk
3. Mengidentifika mengidentifikasi
si bising kelainan yang
jantung. didapatkan pada
4. Menentukan pemeriksaan pasien
derajat bising dengan penyakit
jantung. kardiovaskuler
viii
TUJUAN PEMBELAJARAN
1 Inspeksi dada 4A
5 Auskultasi jantung 4A
11 Deteksi bruits 4A
ix
Setelah mempelajari ketrampilan Pemeriksaan Fisik Sistem Kardiovaskuler ini
mahasiswa diharapkan mampu :
1. Melakukan inspeksi, mengidentifikasi kelainan pada inspeksi dan melaporkan hasil
pemeriksaan inspeksi.
2. Melakukan palpasi jantung, mengidentifikasi kelainan dan melaporkan hasil
pemeriksaan palpasi.
3. Melakukan pemeriksaan perkusi batas jantung dan melaporkan hasil pemeriksaan
perkusi.
4. Mengetahui serta mengidentifikasi pergeseran dan pelebaran batas jantung.
5. Melakukan pemeriksaan auskultasi jantung dan melaporkan hasil pemeriksaan
auskultasi.
6. Mengetahui dan mengidentifikasi bunyi jantung normal dan abnormal.
7. Mengetahui dan mengidentifikasi derajat bising jantung.
x
PEMERIKSAAN SISTEM KARDIOVASKULER
1
A. ANATOMI DAN FISIOLOGI JANTUNG
1. PROYEKSI JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH BESAR DI DINDING
DADA ANTERIOR
Memahami anatomi dan fisiologi jantung sangat penting dalam
pemeriksaan sistem kardiovaskuler. Lokasi di dinding dada di mana kita
mendengar bunyi jantung dan bising membantu mengidentifikasi asal bunyi
tersebut dan lokalisasi kelainan jantung.
Ventrikel dekstra menempati sebagian besar dari luas permukaan
anterior jantung. Ventrikel dekstra dan arteria pulmonalis berada tepat di
belakang dan kiri atas sternum. Batas inferior ventrikel dekstra terletak di
bawah sambungan sternum dan processus xyphoideus. Ventrikel kanan
menyempit ke arah superior, berujung pada arteri pulmonalis setinggi sela iga
II di belakang sternum.
Gambar 1. Proyeksi Jantung dan Pembuluh Darah Besar di Dinding Dada Anterior
3
ventrikel. Selama sistolik, katub aorta terbuka, memungkinkan ejeksi darah
dari ventrikel kiri ke aorta. Sementara katub mitral menutup untuk
mencegah darah mengalir kembali ke atrium kiri. Sebaliknya, selama
diastole katub aorta menutup, mencegah darah mengalami regurgitasi dari
aorta kembali ke ventrikel kiri, sementara katub mitral terbuka sehingga
darah mengalir dari atrium kiri menuju ventrikel kiri yang mengalami
relaksasi. Pemahaman tentang tekanan di dalam atrium kiri, ventrikel kiri
dan aorta serta posisi dan gerakan katub sangat penting untuk memahami
bunyi-bunyi jantung.
Selama fase sistolik, ventrikel kiri mulai berkontraksi, sehingga
tekanan dalam ventrikel kiri meningkat melebihi tekanan dalam atrium kiri,
menyebabkan katub mitral menutup. Penutupan katub mitral menghasilkan
bunyi jantung pertama (BJ1). Peningkatan tekanan dalam ventrikel kiri
menyebabkan katub aorta membuka. Pada kondisi patologis tertentu,
pembukaan katub aorta disertai dengan bunyi ejeksi (Ej) pada awal sistolik
(terdengar segera setelah BJ1).
Setelah volume darah dalam ventrikel kiri mulai berkurang, tekanan
intraventrikel mulai turun. Saat tekanan ventrikel kiri lebih rendah daripada
tekanan aorta, katub aorta menutup, menghasilkan bunyi jantung kedua
(BJ2).
Saat diastolik, tekanan ventrikel kiri terus menurun sampai di bawah
tekanan atrium kiri, mengakibatkan katub mitral terbuka. Terbukanya katub
mitral biasanya tidak menimbulkan bunyi yang terdengar pada auskultasi,
kecuali pada keadaan di mana terjadi kekakuan katub mitral, misalnya pada
mitral stenosis, di mana terbukanya katub mitral menimbulkan bunyi yang
disebut opening snap yang terdengar setelah BJ2. Siklus yang sama juga
terjadi pada atrium kanan, ventrikel kanan, katub trikuspidalis, katub
pulmonalis dan arteri pulmonalis.
4
2. Splitting Bunyi Jantung
Tekanan dalam ventrikel kanan dan arteri pulmonalis jauh lebih
rendah dibandingkan tekanan dalam ventrikel kiri dan aorta, selain siklus
jantung sebelah kanan terjadi setelah siklus jantung kiri, sehingga saat
mendengarkan BJ2, kadang kita dapat mendengar 2 bunyi jantung yang
terpisah (A2, penutupan katub aorta dan P2, penutupan katub pulmonal).
Selama ekspirasi, kedua bunyi tersebut menyatu menjadi 1 bunyi tunggal
yaitu BJ2, akan tetapi selama inspirasi A2 dan P2 dapat terdengar secara
terpisah menjadi 2 komponen. A2 terdengar lebih keras dibandingkan P2,
menggambarkan lebih tingginya tekanan dalam aorta dibandingkan dalam
arteri pulmonalis. Untuk mendengarkan splitting BJ2, dengarkan sepanjang
prekordium (A2) dan di sela iga II-III kiri dekat sternum (P2).
Ekspirasi Inspirasi
5
lembut, paling jelas terdengar di batas kiri sternum bagian bawah. Di sinilah
kadang kita dapat mendengarkan splitting BJ1. Splitting BJ1 tidak
terpengaruh oleh fase respirasi.
3. Bising jantung (murmur)
Bising jantung dapat dibedakan dengan bunyi jantung dari durasinya
yang lebih panjang. Bising jantung disebabkan oleh turbulensi aliran darah,
dapat merupakan bising ”innocent”, seperti misalnya pada orang dewasa
muda, atau mempunyai nilai diagnostik, yaitu untuk kelainan pada katub
jantung.
Pada katub yang mengalami stenosis akan terjadi penyempitan mulut
katub sehingga mengganggu aliran darah dan menimbulkan bunyi bising
yang khas sewaktu dilewati darah. Demikian juga pada katub yang tidak
dapat menutup sepenuhnya, akan terjadi regurgitasi (aliran balik) darah dan
menimbulkan bising regurgitasi (regurgitant murmur).
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. PEMERIKSAAN JVP (JUGULAR VENOUS PRESSURE)
Pemeriksaan pada leher untuk melihat vena jugularis, dapat
memberikan gambaran tentang aktifitas jantung. Perubahan aktifitas jantung
dapat memberikan gambaran pada vena dengan cara menyebabkan
perubahan tekanan vena-vena perifer, bendungan pada vena-vena perifer dan
perubahan pada bentuk pulsus vena. Karena perubahan aktifitas jantung yang
terlihat pada vena berlangsung pada tekanan rendah maka penilaian
perubahan vena harus dilakukan dengan teliti. Vena-vena yang sering mudah
dilihat dan dapat dinilai terutama adalah vena jugularis. Perubahan tekanan
vena perifer biasa dinilai pada tekanan vena jugularis eksterna.
Kesulitan penilaian tekanan vena jugularis terjadi jika terdapat
peningkatan tekanan intratoraks yang menyebabkan penjalaran tekanan vena
dari jantung terhambat, misalnya pada saat tertawa, sesak, batuk, menangis,
mengejan, Manuver Valsava, pada penderita-penderita dengan emfisema,
struma, atau jika terdapat sklerosis vena jugularis karena usia, pasca kanulasi,
dan sebagainya.
Pengukuran tekanan vena jugularis dilakukan dengan cara tak langsung
sebagai berikut : titik nol (zero atau level flebostatik) yaitu titik dimana kira-
7
kira titik tengah atrium kanan berada. Titik ini berada kira-kira pada
perpotongan antara garis mid-aksiler dengan garis tegak lurus sternum pada
level angulus Ludovici. Pada posisi tegak, tekanan vena jugularis yang normal
akan tersembunyi di dalam rongga toraks. Pada posisi berbaring vena jugularis
mungkin akan terisi meskipun tekanan vena masih normal.
Pada posisi setengah duduk 45 derajat (dalam keadaan rileks) titik
perpotongan vena jugularis dengan klavikula akan berada pada bidang
horizontal kira-kira 5 cm diatas titik nol. Jika batas atas denyut vena terlihat di
atas klavikula, maka tekanan vena jugularispasti meningkat.
Pada keadaan gagal jantung maka tekanan vena jugularis akan
meningkat, yang menunjukkan terhambatnya pengisian ventrikel. Pada
keadaan yang lebih dini dari gagal jantung akan terjadi konstriksi vena sebelum
peningkatan tekanan vena terjadi. Manifestasi gejala ini dapat terlihat pada
refluks hepatojuguler yang dapat dilakukan sebagai berikut : penderita
dibiarkan bernafas biasa, kemudian dilakukan penekanan pada daerah di
bawah arkus kosta kanan yang menyebabkan meningkatnya tekanan vena
jugularis karena berpindahnya sebagian darah dari hepar akibat penekanan
tersebut.
8
Gambar 4. Pemeriksaan Jugular Venous Pressure (JVP)
Pulsasi vena dapat terlihat terutama pada vena jugularis eksterna dan
interna. Karena tekanannya yang rendah, pulsasi ini tak teraba namun dapat
terlihat pada bagian atas dari kolom darah yang mengisinya. Seperti juga
pulsus atrium, terdapat tiga komponen dari pulsus vena yaitu gelombang a
disebabkan karena aktivitas atrium, gelombang c karena menutupnya katup
trikuspid, serta gelombang v yang merupakan desakan katup waktu akhir sistol
ventrikel.
Beberapa gambaran abnormalitas JVP antara lain cannon a-waves atau
peningkatan amplitudo gelombang a, seperti pada kasus disosiasi AV (AV blok
total), dimana kontraksi atrium menghadapi katup trikuspid yang menutup, hal
ini juga dapat terjadi pada takikardia ventrikel atau fibrilasi ayrium.
Peningkatan JVP merupakan tanda klasik hipertensi vena (gagal jantung
kanan). Peningkatan JVP dapat dilihat sebagai distensi vena juguler.
9
Gambar 5. Gelombang vena jugularis
2. PEMERIKSAAN JANTUNG
Selama melakukan pemeriksaan jantung, penting untuk mengidentifikasi
lokasi anatomis berdasar kelainan yang diperoleh dari hasil pemeriksaan
serta menghubungkan kelainan hasil pemeriksaan dengan waktu terjadinya
pada siklus jantung.
Lokasi anatomis dinyatakan dengan ”...ditemukan di sela iga ke-...” atau
jaraknya (...sentimeter dari linea...) dari linea di sekeliling dinding dada
(linea midsternal, midklavikular atau aksilaris).
Beberapa istilah yang harus difahami misalnya :
- Stroke Volume : volume darah yang diejeksikan dalam 1 kali kontraksi
ventrikel
- Heart Rate : frekuensi denyut jantung per menit
10
- Cardiac Output : volume darah yang dipancarkan keluar dari ventrikel
dalam 1 menit (cardiac output = stroke volume x heart rate)
- Preload : volume darah yang meregangkan otot ventrikel sebelum
kontraksi. Volume darah dalam ventrikel kanan pada akhir diastole
merupakan volume preload untuk kontraksi berikutnya. Volume preload
ventrikel kanan meningkat bila venous return ke dalam atrium kanan
meningkat, misalnya pada inspirasi dan pada aktifitas fisik berat.
Peningkatan volume darah dalam ventrikel yang mengalami dilatasi pada
gagal jantung kongestif juga menyebabkan peningkatan preload.
Penurunan preload ventrikel kanan disebabkan oleh ekspirasi, penurunan
output ventrikel kiri dan pooling darah dalam sistem kapiler dan venosa.
- Afterload : menggambarkan resistensi vaskuler terhadap kontraksi
ventrikel. Penyebab resistensi terhadap kontraksi ventrikel kiri adalah
peningkatan tonus aorta, arteri besar, arteri kecil dan arteriole.
Peningkatan preload dan afterload patologis mengakibatkan perubahan
fungsi ventrikel yang akan terdeteksi secara klinis.
Pemeriksaan dilakukan setelah pasien beristirahat minimal 5 menit.
Pemeriksaan jantung dilakukan pada 3 posisi, yaitu :
1. Pasien dalam posisi berbaring terlentang dengan kepala sedikit
ditinggikan (membentuk sudut 30o). Dokter berdiri di sisi kanan pasien.
2. Pasien berbaring miring ke kiri (left lateral decubitus).
3. Pasien duduk, sedikit membungkuk ke depan.
11
aorta pada sindroma Marfan dan sebagainya) atau menjadi akibat dari adanya
kelainan jantung akibat aktifitas jantung yang mencolok semasa pertumbuhan.
Kelainan dada akibat penyakit kardiovaskuler dapat berbentuk :
Kifosis : tulang belakang berdeviasi pada kurvatura lateral.
Sering terjadi pada kelainan jantung, misalnya ASD (Atrial Septal Defect) atau
PDA (Patent Ductus Arteriosus). Sering disertai dengan perubahan membusur ke
belakang (kifoskoliosis), yang mempersempit rongga paru dan merubah anatomi
jantung.
Voussure cardiaque : penonjolan bagian depan hemitoraks kiri.
Hampir selalu terdapat pada kelainan jantung bawaan atau karena demam
rematik, terutama berkaitan dengan aktifitas jantung yang berlebihan pada masa
pertumbuhan.
Inspeksi juga berguna untuk mencari iktus kordis (punctum maximum). Pada
sebagian besar orang normal (20-25%) dapat dilihat pulsus gerakan apeks
menyentuh dinding dada saat sistolik pada sela iga 5 di sebelah medial linea
midklavikularis sinistra. Bila terjadi pembesaran jantung iktus kordis dapat tampak
bergeser dari posisi normal. Disamping itu pada inspeksi dapat dilaporkan ada
tidaknya jaringan parut paska operasi jantung
B. PALPASI
Dengan palpasi kita mencari iktus kordis (bila tidak terlihat pada inspeksi)
dan mengkonfirmasi karakteristik iktus kordis. Palpasi dilakukan dengan cara :
meletakkan permukaan palmar telapak tangan atau bagian 1/3 distal jari II, II dan
IV atau dengan meletakkan sisi medial tangan, terutama pada palpasi untuk
meraba thrill. Identifikasi BJ1 dan BJ2 pada iktus kordis dilakukan dengan
memberikan tekanan ringan pada iktus.
Bila iktus tidak teraba pada posisi terlentang, mintalah pasien untuk berbaring
sedikit miring ke kiri (posisi left lateral decubitus) dan kembali lakukan palpasi. Jika
iktus tetap belum teraba, mintalah pasien untuk inspirasi dan ekspirasi maksimal
kemudian menahan nafas sebentar.
12
Pada saat memeriksa pasien wanita, mammae akan menghalangi
pemeriksaan palpasi. Sisihkan mammae ke arah atas atau lateral, mintalah bantuan
tangan pasien bila perlu.
13
Setelah iktus teraba, lakukan penilaian lokasi, diameter, amplitudo dan durasi
impuls apeks pada iktus.
- Lokasi : dinilai aspek vertikal (biasanya pada sela iga 5 atau 4) dan aspek
horisontal (berapa cm dari linea midsternalis atau midklavikularis). Iktus bisa
bergeser ke atas atau ke kiri pada kehamilan atau diafragma kiri letak tinggi.
Iktus bergeser ke lateral pada gagal jantung kongestif, kardiomiopati dan
penyakit jantung iskemi.
Impuls apeks/
iktus kordis
Linea Linea
midsternalis midklavikularis
14
- Durasi : untuk menilai durasi impuls, amati gerakan stetoskop saat melakukan
auskultasi pada apeks atau dengarkan bunyi jantung dengan stetoskop sambil
mempalpasi impuls apeks. Normalnya durasi impuls apeks adalah 2/3 durasi
sistole atau sedikit kurang, tapi tidak berlanjut sampai terdengar BJ2.
C. PERKUSI
Perkusi berguna untuk menetapkan batas jantung, terutama pada pembe-
saran jantung. Perkusi batas kiri redam jantung (LBCD - left border of cardiac
dullness) dilakukan dari lateral ke medial dimulai dari sela iga 5, 4 dan 3. LBCD
terdapat kurang lebih 1-2 cm di sebelah medial linea midklavikularis kiri dan
15
bergeser 1 cm ke medial pada sela iga 4 dan 3. Batas kanan redam jantung (RBCD
- right border of cardiac dullness ) dilakukan dengan perkusi bagian lateral kanan
dari sternum. Pada keadaan normal RBCD akan berada di medial batas dalam
sternum. Kepekakan RBCD diluar batas kanan sternum mencerminkan adanya
bagian jantung yang membesar atau bergeser ke kanan. Penentuan adanya pem-
besaran jantung harus ditentukan dari RBCD maupun LBCD. Kepekakan di daerah
dibawah sternum (retrosternal dullness) biasanya mempunyai lebar kurang lebih
6 cm pada orang dewasa. Jika lebih lebar, harus dipikirkan kemungkinan adanya
massa retrosternal. Pada wanita, kesulitan akan terjadi dengan mammae yang
besar, dalam hal ini perkusi dilakukan setelah menyingkirkan kelenjar mammae
dari area perkusi dengan bantuan tangan pasien.
D. AUSKULTASI
Auskultasi memberikan kesempatan mendengarkan perubahan-perubahan
dinamis akibat aktivitas jantung. Auskultasi jantung berguna untuk menemukan
bunyi-bunyi yang diakibatkan oleh adanya kelainan struktur jantung dan
perubahan-perubahan aliran darah yang ditimbulkan selama siklus jantung. Untuk
dapat mengenal dan menginterpretasikan bunyi jantung dengan tepat, mahasiswa
perlu mempunyai dasar pengetahuan tentang siklus jantung.
Bunyi jantung diakibatkan karena getaran dengan masa amat pendek. Bunyi
yang timbul akibat aktifitas jantung dapat dibagi dalam :
BJ1 : disebabkan karena getaran menutupnya katup atrioventrikuler terutama
katup mitral, getaran karena kontraksi otot miokard serta aliran cepat saat
katup semiluner mulai terbuka. Pada keadaan normal terdengar tunggal.
BJ2 : disebabkan karena getaran menutupnya katup semilunaris aorta maupun
pulmonalis. Pada keadaan normal terdengar pemisahan ( splitting) dari kedua
komponen yang bervariasi dengan pernafasan pada anak-anak atau orang
muda.
BJ3 : disebabkan karena getaran cepat dari aliran darah saat pengisian cepat
(rapid filling phase ) dari ventrikel. Hanya terdengar pada anak-anak atau orang
16
dewasa muda (fisiologis) atau keadaan dimana komplians otot ventrikel
menurun (hipertrofi/ dilatasi).
BJ4 : disebabkan kontraksi atrium yang mengalirkan darah ke ventrikel yang
kompliansnya menurun. Jika atrium tak berkontraksi dengan efisien misalnya
fibrilasi atrium maka bunyi jantung 4 tak terdengar.
17
Bising jantung : merupakan bunyi akibat getaran yang timbul dalam masa
lebih lama. Jadi perbedaan antara bunyi dan bising terutama berkaitan dengan
lamanya bunyi /getaran berlangsung. Untuk mengidentifikasi dan menilai bising
jantung, beberapa hal harus diperhatikan : di mana bising paling jelas terdengar,
fase terjadinya bising (saat sistole atau diastole) dan kualitas bising.
Auskultasi dimulai dengan meletakkan stetoskop pada sela iga II kanan di
dekat sternum, sepanjang tepi kiri sternum dari sela iga II sampai V dan di apeks.
Bagian diafragma stetoskop dipergunakan untuk auskultasi bunyi jantung dengan
nada tinggi seperti BJ1 dan BJ2, bising dari regurgitasi aorta dan mitral serta bising
gesek perikardium. Bagian mangkuk stetoskop ( bell) yang diletakkan dengan
tekanan ringan lebih sensitif untuk suara-suara dengan nada rendah seperti BJ3
dan BJ4 serta bising pada stenosis mitral. Letakkan bagian mangkuk stetostop
pada apeks lalu berpindah ke medial sepanjang tepi sternum ke arah atas.
Cara askultasi :
1. Lakukan auskultasi di seluruh prekordium dengan posisi pasien terlentang.
2. Pasien berbaring miring ke kiri (left lateral decubitus) sehingga ventrikel kiri lebih
dekat ke permukaan dinding dada (gambar 9).
- Tempatkan bagian mangkuk dari stetoskop di daerah impuls apeks (iktus).
- Posisi ini membuat bising-bising area katub mitral (misalnya pada stenosis
mitral) dan bunyi jantung akibat kelainan bagian kiri jantung (misalnya BJ3
dan BJ4) lebih jelas terdengar.
18
Gambar 9.Teknik Auskultasi pada Posisi Left Lateral Decubitus
3. Pasien diminta untuk duduk dengan sedikit membungkuk ke depan (gambar 10)
21
anterior, misalnya “bising paling jelas terdengar di sela iga ke-2 kanan, dekat
tepi sternum” menunjukkan asal bising dari katub aorta.
4. Radiasi/ transmisi bising dari tempatnya terdengar paling keras :
Transmisi bising tidak saja menunjukkan asal bising tetapi juga intensitas bising
dan arah aliran darah.Lakukan auskultasi di beberapa area di sekeliling lokasi
di mana bising paling jelas terdengar dan tentukan sampai di mana bising masih
dapat didengar. Misalnya, bising pada stenosis aorta bisa terdengar demikian
jauh sampai ke leher (mengikuti aliran darah).
5. Intensitas bising :
Gradasi intensitas bising dibagi dalam 6 skala dan dinyatakan dalan bentuk
pecahan (misalnya grade 2/6)
- Grade 1: sangat lembut, baru terdengar setelah pemeriksa sungguh-
sungguh berkonsentrasi, tidak terdengar pada semua posisi.
- Grade 2 : lembut, tapi dapat segera terdengar begitu stetostop diletakkan
pada area auskultasi.
- Grade 3 : cukup keras
- Grade 4 : keras, teraba thrill
- Grade 5 : sangat keras, disertai thrill, dapat terdengar dengan sebagian
stetoskop diangkat dari permukaan auskultasi.
- Grade 6 : sangat keras, disertai thrill, dapat didengar dengan seluruh bagian
stetoskop sedikit diangkat dari permukaan auskultasi.
6. Nada : dikategorikan sebagai nada tinggi, sedang dan rendah.
7. Kualitas bising : kualitas bising dideskripsikan sebagai blowing, harsh, rumbling,
danmusikal.
Karakteristik yang lain yang harus dinilai dari bunyi jantung dan bising
adalah pengaruh perubahan posisi tubuh, respirasi atau manuver pemeriksaan
terhadap bunyi jantung dan bising. Bising yang berasal dari sisi kanan jantung
biasanya cenderung berubah bila ada perubahan posisi pasien.
22
Sehingga deskripsi lengkap pelaporan bising adalah sebagai berikut :
misalnya pada regurgitasi aorta : ” pada auskultasi terdengar bising decrescendo
dengan kualitas bising seperti tiupan (blowing), terdengar paling keras pada sela
iga ke-4 kiri, dengan penjalaran ke arah apeks ”.
Pada tabel 1 berikut ditampilkan event-event dalam siklus jantung dan bunyi-
bunyi jantung yang harus didengarkan dengan seksama dan dinilai pada tiap
auskultasi.
23
Tabel 1. Bunyi Jantung dan Karakteristik Bunyi yang harus Dinilai pada Tiap Auskultasi
Bunyi Jantung Karakteristik Bunyi Jantung yang Dinilai pada Auskultasi Keterangan
BJ1 Intensitas BJ1 dan splitting komponen BJ1 Terdapat variasi fisiologis BJ1
BJ2 Intensitas BJ2
Splitting BJ2 Splitting BJ2 didengarkan di sela iga 2 dan 3 kiri. - Splitting normal tidak lebar,
- Mintalah pasien bernafas tenang, kemudian bernafas terdengar hanya pada akhir
sedikit lebih dalam. fase inspirasi.
- Dengarkan apakah terjadi splitting BJ2. - Splitting persisten disebabkan
- Bila belum terdengar, mintalah pasien untuk menarik oleh keterlambatan penutupan
nafas lebih dalam lagi atau duduk sedikit membungkuk katub pulmonal atau katub
ke depan, dan lakukan auskultasi kembali. aorta yang menutup lebih awal.
Dinilai : - Normalnya komponen A2 lebih
lebar splitting, kapan splitting terdengar, apakah keras daripada P2.
splitting menghilang saat ekspirasi dan bagaimana - P2 lebih keras daripada A2
perbandingan intensitas komponen A2 dan P2 menunjukkan kemungkinan
adanya hipertensi pulmonal.
Adanya bunyi Didengarkan adanya bunyi ejeksi atau klik sistolik.
ekstra saat sistole Dinilai : lokasi, kapan terjadinya, intensitas, nada (pitch)
dan pengaruh respirasi terhadap bunyi tersebut
Adanya bunyi Didengarkan adanya BJ3, BJ4 atau opening snap
ekstra saat Dinilai : lokasi, kapan terjadinya, intensitas, nada (pitch)
diastole dan pengaruh respirasi terhadap bunyi tersebut
Bising sistolik dan Yang harus dinilai adalah kapan terdengar, bentuk, Bising dapat dibedakan dengan
diastolik lokasi di mana bising terdengar paling keras, radiasi/ bunyi jantung dari durasinya
transmisi bising dari tempatnya paling keras terdengar, yang lebih panjang.
intensitas bising, nada dan derajat bising.
24
Tabel 2. Karakteristik Bising pada Beberapa Kelainan Jantung
Kelainan Jantung Fase Bising Lokasi Penjalaran
ASD Bising pada kasus ASD di - -
akibatkan oleh stenosis
pulmonal relatif dan
insufisiensi trikuspid.
Bunyi jantung abnormal
yang khas pada kasus
ASD adalah wide fixed
splitting
VSD Sistolik, holosistolik Batas sternum kiri bawah Batas sternum kanan
bawah
PDA kontinyu Batas sternum kanan atas Subklavia kiri
ToF Ejeksi sistolik kasar Batas sternum kiri atas
Stenosis Mitral Early diastolic opening Apeks Tidak menjalar
snap
Diastolik dekresendo-
kresendo
25
Stenosis Aorta Klik ejeksi, Sistolik Batas atas sternum kanan Karotis
kresendo-dekresendo dan kiri
Insufisiensi Aorta early diastolic SIC III kiri Sepanjang batas sternum
decrescendo kiri
Austin flint (sistolik- Apeks
diastolik rumble)
Insufisiensi Tricuspid Holosistolik, lebih keras Batas sternum kiri bawah Tidak menjalar
saat inspirasi (carvallo
sign)
Stenosis Pulmonal Klik Ejeksi, Sistolik Batas atas sternum kiri Tidak menjalar
kresendo-dekresendo,
mengeras ketika inspirasi
Insufisiensi Pulmonal Awal diastolik, Batas atas sternum kiri Mid sternal kanan (pada
dekresendo, mengeras hipertensi pulmonal)
ketika inspirasi
26
3. PELAPORAN HASIL PEMERIKSAAN
Contoh :
Pada pasien dengan Gagal Jantung Kongestif :
”Dengan tempat tidur dimiringkan 50o, JVP 5 cm di atas angulus sterni, pulsasi
karotis brisk; terdengar bruit di atas arteri karotis sinistra. Iktus kordis difus
dengan diameter 3 cm, teraba di linea aksilaris anterior pada sela iga 5 dan 6
kiri. Pada auskultasi BJ1 dan BJ2 lembut, terdengar BJ3. Terdengar bising
holosistolik derajat 2/6, kualitas kasar, paling keras pada apeks, penjalaran
bising ke tepi sternum kiri bawah. Tidak didapatkan BJ4 atau bising diastolik”.
DAFTAR PUSTAKA
Bates, B; 1995, A Guide to Physical Examination and History Taking, Sixth Edition,
Lippincott.
27
FORMULIR UMPAN BALIK (FEEDBACK)
KETERAMPILAN PEMERIKSAAN KARDIOVASKULER
28